Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Oleh karena itu ia telah menjadi sasaran studi sejak dahulu, kini dan kemudian hari. Hampir semua lembaga pendidikan tinggi mengkaji manusia, karya dan dampak karyanya terhadap dirinya sendiri, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya kenamaan manusia, misalnya homosapien (manusia berakal), homoeconomicus (manusia ekonomi), yang kadang kala disebut economic animal (binatang ekonomi). Dipandang dari sudut biologi, manusia hanya merupakan suatu macam makhluk di antara lebih dari sejuta macam makhluk lain yang pernah atau masih menduduki alam dunia ini.1 Definisi manusia yang cukup populer menyebutkan bahwa manusia adalah hewan yang berpikir (al-insan hayawan al-natiq)2 Manusia adalah satu-satunya makhluk yang diciptakan dengan segala kelebihan dibanding dengan makhluk lain, secara fisik maupun spirit, jasmani maupun rohani. Dari segi lahiriah ia mempunyai postur tubuh yang tegak dan anggota badan yang berfungsi ganda. Dari segi rohani, ia mempunyai akal untuk berpikir sekaligus nafsu untuk merasa. Akal mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sedangkan nafsu untuk merasakan keindahan, keenakan, serta merasakan yang lain. Keduanya tidak bekerja secara terpisah, melainkan saling memberi pertimbangan3
1 2

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990), hlm. 61. Achmad Mubarok, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 75. 3 Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang: CV. Bima Sejati, 2000), hlm. 1.

Al-Quran memiliki banyak kosa kata tentang manusia, yang masingmasing kata tersebut tidak sekadar sinonim melainkan juga mengandung maknamakna khas.4 Di antaranya di dalam al-Quran manusia disebut antara lain dengan basyar (Q.s. al-Kahfi (18):110), al-insan (Q.s. (al-Insan (76):1), an-nas (Q.s. anNas (114):1). Al-Quran menyebut term insan sebanyak 65 kali, ins 12 kali, unas 5 kali, anasiyya 1 kali, annas 250 kali, basyar 37 kali, bani adam 7 kali dan zurriyyat Adam 1 kali.5 Al-basyar dipakai al-Quran guna menunjukkan pengertian manusia biasa dalam bentuk tunggal. Umumnya kata ini dipakai oleh para utusan Allah untuk disampaikan kepada umat mereka bahwa para rasul itu tidak lebih sebagai manusia biasa, tidak suci, dan tidak memiliki kekuatan supra natural. Sementara kata al-insan terkadang dilawankan dengan al-jin seperti dalam Quran surat al-Hijr/15:26-27. Hal ini menandakan bahwa al-insan sama dengan an-nas yang berarti lembut lawan al-jinn (buas). Akan tetapi al-insan di situ tidak hanya merupakan lawan al jinn melainkan juga menunjukkan bahwa al insan merupakan makhluk yang diberi kekhususan-kekhususan seperti akal, kecerdasan, kecakapan, cobaan baik dan buruk, serta segala martabat yang dapat mengantarkan menjadi khalifah dibumi. Kata annas dipakai guna menggambarkan keturunan Nabi Adam, sekumpulan manusia, sebagaimana dapat disimak dalam Quran surat al Hujurat/49:13, al Hajj/22:73, al Baqarah/2:8, ar Rum/30:41 dan sebagainya. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk biologis, psikologis, dan sosial. Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya secara seimbang, dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku (sunnatullah).6

Abu Jamin Roham et all, al-Islam dan Iptek, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), Achmad Mubarok, Psikologi Qurani, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), hlm. 3. Amin syukur, op.cit,hlm 7-8

hlm. 50.
5 6

Manusia sebagaimana yang kita pahami bersama adalah merupakan salah satu makhluk ciptaan Allah SWT, yang mempunyai potensi, keunikaan, dan keistemewaan. Manakala kita memperhatikan bahan konstruksi tubuh manusia, maka akan ditemukan suatu konfigurasi yang sangat ideal dan struktur yang sempurna, karena dalam tubuh manusia terintegrasi dua dimensi sifat dan zat yang berlainan. Manusia diciptakan Tuhan secara sempurna di alam ini. Hakekatnya yang menjadikan ia berbeda dengan makhluk lainnya adalah bahwa sesungguhnya manusia membutuhkan bimbingan dan pendidikan. Hanya dengan melalui pendidikan manusia sebagai homo educable dapat dididik. Dialah yang memiliki potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, pendukung dan pengembang kebudayaan.7 Manusia diciptakan oleh Allah SWT dibekali dengan adanya fitrah, akal, qalbu, kemauan, serta amarah. Manusia dengan segenap potensinya (kemampuan) kejiwaan naluriah, seperti akal pikiran, qalbu kemauan yang ditunjang dengan kemampuan jasmaniahnya, manusia akan mampu melaksanakan amanah Allah dengan sebaik-baiknya sehigga mencapai derajat Insan Kamil (beriman, berilmu dan beramal) manakala manusia memiliki kemauan serta kemampuan menggunakan dan mengembangkan segenap kemampuan karunia Allah tersebut. Dalam kitab Durratun Nasihin ditegaskan tentang fadiilah/keutamaan derajat manusia:

Zakiyah Darajat dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), cet.III, hlm.16

Amr ibn Kaab dan abu Hurairah ra., masuk rumah Rasulullah SAW., dan bertanya: ya Rasul, siapakah manusia yang terpandai? Jawabnya:itulah manusia yang sehat akal. Lalu, siapakah manusia yang paling utama? Jawabnya: itulah manusia yang berotak sehat, bagi tiap sesuatu ada alatnya, orang mukmin alatnya yaitu akal yang sehat; bagi setiap kaum ada pengasuhnya; orang mukmin pengasuhnya yaitu pikiran yang sehat, dan bagi setiap kaum ada tujuan pokok; para hamba/umat manusia tujuan pokoknya adalah otak yang normal. (hayatul qulub).8 Manusia secara fitrah juga mendapat anugerah dan penghormatan dari Allah. Sebagaimana Al Quran telah memberikan sinyal yang jelas tentang anugerah tersebut. Ada beberapa realitas penghormatan Allah yang diberikan kepada manusia semenjak ia diciptakan, sebagaimana yang dikatakan oleh Yusuf Qordhawi yaitu, di antaranya :9 Pertama, manusia dijadikan sebagi khalifah di muka bumi sebagaimana firman Allah dalam Al Quran surat ke dua ayat 30. Kedua, manusia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sebagaimana firman Allah dalam surat At Tiin ayat 4. Ketiga, pada diri manusia memancar nurullah dan tiupan ruh Illahi, sebagaimana firman Allah dalam surat Shod ayat 72. Keempat, seluruh isi alam semesta ditundukkan Allah hanya dan demi untuk manusia, hal ini jelas sekali dalam Al Quran yaitu: Akal merupakan aspek terpenting yang digunakan untuk berpikir, menimbang dan membedakan perkara yang baik dari yang buruk. Al Quran menekankan pentingnya penggunaan akal pikiran. Sebagaimana disebutkan dalam surat al Anfal ayat 22 yang berbunyi :
Usman ibn Hasan ibn Ahmad asy-Syakir, Durratun Nasihin fi al-Wadzi wa-al-Irsyad, Pustaka Alawiyyah Semarang, tth, hlm. 118. 9 Yusuf Qordhawi, Karakteristik Islam, (Surabaya:Risalah Gusti, 1995), hlm.79-83
8

Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya disisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan bisu yang tidak mengerti apaapapun (QS. al-Anfal ayat 22).10 T M Hasbi Ash Shiddiqy dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat di atas menunjukkan, sejahat-jahat makhluk di sisi Allah, ialah orang yang tidak menggunakan pendengarannya untuk mendengar kebenaran lalu mengikutinya dan yang tidak mau memperhatikan pengajaran-pengajaran yang baik untuk diamalkannya. Tuhan menyerupakan mereka yang tidak mau mendengar kebenaran dan mengamalkannya sama dengan orang-orang yang tidak mempunyai pendengaran sama sekali dan sama dengan orang-orang yang bisu tak dapat bertutur kata.11 Dalam konteksnya dengan surat al-Anfal ayat 22 di atas, al-Imam alHafizh Imaduddin Abul Fida Ismail ibn Katsir mengemukakan bahwa Allah Ta'ala memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar menaati-Nya dan menaati rasul-Nya. Dia melarang mereka menyalahinya dan menyerupai kaum kafir yang mengingkarinya. Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman, "Dan janganlah kamu berpaling dari pada-Nya", yakni tidak menaati-Nya, tidak menjalankan berbagai perintah-Nya, dan tidak meninggalkan berbagai laranganNya "sedang kamu mendengar", yakni setelah kamu mengetahui apa yang

diserukan kepadamu. "Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang berkata, 'Kami mendengar', padahal mereka tidak mendengarkan." Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud oleh ayat ini ialah kaum musyrikin. Ada
R.H.A. Soenarjo, Al Quran dan Terjemahnya, (Semarang:CV.Asy-Syifa, 1992), hlm. 263 T M Hasbi Ash Shiddiqy, Tafsir al Quranul al Majid an Nur,(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1995), hlm.1508
11 10

pula yang berpendapat bahwa mereka adalah kaum munafik lantaran mereka memperlihatkan bahwa dirinya telah mendengar dan memenuhi seruan padahal mereka tidaklah demikian. Manusia dengan menggunakan akalnya akan mampu memahami dan mengamalkan wahyu Allah serta mengamati gejala-gejala alam, bertanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak mulia. Kekuatan qalbu lebih jauh daripada kekuatan akal. Bahkan qalbu dapat mengetahui obyek secara tidak terbatas. M.Quraish Shihab menyatakan bahwa qalbu memang menampung halhal yang didasari oleh pemiliknya.12 Oleh karena itu Islam sangat

mengistemewakan qalbu. Qalbu dapat menembus alam ghaib, bahkan menembus Allah, merasakan Allah dengan iman. Manusia dilengkapi Allah dengan perasaan dan keimanan atau kehendak. Manusia dengan kehendaknya bebas dalam memilih perbuatannya. Menurut Muhammad Abduh sebagaimana dikutip oleh Arbiyah Lubis menyatakan bahwa akal dan kebebasan memilih adalah natur manusia.13 Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kebebasan yang dimaksud bukanlah tanpa batas.14 Menurut Muhammad Daud Ali dalam bukunya Pendidikan Agama Islam menyatakan bahwa dengan kemauan dan kehendaknya yang bebas (free will) manusia dapat memilih jalan yang akan ditempuhnya.15 Manusia memiliki kemauan yang bebas dalam menentukan pilihannya. Namun dengan pilihan tersebut manusia wajib mempertanggungjawabkannya kelak di akhirat pada hari perhitungan mengenai baik dan buruk perbuatan manusia di dunia. Dari beberapa keterangan dan ayat-ayat di atas maka logis jika manusia dinilai sebagai makhluk yang paling lengkap dan sempurna dengan segala
12 13

Quraish Shihab, Wawasan Al Quran, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 289 Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh; Suatu studi perbandingan, (Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1993), hlm.125 14 Arbiyah Lubis, Ibid, hlm.126 15 Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1998), hlm.18

penghormatan dan keistemawaannya. Penganugerahan atas penghormatan dan kesempurnaan manusia tersebut di atas adalah suatu keniscayaan atau bagaimana adanya. Kondisi kesempurnaan tersebut bukan dikarenakan atas usaha dan kehendaknya serta di luar kesadaran dirinya sendiri. Istilah Insan Kamil sendiri muncul ke permuaan dalam literatur Islam sejak abad ke VII H yang merupakan gagasan awal dari seorang sufi kawakan dan ternama serta merupakan bapak sufi, sehingga konsep yang dia kemukakan mempunyai ritme kesufian (tasawuf).16 Istilah tersebut dipakainya untuk melabeli manusia ideal yang menjadi fokus penampakan diri Tuhan. Beliau adalah Muhyi al-Din Muhammad Ibn ali Al Hasimi ( Ibnu Arabi khususnya di Timur ).17 Meskipun tentang sejarah yang begitu panjang (sejak abad lahirnya konsep Insan Kamil sampai saat ini ) telah memisahkan jarak zaman dan generasi, tampaknya makna dan pengertian Insan Kamil belum bisa lepas dari keterikatannya dari dunia sufi atau tasawuf. Pengertian yang diberikan Ibnu Arabi cenderung ekslusif dan hanya bisa diraih oleh orang tertentu saja. Hal serupa, juga dikatakan oleh Yunasril Ali dalam kesimpulannya, bahwa setiap Insan Kamil adalah sufi, karena hanya dalam tasawuf gelar itu bisa diperoleh.18 Dalam dunia pendidikan Islam, istilah Insan Kamil pun kadangkala disinggung oleh para pakar pendidikan, meskipun demikian dalam pendidikan Islam pada umumnya menggunakan istilah tersebut. Dalam pendidikan Islam, istilah Insan Kamil, sering diganti dengan istilah manusia seutuhnya dan kepribadian utama. Sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Zakiyah Daradjat : Pengertian pendidikan Islam akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah orang mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi Insan
Murtadha Mutahhari, Manusia Sempurna: Pandangan Islam Tentang Hakikat Manusia, terj. M.hashem, (Jakarta:Lentera, 1994), hlm. 4 17 Yunasril Ali, Manusia Citra Illahi, (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm.49 18 Ibid, hlm. 60.
16

Kamil dengan pola takwa. Insan Kamil artinya manusia utuh rohani jasmani yang dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah.19 Hal senada juga disebutkan oleh Ahmad D Marimba, bahwa pendidikan merupakan : Bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam. Dengan pengertian lain, kepribadian utama adalah kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam.20 Semua orang (terutama umat Islam) ingin memperoleh dan mengidamidamkan gelar Insan Kamil, karena itu merupakan predikat yang paling mulia dan bergengsi disisi Allah Tuhan yang Maha Sempurna. Pada akhirnya melalui media kajian ini, paradigma yang akan peneliti bangun dan kemukakan dalam tulisan ini adalah penjabaran secara detail konsep yang benar tentang Insan Kamil menurut Murtadha Muthahhari, dan upaya untuk membentuk serta mewujudkannya. Kemudian menghubungkannya dengan pendidikan Islam, karena pendidikan Islam dengan Insan Kamil mempunyai hubungan yang sangat erat sekali, dimana keduanya mempunyai hubungan timbal balik yang sulit dipisahkan. Dalam konteksnya dengan konsep atau pemikiran Murtadha Muthahhari, bahwa Insan Kamil adalah manusia teladan atau manusia ideal. Selanjutnya Murtadha Muthahhari menegaskan: Manusia seperti halnya makhluk-makhluk yang lain, ada yang sempurna, ada yang tidak, ada yang sakit, yang sehat, cacat dan ada juga yang utuh. Manusia sehat sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu manusia sehat yang kamil dan manusia sehat yang tidak kamil. Dalam pandangan Islam, mengenal dan mengkaji atau membicarakan Insan Kamil atau manusia teladan itu adalah wajib hukumnya, ia merupakan contoh, standar dan model bagi setiap muslim. Keterangan lebih lanjut diungkapkan oleh Murtadha Muthahhari bahwa jika kita hendak menjadi seorang muslim
19 20

Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1992), hlm.29 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, ( Bandung: Al Maarif, 1980),

hlm.42

yang sempurna dan ingin mencapai kesempurnaan manusiawi dalam bimbingan dan pendidikan Islam, maka terlebih dahulu kita harus mengenal manusia sempurna itu, bagaimana jiwa dan mentalnya, apa ciricirinya. 21 Dalam perspektif Murtadha Muthahhari, Insan Kamil itu adalah manusia teladan, unggul, luhur pada semua nilai-nilai insani dan selalu menang di medanmedan tempur kemanusiaan. Di samping itu manusia tersebut seluruh nilai insaninya berkembang secara seimbang dan stabil serta tidak satupun dari nilainilai yang berkembang itu tidak selaras dengan niali-nilai yang lain. Dengan demikian menurut Murtadha Muthahhari manusia yang kamil memiliki jiwa dan mental yang sehat yaitu yang seluruh nilai insaninya berkembang secara seimbang dan stabil dan berkembang sesuai dengan nilai-nilai yang lain. 22 Adapun sebagai ciri Insan Kamil di antaranya : berfungsi akalnya secara optimal; berfungsi intuisinya; mampu menciptakan budaya; menghias diri dengan sifat-sifat ketuhanan; berakhlak mulia; dan berjiwa seimbang.23 Adapun sebabnya peneliti memilih tokoh di atas, karena Murtadha Muthahhari sebagai salah satu sosok ulama yang menaruh perhatian terhadap phenomena manusia dan masyarakat dalam perspektif Islam. Alasan lainnya bahwa pemikirannya tentang Insan Kamil dikaitkan dengan kehidupan dewasa ini yang penuh dengan gejolak dan tantangan. Atas dasar itu mendorong peneliti mengangkat tema ini dengan judul: Konsep Insan Kamil Menurut Murtadha Muthahhari dan Relevansinya dalam Tujuan Pendidikan Islam B. Penegasan Istilah Agar pembahasan tema dalam skripsi ini menjadi terarah, jelas dan mengena yang dimaksud, maka perlu dikemukakan batasan-batasan judul yang masih perlu mendapatkan penjelasan secara rinci.
21 22

Murtadha Muthahhari, Insan Kamil, Ibid, hlm. 33, 47. 23 Ibid, hlm. 33-52.

10

1. Konsep secara etimologi, konsep berasal dari kata concept yang berarti ide atau buah pikiran.24 Yang dalam hal ini adalah ide atau buah pendapat dari Murtadha Muthahhari 2. Insan Kamil Insan : Manusia.25 Kamil : Sempurna.26 Jadi, Insan Kamil adalah manusia sempurna yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas (umum maupun agama) dan kualitas keimanan yang tinggi, dimana keduanya disatupadukan dalam pribadinya serta memiliki komitmen yang tinggi dan semangat juang untuk mendarmakan dan mengamalkan ilmunya. 3. Relevansi : Hubungan, Kaitan.27 Dalam hal ini yang dimaksud relavansi adalah hubungan konsep Insan Kamil dengan tujuan pendidikan Islam. 4. Tujuan Pendidikan Islam Tujuan : Arah, Haluan (jurusan), Pendidikan Islam : Upaya sadar yang dilakukan oleh mereka yang memiliki tujuan terhadap pembinaan, bimbingan, pengembangan serta pengarahan potensi yang dimiliki anak agar mereka dapat berfungsi dan berperan sebagaimana hakekat kejadiannya.28 Jadi tujuan pendidikan Islam adalah tujuan atau maksud yang bercorak islami yang berupaya untuk pengembangan potensi manusia, agar manusia mencapai tingkat tertinggi atau kesempurnaan yaitu menjadi Insan Kamil.

Muh.Nuh Miraza Asna Kasegar Azis, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta:Perpustakaan Ksatria, 1979), hlm.34 25 Tim Penyusun KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka)), cet.IX, hlm.381 26 Ibid, hlm.437 27 Ibid, hlm.836 28 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.19

24

11

C. Permasalahan Permasalahan merupakan penjabaran dari tema sentral masalah menjadi beberapa sub-masalah yang spesifik, yang dirumuskan berupa kalimat tanya.29 1. Bagaimanakah konsep Insan Kamil dalam pandangan Murtadha Muthahhari? 2. Sejauhmana relevansi konsep Insan Kamil dengan tujuan pendidikan Islam? 3. Bagaimanakah upaya pendidikan Islam dalam membentuk Insan Kamil? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai, dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui konsep Insan Kamil dalam pandangan Murtadha Muthahhari 2. Untuk mengetahui relevansi konsep Insan Kamil dengan tujuan pendidikan Islam. 3. Untuk mengetahui upaya pendidikan Islam dalam membentuk Insan Kamil. b. Manfaat Penelitian Nilai guna yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti, dengan meneliti konsep Insan Kamil, maka akan menambah pemahaman yang lebih mendalam melalui studi pemikiran. 2. Hasil dari pengkajian dan pemahaman tentang konsep Insan Kamil sedikit banyak akan dapat membantu dalam pencapaian tujuan dalam membentuk pribadi yang sempurna yaitu yang beriman, berilmu dan beramal sholeh.

H. Didi Atmadilaga, Panduan Skripsi, Tesis, Disertasi, Bandung: CV. Pioner Jaya, 1997, hlm. 87.

29

12

3. Penulisan ini sebagai bagian dari usaha untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan di fakultas Tarbiyah pada umumnya dan jurusan pendidikan agama Islam khususnya. E. Telaah Pustaka Berdasarkan Penelitian di perpustakaan IAIN Walisongo, didapatkan adanya skripsi yang judulnya hampir sama dengan penelitian ini, di antaranya: Pertama, skripsi yang berjudul Potret Insan Kamil dalam al-Quran (Pendekatan Tasawuf), disusun oleh Badrulzaman Anshari (Fakultas

Ushuluddin Jurusan Akidah Filsafat). Dalam temuannya penyusun skripsi itu pada intinya menyatakan: Islam dengan sumber ajarannya al-Quran telah memotret manusia dalam sosoknya yang benar-benar utuh dan menyeluruh. Seluruh sisi dan aspek dari kehidupan manusia dipotret dengan cara yang amat akurat, dan barangkali tidak ada kitab lain di dunia ini yang mampu memotret manusia yang utuh itu, selain al-Quran. Apa yang dikemukakan al-Quran ini jelas sangat membantu untuk menjelaskan konsep Insan Kamil. Apa yang dikemukakan al-Quran itu menunjukkan bahwa Insan Kamil lebih mengacu kepada manusia yang sempurna dari segi rohaniah, intelektual, intuisi, sosial, dan aktivitas kemanusiannya. Untuk mencapai tingkat yang demikian itu, tasawuf sangat membantu. Di sinilah letak relevansinya pembahasan Insan Kamil dengan tasawuf. Kedua, skripsi yang disusun oleh Azizah Munawwaroh (Fakultas Dakwah jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam/BPI), Insan Kamil Menurut Ali Syariati dalam Hubungannya dengan Kesehatan Mental. Dalam kesimpulannya, azizah Munawwaroh menandaskan, Insan Kamil adalah manusia yang berakhlak mulia, dan manusia yang berakhlak karimah memiliki tiga aspek, yakni aspek kebenaran, kebajikan dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan, etika dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan

13

kreativitas. Manusia yang ideal (sempurna) adalah manusia yang memiliki otak yang briliyan sekaligus memiliki kelembutan hati. Insan Kamil dengan kemampuan otaknya mampu menciptakan peradaban yang tinggi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga memiliki kedalaman perasaan terhadap segala sesuatu yang menyebabkan penderitaan , kemiskinan, kebodohan dan kelemahan. Ketiga, skripsi yang berjudul: Menguak Misteri Manusia dalam Pendekatan Tarekat Qadariah dan Naqsabandiah., disusun oleh Siswati Yuningsih (Fakultas Ushuluddin Jurusan Akidah Filsafat). Dalam kesimpulannya, penyusun skripsi tersebut menjelaskan, ada beberapa cara atau metode yang dapat ditempuh untuk memahami hakikat manusia, dan cara atau metode itu antara lain: yang pertama ialah melalui pendekatan bahasa, yaitu bagaimana bahasa itu dipakai untuk menyebut manusia, apa arti kata manusia, yang secara semantik bisa diusut maknanya, terutama dari asal kata yang dipakai dalam suasana kultur asalnya. Yang kedua adalah melalui cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya secara nyata dengan cara keberadaan makhluk yang lainnya, seperti kenyataan sebagai makhluk yang berjalan di atas dua kaki, dan juga kemampuannya berpikir yang hanya dimilki manusia, sehingga melalui keberadaan berpikirnya itu, hakikat manusia ditentukan. Yang ketiga adalah melalui karya yang dihasilkannya, karena melalui karyanya seseorang menyatakan kualitas dirinya, karena hanya diri yang berkualitaslah yang akan melahirkan karya yang berkualitas pula. Di samping ketiga pendekatan itu, masih ada lagi yang kiranya layak untuk dipertimbangkn yaitu pendekatan teologis, yaitu dari sudut pandangan penciptanya. Dari ketiga skripsi terdahulu itu, sangat berbeda dengan skripsi saat ini, karena skripsi yang sebelumnya menggunakan tokoh dan pendekatan yang tidak sama dengan skripsi yang ada saat ini. Dengan demikian jauh dari kemungkinan upaya penjiplakan atau pengulangan.

14

F. Metodologi Penulisan Skripsi Pada dasarnya penelitian adalah kegiatan untuk menemukan,

mengembangkan, atau mengkaji suatu pengetahuan. Oleh karena itu penelitian harus didasarkan pada penyelidikan dan pengumpulan data dengan analisa yang logis untuk tujuan tertentu. 1. Pendekatan Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan biografis dan deskriptif. Pendekatan biografis adalah pendekatan yang digunakan untuk meneliti kehidupan seseorang dan hubungannya dengan masyarakat.30 Pendekatan ini digunakan untuk mengetatahui biografi Murtadha Muthahhari. Dalam penelitian ini diteliti sifat-sifat, watak, pengaruh, baik pengaruh lingkungan maupun pengaruh pemikiran dan ide dari subyek penelitian dalam masa hidupnya, serta pembentukan watak figur yang diterima selama hayatnya. Sedangkan pendekatan deskriptif bertujuan untuk melukiskan secara sistematis bidang-bidang tertentu secara faktual dan cermat.31 Pendekatan ini digunakan untuk mengungkap pemikiran Murtadha

Muthahhari tentang Insan Kamil. 2. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini, penulis berusaha mengumpulkan datadata yang diperlukan dengan teknik library research, yaitu dengan cara melakukan penelusuran terhadap sumber-sumber tertulis yang berkaitan dengan permasalahan yang penulis angkat. Sumber data ini dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1998),cet 3,hlm.62 Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung:Remaja Rosda Karya, 1995),hlm.22
31 30

15

a. Data primer (data tangan pertama) Adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari.32 Data primer diperoleh dari buku-buku yang ditulis oleh Murtadha Muthahhari, terutama yang berjudul Insan Kamil. b. Sumber sekunder(data tangan ke dua) Sumber data sekunder atau data tangan ke dua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya.33 Data ini diperoleh dari orang lain yang membahas pemikiran Murtadha Muthahhari. Misalnya tulisan Ahmad Rifai Hasan yang berjudul Manusia Serba Dimensi dalam Pandangan Murtadha Muthahhari dalam buku Insan Kamil ; Konsepsi Manusia menurut Islam. c. Sumber data tersier Sumber data tersier atau sumber data tangan ketiga adalah data yang mendukung dan melengkapi data primer dan sekunder. Data ini diperoleh dari buku atau klitab yang membahas tentang Insan Kamil, misalnya kitab yang ditulis oleh Al Jilli yang berjudul Al Insan Kamil fi Marifat Al Awakhir wa Al Awail. 3. Teknik Analisis Data Data-data penelitian yang telah ditemukan akan dianalisis dengan menggunakan metode interprestasi yaitu dengan cara menyelami isi buku, untuk secepat mungkin menangkap isi dan nuansa uraian yang disajikannya.34

Saifuddin Azwar, metode penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998),hlm.91 Ibid 34 Anton Bakker dan Ahmad Kharis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1995),hlm.4
33

32

16

F. Sistematika Penulisan Skripsi Skripsi ini terdiri dari 3 bagian utama, yaitu : 1. Bagian Muka Bagian ini terdiri atas: Halaman Judul, Halaman Nota Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Kata Pengantar, Halaman Daftar Isi. 2. Bagian Tengah / Isi Pada bagian ini memuat : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini memuat latar belakang masalah , Penegasan istilah , permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metodologi penulisan skripsi, sistematika penulisan skipsi. BAB II: LANDASAN TEORI A. Pengertian pendidikan Islam B. Tujuan pendidikan Islam C. Pengertian Insan Kamil D. Syarat-syarat menjadi Insan Kamil E. Ciri-ciri Insan Kamil F. Pendapat para ulama tentang Insan Kamil BAB III : KONSEPS INSAN KAMIL MENURUT MURTADHA MUTHAHHARI A. Biografi Murtadha Muthahhari 1. Latar Belakang Kehidupannya 2. Pendidikannya 3. Karangan-karangannya B. Konsep Insan Kamil menurut Murtadha Muthahhari 1. Pengertian Insan Kamil 2. Syarat-syarat menjadi Insan Kamil

17

3. Ciri-ciri Insan Kamil BAB IV: ANALISIS PEMIKIRAN MURTADHA MUTHAHHARI TENTANG INSAN KAMIL A. Analisis Pemikiran Murtadha Muthahhari tentang Insan Kamil B. Relevansi Insan Kamil dengan Tujuan Pendidikan Islam C. Upaya Pendidikan Islam dalam Membentuk Insan Kamil BAB V: PENUTUP Terdiri dari kesimpulan, saran-saran dan penutup 3. Bagian Akhir Pada bagian ini memuat daftar pustaka, lampiran-lampiran.

DAPATKAN SKRIPSI LENGKAP DENGAN SMS KE 08970465065 KIRIM JUDUL DAN ALAMAT EMAIL SERTA KESIAPAN ANDA UNTUK MEMBANTU OPRASIONAL KAMI GANTI OPRASIONAL KAMI 50rb SETELAH FILE TERKIRIM SITUS: http://www.lib4online.com/p/bentuk-file.html

18

Anda mungkin juga menyukai