Anda di halaman 1dari 19

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan). Ibn Rusyd (Averroes) seorang filosof muslim Andalusia termasyur sekaligus pensyarah buku-buku Aristoletes menerjemahkan demokrasi dengan politik kolektif (as siyasah al jamaiyah).Sedangkan dalam ilmu sosiologi, demokrasi adalah sikap hidup yang berpijak pada sikap egaliter (mengakui persamaan derajat) dan kebebasan berpikir. Meski demokrasi merupakan kata kuno, namun demokrasi moderen merupakan istilah yang mengacu pada eksperimen orang-orang Barat dalam bernegara sebelum abad 20. Orang-orang Islam mengenal kata demokrasi sejak jaman transliterasi buku-buku Yunani pada jaman Abbasiyah. Selanjutnya kata itu menjadi bahasan pokok para filosof muslim jaman pertengahan seperti Ibnu Sina (Avicenna), dan Ibn Rusyd ketika membahas karya-karya Aristoteles. Istilah demokrasi dalam sejarah Islam tetaplah asing, karena sistem demokrasi tidak pernah dikenal oleh kaum muslimin sejak awal. Orang-orang Islam hanya mengenal kebebasan (al hurriyah) yang merupakan pilar utama demokrasi yang diwarisi semenjak jaman Nabi Muhammad Saw, termasuk di dalamnya kebebasan memilih pemimpin, mengelola negara secara bersama-sama (syura), kebebasan mengkritik penguasa, kebebasan berpendapat.

Dalam sejarah pernah diungkapkan, Islam telah menghidupkan demokrasi setelah hampir sempat hilang. Islam dengan Negara Madinahnya pada 611M telah membawa umatnya pada kemakmuran, dan membawa Islam pada masa-masa kejayaan. Selain itu, demokrasi juga diterapkan dalam memilih Khalifah melalui sistem pemilihan yang penentuannya adalah baiat oleh umat muslim. Baiat diterapkan mulai kepemimpinan Nabi Muhammad hingga masa

Khulafaurrosyidin termasuk dalam pemilihan Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar Bin Khattab. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW nilai-nilai demokratis yang beliau ajarkan mulai pudar. Hal ini terjadi akibat pertentangan dan persaingan kekuasaan yang menghebat. Pada peralihan kekuasaan setelah wafatnya beliau ke tangan penggantinya Abu Bakar dengan proses demokrasi, dapat berjalan baik meski agak alot. Karena setiap kabilah Arab merasa berhak memegang tampuk kepemimpinan. Di balai pertemuan Bani Saadah di Madinah, Abu Bakar terpilih dengan dukungan mayoritas melalui baiat atas kepemimpinannya. Berdasarkan pengalaman peralihan kekuasaan pada masanya yang alot, maka Abu Bakar menunjuk penggantinya secara langsung sebelum ia wafat untuk memegang tampuk khalifah. Abu Bakar digantikan Umar bin Khattab. Pada makalah ini ditekankan pada pembahasan kepemimpinan pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang dimulai sejak pengangkatanya sampai kontribusi-kontribusi yang telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.

BAB II PEMBAHASAN

A. Abu Bakar Khalifah Rasyidah Pertama (632-634 M/11-13 H) Abu Bakar as-Shiddiq dilahirkan di kota Mekkah pada tahun 573 M, kirakira dua tahun setelah kelahiran nabi Muhammad SAW. Ayahnya bernama Utsman bin Amar bin Laab bin Saad bin Taim bin Murrah bin Kaab yang bergelar dengan Abu Quhafah. Dari silsilah inilah Abu Bakar r.a, baik dari pihak ayahnya maupun ibunya mempunyai pertalian dengan keluarga nabi Muhammad saw, yang bertemu silsilahnya pada Murrah bin Kaab.1 Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah saw, yang mempunyai rasa sosial yang tinggi. Beliau pernah membebaskan tujuh budak muslim yang tersiksa, salah satunya adalah Bilal, Amir bin Quhairoh dan lain sebagainya. Beliau juga mempunyai sebuah baitul mal yang berada di Sunh yang selalu ia tempati sebelum hijrah ke Madinah, kemudian setelah hijrah ke Madinah, beliau tetap tidak menerima usulan untuk menempatkan penjaga di baitul mal tersebut. Beliau tetap membiarkannya sebagai temapt terbuka dan persinggahan bagi orangorang hingga rumah itu habis isinya. Beliau juga pernah menginfakkan hartanya sebanyak 4000 dinar untuk kepentingan Islam, padahal harta itu ia semuanya beliau dapatkan dari usahanya berdagang.2

1 2

Harun Nasution, 1992, h. 34 Ibn Atsir, Al-Kamil Fi At-Tarikh, 1965, h. 422

1.

Proses Pengangkatan Abu Bakar r.a Dalam catatan sejarah, pengangangkatan Abu Bakar r.a sebagai kahlifah

mengalami polemik di kalangan para sahabat, hal ini diamping bahwa Ali bin Abi Thalib r.a tidak ikut dalam peristiwa Saqifah, ternyata Ali bin Abi Thalib juga tidak mau membaiat Abu Bakar hingga enam bulan lamanya.3 Dalam proses pemilihannya terjadi hal-hal yang kurang damai antara kaum Anshor dan Muhajirin. Kaum Anshor sebagai penduduk asli mengklaim bahwa mereka memiliki lebih banyak andil dalam menyiarkan Islam dan memiliki sumber daya manusia yang tidak kalah kualitasnya dibandingkan kaum Muhajirin. Dengan demikian mereka melakukan musyawarah di suatu tempat di Bani Saidah untuk memilih dan membaiat Said bin Ubaidillah, seorang pemuka dari suku Khazraj.4 Dengan diplomasi dan kerja sama antara Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a dan Abu Ubaidah bin Jarrah, maka Umar bin Khattab r.a mengangkat tangan Abu Bakar r.a serta mengucapkan baiatnya setianya kepada Abu Bakar r.a sebagai pemimpinnya, lalu hal yang serupa juga dilakukan oleh Ubaidah bin Jarrah. Terobosan dan spekulasi mereka ini ternyata menghasilkan nilai positif untuk keberhasilan gagasan mereka dalam mengangkat Abu Bakar r.a sebagai khalifah.5 Abu Bakar r.a kemudian dibaiat secara umum pada ke-esokan harinya di masjid Nabawi. Pada kesempatan ini ia mengucapkan pidato pertamanya sebagai

3 4

Husain Haikal, Abu Bakar al-Shiddiq, terj. Abdul Kadir Mahdawi, 1994, h. 54 Abu Jafar, Tarikh at-Thabari, jil. III, h. 218 5 Ira M. Lapidus, 1999, h. 57

khalifah. Maka sejak saat itu kepimimpinan ummat berada di tangan Abu Bakar r.a dengan gelar kahlifah Rasulullah (pengganti rasul) yang dalam perkembangan selanjutnya disebut sebagai khalifah saja. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin ada dan kepala pemrintahan.6

2.

Kesejahteraan Rakyat (Pembagian Jizyah Dan Ghanimah) Masa Abu Bakar As Shiddiq Untuk meningkatkan kesejahteraan umum Abu Bakar membentuk lembaga

Bait Al-Maal, semacam kas negara atau lembaga keuangan. Pengelolaannya diserahkan kepada Abu Ubaidah, sahabat nabi yang digelari amin al-ummah (kepercayaan ummat). Selain itu didirikan pula lembaga peradilan yang ketuanya dipercayakan kepada Umar Ibn Khattab. Kebijaksanaan lain yang ditempuh abu Bakar adalah membagi sama rata hasil rampasan perang (ghanimah). Dalam hal ini, ia berbeda pendapat dengan Umar Ibn Khattab yang menginginkan pembagian dilakukan berdasarkan jasa tiap-tiap sahabat. Alasan yang dikemukakan Abu Bakar adalah semua perjuangan yang dilakukan atas nama islam akan mendapat balasan dari Allah SWT di akhirat. Karena itu, biarlah di dunia mereka mendapat bagian yang sama.7

6 7

Badri Yatim, 2000, h. 35 Depdiknas, Op.Cit. h. 40

3.

Sistem Militer, Pertahanan Dan Keamanan Masa Abu Bakar As Shiddiq Dalam menyusun sistem militer dan pertahanan keamanan pada masa ini

terpengaruh dengan penuntasan masalah pemberontakan, kemurtadan, dan pembangkangan. Untuk memerangi para pembangkang dan kaum murtaddien ini, Abu Bakar membagi pasukan menjadi sebelas brigade : a. Khalid Ibn Walid memimpin pasukan untuk memerangi nabi palsu thulailah Ibn Khuwailid dari bani Asad dan Malik Ibn Khuwairah (Pemimpin Pemberontak) dari Bani Tamim di bitah Bhutha. Panglima yang paling disegani dan ditakuti ini sengaja ditugaskan untuk memberi pelajaran kepada kabilah-kabilah yang lain yang tidak mau menyerah. b. Ikrimah Ibn Abi Jahl Memimpin pemadaman pemberontakan Nabi Palsu Musailamah Al-Kadzab dari Bani Hanifah di iyayamah. c. Surahbil Ibn Khasanah memimpin tentara ke Qudhaah dan membantu pasukan Ikrimah. d. Al-Muhajir Ibn Abi Umayyah memimpin tentara memerangi Al-Aswad AlAnsi yang mengaku sebagai Nabi Palsu di Yaman. e. Hudzaifah Ibn Mihsan memadamkan pemberontakan suku di Oman yang di pimpin Zul-Taj Laqith Ibn Malik Al-Adzdi. f. Arfajah Ibn Khuzimah memimpin tentara ke Mahrah. g. Suwaid Ibn Muqorrin memerangi suku tihamah yaman. h. Ala Ibn Al-Khadrami memimpin pasukan menyerbu Khutam Ibn Dabiah yang murtad di Bahrain.

Seluruh Brigade di atas bertugas memadamkan pemberontakan bagian selatan arabia, karena mereka adalah penentang keras serta gigih dalam memberontak dan cukup kuat bertahan dari gempuran tentara Islam. Untuk daerah Utara, Abu Bakar cukup membentuk tiga brigade yang dipimpin Amir Ibn Ash untuk daerah Qidaah, Mian Ibn Hajiz untuk Bani Sulai di Hawazim dan Khalid Ibn Said untuk membebaskan Syam.8

4.

Demokrasi Masa Pemerintahan Abu Bakar Ash Siddiq Setelah Nabi wafat, umat Islam terjadi konflik yang kritis mengenai

siapakah pengganti Rasulullah SAW. Rasulullah SAW tidak menunjuk siapasiapa yang akan menggantikan Beliau, bahkan bagaimana memilih dan mencari sosok tersebut Beliau tidak memberikan petunjuk. Dalam menanggapi masalah ini para sahabat yang terbagi menjadi empat kelompok (Kaum Anshor, Muhajirin, keluarga dekat Nabi/Ahlul Bait dan kelompok Aristokrat Mekkah)9 berkumpul untuk membicarakan siapa yang akan memegang kepemimpinan umat. Kemudian mereka berkumpul di Saqifah Bani Saidah untuk membicarakan lebih lanjut mengenai kepemimpinan sepeninggal Nabi SAW. Awalnya diwarnai ketegangan diantara golongan karena masih diwarnai semangat

golongan/kelompok. Masing-masing mengangggap kelompoknya yang paling baik dan berjasa terhadap Islam, sehingga berhak menduduki jabatan khalifah.

8 9

Muhammad Hasyim, Op.Cit. h. 36 Muhaimin dkk, h. 233

Namun pada akhirnya semua mufakat bukan sekedar suara terbanyak kepemimpinan umat akan dipegang oleh Abu Bakar.10 Musyawarah yang menghasilkan mufakat bulat itu merupakan suatu tradisi baru dalam musyawarah yag berdasarkan ukhuwah. Menurut Fazlur Rahman bahwa sistem syura dalam Al-Quran adalah mengubah syura dari sebuah institusi suku menjadi institusi komunitas, karena ia menggantikan hubungan darah dengan hubungan iman.11 Dilihat dari perspektif ini, maka pilihan kelompok muslim modernis kepada demokrasi bukanlah sesuatu yang dibuat-buat, atau sesuatu yang bersifat akomodatif terhadap institusi politik demokratik Barat, tetapi Al-Quran memang mengajar demikian, sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat pada masa awal kepemimpinan umat. Kepemimpinan Abu Bakar sangat diwarnai jiwa yang demokratis. Selama masa dua tahun memegang tampu pemerintahan, sangatlah nampak

kedemokrasian Abu Bakar. Kepemimpinannya dapat disimpulkan dari salah satu isi pidatonya pada hari pembaiatan bahwa ia akan mengakui kekurangan dan kelemahannya serta memberikan hak berpendapat untuk menegur dan memperbaiki khalifah bila berbuat salah.12

5.

Kematian Abu Bakar r.a Setelah menderita sakit demam selama lima belas hari akhirnya Abu Bakar

r.a meninggal dunia pada hari senin, 21 Jumadil Akhir 13 H (22 Agustus 634 M)

10 11

Muhaimin dkk, h. 234-235 A. Syafi Maarif, 1985, h. 50 12 Muhaimin, dkk, h. 242.

pada usia 63 tahun. Riwayat yang paling kuat mengenai sebab sakitnya beliau adalah riwayat yang berasal dari putrinya yang menyebutkan bahwa beliau sering mandi malam. Sedangkan pemerintahan beliau berjalan selama dua tahun tiga bulan dan sepuluh malam.13 Selama sakitnya beliau tidak bisa mengimami shalat jamaah hingga beliau digantikan oleh Umar bin Khattab r.a. selain itu juga beliau selalu memikirkan perkara ummat Islam yang akan ia tinggalkan. Beberapa motivasi dan penyebab mendorongnya untuk menunjuk orang yang menggantikannya setelah berbincangbincang dengan para sahabat besar lainnya, yang membulatkan tekad beliau untuk menunjuk Umar bin Khattab r.a sebagai penggantinya. Ada berapa hal yang mungkin sangat berpengaruh terhadap keputusan Abu Bakar r.a untuk memilih sendiri orang yang akan menggantikannya. Salah satunya adalah perdebatan yang pernah terjadi di Saqifah Bani Saidah setelah Rasulullah saw. meninggal dunia, selain itu juga masukan-masukan positif tentang Umar bin Khattab r.a dari sahabat-sahabat besar lainnya.14 Di lain pihak, Jafri menuturkan bahwa penunjukan ini juga salah satu bentuk penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari posisi ke-khalifahan. Sangat tidak mengherankan bila Umar bin Khattab r.a tidak memilih Ali bin Abi Thalib r.a yang tidak mau membaiatnya hingga lima hingga enam bulan pemerintahannya. Tentu saja Umar bin Khattab r.a yang juga merupakan pioner pengangkatan Abu Bakar r.a sebagai khalifah pada peristiwa Saqifah akan mendapatkan kepercayaan Abu Bakar r.a untuk menjadi khalifah.
13 14

Ibnu Atsir, al-Kamil, h. 419 Haikal, Abu Bakar r.a, h. 347

Menurut Jafri bahwa penghalangan Ali bin Abi Thalib r.a dari ke-kahlifahan berlanjut pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, yakni ketika beliau memilih enam orang sahabat sebagai ahlul hilli wal aqdi yang bertugas untuk menentukan penggantinya, akan tetapi keputusan akhir diberikan kepada Abdurrahman bin Auf yang merupakan sahabat dekat Utsman bin Affan. Selain itu juga oleh Abdurrahman bin Auf juga menyaratkan kesanggupan untuk mengikuti tata cara (sunnah) Rasulullah saw. dan dua orang pendahulunya dalam menjalankan pemerintahan. Tentu saja Ali bin Abi Thalib r.a tidak akan menyanggupinya,yang lain halnya dengan Utsman yang menyatakan bahwa ia akan menyanggupi syarat tersebut.15 Terlepas dari yang manakah pendapat yang paling mendekati kebenaran, paling tidak kita mengetahui beberapa perbedaan pendapat dalam masalah ini.

B.

Umar bin Khattab Khalifah Ke-Dua (634-644 M/13-24 H) Beliau adalah Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza. Salah satu gelar

pujian beliau adalah al-Faruq (elang) yang diberikan oleh Rasulullah saw. kepada beliau.16 Beliau dilahirkan empat tahun sebelum kelahiran Rasulullah saw. Umur beliau adalah 63 tahun dan beberapa bulan.17 1. Proses Pengangkatan Umar Bin Khattab Seperti yang telah kita sebutkan diatas bahwa Umar bin Khattab r.a diangkat dan dipilih sendiri oleh Abu Bakar r.a untuk menggantikannya dalam ke-

15 16

Jafri, Dari Saqifah, h. 95 Abu Jafar, Tarikh At-Thabari (Daar Maarif: Kairo, 1963), jil. IV, h. 195. 17 Ibn Atsir, Al-Kamil Fi At-Tarikh (Beirut: Daar Ashwar, 1965), jil. III, h. 53

10

khalifahan. Oleh Abdul Wahhab an-Nujjar, cara pengangkatan seperti ini disebut dengan thariqul ahad, yakni seorang pemimpin yang memilih sendiri panggantinya setelah mendengar pendapat yang lainnya, barulah kemudian dibaiat secara umum.18 Pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a, sang khalifah dipanggil dengan sebutan khalifah Rasulullah. Sedangkan pada masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a, mereka disebut dengan Amirulmuminin. Sebutan ini sendiri diberikan oleh rakyat kepada beliau. Salah satu sebab penggantian ini hanyalah makna bahasa, karena bila Abu Bakar r.a dipanggil dengan khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah), otomatis penggantinya berarti khalifah khalifah Rasulullah (pengganti penggantinya Rasulullah), dan begitulah selanjutnya, setidaknya begitulah menurut Haikal. Selain itu karena wilayah kekuasaan Islam telah meluas, hingga ke daerah-daerah yang bukan daerah Arab, yang tentu saja memerlukan sistem pemerintahan yang terperinci, sementara ia tidak

mendapatkan sistem pemerintahan terperinci dalam Alquran al-Karim dan sunnah nabi, karena itu ia menolak untuk dipanggil sebagai khalifatullah dan khalifah Rasulullah.19 Terdapat perbedaan dalam proses pengangkatan Abu Bakar dan Umar, bila Abu Bakar dipilih oleh beberapa wakil kalangan elit masyarakat, Umar dipilih dan ditunjuk langsung oleh Abu Bakar untuk menggantikannya. Ada beberapa faktor yang mungkin sangat berpengaruh terhadap penunjukan langsung ini:

18 19

Abdul Wahhab al-Nujjar, al-Khulafa ar-Rasyidun (Beirut: Daar al-Qalam, 1986), h. 23 Haikal, Abu Bakar r.a, h. 329

11

a. kemungkinan besar Abu Bakar khawatir akan terjadi perpecahan dalam tubuh ummat Islam bila pemilihan diserahkan kepada masyarakat seperti yang hampir terjadi pada dirinya. b. bagaimanapun juga, Umar adalah suksessor Abu Bakar dalam pemilihan menjadi Khalifah. c. sementara beberapa pendapat lain mengatakan bahwa ke-khawatiran Abu Bakar akan terpilihnya Ali bin Abi Thalib memotivasi dirinya untuk memilih langsung penggantinya.20

2.

Kesejahteraan Rakyat (Pembagian Jizyah Dan Ghanimah) Masa Umar Bin Khattab Untuk Kesejahteraan rakyat, Umar tidak pernah mengesampingkan, ia

sangat memperhatikan bagaiman taraf kehidupan rakyat yang dipimpinnya. Ia memberikan tunjangan kepada rakyat sesuai klasifikasi berdasarkan nasab kepada Nabi Muhammad Saw. (termasuk di dalamnya istri beliau), senioritas dalam memeluk agama Islam, dalam perkembangan dakwah islam dan perjuangan mereka dalam menegakkan agama islam jumlah tunjangan masing-masing berbeda berdasarkan urutan klasifikasi di atas. Hal ini disebabkan kepiawaiyan umar dalam mengatur harta kekayaan negara yang para berasal pembantu

dari jizyah dan Ghanimah sebaik

mungkin,

disamping

20

S. H. M. Jafri, Dari Saqifah Sampai Imamah, terj. Kieraha, 1997, h. 39

12

dibelakangnya yang selalu setia dan memegang teguh amanat yang telah dibebankan dipundaknya untuk dilaksanakan sebaik mungkin.21

3.

Sistem Militer, Pertahanan Dan Keamanan Masa Umar Bin Khattab Untuk kepentingan pertahanan, keamanan dan ketertiban dalam masyarakat

didirikanlah lembaga kepolisian, korps militer dengan tentara terdaftar. Mereka digaji yang besarnya berbeda-beda sesuai dengan tugasnya. Dia juga mendirikan pos-pos militer di tempat-tempat setrategis.22

4.

Demokrasi Masa Pemerintahan Umar Bin Khattab Pemilihan Umar bin Khatthab sebagai khalifah berbeda sebagaimana

pemilihan Abu Bakar. Abu Bakar terpilih melalui forum musyawarah untuk mufakat, dalam forum terbuka yang dihadiri oleh rakyat pada umumnya di Bani Saidah. Umar menjadi khalifah atas penunjukan langsung oleh khalifah Abu Bakar. Khalifah Abu Bakar melakukan hal tersebut sudah barang tentu tidak dibuat-buat, tetapi justru dilandasi argumentasi dan pertimbangan khusus, antara lain: a. Situasi politik di dalam negeri masih dianggap rawan, sebab banyk pembesar yang berambisi untuk menduduki jabatan khalifah; b. Trauma psikologis Abu Bakar terhadap peristiwa di Saqifah Bani Saidah;

21 22

Muhammad Hasyim, Op.Cit, h.44 Depdiknas,Jilid V. Op.Cit. h.127

13

c. Negara dalam keadaan perang yang memiliki dua kubu militer, satu pihak menghadapi tentara Persia, dan di lain pihak berhadapan dengan pihak Romawi, sehingga dikhawatirkan bahwa kekuatan militer akan digunakan untuk mendukung interest politik. Namun demikian, tidaklah Abu Bakar meninggalkan tradisi dari Nabi SAW untuk senantiasa bermusyawarah. Sebelum Abu Bakar memutuskan hal tersebut, terlebih dahulu dia bermusyawarah dengan tokoh-tokoh masyarakat, antara lain: Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Usaid bin Hudhair al Anshari, Said bin Zaid, dan lain-lain dari kaum Muhajirin dan Anshar. Ternyata mereka tidak keberatan untuk mencalonkan Umar.23

5.

Akhir Pemerintahan / Kematian Umar bin Khattab r.a Banyak keputusan-keputusan baru yang harus diambil oleh oleh khalifah ke-

II Umar Bin Khattab (634-644 M). Penyebaran agama Islampun dilaksanakan seiring dengan perluasan wilayah Islam. Banyak orang yang takluk dibawah Islam memeluknya sebagai agama meskipun ada sebahagian dari mereka yang membenci Islam ataupun bangsa Arab yang merupakan penjajah. Umar memerintah dengan tegas dan disiplin, rakyat maupun pegawainya akan dihukum bila terbukti bersalah. Pada akhir pemerintahannya timbul gejala-gejala ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakannya yang disuarakan pertama kalinya oleh mereka yang membeci Islam ataupun bangsa Arab. Hal yang paling menonjol adalah pembagian hasil rampasan perang yang dinilai tidak adil. Tetapi

23

A. Syalabi, 1983, h.105-106

14

hingga akhir hayatnya tidak ada yang berani mengutarakan secara terangterangan. Benarkah terjadi ketidak-puasan terhadap pemerintahan Umar bin Khattab, bisa jadi benar. Salah satu bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah pembunuhan Umar bin Khattab sendiri, beliau dibunuh Abu Luluah, seorang Nasrani. Ia megutarakan keberatannya atas pajak yang ia nilai terlalu besar untuknya yang berprofesi sebagai tukang kayu, pelukis, dan pandai besi, ia harus membayar dua dirham setiap hari. Akan tetapi meskipun Umar bin Khattab r.a mendengar keluhannya, beliau tidak mengurangi pajak tersebut karena kabarnya ia juga akan membuka penggilan tepung dengan angin. Abu Luluah ternyata berlalu dengan rasa tidak puas dengan keputusan beliau, hal ini disimpulkan dari jawabannya atas keputusan Umar bin Khattab r.a: kalau begitu bekerjalah untukku dengan penggilingan itu!, yang kemudian dijawab: kalau kamu selamat maka aku akan bekerja untukmu. Tiga hari kemudian ia berhasil membunuh beliau.24 Akan tetapi bila hanya bukti ini yang diajukan untuk mengutarakan bahwa akhir pemerintahan Umar bin Khattab r.a terjadi beberapa ketidak-puasaan terhadapa kebijaksaanan beliau, maka itu terlalu dilebih-lebihkan. Tapi meskipun begitu, memang faktanya ada yang merasa tidak puas dengan Umar bin Khattab r.a. Beliau meninggal pada umur 63 tahun. Adapun ke-khalifahannya berjalan selama 10 tahun, 6 bulan dan 8 hari.

24

Ibnu Atsir, al-Kamil, jil. IV, h. 50

15

Ada indikasi yang menyatakan bahwa perseturuannya dengan Ali bin Abi Thalib r.a mulai memudar-kalau memang mereka berseteru yakni Umar bin Khattab r.a menikahi salah satu putri Ali bin Abi Thalib r.a yakni Ummi Kaltsum, selain itu Ali bin Abi Thalib r.a adalah salah seorang yang turun ke makam beliau, lain halnya ketika Fathimah binti Rasulullah meninggal dunia, baik Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a tidak datang kepemakamannya atau ketika Abu Bakar r.a meninggal dunia dimana Ali bin Abi Thalib r.a tidak datang

kepemakamannya.25 Beberapa pendapat mengatakan bahwa salah salah satu usaha untuk meredakan perseteruannya dengan Bani Hasyim adalah dengan mengangkat para pemuka Bani Hasyim sebagai pemimpin pasukan dan mengirimkannya ke medan perang, agar mereka tidak terlalu memikirkan siapakah sebenarnya yang berhak untuk menjadi khalifah, disamping beliau juga memang menikahi putri Ali bin Abi Thalib r.a.

25

Ibnu Atsir, al-Kamil, jil. IV, h. 50

16

BAB III SIMPULAN

Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum riddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan

membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Quran dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah. Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiangtiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya. Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan Abad Emas Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar

17

seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Pada masa pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan Islam, misalnya dikawasan barat, Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai Syam, Mesir, Libya. Sedangkan dikawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan Madain, Jalawla, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Selain itu juga beliau berhasil dalam hal pemerintahan negara, ilmu keislaman, system pertahanan dan lain sebagainya. Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar sebagai Bapak Peradilan. Khalifah Umar telah memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan hari kematiannya sangat tragis, Abu Luluah secara tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah Umar yang sedang melaksanakan shalat subuh.

18

DAFTAR PUSTAKA A. Syafi Maarif, Islam dan Masalah Kenegaraan, Jakarta, LP3ES, 1985 Atsir, Ibn, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. II. Beirut: Daar Ashwar, 1965 Atsir, Ibn, Al-Kamil Fi At-Tarikh, jil. III. Beirut: Daar Ashwar, 1965. Depdiknas, Ensiklopedi Islam, Jilid I & V , PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. 1999. Haikal, Husain, Abu Bakar al-Shiddiq, terj. Abdul Kadir Mahdawi. Solo: Pustaka Mantiq, 1994. Hasyim Muhammad, Sistem Politik Di Masa Rasululloh Dan Khulafaur Rasyidin Di Tinjau Dari Sistem Demokrasi , Skripsi, STAI Al-Qolam. 2006. Jafri, S.H. M, Dari Saqifah Sampai Imamah, terj. Kieraha. Bandung: Pustaka Hidayah, 1997 Jafar, Abu, Tarikh at-Thabari, jil. III,. Daar Maarif: Kairo, 1963. Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron, bag. I dan II. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999. Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, (Jakarta: Prenada Media) Nasution, Harun, e.d, Ensikopedi Islam di Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992. Nujjar, Abdul Wahhab, al-Khulafa ar-Rasyidun. Beirut: Daar al-Qalam, 1986. Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000.

19

Anda mungkin juga menyukai