Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Sejarah perkembangan agama Buddha di India setelah Buddha Gautama wafat dapat dibagi menjadi tiga priode, yaitu (a) masa perkembangan awal hingga Pasamuan Agung Kedua; (b) masa kekuasaan Raja Ashoka; dan (c) masa kemunduran agama Buddha di India. Beberapa minggu setelah

Buddha meninggal dunia segera terjadi perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para pengikutnya terutama karena dia tidak meninggalkan ajaran yang tertulis dan tidak menunjuk seseorang sebagai penggantinya. Setelah Pasamuan Agung kedua, untuk selama seratus tahun tidak banyak yang diketahui tentang perkembangan agama Buddha di India, terutama setelah Raja Kalasoka meninggal dunia. Baru dengan munculnya Raja Ashoka dari dinasti Maurya, agama Buddha memperlihatkan perkembangan yang sangat pesat ke seluruh India. Dalam masa pemerintahannya, agama Buddha berkembang menjadi agama yang berpengaruh diseluruh India dan mempunyai peranan di berbagai bidang kehidupan, baik sosial, kebudayaan, ekonomi maupun politik. Setelah mengalami perkembangan yang mengesankan di India selama lebih kurang lima abad, akhirnya agama Buddha mengalami kemunduran, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Pada abad ketujuh Masehi, kemerosotan tersebut semakin meluas di India. Namun, kemunduran agama Buddha di India dapat dipandang sebagai terbukanya kesempatan bagi agama tersebut untuk berkembang di luar India. Sedangkan perkembangan agama Buddha di Indonesia berdasarkan beberapa penemuan arkeologi di beberapa tempat yang terpisah, masa perkembangan agama Buddha di Indonesia dimulai sekitar abad ke-5 Masehi. Sedangkan di India, Agama Buddha timbul sekitar abad ke6 SM di India utara (daerah kerajaan Magadha). Diajarakan oleh Sang Gautama atau

2 Siddhartha, seoarang putera raja Magadha bernama Suddodhana.1 Agama Buddha timbul sebagai reaksi terhadap sistem upacara keagamaan Hindu Brahmana yang terlampau kaku.2 Istilah Buddha berasal dari kata Buddh yang artinya bangkit atau bangun, dan dari kata kerjanya bujjhatti berarti memperoleh pencerahan, mengetahui dan mengerti, sehingga kata Buddha dapat diartikan seseorang yang telah memperoleh kebijaksanaan sempurna, orang yang sadar dan siap menyadarkan orang lain dan orang yang bersih dari kebencian (dosa), serakah (lobha) dan kegelapan (moha).3 Agama Buddha bertitik tolak dari keadaan yang nyata, terutama tentang etika yang harus dilaksanakan oleh manusia agar ia terbebas dari lingkaran derita yang selalu mengikuti hidupnya. Oleh karenanya

menimbulkan pertanyaan apakah ini agama atau filsafat? Memang pada mulanya ia bukan merupakan agama tetapi hanya suatu ajaran untuk melepaskan diri dari sangsara (samsara) dengan tenaga sendiri, sebagaimana dilakukan Sang Buddha. Tetapi kemudian ajaran ini berubah menjadi agama dalam arti pembebasan karena adanya taufik dan berkah dewa.4 Dalam abad-abad sebelum Masehi, Buddhisme, terutama Sang Buddha wafat mengalami perbedaan-perbedaan pendapat di antara para Bikshu, sebagian tetap ingin mempertahankan ajaran Buddha, dan sebagian ingin melakukan perbaikan. Para Bikshu yang ingin tetap mempertahankan ajaran Buddha kemudian mengadakan pertemuan bertempat di Rajagraha. Tujuan utama pasamuan ini ialah mengumpulkan kembali semua ajaran-ajaran Buddha, usaha tersebut menghasilkan kumpulan ajaran Buddha dalam tiga pitaka yang belum dikitabkan. Dari sumber inilah kelak kita kenal kitab Tripitaka sekarang ini.
1 2 3

HM.Arifin, Belajar Memahami Ajaran Agama Besar, CV Seraja, Jakarta, 1980, hlm. 79. Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, Wijaya, Jakarta, tt, hlm. 61.

Abdurrahman, Agama-Agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga, Press, PT Hanindita,

Offest, Yogyakarta, 1988, hlm. 101.


4

Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia, Jilid I, Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1980,

hlm. 532.

Seratus tahun kemudian muncul lagi kelompok bhikshu yang ingin mengadakan perubahan terhadap Vinaya yang mereka anggap terlalu berat. Untuk menanggapi hal demikian maka diadakan lagi pasamuan kedua bertempat di Vesali. Ternyata yang hadir lebih banyak yang menginginkan perubahan dari yang tetap mempertahankan kemurnian. Hal mana berakibat timbul dua kelompok, kelompok yang bertahan menamakan dirinya Stavirada yang kemudian disebut Theravada dan kelompok yang menginginkan peruabahan menamakan dirinya Mahasanghika. Di masa Raja Asoka (232 SM) dari dinasti Mauria yang semula menganut agama Hindu Brahmana kemudian ia menganut agama Buddha karena muak dengan sikap tindak kekerasan, maka agama Buddha berkembang pesat. Di mana-mana dibangunnya prasasti dan tugu-tugu dengan nama piyadasi (penuh perikemanusiaan), dan menganjurkan agar rakyat mengikuti ajaran Buddha. Di zamannya ini diadakan lagi pesamuan ketiga (249 SM) bertempat di Pataliputra, untuk meneliti kembali ajaran Buddha, untuk mencegah penyelewengan, namun ia tidak berhasil menyatukan kedua aliran yang sudah terpecah, karena pasamuan itu tidak didukung selain golongan Theravada. Dalam pasamuan ketiga ini tersusun kitab Abdhidharma Pitaka yang merupakan bagian Tripitaka. Pada kesempatan itu Asoka mengutus pengirim penyebar agama Buddha ke Barat sampai Mesir dan Yunani, ke Timur sampai Asia Tenggara. Anaknya sendiri bernama Mahinda dikirim ke Srilangka yang hingga sekarang sebagai pusat agama Buddha yang penting. Sepeninggal Ashoka (233 SM) kerajaan terpecah-pecah dan pada tahun 158 SM dinasti Mauria digantikan dinasti Songo. Pada tahun 83 SM golongan Theravada mengadakan pasamuan keempat di Srilangka, sedangkan golongan Mahasangika (Mahayana) mangadakan pasamuan di bawah lingkungan Raja Kaniska Afganistan. Sejak masa itu kedua golongan itu terus berpisah, dan golongan Mahayana mengembang terus ke Tibet dan Cina. Pada ketujuh Masehi agama Buddha di India mengalami kemunduran pesat, antara lain dikarenakan serangan bangsa Hun Putih dari Utara, dan

bangkitnya kembali ajaran Hindu Brahmana, sampai abad kedelapan. Masuknya agama Buddha ke Indonesia sekitar abad kelima, pada abad ketujuh musafir Itsing melaporkan bahwa di Palembang (Sriwijaya) sudah ada perguruan agama Buddha terutama aliran Theravada, dan sudah ada pula yang menganut Mahayana. Candi Borobudur yang didirikan di masa Samaratungga (312-832 M) menunjukkan bahwa agama Buddha yang berpengaruh di Jawa ketika itu adalah Mahayana. Berbicara tentang Buddha tidak bisa dipisahkan dengan biografinya, namun demikian beberapa penganut buddha mungkin mengatakan bahwa menulis biografi Siddhartha Gautama merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha. Menurut pendapat mereka, tidak ada sumber sumber yang sahih untuk dirujuk.5 Oleh karena itu bisa dipahami jika masalah Buddha menimbulkan perbedaan pendapat. Menurut etimologi, perkataan Buddha berasal dari Buddh, yang berarti bangun atau bangkit, dan dapat pula berarti pergi dari kalangan orang bawah atau orang awam. Orang Buddha ialah orang yang bangun, artinya ialah orang yang telah bangun dari malam kesesatan dan sekarang ada di tengah-tengah cahaya pemandangan yang benar.6 Kata Buddha, kata kerjanya bujjhati, antara lain berarti bangun, mendapatkan pencerahan, memperoleh, mengetahui, mengenal atau mengerti. Dari arti etimologis tersebut, perkataan Buddha mengandung beberapa pengertian seperti: orang yang telah memperoleh kebijaksanaan sempurna; orang yang sadar secara spiritual; orang yang siap sedia menyadarkan orang lain secara spiritual; orang yang bersih dari kotoran batin berupa dosa (kebencian), lobha (serakah) dan muha (kegelapan).7 Agama Buddha lahir dan berkembang pada abad ke6 SM.Agama itu beroleh namanya dari panggilan yang diberikan kepada pembangunnya yang
5 6

Karen Armstrong, Buddha, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003, hlm. v. A. G. Honig, J. R., Ilmu Agama, di Indonesiakan oleh Soesastro dan Soegiarto, Gunung

Mulia, Jakarta, 1992, hlm. 165.


7

Romdhon, et. al., Agama-Agama di Dunia, IAIN Sunan Kalijaga, Press, Yogyakarta,

1988, hlm. 102.

5 mula-mula yaitu Siddhartha Gautama (563 483 SM), yang dipanggilkan dengan: Buddha.8 Buddha bukanlah nama orang melainkan suatu gelar yang ditujukan pada nama pendiri agama Buddha yang didapatnya dari orang tuanya ialah Siddhartha (artinya yang mencapai maksud tujuannya). Tetapi biasanya ia disebut Gautama, karena sanak keluarganya menganggap dirinya sebagai keturunan Guru Weda Gautama. Kerap kali ia disebut juga Shakyamuni (yakni rahib atau yang bijaksana dari kaum shakya) dan Shaakya sinha (yakni singa dari kaum Shakya) karena ia termasuk golongan kesatriya keturunan shakya.9 Berdasarkan pengertian di atas, tampak bahwa Buddha bukanlah nama diri, melainkan suatu gelar kehormatan bagi orang yang telah mencapai tingkatan spiritual tertentu, atau menurut istilah Buddha dharma telah mencapai pencerahan dan kesadaran atau penerangan tertinggi. Berbeda dengan gelar Kristus yang hanya dimiliki oleh Yesus dari Nazaret, dalam kepercayaannya para pemeluk agama Buddha ada beribu-ribu orang yang telah mencapai dan mendapatkan gelar kehormatan tersebut dalam sejarah. Untuk masa sekarang, orang yang telah mencapai pencerahan dan gelar tersebut adalah Siddhartha Gautama, Buddha yang ke-28 dan yang mendirikan agama Buddha sebagaimana dikenal sekarang ini. Selain mendapatkan gelar Buddha, Siddhartha juga telah mendapatkan gelar Bhagava (orang yang menjadi sendiri tanpa guru yang mengajar sebelumnya), Sakya-mimi (pertapa dari suku Sakya); Sakya-sumha (singa dari suku Sakya); Sugata (orang yang datang dengan selamat); Svarta-siddha (orang yang tekabul semua permintaannya) dan Tathagata (orang yang baru datang).10

Joesoef Souyb, Agama-Agama Besar di Dunia, PT, Al-Husna Zikra, Jakarta, 1996,

hlm. 72.
9

A. G. Honig, J. R., op. cit, hlm. 166 -167. Romdhon, et. al, op.cit. hlm. 102 103.

10

Mencermati beberapa julukan atau gelar kehormatan yang diberikan kepada Siddhartha Gautama, patut dikemukakan pendapat Huston Smith yang mengatakan : Untuk memahami agama Buddha, perlu sekali memahami dampak kehidupan Buddha terhadap mereka yang berada dalam lingkungan pengaruhnya. Tidak mungkin membaca riwayat hidup sang Buddha tanpa timbul kesan bahwa kita sedang menelaah kehidupan salah seorang tokoh terbesar sepanjang zaman. Rasa kagum luar biasa, yang terasa pada semua orang yang mengenal beliau segera terasa. Bersama dengan murid beliau pembaca segera akan terkesan akan kehadiran sesuatu yang seakan-akan merupakan perwujudan dari kemahatahuan. Meminjam kata-kata J.B. Pratt, hal yang mungkin paling menarik dari diri beliau adalah perpaduan antara kepala yang dingin dengan hati yang hangat. Perpaduan ini merupakan ramuan yang mencegah beliau dari sikap yang sentimentil di satu pihak, dan ketidak acuhan di lain pihak. Tidak dapat diragukan lagi, beliau adalah salah satu dari rasionalis terbesar sepanjang zaman yang dalam hal ini setaraf dengan Socrates. Setiap masalah yang ditemuinya secara otomatis akan dikupas oleh pikirannya yang dingin dan analitis itu. Pertama-tama, masalah itu akan dipilah-pilah ke dalam bagian-bagian yang terkecil. Setelah itu, bagian-bagian tersebut ditata kembali secara logis, disusun secara bagus dengan pembeberan arti dan maknanya secara jelas. Beliau ahli dengan dialog dan dialektika, dengan rasa percaya diri yang teguh. Tidak mungkin terjadi bahwa aku akan kebingungan atau kalang kabut di kala berdebat dengan siap pun juga.11 Bila dikaji pendapat di atas, bisa dimengerti bila kemudian ada pemikir muslim yang menganggap Siddhartha Gautama atau Buddha sebagai Nabi, tetapi juga ada yang menganggap ia bukan Nabi. Dalam hubungan ini Ahmad Shalaby mengungkapkan bahwa Siddhartha Gautama telah terikat dan terjebak dalam falsafah Hindu, karena telah membuat penyingkiran diri, zuhud, dan

11

Huston Smith, Agama-Agama Manusia, Terj. Safroedin Bahar, Yayasan Obor

Indonesia, Jakarta, 2001, hlm. 113 114.

7 menyiksa diri dari segala kenikmatan duniawi, karena itu ia bukan Nabi.12 Sementara Hasbullah Bakry menganggap Siddhartha sebagai Nabi, demikian pula Farid Wajdi menggolongkan Siddhartha sebagai Nabi.13 Dari pendapat tersebut masalah yang muncul, apakah yang menjadi latar belakang mereka berpendapat seperti itu? Dari sini pulalah termotivasinya penulis mengangkat tema ini dengan judul BUDDHA DALAM PERSPEKTIF PEMIKIR MUSLIM B. Pokok Permasalahan 1. Apakah Buddha menurut pemikir muslim sebagai Nabi? 2. Apa misi Buddha dalam pandangan pemikir muslim? 3. Sejauh mana perkembangan dan pengaruh agama Buddha? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui Buddha menurut pemikir muslim 2. Untuk mengetahui misi Buddha dalam pandangan pemikir muslim 3. Untuk mengetahui perkembangan dan pengaruh agama Buddha. Adapun manfaat penulisan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Secara teoritis, yaitu untuk menambah khasanah kepustakaan Fakultas Ushuluddin, khususnya jurusan perbandingan agama yang pada gilirannya diharapkan dapat dijadikan studi banding oleh penulis atau peneliti lainnya. 2. Secara praktis untuk memperluas wawasan keilmuan guna dapat menjawab permasalahan yang muncul dan berkembang di masyarakat. Dari keterangan di atas ruang lingkup penulisan ini adalah tentang Buddha dan ajarannya menurut pandangan para pemikir muslim terkemuka

12

Ahmad Shalaby, Perbandingan Agama Agama-Agama Besar Di India Hindu-Jaina-

Budha, alih bahasa H. Abu Ahmadi, Bumi Aksara, Jakarta, 1998, hlm. 117 151.
13

Hasbullah Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, UI Press, Jakarta, hlm. 7.

baik dari Indonesia maupun negara lain yang dianggap relevan dengan pokok bahasan. D. Tinjauan Pustaka Sepanjang pengetahuan penulis belum ada judul skripsi yang sama dengan judul di atas. Sedangkan dalam bentuk karya tulis buku ada beberapa buah kepustakaan yang mengemukakan tentang Buddha dan atau agama Buddha. Beberapa buku yang dimaksud akan dijelaskan berikut teorinya secara ringkas sebagai berikut: Pertama, Huston Smith dalam bukunya mengungkapkan tentang adanya seseorang yang bertanya kepada Buddha, pertanyaannya sebagai berikut : apakah anda seorang dewa? Tanya mereka. Tidak, apakah anda seorang malaikat? Tidak, apakah seorang Santo? Tidak, lantas apa sebenarnya anda ini? Buddha menjawab, aku bangun. Jawabannya ini kemudian menjadi gelarnya, karena memang itulah arti Buddha. Akar kata sansekerta buddh mempunyai arti baik bangun maupun mengetahui. Dengan demikian kata Buddha berarti ia yang bangun. Di saat seluruh dunia tertidur lelap sambil terbuai mimpi yang biasanya dikenal sebagai kehidupan manusia yang sadar, seseorang yang telah bangun sendiri dari tidurnya. Agama Buddha bermula dengan kisah seorang yang sudah sadar kembali dari keadaan lingkungan, rasa kantuk, dan dari keadaan mimpi seperti kesadaran biasa yang belum lengkap. Ia bermula dengan kisah seorang yang terbangun dari tidurnya.14 Menurut Ahmad Shalaby Gautama sebagai pendeta atau Gautama tawanan falsafah hidup, ia telah terikat dan terjebak dalam falsafah Hindu, karena telah membuat penyingkiran diri, zuhud dan menyikasa diri dari segala kenikmatan duniawi, karena itu ia bukan Nabi.15 Siddhartha Buddha Gautama dalam masa kehidupannya sekurang-kurangnya telah terikat dengan falsafah

14 15

Huston Smith, op.cit. hlm. 106 107. Ahmad Shalaby, op.cit. hlm. 117.

Hindu. Dia telah membacanya, mengetahui aliran-alirannya dan terpengaruh dengan usaha kepada penyingkiran diri, zuhud memutuskan hubungan dengan manusia bagi orang yang berpikir dan yang tidak berpikir. Apabila Gautama melihat keadaan sakit, tua, dan bangkai mayat, maka daya penentangan di dalam dirinya menjadi lemah dan lebih berat untuk mengikuti jalan yang diikuti oleh orang-orang Hindu sebelumnya. Gautama mengamalkan jimat dan penyingkiran diri. Ia menanggalkan pakaian dan berpuas hati dengan pakaian yang compang camping atau daun-daun pohon untuk menutup auratnya. Dia berbaring di tempat-tempat yang berduri dan berbatu-batu. Dia tidak mengindahkan makanan, minuman dan kenikmatan. Ia menelan sangat sedikit makanan dan kadang-kadang hanya sebutir nasi dalam sehari.16 Pada halaman lain Ahmad Shalaby mengatakan : Sebagian pengikut Buddha menegaskan bahwa Buddha adalah suatu wujud ketuhanan yang turun ke alam ini untuk menyelamatkan dari segala kejahatan yang ada di dalamnya. Buddhisme menurut pendapat Buddha sendiri adalah falsafah, tetapi menurut pendapat para pengikutnya buddhime adalah satu agama. Kita setuju dengan Buddha dan berpendapat bahwa dia bukanlah seorang Nabi, juga bukan penganjur agama. Dia tidak menerima wahyu, melainkan dia adalah seorang pendidik, ahli fisafat, dan ahli pikir yang hidup di muka bumi.17 Radha Krishnan (pada tahun 1952, ketika itu menjabat naib presiden India) menegaskan, Buddha bukanlah seorang Nabi karena dia tidak mangikrarkan aqidah-aqidah, juga bukan seorang ahli filsafat karena dia tidak mengasaskan aliran-aliran filsafat. Dia hanya mengasaskan seruannya dengan bergantung pada pengalaman-pengalaman rohaninya yang tidak dapat diterangkan dengan kata-kata. Seruannya adalah cerita tentang pengalaman ini dan tentang cara untuk sampai kepadanya. Asas pesan yang diletakkan oleh Buddha adalah amalan dan bukan aqidah. Dia mencoba untuk menciptakan suatu adat kebiasaan bukan mengikrarkan suatu aqidah. Oleh sebab itu hanya sedikit saja ajaran-ajarannya yang dapat disifatkan sebagai aqidah. Begitu juga
16 17

Ibid, hlm. 118. Ibid, hlm 145 dan 148.

10

dia tidak memerintah supaya beramal ibadah dan tidak mengajarkan latihanlatihan kerohanian. Apa yang ditekankannya adalah latihan moral.18 1. Menurut Hasbullah Bakry, Nabi ialah manusia terpilih yang menerima wahyu Allah dan meyampaikan isi wahyu itu pada manusia sekelilingnya.19 Adapun nama-nama Nabi (rasul) yang ada tersebut di dalam al-quran nama rasul-rasul itu tidak diceritakan semua di dalam al-Quran itu (an-Nisa: 64). Adapun nama-nama Nabi (rasul) yang ada tersebut di dalam al-quran ada 25 (dua puluh lima) nama yaitu : Adam, Idris, Nuh, Luth, Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub Yusuf, Syuaib, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Hud, Ilyas, Ilyasa Ayyub, Saleh, Zulkifli, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa Almasih, Muhammad SAW. Adapun nabinabi yang tidak disebut namanya di dalam Al-Qur'an jumlahnya cukup banyak. Malahan ada yang memperkirakan ribuan orang, mengingat banyak jumlah bangsa yang berlainan bahasa dan ada pula regenerasi dari bangsa-bangsa itu hingga diperlukan Rasul Tuhan yang baru. Sebagai contoh dapat dilihat Bani Israel, karena sering menyimpang dari hukum Taurat, lalu Allah SWT sering mengirim rasul yang baru untuk mengembalikan mereka kepada ajaran agama Yahudi yang semula. Kalau untuk bangsa Israel saja ada 50 nabi maka ada beberapa banyak bangsa di dunia ini di luar bangsa Yahudi.

18 19

Ibid,hlm.149. Menurut Sayid Sabiq, Rasul adalah seorang manusia dari golongan umat itu sendiri, ia

pasti terambil dari keturunan yang mulia yang telah dikhususkan serta dipilih Allah Taala dengan berbagai pemberian serta karunia, baik kebaikan akal pikirannya ataupun kesucian rohaninya. Lihat Sayid Sabiq, Aqidah Islam (Ilmu Tauhid), Terj. Moh. Abdai Rathomy, Anggota IKAPI, Bandung, 200, hlm. 280., Sedangkan Humaidi Tatapangarsa mengatakan nabi berasal dari bahasa Arab naba (an-naba) yang artinya berita. Jadi nabi berarti pembawa berita. Yang di maksudkan ialah berita dari Tuhan yang berupa wahyu atau agama. Sementara dari segi terminologi, nabi pada umumnya diartikan orang yang diberi wahyu oleh Tuhan berupa suatu syariah (agama) yang tertentu lihat Humaidi Tatapangarsa, Kuliah Aqidah Lengkap, PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1990, hlm. 128.

11

Selain itu ada beberapa pengandaian mengenai tokoh-tokoh agama yang jelas tercatat namanya di dalam sejarah selaku pembangun agama sepeti Ikhnaton (Mesir Kuno), Zoroaster (Persia Kuno), Siddhartha Gautama (Buddha), Kong Hu Chu, Laotse yang banyak pengikutnya yang dahulu kala atau hingga sekarang, apakah mereka ini tidak termasuk dalam sinyalemen al-Qur'an sebagai nabi-nabi yang tidak disebut namanya itu? Saya sendiri berpendapat bahwa hal itu ada kemungkinannya.20 2. Muhammad Farid Wajdi dalam bukunya Dairatul Maarif I halaman 390, 391 antara lain mengatakan : keadaan Buddha amat ajaib, tidak jauh kemungkian bahwa beliau adalah salah seorang rasul dari Tuhan. Dan memang tidak ada yang menghalangi kita berpendapat demikian itu, selain dari apa yang kita lihat di dalam agamanya banyak sekali kebatalan yang sebenarnya boleh jadi adalah perbuatan yang diadakan pendeta-pendeta agama ini sendiri, termasuk khurafat-khurafat, yaitu kejadian-kejadian yang terdapat juga pada agama-agama lain. Memang tidak ada halangan bagi kita untuk mengatakan Buddha itu nabi. Sebab nabi-nabi itu tidak diketahui jumlahnya dan waktu itu pintu kenabian belum tertutup hanya yang perlu diketahui 25 nabi. Pendapat Muhammad Rifai, kalau mempehatikan pendapatpendapat dan ajaran Buddha mengenai masalah-maslah ketuhanan, wahyu dan asal kejadian alam, sesungguhnya kami keberatan mengatakan dia itu Nabi atau Rasul. Soal ketuhanan dan wahyu

adalah, soal pokok dalam agama ketuhanan. Kalau dia seorang nabi dengan sendirinya dia akan berhubungan dengan apa yang dinamakan Tuhan dan tentunya perhubungan ini secara wahyu sebagaimana yang terjadi pada rasul-rasul yang kita percayai. Juga seorang Nabi tidak akan bersifat apatis terhadap yang maha kuasa malah soal ketuhan

20

Hasbullah Bakry, op.cit, hlm. 6 7.

12 itulah yang primer lebih dulu walaupun soal-soal syariat tidak dikesampingkan.21 3. Sebuah buku yang cukup baik disusun oleh Karen Armstrong dalam karyanya itu ia mengemukakan dengan panjang lebar tentang Buddha. Dalam buku itu dijelaskan bahwa beberapa penganut Buddha mungkin mengatakan biografi Siddhartha Gautama merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Buddha. Menurut pendapat mereka, tidak ada sumber-sumber yang sahih untuk dirujuk. Seorang penganut Buddha harus memotivasi diri mereka sendiri dan bergantung pada usahanya sendiri, bukannya bergantung pada seorang pemimpin agama yang kharismatik. Seorang rohaniawan Buddha abad ke-9, ia mendirikan aliran lin-chi Buddha Zen bahkan lebih jauh saat mengatakan kepada para pengikutnya, Jika anda bertemu sang Buddha, bunuh saja, untuk menekan pentingnya mempertahankan kemandirian dari ikatan tokoh-tokoh besar. Gautama tidak akan mengakui pandangan yang radikal ini, tapi sepanjang hidupnya ia menentang kultus individu terhadap dirinya dan tak henti-hentinya menolak perhatian yang diberikan para pengikutnya kepada dirinya. Memang yang terpenting adalah ajaran-ajaran agama bukan sisi kepribadian dan kehidupannya. Ia yakin bahwa ia telah menemukan kebenaran yang terpendam dalam makna kehidupan yang hakiki yang paling dalam yang bernama dhamma; kata ini mempunyai konotasi yang berbeda-beda tapi kata itu menunjukkan hukum dasar kehidupan bagi para dewa, manusia, dan hewan. Dengan menemukan kebenaran ini, ia mengalami pencerahan dan telah merasakan perubahan batin yang sangat radikal dan ia telah berhasil menenangkan kedamaian di tengah-tengah penderitaan hidup. Gautama kemudian menjadi Buddha, manusia yang tercerahkan atau terbangun. Para pengikutnya dapat juga mencapai pencerahan yang dialami oleh Buddha jika mereka

21

Muh. Rifai, Perbandingan Agama, Wicaksana, Semarang, 1982, hlm. 101.

13

mengikuti ajaran ini. Tetapi jika para pengikut mulai memujanya, mereka sendiri akan mengkhianati tugas yang mereka emban dan pemujaan mereka akan menjadi ketergantungan yang akan menghambat kematangan jiwa.22 4. Dalam karyanya Djamannuri mengungkapkan, Buddha adalah sebutan bagi seseorang yang telah mencapai penerangan sempurna. Buddha berarti yang sadar. Penerangan sempurna adalah suatu tingkat kondisi batin yang telah berkembang sedemikian rupa sehingga mampu menyadari kenyataan atau kebenaran yang terdapat dalam kehidupan ini.23 E. Metode Penulisan Metode penulisan adalah cara yang dipakai dalam mengumpulkan data. Maka dalam hal ini penulis menggunakan metode sebagai berikut : 1. Metode pengumpulan data Menurut Sumardi Suryabrata, kualitas data ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya.25 Berpijak dari keterangan tersebut, penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa teknik dokumentasi atau studi dokumenter yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan (library research), kemudian memilah-rnilahnya berdasarkan otoritas atau kualitas keunggulan pengarangnya.
22

24

Karen Armstrong, Buddha, Terj. T. Widiyantoro, Bentang Budaya, Yogyakarta, 2003,

hlm. v-vi.
23

Djamannuri, Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-Agama (Sebuah Pengantar),

Kurnia Kalam Semesta, Yogyakarta, 2000, hlm. 63.


24

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT. Rineka

Cipta, Jakarta. 2002, hlm. 194. C.f. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Telaah Positivistik Rasionalistik, Phenomenologik Realisme Metaphisik, Rake Sarasin, Yogyakarta, 1992, hlm. 15. Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, 1985, hlm. 51.
25

Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

1998, h1m. 84.

14

2. Metode analisis data Analisis data adalah proses menyusun data agar data tersebut dapat ditafsirkan.
26

Da1am hal ini penulis menggunakan analisis data kualitatif.

Yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka secara langsung.
27

Sebagai pendekatannya, penulis menggunakan metode

deskriptif yaitu sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
28

Dengan demikian penulis akan menggambarkan perspektif

para pemikir muslim terhadap Buddha. 3. Metode Komparatif. Dalam menganalisis data digunakan pula pendekatan komparatif yaitu dengan membandingkan pendapat pemikir muslim yang satu dengan pemikir muslim lainnya terhadap Buddha. Dari komparasi itu diharapkan dapat ditemukan titik perbedaan dan persamaan serta implikasinya terhadap kehidupan keberagamaan. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini terjumlah lima bab, masing-masing bab mempunyai hubungan yang erat dan tidak bisa dipisahkan, mengingat satu sama lainnya bersifat integral komprehensif. Sistematika tersebut sebagai berikut: Bab pertama berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang; pokok permasalahan; tujuan dan manfaat penulisan; ruang lingkup penulisan;

26

H. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama, CV Pustaka Setia, Bandung, 2000,

hlm. 102.
27

Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 1995, hlm. 134.


28

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta, 1993, hlm. 63.

15

tinjauan pustaka; metode penulisan; sistematika penulisan. Dalam bab pertama ini tampak penggambaran isi skripsi secara keseluruhan namun dalam satu kesatuan yang ringkas dan padat guna menjadi pedoman untuk bab II, III, IV dan V. Bab kedua berisi konsep Islam tentang Nabi meliputi pengertian Nabi dan Rasul; tugas Nabi dan sifatnya; peran dan fungsi Nabi serta ajarannya. Bab ketiga merupakan sejarah dan ajaran agama Buddha meliputi sejarah perkembangan agama Buddha (agama Buddha di India; perkembangan agama Buddha); kehidupan Buddha Siddhartha Gautama; beberapa pokok ajaran ketuhanan agama Buddha (ajaran ketuhanan Therevada; ajaran ketuhanan Mahayana). Bab keempat tentang analisis Buddha dalam pandangan pemikir muslim; ajaran Buddha dalam pandangan Islam; perkembanagan dan pengaruh ajaran Buddha. Bab kelima, dalam menyusun bab kelima, penulis bertitik tolak pada uraian bab pertama, kedua, ketiga dan analisis pada bab keempat maka sampailah pada kesimpulan, saran-saran dan penutup. Dengan demikian keseluruhan isi skripsi tergambar secara jelas dan padu yang satu sama lainnya merupakan mata rantai yang tak terpisahkan.

DAPATKAN SKRIPSI LENGKAP DENGAN SMS KE 08970465065 KIRIM JUDUL DAN ALAMAT EMAIL SERTA KESIAPAN ANDA UNTUK MEMBANTU OPRASIONAL KAMI GANTI OPRASIONAL KAMI 50rb SETELAH FILE TERKIRIM SITUS: http://www.lib4online.com/p/bentuk-file.html

16

Anda mungkin juga menyukai