Anda di halaman 1dari 20

TUGAS INDIVIDU

MEDIA PEMBELAJARAN DOSEN : DR. INDRIATI KUSUMANINGRUM. M. Pd

Pelaksanaan Layanan Informasi secara Klasikal Tentang Delapan Kecerdasan Manusia dengan menggunakan Power Point Di SMA Negeri 12 Pekanbaru

OLEH SUPRAPTO

KERJASAMA PASCASARJANA UNP PADANG DAN UN RIAU PEKANBARU 2012

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kita semua , sehingga dalam hal ini saya telah dapat membuat suatu tugas yang di peruntukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Media Pembelajaran. Sangat di sadari bahwa dalam pembuatan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya saran dan kritik yang membangun tentunya sangat di harapkan dari rekanrekan dan juga sangat di harapkan arahan dan bimbingan dari Ibu Dr Indrati Kusumaningrum . M.Pd kesempurnaan dan kelengkapan tugas ini. Terima kasih yang di sampaikan terkhusus untuk Ibu Dr Indrati Kusumaningrum . M.Pd yang telah membimbing Mata kuliah ini, sehingga kami dapat memahami dan akan dapat mengaplikasikan seluruh kandungan materi mata kuliah ini di sekolah .

Pekanbaru, Mei 2012

Penulis

Pelaksanaan Layanan Informasi secara klasikal tentang Delapan Kecerdasan Manusia dengan Menggunakan Power Point di SMA N12 Pekanbaru

A. LANDASAN TEORITIS BELAJAR DALAM MERENCANAKAN MEDIA PEMBELAJARAN Media berasal dari bahasa latin merupakan bentuk jamak dari Medium yang secara harfiah berarti Perantara atau Pengantar yaitu perantara atau pengantar sumber pesan dengan penerima pesan. Dalam Proses belajar mengajar di kelas, Media berarti sebagai sarana yang berfungsi menyalurkan pengetahuan dari Guru kepada peserta didik. Kelancaran Aplikasi Model Pembelajaran sedikit banyak ditentukan pula oleh Media Pembelajaran yang digunakan. Beberapa ahli memberikan definisi tentang media pembelajaran. Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sesuai dengan pengertian di atas, bahwa media adalah pembawa pesan, maka seorang guru harus memahami dan mengerti media-media yang sesuai untuk di pergunakan dalam proses pembelajaran. Tentunya dalam hal ini guru hendaknya menyesuaikan dengan konsep dan teori pembelajaran. Ada tiga teori dasar yang berpengaruh dalam pemilihan media pembelajaran. Yaitu a. Teori belajar Behavioristik b. Teori belajar Kognitip dan, c. Teori Belajar Construktip Ketiga teori tersebut memiliki konstribusi dalam merencanakan media pembelajaran yang akan di pakai oleh guru di dalam kelas. A, Teori Belajar Behavioristik

Perubahan perilaku itu dapat berupa bertambahnya pengetahuan, diperolehnya ketrampilan atau kecekatan dan berubahnya sikap seseorang yang telah belajar. Pengetahuan dan pengalaman itu diperoleh melalui pintu gerbang alat indera pebelajar karena itu diperlukan rangsangan (menurut teori behaviorisme) atau informasi (menurut teori kognitif), sehingga respons terhadap rangsangan atau informasi yang telah diproses itulah hasil belajar diperoleh. Teori behaviorisme berpendapat bahwa manusia adalah organisme yang pasif, yang sepenuhnya dipengaruhi oleh stimulus-stimulus dari lingkungan. Tingkah laku pada individu pada dasarnya adalah respons individu terhadap stimulus. Dengan peerkataan lain, tingkah laku individu adalah fungsi dari stimulus-respons. Ada tiga teori belajar aliran behaviorisme yang paling terkenal, yakni teori koneksionisme dari Thorndike, teori kondisioning dari Pavlov, dan teori kondisioning operan dari Skinner. Teori koneksionisme mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan asosiasi atau koneksi antara kesan-kesan panca indera dengan

kecenderungan untuk bertindak. Menurut Thorndike hukum belajar ada tiga, yakni hukum kesiapan, hukum pengulangan, dan hukum penguatan. Berdasarkan hukum kesiapan, kegiatan belajar hanya akan terjadi apabila individu telah matang atau siap menerima stimulus. Kesiapan ini bergantung pada perkembangan dan kebutuhannya. Oleh sebab itu, teknologi pengajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik. Hukum pengulangan mengandung makna bahwa belajar memerlukan latihan-latihan yang teratur. Asumsinya adalah semakin sering diulang, semakin kuat hubungan antara stimulus dengan respons. Sedangkan hukum penguatan adalah hubungan stimulus respons akan semakin kuat apabila menghasilkan kesenangan dan kepuasan. Teori kondisioning klasikal berpendapat bahwa tingkah laku dibentuk melalui pengaturan dan manipulasi stimulus dalam lingkungan.Proses pembentukan tingkah laku

tersebut disebut proses pengondisian. Dalam teori ini tekanan utamanya terdapat pada pengaturan stimulus, sedangkan dalam teori koneksionisme tekanan utamanya ada pada pengaturan respons. Oleh sebab itu, teori kondisioning klasikal disebut tipe stimulus (Stype theory) sedangkan teori koneksionisme disebut (R-type theory). Maka teori kondisioning klasikal ini, memberikan pancingan dan dorongan stimulus belajar merupakan faktor penting agar dapat menimbulkan respons sehingga terjadi proses perubahan tingkah laku. Teori kondisioning operan dari Skinner mengemukakan bahwa pengajaran harus didasarkan atas operant reinforcement, yaitu memperkuat serangkaian perbuatan siswa sehingga menambah kemungkinan pengulangannya pada masa datang. Hukum operant conditioning menyatakan bahwa bila terjadi suatu operant, segera diikuti oleh adanya penguatan terhadap stimulus sehingga kekuatan operant itu akan bertambah. Dengan kata lain, kunci keberhasilan pengajaran terletak pada analisis efek penguatan dan pola-pola pembentukan urutan yang memperkuat, besifat khusus di mana suatu respons diikuti oleh stimulis yang memperkuatnya. Guru sebagai arsitek tingkah laku harus menetapkan tujuan-tujuan khusus belajar siswa dan merumuskan istilah-istilah tingkah laku yang dikehendakinya. Lebih jauh lagi, guru harus memakai alat-alat mekanis dan elektris untuk memperoleh kontrol belajar yang efisien. Pengajaran berprograma atau teaching machine mampu mendorong siswa belajar secara aktif karena mereka harus mengembangkan jawaban-jawaban sebelum kepadanya diberikan penguatan atau dites. Aplikasi teori belajar Behavioristik dalama merencanakan media pembelajaran 1. media di buat dan di rancang sesuai dengan kebutuhan siswa agar menimbulkan rangsangan agar peserta didik senang dalam belajar 2. Media pembelajaran disusun sesuai dengan perkembangan peserta didik

3.

Media peembelajaran hendaknya dibuat agar meenimbulkan rangsangan bagi peserta didik

b. Teori belajar Kognitip Sedangkan menurut teori belajar kognitif atau komprehensif bahwa manusia itu pada hakikatnya adalah organisme yang aktif. Tingkah laku individu merupakan fungsi dari organisme dan lingkungannya. Kesatuan antara kemampuan organisme dan lingkungan merupakan inti dari teori ini. Teori belajar yang digolongkan ke dalam aliran kognitif adalah teori gestalt, teori medan, dan teori balajar humanistik. Teori belajar gestalt berpendapat bahwa tingkah laku manusia dipandang sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat diuraikan ke dalam elemen-elemen yang terpisah satu sama lain. Belajar lebih menitikberatkan pemahaman, dan pemahaman tersebut sangat dipengaruhi oleh kematangan, perbedaan individu, pengalaman masa lalu, pengaturan situasi, dan lain-lain. Teori medan dikembangkan oleh Kurt Lewin dengan mencoba mengembangkan lebih lanjut teori Gestalt. Menurut Kurt Lewin, belajar adalah perubahan struktur kognitif, pentingnya motivasi dan apresiasi tentang kesuksesan dan kegagalan yang bersifat individual. Kesuksesan dan kegagalan merupakan sarana motivasi untuk belajar lebih lanjut. Perasaan sukses perlu ditimbulkan agar lebih giat, sebaliknya kegagalan harus dihindari agar tidak putus asa. Hadiah dan hukuman perlu diberikan dalam dosis yang tepat agar mampu mendorong timbulnya motivasi. Teori humanistik dipelopori oleh Maslow dan Carl Rogers. Menurut Maslow, tingkah laku manusia didorong oleh adanya kebutuhan yang menuntut pemuasan. Ia mengemukakan bahwa ada sejumlah kebutuhan manusia secara hierarkis. Kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dan kasih

sayang, kebutuhan harga diri, kebutuhan untuk aktualisasi diri. Berdasarkan kebutuhan tersebut di atas maka strategi belajar mengajar harus dipilih agar memungkinkan terciptanya suasana sosioemosional para siswa sehingga terdapat hubungan interpersonal antara guru dengan siswa. Kajian psikologi menunjukkan bahwa anak akan lebih mudah mempelajari hal yang konkret dari pada yang abstrak. Aplikasi teori Kognitip dalam merencanakan media Pembelajaran 1. Media pembelajaran di rancang berdasarkan perkembanga intelegensi peserta pembelajaran 2. Media pembelajaran menggambarkan suatu keseluruhan bukan bagian-bagian 3. Media pembelajaran di rancang dan dibuat senyaman dan memberikan kesan yang menyenangkan bagii peserta didik

C. Teori belajar Konstruktivisme

Perspektif konstruktivisme

mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih

menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa mengkonstruksi atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki. Dengan demikian, pemahaman atau pengetahuan dapat dikatakan bersifat subyektif oleh karena sesuai dengan proses yang digunakan seseorang untuk mengkonstruksi pemahaman tersebut.

Teori belajar konstruktivistik disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme. Pandangan-pandangan

Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss (1896-1980), percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget perencanaan Media pembelajaran yaitu :

1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karenanya Media yang di buat harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir mereka. 2. Media yang di gunakan hendaknya dirasakan baru tapi tidak asing. 3. Media yang di buat hendaknya sesuai dengan tahap perkembangan siswa. 4. Media yang di pakai memungkinkan memberi berbicara dan diskusi dengan teman-teman. peluang bagi siswa untuk saling

Belajar, menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil pemberian dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari pemberian tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu. Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:

B. ANALISIS PERENCANAAN MEDIA PEMBELAJARAN DENGAN MODEL ASSURE

Model ASSURE adalah pedoman umum untuk langkah di dalam proses perencanaan, yang secara umum ada enam langkah yaitu:

1. Analyze Learner (Analisis Siswa) 2. State Objektive (Menentukan Tujuan) 3. Select Methodes, Media, materials (Memilih Metode, Media dan Materi) 4. Prepare the Learner (Menyiapkan Siswa) 5. Utilize Media and Material ( Menggunakan Media dan Materi) 6. Require Learner Participation (Membutuhkan partisipasi siswa) 7. Evaluate and Revise ( Evaluasi dan Revisi)

2. Analyze Learner (Analisis Siswa) Langkah pertama untuk merencanakan secara sistematis dalam menggunakan media adalah analisis siswa, menurut Heinich (1996) siswa dapat dianalisis menyangkut (1) karakteristik umum siswa, (2) kompetensi khusus (pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa), (3) gaya belajar siswa.
1.

Karakteristik Umum Siswa Menurut Heinich (1996) yang termasuk karakteristik umum adalah umur, tingkat kemampuan, faktor budaya atau sosial ekonomi. Biasanya analisis awal dari karakteristik siswa dapat membantu dalam menyeleksi metode dan media pembelajaran. Contoh siswa dengan keterampilan membaca di bawah standar tujuan pembelajaran dapat dicapai dicapai lebih efektif dengan media non tulis (non-print media). Jika siswa tidak bersemangat terhadap materi pembelajaran adalah suatu masalah, pertimbangan menggunakan pendekatan pembelajaran dengan stimulus lebih tinggi seperti video tape atau simulasi game.

Memberikan siswa sebuah konsep baru untuk pertama kali membutuhkan media secara langsung, secara konkret dari pengalaman seperti field trips (studi komprehensif) atau latihan bermain peran (seperti pada Dales Cone (kerucut Dale)). Lebih lanjut siswa biasanya mempunyai dasar yang cukup untuk menggunakan Audiovisual .

Untuk kelas heterogen, yang siswanya sangat beragam di dalam pengalaman konsepnya atau pengalaman yang dekat tentang topik, lebih baik jika menggunakan pengalaman audiovisual seperti videotape atau media presentasi yang membantu memberikan pengalaman umum yang dapat dibentuk dalam kelompok diskusi dan studi secara individual ( sebagai lampiran dari makalah ini, penulis menggunakan media presentasi power point dengan animasi untuk materi vektor karena materi ini sulit bagi siswa).

2. Kompetensi Khusus Menurut Heinich (1996) yang termasuk kompetensi khusus adalah pengetahuan dan keterampilan bahwa siswa memiliki atau kurang dalam hal: keterampilan prasyarat, sasaran keterampilan, dan sikap. Hal ini juga didukung oleh Gagne bahwa Gagne mempunyai hierarki pembelajaran. antaranya ialah pembelajaran melalui isyarat, pembelajaran tindak balas rangsangan, pembelajaran melalui rantaian, pembelajaran melalui pembedaan dan sebagainya. Menurut Gagne, peringkat yang tertinggi dalam pembelajaran ialah penyelesaian masalah. Pada peringkat ini, pelajar menggunakan konsep dan prinsip-prinsip matematika yang telah dipelajari untuk menyelesaikan masalah yang belum pernah dialami. Hal di atas menunjukkan pentingnya pengetahuan prasyarat siswa untuk mempelajari materi berikutnya, apakah siswa sudah siap untuk mempelajari materi berikutnya, hal ini perlu dianalisis oleh guru. (pada makalah ini juga dilampirkan contoh media

pembelajaran sebagai prasyarat untuk mempelajari vektor, koordinat titik pada koordinat Cartesius).
3. Gaya Belajar

Menurut Heinich (2008) bahwa factor ketiga untuk analisis siswa adalah gaya belajar, menyangkut sifat psikologi yang berdampak bagaimana kita menerima dan merespon stimulus yang berbeda seperti keinginan, sikap, pilihan visual (melihat) atau audio (mendengar). Menurut Gagne (dalam Heinich, 1996) bahwa 7 aspek intelegensi: (1) verbal / linguistic (bahasa), (2) logika / matematika (saint/kuatitatif), (3) visual/spasial, (4) musik atau irama, (5) kinestetik, (6) interpersonal (kemampuan memahami orang lain), (7) intrapersonal (kemampuan memahami diri sendiri). Menurut Heinich (1996) bahwa teori Gagne ini berimplikasi bahwa guru, perencana kurikulum, dan ahli media pembelajaran bekerja sama untuk mendesain kurikulum. Menurut Heinich (1996) bahwa varibel gaya belajar dapat dikategorikan sebagai: 1. Pilihan persepsi dan kekuatan Hal ini terutama menyangkut kebiasan audio (mendengar), visual (melihat) dan kinestetik (gerak). Guru harus mengidentifikasi siswa tentang kekuatan atau kebiasaannya dalam belajar.

2. Kebiasaan memproses informasi

Hal ini behubungan dengan bagaimana individual cenderung dalam proses kognitif dari informasi. Model Gregorc Mind Style mengelompokkan siswa berdasarkan kebiasaan gaya berpikir konkret versus abstrak dan random versus berurutan.

3. Faktor Motivasi

Ini menyangkut keinginan dari siswa, motivasi internal atau eksternal, motivasi berprestasi, motivasi sosial, kompetitif. Guru harus mengidentifikasi tentang motivasi siswa untuk mempelajari materi berikutnya.

4. Faktor Psikologi

Hal ini dihubungkan dengan perbedaan gender (jenis kelamin), kesehatan, kondisi lingkungan yang akan berakibat proses pembelajaran terjadi secara efektif.

3. State Objective (Menentukan Tujuan)

Langkah kedua Model ASSURE adalah menentukan tujuan secara spesifik mungkin. Menurut Heinich (1996) bahwa ABCD adalah baik untuk menentukan tujuan pembelajaran, yaitu ( 1 )A (Audience) atau siswa, yaitu apa yang bisa dilakukan oleh siswa setelah pembelajaran. Contoh siswa kelas tiga SMP (audience). (2)B (Behavior) atau tingkah laku, yaitu kata kerja operasional yang menggambarkan kemampuan siswa (audience) setelah pembelajaran, contoh mengetahui, menyusun, menghitung,

mendefinisikan, (3) C (Condition) atau kondisi, yaitu pernyataan dari tujuan yang menyatakan performance (pelaksanaan) yang dapat diobservasi. Contoh : dengan diberikan tabel distribusi frekuensi (condition) siswa (audience) dapat menentukan nilai rata-rata (mean) (behavior) dengan tepat (degree), (4) D (degree) atau tingkat (derajat), yaitu menyatakan standar atau kriteria. Contoh: siswa (audience) dapat mengambarkan jumlah dua buah vektor (behavior) jika diberikan dua vektor yang berbeda (condition) dengan tepat (degree).

Menurut Heinich (1996) bahwa tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor.

4 Select Methods, Media, and Materials (Memilih Metode, Media dan Materi)

Langkah ketiga Model ASSURE adalah memilih metode, media dan materi. Setelah mengidentifikasi siswa dan menentukan tujuan, berarti telah membuat titik awal (pengetahuan, keterampilan dan sikap siswa) dan titik akhir (tujuan) dari pembelajaran. Pada langkah ini adalah menghubungkan antara kedua titik dengan memilih metode yang tepat dan format media, kemudian memutuskan materi yang dipilih untuk

diimplementasikan. Perencanaan sistmatis untuk menggunakan media tentu menuntut metode, media da materi dipilih secara sietmatis. Proses pemilihan mempunyai 3 langkah, yaitu (1) memutuskan metode yang tepat untuk memberikan tugas pembelajaran, (2) memilih format media yang sesuai untuk melaksanakan metode. (sebagai lampiran makalah ini, penulis menggunakan metode interaktif, metode penugasan dan siswa bekerja dalam kelompok yang beranggota 4 atau 5 orang), (3) memilih, memodifikasi dan mendesain materi secara spesifik. Untuk memutuskan materi yang akan

diimplementasikan ada tiga pilihan: (1) memilih materi yang tersedia, (2) memodifikasi materi yang ada, (3) mendesain materi baru.

Memilih metode

Memilih metode merupakan hal yang utama untuk semua halyang lain yang memungkinkan pembelajaran akan berjalan baik. Suatu pembelajaran akan memungkinkan dua atau lebih metode untuk beberapa tujuan yang berbeda di dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh menggunakan metode demonstrasi untuk mempresentasikan informasi baru, dan metode latihan (drill-and-practice) untuk memberikan keterampilan baru. Guru juga bisa menggunakan metode penugasan berstruktur untuk melayani siswa dengan gaya belajar yang berbeda, untuk mengikuti latihan secara individu melalui metode yang berbeda (seperti untuk

kebiasaan berpikir abstract random menggunakan simulasi bermain peran, jika concret sequential menggunakan struktur pemecahan masalah).

Memilih Format Media

Format media adalah bentuk fisik yang bagaimana pesan disampaikan dan ditunjukkan. Sebagai contoh flip charts (diagram berupagambar atau teks), slide (gambar yang diproyeksikan, seperti media presentasi power point) (lampiran makalah ini,penulis membuat format media menggambar penjumlahan dua buah vektor berupa animasi karena vektor menyatakan pergerakan (memiliki nilai dan arah)), audio (suara dan musik), film (gambar bergerak pada layar), video (gambar bergerak seperti pada TV), dan komputer multimedia (grafik, teks, gambar bergerak seperti pada TV). Sebagai panduan untuk memilih media menurut Heinich (1996) menggunakan media selection model yang biasanya berbentuk flowcharts (diagram alir) atau checklist.

Yang paling banyak di dalam model memilih media pembelajaran berdasarkan dengan situasi atau pengaturan (seperti kelompok besar,kelompokkecil, atau pembelajaran individu), untuk variebel siswa (bisa membaca, tidak bisa membaca, ataulebih cenderung mendengar), tujuan (kognitif, afektif psikomotor, atau interpersonal), harus dipertimbangkan juga kemampuan presentasi dari masing-masing format media (seperti visual, visual bergerak, kata-kata (teks), atau kata-kata verbal).

Mendesain Materi Baru

Hal yang paling dasar untuk dipertimbangkan ketika mendesaian materi baru:

1. Objective (tujuan): apakah yang kita inginkan terhadap siswa dalam pembelajaran?

2. Audience (siswa): apa karakteristik siswadalam belajar? Apakah mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan prasyarat untuk menggunakan atau mempelajari nateri? 3. Cost (biaya), 4. Technical expertise (keahlian) 5. Equipment (keperluan) 6. Facilities (fasilitas) 7. Time (waktu)

5.

Utilize Media and Material (Menggunakan Media dan Materi) Langkah keempat di dalam Model ASSURE adalah menggunakan media dan materioleh siswadan guru. Menurut Heinich (1996) direkomdasikan prosedur menggunakan berdasarkan pada penelitian luas, dan mengikuti langkah 5P yang pembelajarannya berbasis guru atau berpusat pada siswa. 5P tersebut yaitu: 1. Preview the Materials (Meninjau Materi) Selama proses seleksi, guru seharusnya materi yang tepat untuk siswa dan sesuai tujuan. Contoh untuk matematika SMA menggunakan videotape untuk mengkonversi pecahan ke desimal. Meskipun menggunakan videotape guru seharusnya meninjaunya kembali.
2. Prepare Materials (Menyiapkan Materi)

Selanjutnya guru membutuhkan persiapan media dan materi untuk melaksanakan aktivitas pembelajaran.

3. Prepare the Environmental (Menyiapkan Lingkungan)

Pembelajaran dapat dilakukan di ruang kelas, dilaboratorium, atau pusat media atau di lapangan, fasilitas-fasilitas harus disusun untuk memudahkan siswa menggunakan materi dan media.

4. Prepare the Learner (Menyiapkan Siswa) Dari sudut pandang pembelajaran, mungkin mirip dengan salah satu dari yang berikut: Pengantar dengan memberikan garis besar isi pembelajaran Menjelaskan bagaimana menghubungkan topik yang dipelajari. Memotivasi yang membuat pengetahuan yang dibutuhkan untuk diketahui dengan menjelaskan bagaimana menfaat bagi siswa. Memberikan perhatian isyarat langsung untuk aspek khusus (kognitif, afektif, psikomotor) pada pembelajaran. 5. Prepare the Learning Experience (Menyiapkan Pengalaman Pembelajaran) Guru menyiapkan pengalaman pembelajaran. Jika materi berbasis guru, seharusnya professional. Jika berpusat pada siswa, guru harus berperan sebagai fasilitator, membantu siswa untuk mengeksplorasi materi, mendiskusikan isi materi, menyiapkan materi seperti fortopolio, atau mempresentasikan dengan teman sekelas mereka. (pada makalah ini juga, penulis melampirkan Lembar Aktivitas Siswa (LAS) sebagai pembelajaran berbasis siswa). 6. Require Leaner Participation (Membutuhkan Partisipasi Siswa) Guru seharusnya merealisasikan partisipasi aktif dari siswa di dalam proses pembelajaran. Menurut Jhon Dewey (dalam Heinich, 1996) berargumentasi bahwa reorganisasi dari kurikulum dan pembelajaran untuk membuat siswa berpartisipasi sebagai pusat bagian proses pembelajaran. (pada makalah ini, agar siswa berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran, penulis membuat Lembar Aktivitas Siswa (LAS)) 7. Evaluate and Revise (Evaluasi dan Revisi)

Komponen akhir dari Model ASSURE adalah melihat keefektifan pembelajaran , yaitu dengan mengevaluasi dan merevisi. Menurut Heinich (1996) bahwa Evaluasi dan Revisi merupakan komponen yang sangat penting untuk mengembangkan kualitas pembelajaran. Ada beberapa tujuan evaluasi, yaitu sebagai penilaian prestasi siswa, dan juga untuk mengevaluasi media dan metode. Meskipun evaluasi dilakukan di akhir,tetapi evaluasi berlangsung terus selama proses pembelajaran. Evaluasi bukan akhir dari pembelajaran. Itu adalah titik awal berikutnya dan berlangsungterus dalam siklus Model ASSURE .

SIMPULAN

Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu :

1. Model ASSURE adalah pedoman umum dalam merencanakan secara sistematis dalam menggunakan Media Pembelajaran sehingga proses pembelajaran yang dilakukan berkualitas. 2. Model ASSURE memiliki enam langkah, dan setiap langkah saling berkaitan dan harus dilakukan secara berurutan agar proses pembelajaran yang dilakukan berkualitas 3. Model ASSURE harus dilakukan dengan terus menerus dalam siklus atau tidak berhenti dalam satu siklus. Siklus pertama menjadi titik awal untuk memperbaiki siklus berikutnya

SATUAN LAYANAN

A.Topik Permasalahan/Bahasan

:Mengenal delapan kecerdasan manusia dan menjadikan motivasi sebagai dasar prestasi.

B. Bidang Bimbingan C. Jenis Layanan D. Fungsi Layanan E. Tujuan Layanan:

: Pribadi. : Informasi. : Pencegahan dan Pemahaman.

(1) Siswa memahami bahwa kecerdasan merupakan anugerah gratis. (2) Siswa mengetahui aneka macam kecerdasan manusia. (3) Siswa mau memahami perbedaan kecerdasan. (4) Siswa mengetahui pentingnya motivasi. (5) Siswa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. (6) Siswa mengetahui cara mempertahankan motivasi belajar. (7) Siswa mengetahui kategori motivasi belajar. (8) Siswa mengetahui dua pola belajar. F. Sasaran Layanan G. Materi Layanan
: Siswa kelas X.

Mengenal delapan kecerdasan manusia dan menjadikan motivasi sebagai dasar prestasi. a. Anugerah gratis. b. Aneka macam kecerdasan manusia. c. Mau memahami perbedaan kecerdasan.

d. Pentingnya motivasi. e. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar. f. Cara mempertahankan motivasi belajar. g. Kategori motivasi belajar. h. Dua pola belajar. F. Metode G. Tempat Penyelenggaraan H. Waktu : Minggu ke/Semester I. Penyelenggara Layanan : Ceramah, tanya jawab, dan pemberian tugas. : Di kelas. : 13/ganjil. : Guru BK.

J. Pihak-pihak yang disertakan dalam penyelenggaraan layanan dan peranannya masingmasing berperan sebagai penerima layanan. K. Media yang Digunakan : Papan tulis dan spidol Infokus, Power poin dan media lain yang menunjang L. Rencana Penilaian dan Tindak Lanjut Layanan : a. Penilaian b. Tindak Lanjut : Laijapen. : Bagi yang ingin mendiskusikan lebih lanjut dipersilahkan : Semua siswa disertakan/dilibatkan dan

untuk menemui guru BK kapan saja. M. Keterkaitan layanan ini dengan layanan/kegiatan pendukung : Layanan orientasi, bimbingan kelompok, dan layanan konsultasi memiliki keterkaitan dari segi fungsinya. N. Catatan Khusus :-

Pekanbaru, 01 Juni 2011 Mengetahui: Kepala SMAN 12, Guru BK,

Drs. Hermilus, MM

Suprapto, S.Pd

Anda mungkin juga menyukai