Anda di halaman 1dari 4

Brand of you

by Yanuardi achmad fachrizal

Brand of you berbicara mengenai konseptual cara berfikir dalam dunia fotografi tentang seorang fotografer itu siapa dan apa saja yang dilakukan, lalu memposisikan kita terhadap sebuah pertanyaan yang membuat jidat atau kening kita berkerut memikirkan, kenapa saya menjadi fotografer?, siapa saya?, dan dimanakah passion saya? Saat ini di Indonesia sendiri dunia fotografi berkembang pesat, sejak era digitalisasi merajai pasar industri lokal dalam negeri, banyak bermunculan para fotografer, atau kadang hanya menyebut diri mereka sendiri seorang fotografer, memang tidak ada salahnya dalam dunia fotografi kita mengaku sebagai seorang fotografer, namun pertanyaanya adalah, siapkah anda bersaing dalam memasuki dunia fotografi yang sesungguhya? menemukan art signature dalam berkarya. Karena persaingan visualisasi dan kreatifitas menjadi kunci bagi seorang fotografer

Brand of you sedikit berbicara mengenai teknis dalam fotografi, dan teknis
dalam berfotografi tentu sangat penting dan bahkan amat sangat penting, bagi saya, persoalannya ialah bukan tidak pentingnya teknis namun realita yang terjadi kita selalu atau harus mengabadikan yang sangat kompleks proses proses kejadiannya. Penjelasan diatas tersebut mengandung makna sebuah foto, foto apapun itu bukan hanya berbicara seribu kata, melainkan juga bagian dari seribu rangkaian peristiwa. Seperti apa yang pernah alm. Kartono Riyadhi bilang bahwa dalam dunia jurnalistik terdapat 2 cara pendokumentasian yaitu, mengambil foto atau hunting dan membuat foto. Dalam hal membuat foto pada jurnalistik , biasanya fotografer menjadi seorang sutradara, yaitu dengan megarahkan dan sekaligus mengambil gambar seperti pada fotografi potret. Artinya sah saja foto itu jurnalistik itu dibuat asal tetap dengan paham suatu obyek. Sedikit menyimak bahwa obyek itu sesungguhnya bagian dari rangkaian peristiwa

mengenai foto jurnalistik yaitu foto tersebut mempunyai informasi untuk disampaikan. Sekilas fotografer adalah gabungan dari seorang penyair sekaligus pelukis, bahkan seharusnya fotografer melengkapi diri dengan kemampuan sebagai pengarah gaya atau sutradara bagi setiap gambar yang ia buat berdasarkan visualisasi yang dipunya. Dalam hal mengajar atau pun sharing bersama fotografer yang lain. Maka dari itu sutradara dalam diri kita, biarpun kita bukan sebenar benarnya seorang sutradara banyak membantu saya ketika memotret fashion, sangat menyenangkan ketika bekerjasama dengan seorang fashion stylish ketika memotret fashion. Sebuah simbiosis mutualisme yang menakjubkan. Saat ini fotografi sudah bisa dijadikan profesi, tidak sedikit fotografer yang menggantungkan hidupnya dengan fotografi. Maka dari itu jangan takut untuk terjun. Tapi yang paling penting harus tau apa maunya supaya jangan sekedar ikut ikutan. Untuk mensiasatinya belajar dan terus melakukan inovasi untuk berkembang menjadi lebih matang, klo semuanya udah terpenuhi, mengahadapi persaingan saperti apapun kita enggak akan takut. Dengan kepekaan kita bisa terus berkembang, setiap ada lomba cobalah untuk ikut berpatisipasi, jadi minimal kita bisa menilai sudah sejauh mana kita berkembang, coba saja liat lomba lomba foto yang ada, kalau misalnya lomba tahun ini yang juara ada cipratan air, tahun depan pasti foto dengan cipratan air tesebut banyak yang masuk. Kebanyakan orang berpikir hanya untuk bagaimana caranya menang, bukan apa uniknya foto yang diambil atau dibuat, akhirnya cuma bisa meniru, tapi gak bisa punya keunikan. Ada ulasan yang menarik oleh Arbain Rambey waktu itu, sudah tak ada lagi originalitas, segala bentuk ide yang ada, adalah hasil dari copy and paste yang telah dimodifikasi dan itu sah, ujarnya. Fotografi is light. Maka dari itu prosesnya adalah calculating light, seeing light, dan feel the light. Tapi proses terebut idealnya harus dijalani satu persatu. Mulai dari calculate light, biasanya kan orang menghitung dengan otak kiri. Selanjutnya belajar see the light kali ini orang mulai bisa menggunakan otak

kanan. Pada akhirnya fotografer harus bisa merasakan cahaya. Merasakan dengan hati. Maka dari itu banyak fotografer senior sering bilang memotretlah dengan hati. If your pictures arent good enough, youre not close enough. Ungkapan tersebut dikutip dari seorang Robert Capa yang notabene seorang fotografer yang khusus khusus meliput dan memotret berbagai peperangan. Dari ungkapannya yang sangat dalam tersebut, bukan hanya mau menyampaikan bahwa kita harus dekat secara fisik, tapi kita juga harus terlibat intim dengan objek. Dengan begitu jangan hanya memotret saja, ciptakanlah bentuk komunikasi yang dinamis dengan obyek yang difoto. Kreativitas sebagai kunci, seperti apapun perkembangan teknologi peralatan dan pemrosesannya, hasil yang baik hanya bisa diperoleh dengan kreatifitas. Mengartikan kata peka mirip seperti kreatifitas. Orang peka artinya orang yang memiliki kemampuan menjadi kreatif,. Karena ia bisa melihat hal hal yang yang tidak terlihat menarik dari kacamata sehari hari yang kita lihat, namun ketika dengan satu angle tertentu, dengan pencahayaan tertentu, dengan tulisan essay yang menyertai foto tersebut, segalanya indah dan memiliki nilai tambah. Intinya adalah memberikan nilai tambah memunculkan sesuatu yang tidak kelihatan tapi bisa dirasakan. Memang kreatifitas itu datang secara tiba tiba dan bisa dimana pun ide ide brilian itu muncul, karena itulah ide sesuatu hal yang mahal. Untuk menjadikan ide tersebut berkembang untuk kemudian digali lebih dalam. Untuk itu bawalah selalu catatan kecil, setelah dicatat laku kembangkan dan perdalam. Dalam hal ini kreatifitas pun bisa dilatih, dengan mencoba menggabungkan banyak hal. Menggabungkan hal baru dengan yang lama, hal yang berlawanan dengan hal yg berlawanan dan lain sebagainya. Dengan begitu dapat dengan mudah menemukan kombinasi hal hal baru dari hal hal yang sudah ada. Dengan begitu kita menyiapkan satu slot di otak kita untuk lebih terbuka dan berkata oh, jadi begini yaa hasilnya.

Dari proses mencoba hal hal yang baru tersebut akan menghadirkan pengalaman buat kita, sudut pandang yang baru, pola pikir yang baru dan akan melatih otak kita untuk menjadi lebih terbuka, lebih peka dan pada akhirnya lebih kreatif. Dari semua teknik untuk menjadi kreatif yang diyakini orang, justru ada satu jawaban dari realita yang ada, yaitu suatu bentuk formula yang banyak sekali orang mencuba merumuskan untuk menjadi kreatif. Tapi jika itu memang bisa dirumuskan, bukankah semua orang pada akhirnya bisa menjadi kreatif kerika mengetahui rumusnya?, dan ketika semua orang sama kreatifnya nukan berarti semua orang menjadi sama tidak kreatifnya? Because to rule to be

creative is no rule yang kurang lebih artinya ialah aturan untuk menjadi
kreatif adalah tidak ada aturan. Ketika kita semua orang coba membuat aturan untuk menjadi kreatif semua orang akan mengikuti aturan itu dan semua orang menjadi kreatif juga. Untuk itu menjadi kreatif adalah no rule. Sebagian orang berhak untuk mengartikan perkataan tersebut dengan teknik menjadi kreatif, yaitu coba membuang rutinitas, mencoba hal yang baru, jika biasanya motret fashion selalu menggunakan softbox supaya cahaya yang dihasilkan bisa soft kini tak ada aturan kita untuk menggunakan standard

reflector untuk motret fashion, lakukakn apa saja seolah tidak ada aturan
yang menghadirkan harga mati. Dengan membatasi diri pada aturan aturan tertentu kita telah membatasi diri dari koridor kreatifitas dimana banyak hal yang dimungkinkan bisa kita lakukan, cobalah berfikir out of the box. Memungkinkan segala kemungkinan terjadi, segala pengalaman baru untuk hadir dan memperkaya diri sehingga pada akhirnya secara tidak sadar pun diri kita sudah selangkah lebih maju untuk lebih peka lebih kreatif.

Anda mungkin juga menyukai