Anda di halaman 1dari 10

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2. Kajian Teoritis 2.1 Hakikat Prestasi Belajar Banyak definisi tentang belajar yang dikemukaan para ahli, dan perumusannya berbeda-beda. Namun demikian pengertian pengertian yang di kemukakan para ahli mempunyai kesamaan dalam satu hal, yaitu bahwa belajar itu merupakan suatu proses pembentukan atau perubahan tingkah laku pada diri seseorang. Salah satu definisi yang dapat dikemukakan disini adalah seperti apa yang dirumuskan dalam teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Pembentukan atau perubahan pada tingkah laku itu dapat terjadi dalam bentuk pengetahuan, pengertian, kebiasaan, sikap, dan apresiasi seseorang terhadap sesuatu. Yang jelas seseorang yang telah mengalami peristiwa belajar akan memiliki sesuatu yang sebelumnya tidak dimiliki dan dikuasainya. Belajar adalah peristiwa yang terjadi dengan disadari, artinya seseorang yang mengalami atau yg terlibat dalam belajar pada akhirnya akan mengetahui bahwa dia telah memepelajari sesuatu. Dalam praktek disekolah bahwa siswa menyadari telah mengalami sesuatu sehingga telah menjalani sesuatu perubahan. Mengingat hal tersebut dapat dikatakan bahwa ada perubahan tingkah laku yang tidak termasuk dalam kategori belajar, yaitu perubahan atau pembentukan tingkah laku karena naluri, kematangan, dan keletihan atau perubahan karena pengobatan. Dalam kaitannya dengan belajar sebagai proses perubahan tingkah laku, maka belajar juga akan menimbulkan hasil dimana tampak sifat sifat dan tanda tanda perilaku baru setelah pengalaman belajar berlangsung. Hasil belajar itu disebut kemampuan. Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa melakukan

sesuatu yang harus ia lakukan..2 Di sekolah kemampuan yang timbul setelah belajar ini biasa disebut sebagai prestasi belajar. Prestasi belajar dapat di amati melalui suatu alat ukur atau tes mengenai sejumlah pelajaran yang telah diberikan. Prestasi belajar menurut Nasution (1996 : 17) prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Sedangkan menurut Winkel (1996 : 17) prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya. Prestasi belajar yang dicapai oleh seorang siswa ataupun siswi akan memberikan gambaran tentang tingkat keberhasilan siswa dalam menyerap sejumlah materi pelajaran yang tersususun dalam tiga tingkatan kemampuan yaitu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap. Tingkat keberhasilan siswa dalam studi ini dibatasi pada kemampuan pengetahuan dan ketrampilan. Khususnya tiga tingkatan kemampuan yang pertama yaitu penguasaan pengetahuan yang terbentuk dalam asosiasi hafalan. Aspek ini merupakan seperangkat ingatan mengenai sesuatu sebagai hasil dari pengamatan melalui asosiasi tentang fakta. Dan pada tingkatan kemampuan yang kedua yaitu penguasaan kemampuan yang terbentuk melalui tindakan tindakan pengajaran. Untuk lebih jelasnya pencapaian prestasi belajar di sekolah dapat dilihat dari perolehan angka nilai yang didapat melalui tes. Angka nilai yang dipakai disini mempunyai rentangan 1 100 ( satu sampai seratus), dengan bobot nilai maksimum untuk setiap item adalah 1 (satu). Untuk menjadikan nilai maksimum yang diperoleh siswa dari suatu tes kedalam nilai yang mempunyai rentangan 1 100, maka digunakan suatu rumus : Nilai = Contoh : Item tes terdiri dari 30 item, setiap item yang dijawab dengan betul dijumlahkan menjadi nilai maksimum. Kalau si A menjawab item

http://ian43.wordpress.com/2010/12/23/pengertian-kemampuan/

dengan betul 17 item, maka nilai yang diperoleh si A adalah 17/30 x 100 = 57 (dibulatkan sampai satuan).

2.2 Hakikat Mata Pelajaran Teknik Rangkaian Digital


Teknik Digital digunakan untuk menampilkan mengirim dan memproses informasi data menggunakan bilangan (biner). Hampir semua rangkaian digital direncanakan untuk beroperasi pada dua pernyataan dan berbentuk gelombang kotak (pulsa). Kalau dua pernyataan disamakan dengan tegangan maka akan didapat dua besaran tegangan yang berbeda pada dua pernyataan tersebut. Pada umumnya rangkaian digital menggunakan komponen DTL (Dioda Transistor Logik), TTL (TransistorTransistor Logik), dan CMOS (Complementry Metal Oxide Semiconductor). Rangkaian digital biasanya terdiri dari berbagai gerbang yang mempunyai fungsi logika yang berbeda. Tiap gerbang yang mempunyai satu atau lebih masukan dan keluaran .Yang paling penting dari gerbang-gerbang tersebut apa yang dinamakan dangan gerbang dasar (Basic Gates) terdiri dari gerbang fungsi logika DAN, ATAU, TIDAK (AND, OR, NOT Gates). Dengan menghubungkan gerbang-gerbang pada berbagai cara, bisa membangun rangkaian berfungsi Aritmatik atau fungsi lainnya sesuai dengan kemampuan intelegensi personalnya.

2.3 Hakikat Model PBL (Problem Based Learning) Konstruktivisme dalam pembelajaran telah berkembang tidak hanya sebagai sebuah filsafat tetapi juga psikologi, bahkan model belajar (Matthews, 2000). Hal ini membawa pergeseran paradigma berfikir pendidik tentang proses belajar dan mengajar, baik di kelas maupun di luar kelas. Konstruktivisme semakin menyadarkan guru akan pentingnya peran aktif siswa dalam proses belajarnya sendiri. Seiring dengan perubahan paradigma pembelajaran ini, model-model pembelajaran yang mendukung peran aktif siswa terus dikembangkan. Salah satu model yang dianggap mewakili proses konstruksi di kelas adalah model Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Learning PBL).

Model ini bukan merupakan model yang baru sama sekali tetapi telah lama dikembangkan terutama untuk pelajaran sains (Ram, 1999; Kwan, 2000; Eng, 2000). PBL semakin gencar dikembangkan setelah gelombang

konstruktivisme semakin diterima di kalangan pendidik. Penerapan PBL di kelas kadang tidak berjalan mulus sesuai dengan kehendak pendidik/guru. Beberapa kendala mungkin dijumpai di kelas, apalagi dalam penerapannya di negara-negara Asia. Mengapa? PBL pertama kali dikembangkan di negara dengan budaya belajar yang demokratis, sehingga lebih dapat memberikan ruang yang luas pada siswa untuk menjadi pusat bagi belajar mereka sendiri. Di negara-negara Asia (termasuk Indonesia) hubungan guru murid masih sangat kaku dan formal. Guru terbiasa dengan kelas yang dipenuhi dengan siswa yang tenang dan tidak aktif bertanya. Pada sisi lain budaya Asia juga tidak toleran terhadap kesalahan sehingga siswa memilih untuk tidak aktif di kelas karena takut salah. Padahal untuk menerapkan PBL di kelas dengan baik diperlukan kelas yang aktif dan siswa yang berani mencoba (Eng, 2000). Kendala lain yang mungkin dihadapi oleh guru dalam penerapan PBL adalah organisasi atau skenario PBL itu sendiri. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa proses PBL sering gagal karena kendala komunikasi, kurangnya pengalaman pendidik dalam mengorganisasi kelas yang dinamis, ketidakmampuan siswa untuk bekerja dalam kelompok, dan juga

ketidakjelasan arah dan tujuan proses PBL (Ram, 1999; Kwan, 2000; Eng, 2000). Sebagaimana dijelaskan di atas, PBL dimaksudkan sebagai jembatan transisi proses belajar dari terpusat pada guru menjadi terpusat pada murid. Pergeseran ini diharapkan sehalus mungkin sehingga tidak terjadi shock pada murid. Persiapan dan pengorganisasian pembelajaran yang matang menjadi faktor kunci keberhasilan penerapan PBL. Salah satu cara yang mengorganisasikan proses pemecahan masalah yang menarik adalah dengan menggunakan diagram V. Diagram ini telah lama dikembangkan namun belum dilihat potensinya sebagai pengorganisasi model PBL di kelas.

2.4 Prinsip-prinsip Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) Penerapan model pembelajaran berbasis masalah didukung oleh lingkungan belajar yang konstruktivistik. Lingkungan belajar

konstruktivistik mencakup beberapa faktor yaitu (Jonassen dalam Reigeluth (Ed), 1999:218): kasus-kasus berhubungan, fleksibelitas kognisi, sumber-sumber informasi, cognitive tools, pemodelan yang dinamis, percakapan dan kolaborasi, dan dukungan sosial dan kontekstual.

1. Kasus-kasus Berhubungan Kasus-kasus berhubungan dapat membantu siswa belajar

mengidentifikasi akar masalah atau sumber masalah utama yang berdampak pada munculnya masalah yang lain. Kegiatan belajar seperti itu dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan berpikir kritis yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari serta membantu peserta didik untuk memahami pokok-pokok permasalahan secara implisit.

2. Fleksibilitas Kognisi Fleksibilitas kognisi merepresentasi materi pokok dalam upaya memahami kompleksitas yang berkaitan dengan domain pengetahuan. Fleksibilitas kognisi dapat ditingkatkan dengan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memberikan ide-idenya, yang menggambarkan pemahamannya terhadap permasalahan. Fleksibilitas kognisi dapat menumbuhkan kreativitas berpikir divergen didalam mempresentasikan masalah. Dari masalah yang peserta didik tetapkan, mereka dapat mengembangkan langkah-langkah pemecahan masalah, mereka dapat mengemukakan ide pemecahan yang logis. Ide-ide tersebut dapat didiskusikan dahulu dalam kelompok kecil sebelum dilaksanakan.

10

3. Sumber-sumber Informasi Sumber-sumber informasi, bermanfaat bagi peserta didik dalam menyelidiki permasalahan. Informasi dikonstruksi dalam model mental dan perumusan hipotesis yang menjadi titik tolak dalam memanipulasi ruang permasalahan.

4. Cognitive Tools Cognitive tools, merupakan bantuan bagi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan tugas-tugasnya. Cognitive tools membantu peserta didik untuk merepresentasi apa yang diketahuinya atau apa yang dipelajarinya, dan melakukan aktivitas berpikir melalui pemberian tugas-tugas.

5. Pemodelan yang Dinamis Pemodelan yang dimamis adalah pengetahuan yang memberikan cara-cara berpikir dan menganalisis, mengorganisasi, dan memberikan cara untuk mengungkapkan pemahaman mereka terhadap suatu fenomena.

6. Percakapan dan Kolaborasi Percakapan dan kolaborasi, dilakukan dengan diskusi dalam proses pemecahan masalah. Diskusi secara tidak resmi dapat menumbuhkan suasana kolaborasi. Diskusi yang intensif dimana terjadi proses menjelaskan dan memperhatikan penjelasan peserta diskusi, dapat membatu siswa mengembangkan komunikasi ilmiah, argumentasi yang logis, dan sikap ilmiah.

11

7. Dukungan Sosial dan Kontekstual Dukungan sosial dan kontekstual, berhubungan dengan bagaimana masalah yang menjadi fokus pembelajaran dapat membuat peserta didik termotivasi untuk memecahkannya. Dukungan sosial dalam kelompok, adanya kondisi yang saling memotivasi antar pebelajar dapat

menumbuhkan kondisi ini. Suasana kompetitif antar kelompok juga dapat mendukung kinerja kelompok. Dukungan sosial dan kontekstual

hendaknya dapat diakomodasi oleh para guru/dosen untuk mensukseskan pelaksanaan pembelajaran.

2.5 Kerangka Berfikir Dalam mencari perbedaan prestasi belajar antara model kerja kelompok dengan model ceramah maka perlu kiranya lebih dulu membedakan karakteristik dari masing-masing model tersebut. Dengan membedakan karakteristik kita dapat menemukan apakah ada perbedaan atau tidak. Seandainya ada kita dapat memilih mana yang lebih baik di antara kedua model tersebut. Model kerja kelompok sebagai pengembangan dari pendekatan proses kelompok, asumsi dasarnya adalah bahwa belajar di sekolah berkangsung dalam konteks kelompok-kelompok. Dalam pembahasan belajar secara kelompok ini perhatian perlu diberikan pada konsep dinamika kelompok atau proses kelompok, yaitu prosedur prosedur yang digunakan oleh kelompok individu yang sama-sama memikirkan, mendiskusikan, merencanakan, berbuat, memutuskan dan mengevaluasi dalam rangka memecahkan suatu masalah. Konsep ini mengimplikasikan interaksi dan pikiran melalui hubungan tatap muka dalam kelompok. Di dalamnya pikiran kreatif dan tindakan kooperatif tumbuh dengan baik. Walaupun proses belajar melalui model kerja kelompok ini berjalan agak lamabat dalam jangkauan materi dibandingk deengan model ceramah namun melalui kerja kelompok setiap anggota kelompok akan memperoleh peningkatan kemampuan intelektual.

12

Sejalan dengan deskripsi teori di atas belajar dalam situasi kelompok akan terjadi saling mempengaruhi di antara anggotanya. Saling mempengaruhi itu akan menigkatkan kemampuan berfikir kritis yang akan memberi sumbangan positif bagi peningkatan hasil belajarnya. Saling mempengaruhi itu pada hakikatnya merupakan bentuk hubungan sosial di kalangan siswa yang terjalin secara baik dan teroganisir sehingga situasi demikian itu akan memberikan sumbangan didalam proses perkembangan intelektual. Dengan demikian berdasarkan aktifitas siswa maka dapatlah diasumsikan bahwa proses belajar akan berhasil jika seseorang menerima tanggapan dari yang lain mengenai pemikirannya, dan kemudian dia memikirkan terhadap pemikiran itu. Asumsi ini menekankan pada satu bentuk interaksi kelompok, karena tanggapan yang diperoleh mendorong dan memberi semangat untuk melanjutkan pemikirannya dan membantu proses menilai diri sebagai manusia. Respon dari orang lain membantu juga dalam membentuk sikap dan mencoba sikap itu. Disamping itu kegiatan belajar melalui kerja kelompok akan melatih masing-masing siswa sebagai anggota kelompok untuk bertanggung jawab dan percaya pada diri sendiri. Sementara proses belajar mengajar melalui model ceramah, pada pokoknya merupakan suatu bentuk interaktif edukatif dengan jalan penuturan dan penjelasan secara lisan oleh guru yang dibantu dengan dialog tanya jawab antara guru dengan siswa atau sebaliknya dalam suasana kelas. Guru bertindak secara aktif dalam keseluruhan proses belajar mengajar, walaupun sesekali dia melibatkan siswa untuk turut serta aktif dalam kegiatan proses belajar mengajar. Dari penalaran teoritis yang telah dikemukakan di atas, proses belajar mengajar melalui model ceramah tanya jawab kegiatan guru aktif secara intensional sedangkan siswa aktif secara insidental. Konsepsi dasar dalam pengajaran melalui model ceramah tanya jawab adalah dalam

13

bentuk situasi klasikal. Konsep ini mengimplikasikan bahwa proses pewarisan atau penyerahan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman dan kecakapan-kecakapan kepada siswa. Realisasi bentuk semacam ini dalam pengajaran sekolah selalu bertolak dari aransemen kegiatan belajar siswa aktif menemukan sendiri, yang dalam proses belajar seharusnya makin berdasarkan kemandirian. Walaupun model ceramah tanya jawab ini menghendaki siswa aktif , namun kadar keaktifan itu sangat minim dan masih terikat. Dalam pengajaran model gambar teknik interaksi belajar mengajar melalui model ceramah tanya jawab ini kegiatan intelektual siswa dpaksa dan dipacu untuk dapat menerima berbagai informasi yang disampaikan oleh guru. Kemudan diadakan dialog tanya jawab yang diharapkan dapat memberi umpan balik. Namun demikian untuk lebih mengarahkan acuan kita, maka perlu diperlihatkan bahwa tidak ada sebuah model mengajar yang paling baik untuk digunakan dalam semua situasi. Kebaikan model itu tergantung pada ketepatan penerapannya dalam kaitan dengan kondisi belajar, keadaan siswa, bahan pelajaran yang disajikan dan kemampuan guru untuk menggunakannya. Peryataan ini berarti tidak selalu model yang satu lebih baik dan model yang lain itu lebih jelek. Untuk menjelaskan suatu definisi yang sederhana maka model ceramah akan jauh lebih baik dan lebih tepat digunakan dibanding dengan model kerja kelompok apabila guru mengkehendaki penyampaian informasi faktual tentang gambar teknik listrik. Sebaliknya model kerja kelompok merupakan model yang tepat untuk mengembangkan daya pikir siswa secara intelektual dan mengembangkan apresiasi siswa terhadap mata pelajaran gambar teknik listrik. Namun demikian manfaat setiap model mengajar itu tetap ditentukan oleh keberartian proses belajar mengajar bagi siswa dan turut sertanya siswa secara aktif. Peran serta siswa dalam berbagai kegiatan belajar mengajar secara aktif akan meningkatkan keterlibatan mental siswa yang bersangkutan. Ketertiban

14

mental yang optimal tersebut berarti peningkatan motivasi yang optimal pula pada diri siswa untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara optimal dalam arti guru aktif mengajar secara intensional dan siswa aktif belajar secara intensional juga maa hasil yang diperoleh pun akan optimal pula.

2.6 Hipotesis Penelitian Berpangkal dari landasan dan kerangka berfikir, maka dapatlah diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut : Terdapat perbedaan prestasi belajar menggunakan model kerja kelompok dengan

menggunakan model ceramah yang dimana model kerja kelompok lebih baik dibanding model ceramah untuk mata pelajaran teknik rangkaian digita.

Anda mungkin juga menyukai