Anda di halaman 1dari 13

Analisis Pertumbuhan dan Kadar Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii pada Lokasi Berbeda di Perairan Sekitar Penambangan

Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Roni Saputra, Rahmad Sofyan Patadjai, Abdul Muis Balubi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Jl.HEA Mokodompit Kampus Bumi Tridharma Anduonohu Kendari 93232 ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kadar karaginan rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dibudidayakan pada lokasi yang berbeda berdasarkan jarak dari aktifitas penambangan dengan menggunakan metode budidaya tali panjang (metode long line). Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumber informasi baru bagi seluruh pemangku kepentingan khususnya para pembudidaya rumput laut di Pulau Bawulu Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara, tentang data beserta analisis pertumbuhan dan kadar karaginan rumput laut terhadap pengaruh aktifitas penambangan yang dilakukan di Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini menggunakan tiga lokasi yang berbeda berdasarkan jarak dari aktifitas penambangan. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik (LPS), kandungan karaginan, performa rumput laut secara fisik dan kualitas air. Untuk membandingkan pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik (LPS) dan kadar karaginan rumput laut K. alvarezii pada masing-masing stasiun digunakan analisis ragam (ANOVA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan mutlak rata-rata rumput laut K. alvarezii yang terbaik yaitu diperoleh pada stasiun 3 sebesar 260,6 g, diikuti stasiun 2 sebesar 161,2 g dan terendah pada stasiun 1 yaitu 60,31 g. Hasil penelitian untuk parameter laju pertumbuhan spesifik rumput laut K. alvarezii tertinggi diperoleh pada stasiun 3 sebesar 5,05%, stasiun 2 sebesar 4,01% dan stasiun 1 sebesar 2,75%. Rata-rata kadar karaginan rumput laut K. alvarezii tertinggi diperoleh pada stasiun 3 sebesar 51,97%, kemudian stasiun 2 sebesar 44,28% dan terendah pada stasiun 1 sebesar 33,84%. Performa rumput laut secara fisik di stasiun 3 diperoleh adanya benda asing berupa lumut/biofouling yang melekat pada beberapa bagian rumput laut, sedangkan di stasiun 1 dan stasiun 2 terdapat lumpur yang melekat pada beberapa bagian rumput laut. Kisaran parameter kualitas air di stasiun 1 tidak layak dalam budidaya rumput laut K alvarezii, di stasiun 2 parameter kualitas air masih dalam batas kelayakan untuk budidaya rumput laut K alvarezii, sedangkan di stasiun 3 kisaran nilai parameter kualitas air yang diperoleh selama penelitian sangat baik untuk menunjang kegiatan budidaya rumput laut K alvarezii. Kata kunci: Stasiun berbeda, pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, kadar karaginan, performa rumput laut, dan kualitas air.

I. PENDAHULUAN Budidaya rumput laut di perairan Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara salah satunya dapat ditemui di Pulau Bawulu. Budidaya rumput laut merupakan salah satu usaha alternatif apabila keadaan musim yang tidak memungkinkan bagi nelayan untuk melaut. Jangka waktu

pemeliharaan rumput laut hingga panen memerlukan waktu selama 45 hari apabila kondisi perairan laut mendukung. Belakangan ini hasil produksi rumput laut mengalami penurunan dikarenakan oleh beberapa faktor diantaranya ialah faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud ialah jenis dan kualitas rumput laut yang digunakan,

sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh antara lain keadaan lingkungan fisika dan kimiawi perairan. Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi produksi rumput laut yaitu faktor pengelolaan yang dilakukan oleh petani rumput laut itu sendiri. Akan tetapi, isu yang kini berkembang di masyarakat yang berdomisisil disekitar perairan Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara khususnya nelayan pembudidaya rumput laut ialah, penurunan hasil produksi budidaya rumput laut yang dibudidayakan di Pulau Bawulu dikarenakan adanya aktifitas penambangan nikel yang kini beroperasi di Kecamatan Lasolo Kabupten Konawe Utara. Berdasarkan hasil survei lokasi penelitian terlihat bahwa, aktifitas penambangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang nikel di Kecamatan Lasolo Kabupataen Konawe Utara pada umumnya belum menerapkan konsep pengelolaan penambangan yang ramah lingkungan. Beberapa proses/kegiatan penambangan yang tidak ramah lingkungan diantaranya: (1) lokasi penambangan dan penampungan material tambang yang dekat dari bibir pantai, (2) sebagian kecil material tambang jatuh ke perairan pada saat proses pengangkutan berlangsung, dan (3) pembuatan dermaga yang menggunakan material tambang. Jika material tambang masuk ke dalam perairan dalam jumlah yang besar melalui beberapa proses pengelolaan yang tidak ramah lingkungan tentu saja akan memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi perairan. Dampak langsung yang dapat ditimbulkan dari masuknya material tambang keperairan yaitu terjadinya kekeruhan. Suplai material tambang yang begitu besar dan dalam waktu yang lama akan menyebabkan perairan mengalami kekeruhan yang luar biasa tinggi. Radius kekeruhan tersebut akan semakin jauh ke kawasan lainnya jika arus laut semakin kuat.

Untuk mengetahui informasi awal dampak kegiatan penambangan nikel terhadap pertumbuhan dan kadar karaginan rumput laut yaitu perlu dilakukannya penelitian ini. Studi yang dimaksud adalah budidaya rumput laut pada lokasi yang berbeda berdasarkan jarak dari lokasi aktifitas penambangan dengan menggunakan metode budidaya tali panjang (metode long line). II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Maret sampai Mei 2012. Penelitian terdiri atas 2 tahap yaitu, pertama penelitian lapang dan kedua dilanjutkan dengan analisa laboratorium. Lokasi penelitian lapang dilaksanakan di perairan Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 2). Selanjutnya analisis laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Unit Nutrisi dan Pakan Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo.
U

Pulau Bawulu
Stasiun 1 S 03o 34' 48,7" E 122 o 17' 59,4" Stasiun 2 S 03o 35'32,0" E 122o 16' 56,6" Stasiun 3 S 03o 37' 10,4" E 122o 12' 13,0"

Lokasi Penelitian Lokasi Penambangan Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian di Perairan Sekitar Aktivitas Penambangan Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara

B. Alat dan Bahan 1. Alat Alat-alat yang digunakan di lapangan pada penelitian ini yaitu thermometer, handrefraktometer, secchi disk, stop watch, modifikasi layangan arus dengan botol aqua, meteran, timbangan, pelampung bibit, pelampung utama, perahu motor, perahu, tali polythilen (nilon/ris) ukuran 8 mm untuk tali lokasi, ukuran 6 mm untuk tali bentangan, dan ukuran 2 mm untuk tali bibit, jangkar beton/batu gunung. Alat yang digunakan di laboratorium yaitu: Gelas kimia, kertas penyaring (whatman), timbangan analitik ohaus (ketelitian 0,001 g), stopwatch, kompor, labu erlenmeyer (Iwaki Pyrex 250 ml), pipet tetes biasa (1 tetes 0,2 ml), desikator, gelas piala, pengaduk, spatula, kertas saring corong, pipet thermometer, alat pemanas, belender, autoclave, tabung reaksi, rak tabung, dan spektofotometer. 2. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian di lapangan adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii warna hijau dari petani budidaya rumput laut di Desa Pasir Putih Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. Bahan yang digunakan dalam penelitian di laboratorium adalah : aquades, alkohol, 2-propanol, brucin sulfanilie, H2SO4, NaCl, ammonium monovanadat, asam nitrat, ammonium molibdat, dan air panas. C. Pelaksanaan Penelitian 1. Persiapan Bibit dan Metode Penanaman a. Persiapan Bibit Bibit diambil dari petani rumput laut di Desa Pasir Putih Kecamatan Lasolo Kabupaten Konawe Utara. Bibit rumput laut

yang sudah disiapkan terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran-kotoran atau organisme penempel. Kondisi rumput laut yang dipilih adalah yang muda, segar, bersih serta bebas dari jenis rumput laut lainnya. Setelah itu ditimbang dengan berat awal yang sama yaitu 50 g/rumpun (Sadhori, 1989). Bibit rumput laut diikat per rumpun dan digantung pada tali ris dengan jarak per rumpun 30 cm. Jarak antara tali ris 50 cm (Kordi, 2010). Penelitian ini menggunakan 3 lokasi yang berbeda berdasarkan jarak dari aktifitas penambangan untuk membandingkan pertumbuhan dan kadar karaginan rumput laut pada masing-masing lokasi. Lokasi penelitian pertama yaitu penanaman rumput laut dengan menggunakan metode tali panjang (metode long line) dengan jarak 500 m dari lokasi aktifitas penambangan (stasiun 1), kedua jarak 6.000 m dari lokasi aktifitas penambangan (stasiun 2), dan ketiga penanaman rumput laut dengan menggunakan metode tali panjang (metode long line) dengan jarak 9.000 m dari lokasi aktifitas penambangan (stasiun 3). b. Metode Penanaman Dalam 1 bentangan tali ris dengan panjang 7 m terdapat 20 rumpun, dan untuk 1 lokasi penelitian menggunakan 5 bentangan tali ris sehingga terdapat 100 rumpun untuk 1 lokasi penelitian. Jadi, jumlah keseluruhan untuk 3 lokasi penelitian adalah 15 bentangan tali ris dengan jumlah bibit rumput laut yang digunakan sebanyak 300 rumpun. Selanjutnya, tali ris dengan panjang 7 m diletakkan sedemikian rupa dengan posisi terapung dengan kedalaman 25 cm (Kune, 2007) di bawah permukaan laut dengan bantuan pelampung. Sebagai ilustrasi percobaan di lapangan dapat dilihat pada Gambar 3.

Pelampung Bibit Rumput Laut

25 cm

3m 30 cm

50 cm

7m

Jangkar

Gambar 2. Konstruksi Budidaya Rumput Laut Metode Long Line 2. Pemeliharaan Rumput Laut Uji Organisme rumput laut yang telah di tanam akan ditumbuhkan secara alami selama 45 hari, selama masa pemeliharaan tersebut dilakukan pengontrolan organisme uji baik terhadap gangguan hama, kotoran yang melekat, maupun terhadap kendornya ikatan-ikatan bibit serta tali bentang. Pengaruh kotoran/sampah yang melekat dibuang atau dilepaskan dengan cara menggoyang-goyangkan pada setiap tali bentang. Pengontrolan gangguan ini akan dilakukan sedikitnya setiap 2 hari sekali selama 45 hari masa penelitian. 3. Metode Pengumpulan Data a. Pertumbuhan Rumput Laut Untuk memperoleh data pertumbuhan rumput laut maka dilakukan penimbangan bobot per rumpun. Setiap rumpun diberi label dan ditimbang satu per satu dengan selang waktu 9 hari sekali

selama 45 hari, jadi terhitung 5 kali penimbangan hingga akhir penelitian. b. Parameter Kualitas Air Parameter kualitas air yang diukur yaitu parameter fisika dan kimia. Parameter kualitas air yang diukur setiap 9 hari sekali seiring dengan waktu penimbangan bobot rumput laut diantaranya suhu, salinitas, kecerahan, kecepatan arus, dan kedalaman. Sedangkan pengukuran nitrat (NO3-) dan fosfat (PO4-) dilakukan sebanyak 3 kali selama penelitian, yaitu pada awal penelitian, pertengahan, dan akhir penelitian. Kecerahan diukur dengan secchi disk, suhu diukur dengan termometer, salinitas menggunakan hand-refractometer, kecepatan arus menggunakan modifikasi layangan arus dengan botol aqua, dan kedalaman menggunakan tali polythilen (nilon/ris) ukuran 4 mm berskala meter, sedangkan pengukuran nitrat dan fosfat dilakukan di Laboratorium Unit Nutrisi dan Pakan Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo dengan mengambil sampel air dari lokasi penelitian. c. Performa Rumput Laut Secara Fisik Pengamatan performa rumput laut secara fisik dilakukan pada saat pengontrolan setiap 2 hari sekali, dengan melihat kebersihan maupun keberadaan benda asing seperti lumut serta pasir/lumpur yang melekat pada rumput laut. d. Kadar Karaginan Sampel rumput laut yang dianalisis kandungan karaginannya merupakan rumput laut kering yang sebelumnya telah dipanen pada umur 45 hari. Pengeringan rumput laut menggunakan metode gantung (Gambar 4). Rumput laut dilepas dari tali setelah rumput laut kering. Rumput laut dari masing-masing bentangan tali ris pada tiap-tiap lokasi penelitian di dekomposit, sehingga sampel yang diuji sebanyak 9 sampel dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium Unit

Nutrisi dan Pakan Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo. 4. Panen Pemanenan dilakukan pada umur 45 hari, menurut Neish (2005) umur panen yang paling umum berkisar antara 40-50 hari. Pemanenan dilakukan dengan cara sebagai berikut : - Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan - Melakukan panen rumput laut pada saat umur sudah mencapai 45 hari - Memasukkan rumput laut ke dalam kapal/perahu, dan pastikan dalam keadaan utuh, tidak terpotong atau rusak. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan cara penjemuran dengan cara gantung. Penjemuran dilakukan dengan cara yaitu : - Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. - Menjemur cara gantung dilakukan dengan cara mengikat rumput laut pada tiang jemuran. - Mengatur jarak ikatan rumput laut pada tiang jemuran agar tingkat kekeringan merata.

Gambar 3. Pengeringan Rumput Laut K. alvarezii di Bawah Sinar Matahari dengan Metode Gantung D. Parameter yang Diamati Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pertumbuhan Mutlak Untuk menghitung pertumbuhan mutlak tanaman uji digunakan rumus Effendi (2003) yaitu : Rumus : G = Wt-Wo Dengan : - G = Pertumbuhan Mutlak Rata-Rata - Wt = Berat Bibit Pada Akhir Penelitian (g) - Wo = Berat Bibit Pada Awal Penelitian (g) 2. Laju Pertumbuhan Spesifik LPS diukur setiap selang waktu 9 hari sekali selama 45 hari, terhitung 5 kali penimbangan hingga akhir penelitian. Menurut Dawes et al., (1994), LPS dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Rumus : LPS = Ln Wt - Ln Wo X 100% T Dengan : - LPS = Laju pertumbuhan spesifik ratarata (%) - Wt = Berat rata-rata bibit pada ti (g) (i = minggu I, minggu II..., t) - Wo = Berat rata-rata bibit pada ti 1 (g) - t = Periode pengamatan (hari) 3. Kadar Karaginan Rumus untuk menentukan kadar karaginan adalah sebagai berikut (SNI, 0126-1998): Rumus : Kadar Karaginan = Wc x 100% Wds Dengan : - Wc = Berat karaginan yang diekstraksi (gram) - Wds = Berat rumput laut yang diekstraksi (gram)

4. Performa Rumput Laut Secara Fisik Performa rumput laut secara fisik dianalisis secara deskriptif, dengan melihat kebersihan tanaman uji dari berbagai benda asing seperti lumut serta pasir/lumpur yang melekat pada rumput laut. 5. Kualitas Air Pengukuran parameter kualitas air meliputi suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, nitrat dan fosfat. E. Analisis Data Untuk membandingkan pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan spesifik, dan kadar karaginan rumput laut K. alvarezii pada masing-masing stasiun maka dilakukan analisis data. Analisis data prosesnya dilakukan secara komputerisasi dengan menggunakan Analisis of Varian (ANOVA) yang diolah dengan menggunakan program SPSS ver. 17. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pertumbuhan Mutlak Nilai rata-rata pertumbuhan mutlak rumput laut K. alvarezii pada stasiun berbeda di perairan sekitar penambangan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Rata-rata Pertumbuhan Mutlak Rumput Laut K. alvarezii pada Stasiun Berbeda di Perairan Sekitar Aktivitas Penambangan Selama Penelitian.
Stasiun Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Nilai Rata-rata Pertumbuhan Mutlak Per Tali Bentangan 1 2 3 4 5 59.12 153.2 5 267 59.06 68.08 57.81 57.5 Total Ratarata 60.31

mutlak tertinggi rumput laut K. alvarezii diperoleh pada stasiun 3 (S 03o 37' 10,4" E 122o 12' 13,0") dengan jarak 9000 m dari aktivitas penambangan yaitu sebesar 260,6 g, kemudian diikuti oleh satisun 2 (S 03o 35'32,0" E 122o 16' 56,6") dengan jarak 6000 m dari aktivitas penambangan yaitu sebesar 161,2 g, dan terendah pada satsiun 1 (S 03o 34' 48,7" E 122 o 17' 59,4") dengan jarak 500 m dari aktivitas penambangan yaitu sebesar 60,31 g. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

60,31 g 161,2 g 260,6 g

Gambar 4. Histogram Pertumbuhan Mutlak Rumput Laut K. alvarezii pada Stasiun Berbeda di Perairan Sekitar Aktivitas Penambangan 2. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Nilai rata-rata LPS rumput laut K. alvarezii pada stasiun berbeda di perairan sekitar penambangan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Rata-rata LPS Rumput Laut K. alvarezii pada Stasiun Berbeda di Perairan Sekitar Aktivitas Penambangan Selama Penelitian.
Nilai Rata-rata Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Stasiun Rumput laut K. alvarezii (% per hari) Pada Stasiun Berbeda t-9 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 2.75 4.01 4.59 t-18 2.08 3.92 4.90 t-27 2.12 4.00 5.05 t-36 1.93 3.62 4.60 t-45 1.74 3.17 4.04

301.57

181.5

169.75

150.5

151

806

161.2

246.5

260.5

265

264

1303

260.6

Berdasarkan Tabel 1 di atas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata pertumbuhan

Berdasarkan Tabel 2 di atas, menunjukkan bahwa nilai rata-rata LPS rumput laut K. alvarezii pada stasiun 3 (S 03o 37'10,4" E 122o 12'13,0") dengan jarak 9000 m dari aktivitas penambangan memberikan nilai tertinggi dibandingkan dengan satisun 2 (S 03o 35' 32,0" E 122o 16' 56,6") dengan jarak 6000 m dari aktivitas penambangan dan satsiun 1 (S 03o 34' 48,7" E 122 o 17' 59,4") dengan jarak 500 m dari aktivitas penambangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.
6.00 5.00 4.00 LPS (%) 3.00 2.00 1.00 9 18 27 36 45 Masa Pemeliharaan (Hari) Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

yaitu 4,00% dan terendah pada satasiun 1 yaitu 2,12%. LPS rumput laut K. alvarezii pada hari ke-36, yang tertinggi diperoleh pada satasiun 3 yaitu 4,60%, kemudian satasiun 2 yaitu 3,62% dan terendah pada satasiun 1 yaitu 1,93%. LPS rumput laut K. alvarezii pada hari ke-45, yang tertinggi diperoleh pada satasiun 3 yaitu 4,04%, kemudian satasiun 2 yaitu 3,17% dan terendah pada satasiun 1 yaitu 1,74%. 3. Kadar Karaginan Rata-rata kadar karaginan rumput laut K. alvarezii pada stasiun berbeda di perairan sekitar aktivitas penambangan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata Kadar Karaginan Rumput Laut K. alvarezii pada Stasiun Berbeda di Perairan Sekitar Aktivitas Penambangan.
Stasiun 1 Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 31.52 44.96 50.93 Kadar Karaginan (%) Tali Bentangan 2 34.58 43.39 53.31 3 35.41 44.5 51.68 101.51 132.85 155.92 Jumlah Ratarata 33.84 44.28 51.97

Gambar 5. Grafik Laju Pertumbuhan Spesifik Rumput Laut K. alvarezii pada Stasiun Berbeda di Perairan Sekitar Aktivitas Penambangan LPS rumput laut K. alvarezii hari ke9 yang tertinggi diperoleh pada stasiun 3 yaitu 4,59%, kemudian disusul oleh stasiun 2 yaitu 4,01% dan terendah pada satasiun 1 yaitu 2,75%. LPS rumput laut K. alvarezii pada hari ke-18, yang tertinggi diperoleh pada stasiun 3 yaitu 4,90%, kemudian satasiun 2 yaitu 3,92% dan terendah pada stasiun 1 yaitu 2,08%. LPS rumput laut K. alvarezii pada hari ke-27, yang tertinggi diperoleh pada satasiun 3 yaitu 5,05%, kemudian satasiun 2

Rata-rata kadar karagian tertinggi diperoleh pada stasiun 3 (S 03o 37' 10,4" E 122o 12' 13,0") dengan jarak 9000 m dari aktivitas penambangan, kemudian stasiun 2 (S 03o 35' 32,0" E 122o 16' 56,6") dengan jarak 6000 m dari aktivitas penambangan, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 1 (S 03o 34' 48,7" E 122 o 17' 59,4") dengan jarak 500 m dari aktivitas penambangan. Hasil analisis rata-rata kadar karaginan pada stasiun 1 (S 03o 34' 48,7" E 122 o 17' 59,4") dengan jarak 500 m dari aktivitas penambangan yaitu 33,84%, stasiun 2 (S 03o 35' 32,0" E 122o 16' 56,6") dengan jarak 6000 m dari aktivitas penambangan yaitu 44,28%, dan stasiun 3 (S 03o 37' 10,4" E 122o 12' 13,0") dengan

jarak 9000 m dari aktivitas penambangan sebesar 51,97%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8.
60

Lumpur yang melekat

50 Kandungan Karaginan (%)

40

30

20

Penyakit ice-ice

10

0 I II Stasiun III

Gambar 7. Performa Rumput Laut K. alvarezii secara fisik di satasiun 1 (S 03o 34' 48,7" E 122 o 17' 59,4") dengan jarak 500 m dari aktivitas penambangan

Gambar 6. Grafik Kadar Karaginan Rumput Laut K. alvarezii pada Stasiun Berbeda di Perairan Sekitar Aktivitas Penambangan. 4. Performa Rumput Laut Secara Fisik Berdasarkan hasil peneltian performa rumput laut secara fisik disetiap stasiun, keberadaan benda asing yang melekat pada bagian rumput laut berhasil diperoleh pada pengamatan melalui kontrol yang dilakukan setiap 2 hari sekali. Hasil yang diperoleh berbeda-beda setiap stasiunnya, baik itu stasiun 1 (S 03o 34' 48,7" E 122 o 17' 59,4") dengan jarak 500 m dari aktivitas penambangan, satisun 2 (S 03o 35'32,0" E 122o 16' 56,6") dengan jarak 6000 m dari aktivitas penambangan, maupun stasiun 3 (S 03o 37' 10,4" E 122o 12' 13,0") dengan jarak 9000 m dari aktivitas penambangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Lumpur yang melekat

Gambar 8. Performa Rumput Laut K. Alvarezii secara fisik di satisun 2 (S 03o 35'32,0" E 122o 16' 56,6") dengan jarak 6000 m dari aktivitas penambangan

Lumut/Bifouling yang melekat

Gambar 9. Performa Rumput Laut K. alvarezii secara fisik di stasiun 3 (S 03o 37' 10,4" E 122o 12' 13,0") dengan jarak 9000 m dari aktivitas penambangan 5. Kualitas Air Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Air Selama Penelitian.
Parameter Kualitas Air Suhu (oC) Salinitas (ppt) Kecepatan Arus (cm/dtk) Kecerahan (m) Kedalaman (m) Nitrat (mg/l) Fosfat (mg/l) Stasiun 1 30-32 25-28 0,11-0,15 6-8 15 0,0015-0,0023 0,0274-0,0282 Stasiun 2 30-32 27-30 Stasiun 3 30-32 30-33

0,37-0,68 10-13 19 0,0028-0,0042 0,0191-0,0239

0,34-0,48 13-15 22 0,0051-0,0073 0,0079-0,0257

B. Pembahasan 1. Pertumbuhan Mutlak Berdasarkan hasil penelitian rata-rata pertumbuhan mutlak rumput laut K. alvarezii pada masing-masing stasiun menunjukan adanya perbedaan, dimana hasil

analisis sidik ragam (ANOVA) memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan rumput laut K. alvarezii antara setiap stasiun baik itu stasiun 1, stasiun 2, maupun stasiun 3. Perbedaan rata-rata pertumbuhan mutlak rumput laut K. alvarezii pada masing-masing stasiun diduga karena karakteristik ekologis perairan yang berbeda menjadi salah satu faktor perbedaan rata-rata pertumbuhan mutlak pada setiap stasiun. Menurut Atmadja (2007) bahwa rumput laut termasuk tumbuhan yang dalam proses metabolismenya memerlukan kesesuaian faktor-faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan air, suhu, kadar garam, nutrisi atau zat hara (seperti nitrat dan fosfat), dan pencahayaan sinar. Rendahnya pertumbuhan rumput laut distasiun 1 diduga ada beberapa kondisi ekologis baik fisika, kimia maupun kondisi ekologis lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan rumput laut. Perairan yang mengandung partikel lumpur satu dari beberapa faktor ekologis yang menghambat pertumbuhan rumput laut disatasiun 1 menjadi lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 2 maupun sasiun 3. Hal ini mengacu pada keberadaan partikel lumpur yang melekat di bagian rumput laut yang hampir merata di setiap rumpun terdeteksi pada saat pengontroan yang dilakukan setiap 2 hari sekali. Parenrengi dkk. (2010) menyatakan bahwa arus yang membawa partikel zat padat yang akan menempel pada talus rumput laut akan mengganggu proses fotosintesis. Sumber partikel lumpur tersebut diduga berasal dari aktifitas penambangan yang tidak ramah lingkungan dan jumlah atau volumenya akan meningkat jika hujan turun. Selain itu faktor lain yang dianggap berpengaruh iyalah ketersedian unsur hara dalam hal ini nitrat, kisaran salinitas, serta kecepatan arus kurang berperan aktif dalam mendukung pertumbuhan rumput laut di stasiun 1.

Berbeda dengan stasiun 2 pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 1 tetapi tidak lebih tinggi dibandingkan stasun 3. Faktor yang dianggap berpengaruh bagi pertumbuhan rumput laut distasiun 2 lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 3 iyalah adanya pengaruh atau intrusi air sungai yang diduga bersumber dari sungai Lasolo, pada kondisi ini rumput laut mendapat pengaruh berupa partikel lumpur yang melekat pada beberapa rumpun rumput laut terdeteksi pada saat pengontrolan setiap 2 hari sekali, hal ini mengacu kepada kisaran salinitas yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 3 yang secara geografis lebih jauh dari aktifitas daratan. Namun kecepatan arus pada stasiun ini cukup membantu bagi pertumbuhan maupun perkembangan rumput laut. Letak geografis stasiun 3 yang telindung dan jauh dari aktifitas daratan merupakan salah satu faktor pertumbuhan di stasiun ini lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 2 maupun stasiun 1. Faktor fisika maupun kimia pada stasiun ini diduga masih mendukung bagi pertumbuhan rumput laut. Hal ini didukung oleh pernyataan Prihaningrum dkk., (2001) menyatakan bahwa untuk mendukung keberhasilan budidaya rumput laut usahakan menghindari lokasi yang berdekatan dengan sumber pencemaran air, seperti ndustri serta bersandarnya kapal-kapal. 2. Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) laju pertumbuhan spesifik (LPS) rumput laut K. alvarezii pada masingmasing stasiun memberikan pengaruh nyata baik pada stasiun 1, stasiun 2, maupun stasiun 3. Perbedaan laju pertumbuhan spesifik (LPS) rumput laut K. alvarezii pada masingmasing stasiun diduga karena karakteristik ekologis perairan yang berbeda menjadi salah satu faktor perbedaan laju

pertumbuhan spesifik (LPS) rumput laut K. alvarezii pada setiap stasiun. Yusuf (2004) menyatakan bahwa faktor ekologi budidaya rumput laut meliputi kondisi lingkungan fisika, kimia dan biologi. Laju pertumbuhan spesifik di stasiun 1 lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 2, akan tetapi LPS distasiun 2 tidak lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 3. Nilai LPS distasiun 1 berkisar antara 1,74-2,75% per hari, stasiun 2 sebesar 3,17-4,01% per hari, sedangkan stasiun 3 sebesar 4,045,05% per hari. Menurut Anggadiredja dkk., (2006) pertumbuhan tanaman dikatakan baik bila laju pertumbuhan hariannya tidak kurang dari 3%. Berarti secara langsung satasiun 1 yang nilai LPS berkisar antara 1,74-2,75% dikatakan tidak lebih baik dibandingkan dengan satsiun 2 maupun stasiun 3 dengan nilai LPS di atas 3%. Kondisi ekologis pada stasiun 3 baik fisika maupun kimia lebih medukung bagi pertumbuhan rumput laut dibandingkan dengan stasiun 2 maupun stasiun 1. Melihat pertumbuhan rumput laut menunjukan bahwa, semakin dekat lokasi budidaya dengan areal penambangan maka semakin besar pula pengaruh biologis yang ditimbulkan oleh aktifitas penambangan, begitupun sebaliknya semakin jauh lokasi budidaya dari areal penambangan maka semakin kecil pula pengaruh biologis yang ditimbulkan oleh aktfitas penambangan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Indriani dan Sumarsih (2003) yang meyatakan bahwa pilihlah lokasi pesesir pantai yang tidak tercemar sampah industri, limbah rumah tangga dan lainnya yang dapat meningkatkan kekeruhan air, karena kondisi tersebut dikhawatirkan dapat menurunkan kualitas air, yang pada akhirnya akan menurunkan daya dukung lingkungan terhadap perkembangan rumput laut yang dikembangkan.

3. Kadar Karaginan Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (ANOVA) rata-rata kadar karaginan rumput laut K. alvarezii pada masingmasing stasiun memberikan pengaruh nyata baik pada stasiun 1, stasiun 2, maupun stasiun 3. Perbedaan rata-rata kadar karaginan pada setiap stasiun diduga masih dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik ekologis masing-masing stasiun baik itu faktor fisika, faktor kimia, maupun faktor ekologis lainnya. West (2001) bahwa jumlah karaginan bervariasi sesuai dengan faktorfaktor ekologis seperti cahaya, nutrisi, gelombang dan suhu, selain itu dipengaruhi pula oleh gelombang, dukungan pertukaran ion, dan kandungan air pada saat pengeringan. Rata-rata kadar karaginan di stasiun 1 lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 2, akan tetapi rata-rata kadar karaginan distasiun 2 tidak lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun 3. Nilai rata-rata kadar karaginan di stasiun 1 sebesar 33,84%, stasiun 2 sebesar 44,28%, sedangkan stasiun 3 sebesar 51,97%. Menurut Doty (1985), tentang standar kadar karaginan bagi rumput laut sebesar 40%. Berarti secara langsung satasiun 1 yang nilai rata-rata kadar karaginan sebesar 33,84% dikatakan tidak lebih baik dibandingkan dengan satsiun 2 maupun stasiun 3 dengan nilai rata-rata kadar karaginan di atas 40%. Tingginya kadar karaginan distasiun 3 sangat dipengarauhi oleh kondisi ekologis yang mendukung bagi perkembangan rumput laut. Kondisi air selama penelitian di stasiun 3 tidak mengalami kekeruhan dan adanya sinar matahari yang masih mentolerir rumput laut untuk berfotosintesis. Pergerakan arus yang cukup untuk proses difusi unsur hara sehingga mempercepat pertumbuhan dimana karaginan terbentuk pada dinding sel rumput laut terutama pada thallus yang cukup umur.

Rendahnya kadar karaginan di stasiun 2 maupun stasiun 1 dipengaruhi adanya benda asing atau zat padat berupa lumpur yang melekat pada rumput laut yang dapat menurunkan kualitas karaginan dan adanya fotosintesis, karena fotosintesis membantu pertumbuhan rumput laut dalam proses penyerapan energi matahari oleh selsel tumbuhan yang mendukung pertumbuhan optimal tumbuhan rumput laut termasuk terbentuknya kandungan karaginan. Hal ini sesuai pernyataan FreilePelegrin (2006), bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kualitas karaginan adalah benda asing, musim, cahaya, nutrien, suhu dan salinitas yang dapat menurunkan kualitas dari rumput laut. selain itu rendahnya kadar karaginan dapat disebabkan dari jenis bibit rumput laut yang digunakan pada masa pemeliharaan tidak sesuai dengan kondisi lingkungan perairan sehingga menyebabkan kadar karaginan pada stasiun 2 maupun stasiun 1 lebih rendah dibandingkan dengan stasiun 3, dan diduga karena selulosa yang terbentuk sebagian karaginan akan berubah menjadi cadangan energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan keberadaanya diperairan. 4. Performa Rumput Laut Secara Fisik Benda asing yang terdapat pada rumput laut di stasiun 3 yaitu berupa lumut/biofouling yang melekat pada beberapa bagian rumput laut (Gambar. 11), sedangkan di stasiun 1 dan stasiun 2 terdapat lumpur yang melekat pada beberapa bagian rumput laut. Sumber lumpur yang terdapat di stasiun 1 diduga berasal dari aktivitas penambangan yang dilakukan di daratan (Gambar. 9), sedangkan sumber lumpur yang terdapat distasiun 2 diduga berasal dari sungai Lasolo (Gambar. 10). Menurut Parenrengi dkk. (2010) menyatakan bahwa arus yang membewa partikel zat padat yang akan menempel pada thalus rumput laut sehingga akan mengganggu proses fotosintesis. Lumpur yang melekat akan

mengakibatkan tanaman akan mudah terserang beberapa jenis cacing dan organisme pengganggu lainnya yang dapat memicu timbulnya gejala penyakit ice-ice. Selain itu penempelan Biofouling akan menghambat proses pertumbuhan rumput laut karena selain sebagai penyaring makanan juga dapat menghalangi intensitas cahaya matahari kedalam rumput laut. Performa warana rumput laut pada masing-masing stasiun berbeda-beda, diduga perbedaan warna masih dipengaruhi oleh karakteristik ekologis perairan pada masingmasing stasiun. Warna hijau rumput laut di stasiun 1 sedikit lebih cerah dibandingkan dengan warna rumput laut di stasiun 2 dan stasiun 3, dimana warna hijau rumput laut lebih gelap dibandingkan dengan performa warna rumput laut distasiun 1. Menurut Aslan (1998) perubahan warna sering terjadi hanya karena faktor lingkungan. Kejadian ini merupakan suatu proses adaptasi kromatik yaitu penyesuaian antara proporsi pigmen dengan berbagai kualitas pencahayaan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Perbedaan karakteristik pada masingmasing lokasi dapat mempengaruhi pertumbuhan, kadar karaginan, serta performa rumput laut K. alvarezii. 2. Pertumbuhan rumput laut K. alvarezii tertinggi diperoleh pada jarak 9000 m dari aktifitas penambangan dimana laju pertumbuhan mutlak sebesar 260,6 g, kemudian jarak 6000 dari aktivitas penambangan sebesar 161,2 g, dan terendah pada jarak 500 m dari aktivitas penambangan sebesar 60,31 g. 3. Laju pertumbuhan spesifik rumput laut K. alvarezii tertinggi diperoleh pada jarak 9000 m dari aktivitas penambangan sebesar 5,05% per hari, kemudian jarak 6000 dari aktivitas

penambangan sebesar 4,01% per hari, dan terendah pada jarak 500 m sebesar 2,75% per hari. 4. Rata-rata kadar karaginan rumput laut K. alvarezii tertinggi diperoleh pada jarak 9000 m dari aktivitas penambangan sebesar 51,97%, kemudian jarak 6000 dari aktivitas penambangan sebesar 44,28%, dan terendah pada jarak 500 m sebesar 33,84%. DAFTAR PUSTAKA Anggadiredja J., T., Zatnika, A., Purwoto, H., Istini, S. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 147 hal. Aslan L. M, 1998. Budidaya Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 89 hal. Atmadja, W., S. 2007. Apa Rumput Laut itu sebenarnya? Divisi Penelitian dan Pengembangan Seaweed. Kelompok Studi Rumput Laut Kelautan. UNDIP. Semarang. 8 hal. Doty M.S., 1985. Biotechnological and Economic Approaches To Industrial Development Based On Marine Algae In Indonesia. Makalah dalam Workshop On Marine Algae In Biotechnology. Jakarta 11-13 Desember 1985. National Academy Press. Washington D.C. Hal 31-43. Freile-Pelegrin Y, Robledo D, Azamar J.A. 2006. Caragenan of Eucheuma Isiforme conditions. Botonica Marina 49:65-71. Indriani, H., dan Suminarsih, E. 2003. Budidaya, Pengelohan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. 87 hal. Parenrengi, A., Syah, R., dan Suryati, E., 2010. Budi Daya Rumput Laut Penghasil Karaginan (Karaginofit). Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan

dan Perikanan Republik Indonesia. 52 hal. Prihanigrum, A., M. Meiyana dan Evalawati. Tahun 2001, Biologi Rmput laut; Teknologi Budidaya Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii). Petunjuk Tekhnis. Departemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut. Lampung. hal 66. West, J., 2001. Agarophytes and Carrageenophytes. University of California, Berkeley. 28:286-287. Yusuf, M.I., 2004. Produksi, Pertumbuhan dan Kandungan Karaginan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty (1988) yang Dibudidayakan Dengan Sistem Air Media dan Tallus Benih Yang Berbeda. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin. Makassar. 59 hal.

Anda mungkin juga menyukai