Anda di halaman 1dari 15

1

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK 3 BIOLOGI MOLEKULER SKENARIO 1

SYNDROM KLINEFELTER PADA LAKI-LAKI SEBAGAI SUATU KELAINAN GENETIK AKIBAT KELAINAN KROMOSOM

Oleh Kelompok 12: Fiqih Faruz Romadhon (G0009084) David Kurniawan S. Ahmad Afiyyudin Ariesta Permatasari Dhiandra Dwi H. (G0009050) (G0009008) (G0009028) (G0009058) Tutor: Endang Sri Hardjanti, dr. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2009 BAB I Ichsanul Amy Himawan (G0009104) Hanifah Astrid Fika Khulma S Qonita S. Janani Muvida (G0009100) (G0009082) (G0009176) (G0009144)

Gia Noor Pratami (G0009092)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan praktek kedokteran seorang dokter dituntut untuk menguasai ilmu biologi molekuler. Ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan proses proses biologis pada tingaktan molekular. Hal hal tersebut meliputi mengidentifikasi dan menyusun diagnosis penderita penyakit di bidang genetika dan molekuler, dalam tingkat individual, keluarga,dan masyarakat, dengan bekerja secara bersama-sama menyeluruh dan holistik dengan perilaku yang professional, bermoral dan beretika dan mengenali masalah masalah etika serta aspek hukum kedokteran. Kelebihan satu khromosom x extra atau umumnya disebut klinefelter merupakan suatu penyakit kelainan genosom. Dalam skenario kali ini ada seorang anak laki-laki berumur 15 tahun dengan tinggi badan 155 cm dan berat badan 36 kg bersama orang tuanya datang ke tempat praktek dokter umum. Payudara anak laki-laki tersebut berkembang seperti payudara wanita. Namun dari hasil pemeriksaan fisik dokter tidak menemukan adanya benjolan padat yang berupa tumur melainkan payudara tersebut berupa massa jaringan yang lunak. Untuk mendapatkan penjelasan mengenai kelainan tersebut anak tersebut dirujuk ke bagian anak RSDM dan dilakukan pemeriksaan kariotype. Hasil pemeriksaan kariotipe menunjukkan adanya satu kromosom ekstra. Dari masalah di atas, penulis akan mencoba untuk menganalisis patogenesis, patofisiologi, dan terapi berdasarkan ilmu biologi molekuler. B. Rumusan Masalah 1. Apa nama penyakit tersebut? 2. Bagaimana penyakit tersebut ditinjau dan segi patofisiologi dan pathogenesis? 3. Apa kaitan penyakit ini dengan faktor genetik ?

4. Terapi apa yang yang dapat diberikan ?

C. Tujuan 1. Mengetahui kelainan yang diderita anak. 2. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi penyakit yang diderita. 3. Mengetahui hubungan antara penyakit tersebut dengan faktor genetik. 4. Mengetahui terapi yang dapat diberikan.

D. Manfaat 1. Mahasiswa mampu menjelaskan struktur dan fungsi sel prokariot dan eukariot. 2. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan mengenai siklus sel dan pembelahan sel (mitosis dan meiosis) 3. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis dan patofisiologi penyakit genetik.

BAB II STUDI PUSTAKA A. Struktur dan Fungsi Sel Prokariot dan Eukariot Setiap organisme tersusun dari salah satu dua jenis sel yang secara struktural berbeda: sel prokariotik dan sel eukariotik. Sel prokariotik tidak mempunyai nukleus. Materi genetiknya (DNA) terkonsentrasi pada suatu daerah yang disebut nukleoid, tetapi tidak ada membran yang memisahkan daerah ini dari bagian sel lainnya. Sebaliknya, sel eukariotik memiliki nukleus sesungguhnya yang dibungkus oleh selubung nukleus. (Campbell et al,2002). Seluruh daerah di antara nukleus dan membran yang membatasi sel disebut sitoplasma. Sitoplasma ini terdiri atas medium semi cair yang disebut sitosol, yang di dalamnya terdapat organel-organel yang mempunyai bentuk dan fungsi terspesialisasi, sebagian besar organel tersebut tidak ada dalam sel prokariotik. Organel-organel yang terdapat di dalamnya antara lain nukleus, mitokondria, retikulum endoplasma, badan golgi, peroksisom, sentriol, mikrofilamen, mikrotubula, ribosom, dan lisosom. (Campbell et al, 2002). B. Pengemasan Genom dan Sitogenetika Kromosom eukariotik mengandung DNA yang sangat banyak relatif dibandingkan terhadap panjangnya yang terkondensasi. Setiap kromosom mengandung satu heliks ganda DNA linear tunggal, pada manusia, biasanya

memiliki sekitar 2x108 pasang nukleotida. Keseluruhan DNA ini bisa masuk dengan pas ke dalam nukleus melalui sistem pengemasan DNA yang bertahap dan rumit. Molekul DNA dan protein histon membentuk manik-manik pada tali, terdiri dari nukleosom dengan konfigurasi yang memanjang. Setiap nukleosom memiliki 2 molekul, untuk masing-masing dari 4 jenis histon, yang dikelilingi oleh DNA. Histon kelima, disebut H1 dapat mengikatkan diri pada DNA tepat di sebelah suatu manik. Dengan bantuan histon H1 tali-tali nukleosom menggulung membentuk benang kromatin yang berdiameter 30 nm. Pada tahapan selanjutnya terdapat domain melipat dari benang 30 nm itu. Lipatan-lipatan ini menempel pada suatu tangga yang terdiri dari protein non histon. Kromatin melipat terus, menghasilkan kromosom yang memadat secara maksimal yang terlihat pada metafase. (Campbell et al, 2002). Perubahan kromosom yang dapat diamati dikenal sebagai variasi kromosom atau aberrasi. Terjadinya variasi kromosom biasanya menyebabkan abnormalitas pada individu. Aberasi kromosom dibedakan atas perubahan dalam jumlah dan perubahan stuktur kromosom. Perubahan yang menyangkut jumlah kromosom ada 2, yaitu euploidi ialah bila variasinya menyangkut seluruh set kromosom dan aneuploidi ialah bila variasinya menyangkut hanya kromosom-kromosom tunggal dalan suatu set kromosom. Variasi dalam aneuploidi antara lain disomi, monosomi, nullisomi, dan pollisomi (trisomi, dobel kromosom, tertrasomi, pentasomi, dsb). (Suryo, 2005). C. Siklus Sel dan Pembelahan Sel

Dalam suatu sel yang membelah, fase mitotik (M) bergantian dengan interfase, periode pertumbuhan. Bagian pertama interfase, yang disebut G1, diikuti oleh fase S, ketika kromosom bereplikasi; bagian terakhir interfase ini disebut G2. (Campbell et al, 2002). Ada dua macam pembelahan inti, yaitu mitosis dan meiosis. Pada mitosis, bahan inti sel terbagi sedemikian rupa sehingga dari satu sel dihasilkan dua buah sel anakan yang masing-masing memiliki sifat-sifat genetik sama. Mitosis berlangsung pada semua sel, kecuali sel kelamin. Tahatahap mitosis yaitu interfase, profase, metafase, anafase, dan telofase. (Suryo, 2005). Sedangkan pembelahan meiosis adalah pembelahan reduksi yang mana jumlah kromosom per sel dikurangi setengah. Pembelahan ini terjadi pada pembentukan gamet. Sel kelamin yang dihasilkan mempunyai jumlah kromosom separuh nantinya akan bergabung dengan sel kelamin dari jenis lawannya dalam proses pembuahan, sehingga sifat-sifat makhluk hidup hasil pembuahan sel kelamin ini mempunyai kesamaan dengan sel induk jantan maupun betinanya karena kromosomnya berasal dari 2 individu jantan dan betina. Selama meiosis, DNA genome dari sebuah sel diploid direplikasi yang diikuti dengan 2 putaran pembelahan menghasilkan 4 sel haploid. Berbagai kelainan kromosom dapat terjadi pada tubuh makhluk hidup akibat proses meiosis yang berjalan tidak sempurna. (Juwono, 2002).

Salah satu proses pembelahan yang tidak sempurna ini dinamakan dengan non-disjunction. Nondisjunction adalah pemisahan tidak normal

kromosom sehingga menghasilkan gamet yang mempunyai terlalu banyak atau terlalu sedikit kromosom tertentu. Nondisjunction dapat terjadi pada meiosis I atau II atau selama mitosis. Salah satu akibat dari nondisjunction adalah terjadinya trisomi. Trisomi pada kromosom kelamin mengakibatkan beberapa kelainan genetik, seperti Klinefelter Syndrome, Triple-X dan Pria XYY. Trisomi pada autosom menyebabkan Sindroma Edward dan Sindroma Patau (Suryo, 2005). D. Sindrom Klinefelter Sindrom klinefelter, 47, XXY atau XXY syndrome adalah suatu kondisi di mana laki-laki memiliki kromosom X ekstra (wikipedia.org). Insiden sindrom klinefelter adalah sekitar 1 dari 500 kelahiran hidup laki-laki, sehingga sindrom ini adalah kelainan diferensiasi seks yang paling sering dijumpai. Kariotipe yang umum adalah pola kromosom klasik 47, XXY atau mosaikisme 46, XY/47, XXY. Bentuk klasik disebabkan oleh nondisjunction meiotik saat gametogenesis. Bentuk mosaik dipercaya terbentuk akibat nondisjunction meiotik kromosom setelah pembuahan di zigot dan dapat berlangsung pada zigot 46, XY atau 47, XXY (Price and Wilson, 2006). Kariotipe yang lebih kompleks yang ada hubungannya dengan sindroma klinefelter ialah seperti 48, XXYY; 48, XXXY; dan 49, XXXXY. (Visootsak J, Graham JM, 2003).

Individu sindroma klinefelter dapat terjadi melalui fertilisasi sel telur XX oleh spermatozoa Y atau melalui fertilisasi sel telur X oleh spermatozoa XY. P 46 X Y

46 , X X ND

46 X Y ND

46 , X X

2 3 X

spermatoz oa

2 3 Y

24 X X

2 2 ovu m

24 2 X Y spermatoz 2 oa

23 X ovu m

23 X

F 1

47, XX Y

F 1

47, XX Y

Sindrom klinefelter

Sindrom klinefelter

Gambar: Diagram perkawinan yang menunjukkan terjadinya individu sindroma Klinefelter (47, XXY). Sebelah kiri fertilisasi dari ovum XX oleh spermatozoa Y; sebelah kanan melalui fertilisasi dari ovum X oleh spermatozoa XY. Keduanya disebabkan oleh adanya non-disjunction (ND) selama pembentukan gamet-gamet. (Suryo, 2002).

BAB III PEMBAHASAN

Dalam skenario ini, dokter diminta untuk mendiagnosis kelainan apa yang terjadi pada anak laki-laki dalam skenario tersebut. Pertama, umur pasien adalah 15 tahun. Ini merupakan usia pubertas pada anak laki-laki pada umumnya. Informasi ini harus disimpan oleh dokter untuk keperluan diagnosis karena penyakit yang menyerang sering dipengaruhi oleh faktor umur. Kedua, payudara anak laki-laki tersebut berkembang seperti payudara wanita. Diduga tumor, dokter yang melakukan palpasi meraba massa jaringan yang lunak, bukannya benjolan padat yang biasanya diindikasikan sebagai tumor. Ini bisa berarti bahwa fungsi

10

dalam payudara pasien juga mengalami perkembangan seperti fungsi pada payudara wanita. Selain itu, tampak adanya disproporsionasi pada postur tubuh pasien. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya yang 155 cm dan beratnya 36 kg. Ini berarti bahwa pasien tersebut kurus dan jangkung. Untuk melengkapi pemeriksaan dan menguatkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan karyotipe untuk mengetahui apakah ada kelainan genetik pada pasien. Ternyata setelah dilakukan pemeriksaan, ditemukan adanya satu chromosome X extra. Ini berarti terjadi trisomi pada pasangan chromosome 23 yang mengatur jenis kelamin. Dari ciri-ciri fisik yang telah disebutkan di atas ditambah pemeriksaan karyotipe yang telah dilakukan, maka pasien tersebut didiagnosis menderita syndrome klinefelter. Sindrome Klinefelter Klinefelter merupakan sindrom yang ditemukan oleh dokter Klinefelter pada tahun 1942. Dokter ini menemukan orang yang mempunyai fenotip pria tapi memperlihatkan tanda-tanda seperti wanita.(Suryo, 2005). Sindrom klinefelter merupakan salah satu contoh peristiwa Aneusomi, yaitu perubahan jumlah kromosom. Penyebabnya adalah anafase lag (peristiwa tidak melekatnya benengbenang spindel ke sentromer) dan non disjunction (gagal berpisah). 1. Patogenesis Orang yang menderita Klinefelter memiliki karyotipe berupa 2 buah kromosom X dan sebuah kromosom Y. Sehingga keseluruhannya memiliki 47 kromosom (47, XXY). Sindroma ini ditemukan pada 1 diantara 700 bayi baru lahir. Pada saat fertilisasi, terjadinya klinefelter dapat terjadi melalui fertilisasi dari ovum XX dan spermatozoa Y atau ovum X oleh spermatozoa XY. 80% dari syndrome ini dimulai dengan adanya nondisjunction pada meiosis I atau II pada gametogenesis baik pada ibu maupun ayah. Terjadinya kasus nondisjuntion pada saat pembelahan adalah suatu hal yang belum dapat dipastikan penyebabnya.Sedangkan peristiwa nondisjuntion sendiri terjadi pada saat kromosom parental, misalnya kromosom ibu (XX) gagal berpisah pada saat meiosos, sehingga dalam sel telur terdapat 2 kromosom X, atau jika terjadi

11

pada kromosom ayah, antara kromosom X dan Y gagal berpisah pada saat meiosis. Disisi lain, faktor usia ibu pada saat mengandung anak dapat dijadikan faktor resiko. Klinefelter biasanya terjadi pada ibu usia 27-32 tahun, namun setelah usia 32 tahun pun resiko ini meningkat. Sebuah penelitian menyatakan bahwa dari 70 % pria XXY yang diperiksa, kedua kromosom X itu berasal dari ibunya, sedangkan 0% sisanya mendapat kromosom XY jadi ayahnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nondisjunction lebih sering terjadi pada kromosom XX selama oogenesis. Sindrom klinefelter sendiri memiliki beberapa variasi, pria dengan 48, XXYY kromosom terjadi pada 1 diantara18,00040,000 kelahiran. Kariotipe yang lain, misalnya, 48,XXY; 49, XXXYY; dan 49, XXXXY. Namun kasus diatas sangat jarang ditemukan. Sejauh ini hanya sekitar 10 kasus yang diketahui. Sedangkan pada sebagian penderita Klinefelter sendiri merupakan individu mosaic, dimana tidak semua gen berkode XXY. Pada kasus individu mosaic, peristiwa nondisjunction terjadi pada pembelahan mitosis. Satu-satunya cara untuk memastikan adanya kelainan pada kromosom pasien adalah dengan melakukan tes kariotipe, atau menggunakan tes chorionic villus sampling (CVS) dan tes amniocentesis bagi ibu yang sedang mengandung, dimana jaringan dalam kandungan diekstrak untuk diperiksa DNA-nya jika ada kelainan. 2. Patofisiologi Gejala yang diakibatkan oleh syndrome klinefelter terutama adalah: hypogonadism (penurunan aktivitas fungsional gonad, disertai retardasi pertumbuhan dan perkembangan seksual), diatndai dengan mengecilnya testis (miroorchidism) atau penis, dan ciri-ciri sekunder pria lainnya. Hal ini disebabkan karena penderita klinefelter memiliki jumlah testosteron yang lebih rendah. Penderita klinefelter biasnya infertil, dan memiliki ketertarikan seks yang rendah. Gynecomastia (perkembangan kelenjar susu laki-laki yang berlebihan, bahkan sampai tingkat fungsional). Hal ini dikarenakan penderita klinefelter

12

memiliki jumlah hormon kewanitaan seperti LH dan FSH yang tinggi. (mengalami feminisasi) Rambut wajah dan rambut tubuh yang jarang dan tipis Suara tinggi seperti wanita. Bentuk tubuhnya lebih bundar Cenderung memiliki tubuh yang lebih tinggi, jangkung, dan memiliki kaki dan tangan yang panjang. Meskipun tidak mengalami keterbelakangan mental yang parah (mentally retarded), penderita klinefelter mengalami kesulitan dalam linguistic skill, yaitu membaca dan menulis, serta keterlambatan belajar berbicara (padsa masa kanak-kanaknya). Sedangkan bagi penderita klinefelter dengan lebih dari dua kromosom X, mereka mengalami keterbelakangan mental. Penderita Klinefelter diduga terkena resiko kanker payudara, osteoporosis, Diabetes mellitus, radang paru, dan rematik. Namun, latar belakang mengapa klinefelter menyebabkan resiko penyakit diatas juga belun diketahui pasti penyebanya. (www.wikipedia.org)

3.

Terapi Masih belum ada obat tertentu yang bisa menyembuhkan syndrome ini, namun sabagai langkah rehabilitasi bagi penderita klinefelter, dokter dapat melakukan langkah terapi rehabilitatif, diantanya adalah sebagai berikut: a. Terapi hormone untuk menghilangkan gejala symptomatic, misalnya terapi hormon testosteroe yang bisa diberikan saat pasien memasuki masa pubertas untuk membantu perkembangan sekunder pria (maskulinisasi), seperti meningkatkan sex appeal (gairah seks), menumbuhkan ciri-ciri sekunder pria, dan mencegah infertil. b. Melakukan gynecomastia. operasi pengecilan payudara untuk menghilangkan

13

c. Memberikan terapi dan konseling pada keluarga pasien maupun pasien sendiri, terutama dalam hal pendidikan. Penderita klinefelter hendaknya diberi pendidikan khusus atau homeschooling untuk memotivasinya belajar membaca, berbicara dan menulis. Sebab, kesan keterbelakangan mental dapat mempengaruhi keadaan psikologisnya saat ia dasa nanti. Sehingga dapat membuatnya tidak percaya diri. d. Jika seorang dokter umum menemui kasus seperti ini, maka dapat menyarankan pasien untuk dirujuk ke spesialis endokrin. e. Melakukan pemeriksaan tes Chorionic Villus Sampling (CVS) dan tes amniocentesis bagi ibu yang sedang mengandung sebagai langkah antisipasi deteksi awal Klinefelter

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Dari patofisiologi penyakit yang diderita anak laki-laki tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa penyakit tersebut ialah syndrome klinefelter. Sindrome ini dikarenakan adanya kelainan kromosom, yaitu bertambahnya kromosom X pada sel tubuhnya. Kromosom X tambahan ini terjadi akibat proses gagal berpisah pada fase meiosis I atau meiosis II pembelahan sel (non-disjunction) selama oogenesis ataupun spermatogenesis.

14

2. Pada skenario dikatakan bahwa dari pemeriksaan kariotipe menunjukkan adanya satu khromosom X ekstra, itu berarti kesalahan pemisahan hanya terjadi pada sel telur atau sperma saja, dan varian ini disebut kariotipe 47, XXY sindrom klinefelter. 3. Tidak ada obat untuk penyakit ini, namun terdapat beberapa perawatan untuk memperbaiki kelainan secara fisik dan memberikan dukungan emosional, diantaranya ialah operasi kosmetik, terapi hormone (testosterone), dukungan pendidikan, dan tes skrining.

B. Saran 1. Sebaiknya penderita klinefelter tidak dijauhi karena sindrom klinefelter bukanlah merupakan penyakit yang menular. Apabila dijauhi, hal ini justru akan berdampak pada perkembangan mental penderita. 2. Penderita klinefelter sebaiknya melaksanakan terapi untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA Campbell, et al. 2002. Biologi, Fifth Edition. Jakarta: Erlangga. Juwono, Juniarto, A.Z. 2002. Biologi Sel. Jakarta: EGC. Medical Reference from Healthwise. 2009. Klinefelter Syndrome Topic Overview. http://www. all4freehere.com/2009/07/what-is-klinefelterssyndrome/ (7 November 2009). MedicineNet. Klinefelter Syndrome Causes, Symptoms, Diagnosis, and Prognosis Information. http://www.medicinenet.com/klinefelter_syndrome/article.htm (8 November 2009)

15

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prosesproses Penyakit. Jakarta: EGC. Suryo. 2002. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Visootsak J, Graham JM. 2003. Klinefelter Syndrome and Its Variants. http://www. http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-KS.pdf (7 November 2009) Wikipedia. 2008. Klinefelters Syndrome, the Wikipedia Foundation, Inc. http://www.en.wikipedia.org/wiki/Klinefelters_syndrome. (8 November 2009).

Anda mungkin juga menyukai