Anda di halaman 1dari 8

ORIGINAL RESEARCH

E.Y. Kim J.W. Ryoo H.G. Roh K.H. Lee S.S. Kim I.C. Song K.-H. Chang D.G. Na

Reversed Discrepancy between CT and DiffusionWeighted MR Imaging in Acute Ischemic Stroke


TUJUAN : Kami mencoba menentukan apakah suatu lesi iskemik dengan CT dini yang menunjukkan hipoatenuasi parenkim mungkin tidak terdeteksi dengan DWI (Diffusion-weighted imaging) pada iskemik serebri akut. MATERI DAN METODE : Studi ini mengevaluasi secara retrospektif hasil gambar CT dan MR dari 70 pasien yang berurutan dengan infark akut arteri serebri media (middle cerebral artery/ MCA). Seluruh pasien dilakukan pemeriksaan CT-scan dan MR imaging dalam 6 jam dari onset. Kami mencoba menetapkan adanya ketidaksesuaian terbalik (RD), didefenisikan sebagai suatu lesi iskemik dini yang me nunjukkan hipoatenuasi parenkim pada CT-scan namun tidak ada hiperintensitas pada DWI. Hounsfield units (HU) CT-scan, koefisien difusi yang jelas kelihatan (ADCs), dan parameter perfusi dikalkulasi untuk menentukan lesi-lesi RD. HASIL : RD dijumpai pada 9 (12.9%) pasien dan pada ganglia basalis (89%). Ratarata HU dari lesi RD lebih rendah dibanding jaringan normal (HU, 2.33 0.74, P < 0.001). Lesi RD menunjukkan penurunan tidak bermakna dari ADC (rasio ADC 0.97 0.07, P = 0.059) dan aliran darah otak (aliran darah otak relatif 0.87 0.20, P > 0.05). Pada DWI yang tertunda didapat hiperintesitas pada 8 (88.8%) lesi RD, dan seluruh lesi berkembang menjadi infark. Pada 6 (66%) dari 9 pasien dengan RD, Alberto Stroke Program Early CT memperoleh pada lesi iskemik mempunyai skore yang lebih rendah pada CT-scan dibanding DWI.

Received September 26, 2005; accepted after revision January 19, 2006. From the Departments of Radiology (E.Y.K., J.W.R., H.G.R., S.S.K.) and Neurology (K.H.L.), Samsung Medical Center, Sungkyunkwan University School of Medicine, Seoul, Korea; Department of Radiology (I.C.S., K.-H.C., D.G.N.), Seoul National University College of Medicine, Seoul, Korea; and Department of Radiology (E.Y.K.), Research Institute of Radiologic Science, Yonsei University College of Medicine, Seoul, Korea. Address correspondence to Dong Gyu Na, MD, Department of Radiology, Seoul National University Hospital, 28 Yongon-dong, Chongno-gu, Seoul, 110-744, Korea; e-mail: dgna@radiol.snu.ac.kr

Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

KESIMPULAN : RD tidak biasa dijumpai terutama pada lesi ganglia basalis, dan seluruh lesi RD berkembang menjadi infark saat difollow-up. Lesi iskemik yang di dapat pada CT-scan awal menunjukkan hipoattenuasi parenkim yang tidak terdeteksi dengan DWI, dan DWI mungkin juga tidak dapat memperkirakan derajat keparahan jaringan yang iskhemik pada pasien dengan infark akut pada MCA. ada pasien stroke iskemik akut, perubahan dini karena iskemik yang ditemukan pada CT-scan termasuk hipoattenuasi parenkim, hilangnya perbedaan substansia alba-grisea, dan oedem otak dengan menghilangnya sulkus.1-4 Meskipun arti penting perubahan dini pada iskemik masih tetap kontroversial dalam 3 jam setelah onset,4,5 pasien yang menunjukkan hipoattenuasi jaringan parenkim yang luas mempunyai risiko tinggi terjadinya perdarahan simptomatis paska terapi tissue plasminogen activator (tPA).3 Suatu lesi pada CT-scan dini yang menunjukkan hipoattenuasi mengindikasikan edema berat, hipoperfusi kritis, dan cedera iskemik yang irreversibel.6,7 Penelitian-penelitian terakhir dalam MRI8-11 memberi dugaan bahwa MRI mempunyai potensi menjadi metode pemeriksaan imaging pertama dalam pengambilan keputusan pemberian terapi trombolitik pada stroke iskemik akut. Lesi hiperintensitas pada Diffusion-weighted imaging (DWI), meskipun jarang pulih kembali secara permanen, biasanya menunjukkan jaringan iskemik yang akan berkembang menjadi infark.12-14 Pada kebanyakan kasus iskemik serebri akut, ukuran lesi hiperintensitas pada DWI sama atau lebih besar daripada yang ditemukan pada CT-scan, dan didapat hubungan ukuran lesi antara CT-scan dan DWI.15,16 Namun, hanya sedikit dokumentasi yang tersedia dalam ditemukannya reversed discrepancy (RD) antara CT-scan dan DWI pada iskemik serebral akut.16,17 Penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah suatu perubahan iskemik berupa hipoattenuasi jaringan parenkim dengan CT-scan dini mungkin tidak terdeteksi dengan DWI, dan untuk menentukan apakah tingkat keparahan jaringan iskemik mungkin kurang terestimasi dengan DWI pada pasien dengan infark akut arteri serebri media (MCAc/ middle cerebral artery) yang tidak terobati.

P p P

Bahan dan Metode


Pasien Antara Mei 1997 dan Juni 2004, 215 pasien secara konsekutif / berurutan yang memperlihatkan gejala infark akut MCA dan skore National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) melebihi 3 dilakukan pemeriksaan CT-scan dalam 6 jam setelah onset-munculnya gejala. MR Imaging juga dilakukan setelah CT-scan dalam hari yang sama pada 210 pasien. Dari 210, dilakukan penelitian secara retrospektif meliputi 70 pasien (40 pria dan 30 wanita; usia rata-rata 70 tahun) yang dilakukan MR imaging dalam 6 jam onset dan tidak diberikan terapi trombolitik. CT-scan dan MR Imaging Seluruh hasil CT-scans diperoleh menggunakan CT scanner berbentuk helikal atau CTmultidector (Hi-Speed Advantage or Light Speed Ultra; GE Medical Systems, Milwaukee, Wis). Parameter scanning dari CT yang tidak dipertinggi adalah 120 kV dan 240 atau 300 mAs dengan matriks gambar 512 x 512, bidang gambar 23 atau 24 cm, dan ketebalan potongan 5 mm. Proyeksi intensitas maksimal CT Angiography (CTA) diperoleh dari sumber data dengan CT yang dipertinggi diambil mengikuti protokol dari CT-scan perfusi multifase.16 MR imaging menggunakan satu unit 1.5 T (GE Medical Systems) dengan rangkaian echo-planar imaging (EPI), termasuk difusi- dan perfusi-weighted imaging (DWI/PWI). Protokol MR Imaging stroke tipikal terdiri dari DWI, PWI, T2* gradient-echo, gadolinium-enhanced T1-weighted imaging, dan 3D time-of-flight MR angiography (MRA). Parameter pencitraan dari DWI adalah sebagai berikut : waktu repetisi (TR) 6500-10,000 mdetik; echo time (TE) 71.7-96.8 mdetik; matriks 128 x 128; 3 arah; bidang gambar (field of view/ FOV) 24 atau 28 cm; ketebalan potongan 5 mm; dan jarak interseksi 2 mm. DWI diperoleh dengan nilai b dari 0 dan 1000 s/mm2. PWI dilakukan dengan gradient-echo, rangkaian echo-planar dengan parameter berikut : TR 2000 milidetik; TE 60 milidetik; sudut flip 90; matriks 128 x 128, FOV 24 cm; ketebalan potongan 5 mm; dan jarak interseksi 2 mm. Suatu serial pencitraan (8-0 potongan, 40-50 pencitraan per potongan) yang diperoleh sebelum, selama, dan setelah penggunaan zat kontras. Peta perfusi dari volume darah otak relatif (relative cerebral blood volume/ rCBV), masa mencapai puncak (time-to-peak/ TTP), dan aliran darah otak relatif (relative cerebral blood flow/ rCBF) dibangkitkan setelah mengeliminasi resirkulasi zat kontras melalui -variate curve fitting. Gambaran aliran darah otak relatif (rCBF) didapat melalui nilai tunggal metode dekomposisi dikonvolusi.18,19 Penetapan Ketidaksesuaian Terbalik(Reversed Discrepancy), Luasnya Lesi Iskemik dan Oklusi Arterial Dalam perlakuan retrospektif, 2 neuroradiologists (D.G.N. dan E.Y.K.) secara terpisah menilai ulang CT-scan dan DWI dan menetapkan munculnya RD. Perselisihan pendapat diputuskan secara konsensus. Para peneliti yang membaca tidak mengetahui inisial MRA, gambar tindak lanjutnya, dan informasi klinis kecuali informasi hemisfer yanag terkena. Lesi yang memperlihatkan RD ditetapkan sebagai suatu lesi iskemik dini yang menunjukkan hipoattenuasi parenkim atau hilangnya perbedaan gambaran substansia alba dan grisea pada CT-scan namun tidak ada gambaran nyata hiperintensitas pada DWI. RD ditentukan ketika luasnya RD sesuai dengan suatu skoring Alberta Stroke Program Early CT Score (ASPECTS)20 sedikitnya 1 dalam wilayah arteri serebri media yang terlibat. Pada seluruh pasien dengan RD, luasnya lesi dinilai dengan menggunakan ASPECTS melalui hipoattenuasi parenkim pada CT-scan dan melalui hiperintesitas parenkim pada DWI. Untuk menetapkan ASPECTS, CT-scan atau DWI dinilai ulang secara terpisah setiap gambar dengan sesi terpisah. Dua interpreter menilai CTA awal, MRA awal, dan MRA selanjutnya (hari 1) dengan konsensus untuk menetapkan oklusia arteri dan adanya rekanalisasi arteri, dan tingkat rekanalisasi dari oklusi arteri pada hari pertama dan dibandingkan antara pasien-pasien dengan atau tanpa RD. Pengukuran Kuantitatif Lesi dengan Ketidaksesuaian Terbalik/ Reversed Discrepancy Seluruh pasien dengan RD, MRI awal dan follow-up, termasuk DWI, PWI, dan MRA, secara sukses diperoleh dalam 1 hari setelah MR imaging awal kecuali pada 1 pasien (pasien no. 4) dimana PWI awal tidak optimal karena penyangatan kontras yang buruk. Data PWI dari pasien no. 4 tidak dipakai dalam analisa data. Nilai CT Hounsfield units (HU), ADC, intensitas sinyal DWI, intensitas sinyal T2, TTP, rCBV, dan rCBF diukur melalui 3 regio (regions of interest/ ROI) yaitu lesi RD (hanya CT-scan yang positif),
Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

lesi DWI 1 (baik CT-scan maupun DWI positif), dan lesi DWI 2 (hanya DWI positif). Seluruh hasil gambar DWI dan PWI diregistrasi ulang secara leluasa pada CT scan pertama atau EPI T2-weighted images (DWI b = 0) untuk disuperimpose ROIs digambarkan pada gambaran CT-scan menggunakan SPM2 (Wellcome Department of Cognitive Neuroscience). Dua neuroradiologis menggambarkan ROI secara manual melalui konsensus sepanjang batas lesi hipoattenuasi pada CT-scan dan kemudian menggambar ROI sepanjang batas lesi hiperintensitas pada DWI pada seluruh RD (Gambar 1). Setiap ROI yang dibuat pada CT-scan di-superimpos pada gambaran DWI yang sama, dimana memungkinkan membuat suatu ROI hanya untuk lesi RD (ROIRD) dan ROI untuk seluruh lesi DWI (ROIDW), lesi DWI 1 (ROIDW1), dan lesi DWI 2 (ROIDW2). Tiga ROI terakhir yaitu lesi RD (ROIRD), lesi DWI 1(ROIDW1), dan lesi DWI 2 (ROIDW2) ditransfer ke gambar yang juga ter-register yang sesuai dari CT-scan, DWI, dan PWI pertama termasuk TTP, rCBV, dan rCBF. Untuk perbandingan, cerminan ROI digambarkan pada hemisfer kontralateral. Ukuran ROI berkisar dari 1,2 s.d 30,4 cm2. Nilai ADC dimulai/awali pada 1200 x 10-6 mm2/ detik untuk meminimalisasi efek volume parsial dengan LCS. Pengukuran kuantitatif yang sama menggunakan ROI dilakukan untuk MR imaging selanjutnya yang diperoleh pada hari 1 pada pasien dengan RD.

Analisis Data Klinis Seorang neurologist mengassesmen data klinis dasar, akut (hari 1 dan 7) dan kronis (hari ke 90) memakai Rankin Score yang dimodifikasi (modified RS), lalu dibandingkan antara pasien dengan dan tanpa RD. Insidens perbaikan klinis cepat spontan (skore NIHSS lebih dari 3) dalam bebarapa jam
Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

Gambar 1. Pasien no 7. A, ROIs untuk hipoatenuasi parenkim dan hipertintens DWI ditem[atkan secera manual pada CT dan DWI unenhanced (TR, 10,000 ms; TE, 71.7 ms). ROI ke2 pada lesi CT dan hiperintensitas DWI provide satu ROI pada lesi dengan ketidaksesuaian terbalik memperlihatkan hipoatenuasi parenkim CT dan tidak ada hiperintens DWI yang jelas. B, CT awal unenhanced menunjukkan hipoatenuasi tidak jelas pada nukleus lentiform, kaudatus, dan insula pada teritori MCA kiri (panah putih). Satu tanda hiperatenuasi arteri dari cabang M2 inferior kiri (panah hitam) juga terlihat. Proyeksi intensitas maksmum CT angiography (CTA) menunjukkan oklusi M2 inferior kiri (panah). DWI menunjukkan lesi hiperintens pada lobus temporal kiri dan insula posterior, namun hiperintensitas DWI terlihat sangat halus dan tidak jelas pasa ganglia basalis dan tidak tampak pada kebanyakan area dari insula. Peta ADC menunjukkan edema sitotoksik pada lobus temporal kiri. Peta perfusi menunjukkan peningkatan penundaan TTP dan penurunan rCBF hanya pada lobus temporal kiri, dan tidak ada abnormalitas perfusi nyata yang terlihat ganglia basalis kiri. MRA awal menunjukkan oklusi pada M2 inferior kiri (panah). C, Gambaran MR follow-up pada hari 1 menunjukkan hiperintens tertunda DWI dan penurunan ADC pada ganglia basalis kiri (panah). Peta perfusi dan MRA memperlihatkan reperfusi pada teritori MCA kiri dan rekanalisasi dari oklusi M2 kiri. D, Gambaran CT dan fluid-attenuated inversion recovery (FLAIR) follow up (TR, 10,000 ms; TE 133 ms; TI, 2200 ms) 7 har kemudian menunjukkan infark pada lesi RD dari ganglia basalis dan insula, dan DWI menunjukkan peningkatan perluasan lesi hiperintens DWI pada ganglia basalis kiri. Gambaran FLAIR dan T2-weighted MR (TR, 3683 ms; TE, 104 ms) dilakukan 9 bulan kemudian setelah CT awal menunjukkan atrofi ganglia basalis kiri dan insula. Hiperintens T1 terlihat pada striatum kiri pada follow-up jangka lama. PadaI pasien ini, terdapat perbaikan segera spontan dari afasia dan kelemahan motorik dalam 1 jam setelah onset gejala.

setelah stroke dinilai dan dibandingkan dengan 2 subgroup pasien. Durasi dari onset sampai pelaksanaan CT-scan atau MR imaging dan interval waktu antara CT-scan dan MR imaging dibandingkan anatara ke-2 group. Insidens RD dibandingkan antara pasien yang menjalani MR imaging dalam 3 jam setelah munculnya gejala dan dengan pasien yang dilakukan pencitraan antara 3 ke 6 jam. Transformasi hemoragik ditentukan pada pencitraan T2* gradient-echo pada hari -1. Analisa Statistik Analisa Statistik dilakukan memakai software komersial (SPSS-PC versi 10.0; SPSS, Chicago, Ill). Perbandingan nilai rata-rata attenuasi CT-scan, ADC, intensitas sinyal DWI, TTP, CBV, dan CBF antara lesi dan hemisfer kontralateral, dan nilai rata-rata attenuasi CT-scan, ADC, rasio ADC, rasio intensitas sinyal DWI, kelambatan TTP, rCBV, dan rCBF antara lesi RD dan lesi DWI dibandingkan dengan memakai paired t test. Jika variabel distribusi secara non-normal, perbandingan dilakuakn dengan memakai test ranking tertanda Wilcoxon. Perbandingan skore klinis antara ke-2 subgroup pasien dengan atau tanpa RD dilakukan dengan memakai the Student t test. The test X2 atau test Fisher exact digunakan membandingkan kecepatan rekanalisasi dari oklusi arteri pada hari 1 dan insidens perbaikan klinis yang cepat antara pasien dengan dan tanpa RD. Suatu nilai P < 0,05 was dipertimbangkan bermakna secara statistik. Dua pengamat terpisah menentukan skore ASPECT baik pada CT-scan dan DWI. Masing-masing observer menetukan munculnya RD saat kasus menunjukkan ketidaksesuaian dalam area-area skor ASPECT antara CT-scan dan DWI. Untuk munculnya atau tidakmunculnya RD, persetujuan antar observer dievaluasi dengan indeks -agreement. Hasil Data Demografik Pasien dengan Reversed Discrepancy RD dijumpai pada 9 (12.9%) dari 70 pasien dan berada pada ganglia basalis pada 8 (88.8%) dari 9 pasien dengan RD. Nilai untuk munculnya RD sekitar 0,97. Pada seluruh pasien dengan RD, lesi hiperintensitas DWI juga ada. Table 1 menunjukkan dataa demografik 9 pasien (5 pria dan 4 wanita; usia rata-rata 72 12 years). Rata-rata waktu sampai dilakukan CT-scan dan MR imaging adalah 2,5 1.3 dan 4.1 1.4 jam, secaravrespektif, setelah onset, dan interval waktu rata-rata antara CT-scan awal dan MRI adalah 1,6 0.9 jam. Suatu CT atau MRI kedua untuk follow-up dilakukan pada 8 pasien dengan 8 hari (rata-rata 5,5 2.4 hari). Tidak ada imaging pada follow-up yang menilai pada 1 pasien (pasien 4). Satu pasien (no. 4) tidak dilakukan imaging kedua. Pada pasien no. 4, pencitraan berupa CTscan atau MRI sebagai tambahan follow-up sudah dilakukan 3 sampai 11 bulan setelah CT-scan inisial.

Luas dari lesi akibat Iskemik dan Oklusi Arteri Pada 6 (66%) dari 9 pasien dengan RD, ASPECTS yang dilakukan pada lesi dini memperlihatkan hipoattenuasi pada CT-scan yang lebih rendah yang ditemukan pada DWI, dan nilai rata-rata ASPECTS pada 9 pasien dengan RD secara signifikan lebih rendah pada CT-scan dibanding dengan yang dinilai dari hasil DWI (4,6 2,5 dan 6,0 2,1, secara berturut-turut, P = 0,023). CTA didapatkan pada 8 dari 9 pasien dengan RD. CTA menunjukkan oklusi M1 pada hanya 3 pasien dan segmen M1 yang jelas pada 4 pasien lain dari 7 pasien yang dengan RD pada ganglia basalis. Pada 1 pasien dengan RD pada korteks frontal, dimana tidak ditemukan oklusi pada CTA.
Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

Pada 5 (56%) pasien dengan RD, MRA inisial daerah vaskular sisi yang terkena lebih kecil dibanding lesi iskemik CT-scan (dengan kata lain tidak sesuai). MRA follow-up 1 hari setelah MRA inisial memperlihatkan rekanalisasi pada oklusi arteri pada 4 (50%) dari 8 pasien dengan RD yang mengalami oklusi arteri yang dijumpai pada MRA inisial. Pada 29 pasien tanpa RD dimana dilakukan baik MRA inisial maupun follow-uppada hai 1 dan didapkan oklusi arteri pada MRA inisial, rekanalisasi di diobservasi pada 7 pasien dengan MRA pada hari pertama. Tingkat rekanalisasi oklusi arterial pada hari pertama lebih tinggi pada pasien dengan RD dibanding pasien tanpa RD, namun tidak signifikan secara statistik (50% dan 24%, secara beurutan P > 0,05).

Analis Data Klinis Tidak didapatkan perbedaan bermakna pada pengamatan dengan skore dasar NIHSS (15.4 4.5 dan 13.6 5.4), skore NIHSS 24 jam (13.7 5.4 dan 10.1 6.2), atau mRS kronis (3,4 1,6 dan 2,8 1,7) antara hal ini dengan dan tanpa RD pada CT dan DWI awal (P .05). Perbaikan klinis spontan yang segera ditemukan pada 3 (30%) pasien dengan RD dan 2 (3%) pasien tanpa RD (P 0,013). Tidak didapatkan perbedaan signifikan yang diamati dalam hal durasi dari onset gejala sampai dilakukan
Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

Pengukuran Kuantitatif dari lesi-lesi yang memperlihatkan Reversed Discrepancy Tabel 2 menunjukkan nilai rata-rata CT HU, DWI, dan PWI pada lesi dengan RD pada CT-scan MRI inisial. CT HU dan TTP dari lesi-lesi RD secara signifikan berbeda dibanding nilai kontrol dari sisi kontralateral (P < 0,001, secara berturut-turut), tapi ADC dan parameter lain MR imaging lesi RD tidak terdapat perbedaan dari nilai kontrol. Nilai rata-rata CT HU dari lesi-lesi RD tidak berbeda bermakna dari lesi pada lesi dengan DWI 1 (P > 0,05), namun lebih rendah dibanding lesi DWI 2 (P > 0,001). Rata-rata ADC, rasio ADC, dan rasio intensitas sinyal DW lesi-lesi RD berbeda secara bermakna dibandingkan lesi DWI 1 atau 2 (P < 0,001). Nilai rata-rata TTP dan rCBF lesi RD lebih lama dan lebih tinggi dibanding dengan lesi DWI 1 maupun 2 (P < 0,001, secara berturut-turut). Nilai rata-rata rCBV antara lesi RD dan lesi DWI 1 atau 2 tidak berbeda bermakna (P > 0,05). Tabel 2 menunjukkan perubahan pada rata-rata ADC, intensitas sinyal DWI, dan nilai intensitas sinyal T2 yang diamati pada folloe up hari 1. Pada lesi RD atau DWI, nilai rata-rata ADC secara bermakna lebih rendah pada folow-up dibanding DWI awal (P < 0,001), dan intensita sinyal DWI dan T2 lebih tinggi dibanding DWI awal (P < 0,001). Intensitas sinyal T2 lesi RD secara bermakna lebih rendah dibanding lesi DWI (P < 0,001) pada follow up hari-1. Nilai rata-rata ADC dan intensitas sinyal DWI lesi RD berbeda bermakna dibanding lesi DWI (P = 0,037 and P < 0,001, secara berturutturut) pada follow up. DWI follow-up hari -1 menunjukkan hiperintensitas tertunda lesi RD pada 8 (88.8%) dari 9 pasien. Pada 8 pasien (kecuali 1 pasien tanpa pencitraan kedua sebagai follow-up), seluruh lesi RD berkembang jadi infark jelas pada follow up kedua. Pada 1 pasien yang tidak menunjukkan keterlambatan terjadinya hiperintesitas DWI lesi RD pada hari - 1, lesi RD berkembang menjadi infark pada follow-up kemudian. Lesi RD berubah menjadi atrofi (n = 2) (Fig 1) atau nekrosis keseluruhan (pan-necrosis) (n = 2) (Fig 2) pada 4 pasien yang menjalani follow up CT-scan dan MRI jangka panjang. Area total lesi hipoattenuasi CT-scan dan area lesi RD adalah 500.25 dan 128.47 cm2, secara berturut-turut. Area lesi RD ditemukan pada 25.7% seluruh area lesi iskemik dengan CT-scan pada 9 pasien dengan RD.

pencitraan CT dan MR (2,5 1,3 vs 2,4 1,2 dan 4,1 1,4 vs 3,8 1,3, P > .05) atau dalam hal interval waktu antara pencitraan CT dengan MR (1,6 0,9 dan 1,4 0,8, P >.05). Tidak ada perbedaan dalam kejadian RD ditemukan sesuai dengan waktu antara onset dan pencitraan MR, yaitu, 3 jam (13,0%, 3 dari 23) dan 3 - 6 jam setelah onset gejala (12,8%, 6 dari 47) (P >.05). Satu dari 9 pasien dengan RD, ditemukan transformasi hemoragik dalam satu lesi RD pada gambar T2* gradien-echo pada follow up hari-1.

Gambar 2. Patient 8. A, CT scan awal unenhanced menunjukkan hipoatenuasi parenkim dan hilangnya batas substansia grisea-alba pada teritori ACA dan MCA lobus frontal kiri (tanda panah). Echo-planar spin-echo T2weighted image (EPI T2, DWI of b value of 0, TR, 6500 ms; TE, 96.8 ms) menunjukkan tidak ada hiperintens pada lobus frontal kiri. DWI (6500/96.8) dan ADC map menunjukkan hiperintens dan penurunan ADC hanya pada korteks frontal medial dan girus presentral yang hanya merupakan bagian lesi iskemik hipoatenuasi yang diperlihatkan pada CT. Peta perfusi menunjukkan suatu TTP tertertunda pada lesi DWI namun tidak ada abnormalitas perfusi yang signifikan pada lesi lobuss frontal kiri dengan ketidksesuaian yang terbalik pada CT dan DWI (kepala panah). MRA menunjukkan penurunan intensitas sinyal pada pada percabangan distal MCA kiri (panah) dan terdapat oklusi A2 kiri pada MRA (tidak ditunjukkan). B, gambaran MR lanjutan pada hari 1 menunjukkan hiperintens DWI tertunda dan penuru penurunan ADC dalan lesi lobus frontal kiri d dengan ketidsesuaian yang terbalik (panah) dan edema sitotoksik lebih berat pada kortks frontal medial dan girus presentral lobus frontal kiri. MRA lanjutan menunjukkan rekanalisasi cabang-cabang distal MCA namun abnormalitas perfusi persisten pada lesi iskemi ditemukan pada DWI inisial. C, CT lanjutan dilakukan 7 hari setelah CT pertama menunjukkan edema iskemik dengan hipoatenuasi heterogen pada lobus frontal kiri. Gambaran CT dilakukan 11 bulan setelah CT inisial menunjukkan infark jelas/overt dengan nekrosis pada lesi dengan reversed discrepancy/ketidaksesuaian yang terbalik.

Diskusi Penelitian kami menunjukkan bahwa tanda CT awal hipoatenuasi parenkim mungkin tidak terdeteksi dengan DWI pada pasien dengan iskemia serebral akut. Pada 12,9% pasien dengan stroke akut yang tidak menjalani terapi trombolitik, bagian jaringan otak yang iskemik secara akut menunjukkan hipoatenuasi pada CT tapi tampak normal pada gambaran DWI yang dilakukan segera sesudahnya.
Atenuasi CT berbanding secara lenear dengan kandunga air jaringan,21 dan tanda CT awal dari perkembangan hipoatenuasi parenkim pada penurunan CBF berat karena edema iskemik dini menyertai penyerapan air jaringan terjadi pada CBF kurang dari 10-15 ml/g/menit.22 Sementara, nilai ambang CBF untuk suatu penurunan ADC lebih tinggi daripada yang pada CT, dan penurunan ADC terjadi sebelum CBF menurun sampai ambang batas kritis untuk kegagalan energi23,24. Adanya RD antara CT dan DWI bertentangan dengan konsep umum dimana sensitivitas DWI yang lebih tinggi untuk jaringan iskemik awal dan sifat-sifat korelasi antara atenuasi CT dan ADC atau CBF25,26. Lalu, bagaimana patofisiologi RD? Hasil penelitian menunjukkan bahwa RD mungkin berhubungan dengan reperfusi spontan awal, yang didukung oleh ketidaksesuaian antara letak oklusi arteri dan wilayah vaskularisasi pada suatu lesi RD, berkurang sangat sedikit dari CBF normal dalam satu lesi RD, dan insiden lebih tinggi perbaikan klinis yang cepat. Namun, tidak jelas mengapa lesi hipoatenuasi RD mempunyai ADC normal. ADC normal dari lesi RD dijelaskan oleh normalisasi transien ADC karena reperfusi, seperti yang telah dilaporkan dalam studi sebelumnya14,27-29 Pseudonormalisasi dari ADC telah ditunjukkan dengan hewan percobaan sebelumnya dan penelitian manusia setelah reperfusi awal13,27-29. Sejumlah teori mencoba menjelaskan fenomena ini, tetapi penyebab pastinya belum diketahui. Adapun penjelasan renormalisasi ADC awal, pemulihan transien dari perubahan seluler histologis oleh iskemia awal atau masuknya air melalui reperfusi tampaknya kurang mungkin karena renormalisasi ADC tidak terkait dengan pembalikan pembengkakan astrosit atau penyusutan saraf neuronsl, dan jaringan iskemik lebih berat mengakibatkan kerusakan sawar darah-otak dan tidak mempunyai reversibiltas ADC, pada penelitian dengan hewan27,28. Temuan RD mungkin memberi kita pesan yang mirip dengan penelitian pada studi hewan percobaan28, yang menunjukkan perbedaan antara temuan histologis dari edema sitotoksik persisten dan reperfusi yang diinduksi renormalisasi ADC. Sebuah teori pemulihan transien
Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

metabolisme energi diduga untuk menjelaskan normalisasi ADC transien29 juga penjelasan yang mungkin untuk RD bahwa hipoatenuasi CT sebagai akibat kelanjutan dari edema iskemik mungkin bertahan dengan dengan normalisasi transien dari ADC setelah reperfusi awal. Namun demikian, masih harus ditentukan apakah energi pemulihan metabolisme transien dapat terjadi pada jaringan iskemik menunjukkan hipoatenuasi pada CT. Meski penurunan ADC dari jaringan iskemik berkaitan dengan edema sitotoksik dan kegagalan energi27,30, mekanisme tepat dari penurunan ADC masih belum jelas27,31. Namun, temuan RD jelas menunjukkan bahwa penurunan atenuasi CT memiliki perbedaan patofisiologis dari penurunan ADC pada iskemia serebral akut. Mekanisme hipoatenuasi CT dalam jaringan iskemik dini dapat menjadi kompleks. Ini mungkin terkait kombinasi dari peningkatan air jaringan dan CBV rendah32. Namun, data kami tidak mendukung konsep bahwa CBV rendah penyebab utama langsung dari tanda-tanda hipoatenuasi CT parenkim karena data kami menunjukkan kurangnya penurunan CBV pada lesi RD dan adanya hipoatenuasi CT tanpa oklusi arteri yang bersamaan dalam beberapa kasus. Walaupun pasien dengan RD menunjukkan insiden lebih tinggi pada perbaikan klinis yang cepat, tidak ada hubungan signifikan dengan hasil klinis yang lebih baik atau insidens secara signifikan lebih tinggi dari rekanalisasi arteri spontan dibandingkan tanpa RD. Studi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah reperfusi dini dapat mengurangi tingkat kerusakan jaringan atau cedera fungsional pada jaringan iskemik menunjukkan hipoatenuasi CT. Penelitian kami menunjukkan bahwa jaringan iskemik berat menunjukkan hipoatenuasi CT bisa tdiak terlihat pada pasien dengan stroke iskemik hiperakut yang tidak diobati bahkan dalam 3 jam onset.Meskipun DWI biasanya lebih akurat, handal, dan sensitif untuk jaringan iskemik dini dibandingkan CT, mungkin kurang sensitif untuk menggambarkan jaringan iskemik berat daripada CT dalam beberapa pasien jika terjadi reperfusi dini spontan dalam iskemik jaringan berat. Jika MRI satu-satunya pencitraan pada pasien stroke akut, lesi iskemik yang tidak divisualisasikan pada DWI tetapi akan menjadi infark dapat terlihat. Oleh karena itu, meskipun manfaat DWI dalam pengambilan keputusan untuk terapi trombolitik mungkin diterima secara luas, harus diakui bahwa evaluasi perluasan jaringan iskemik yang berat bias tidak akurat dengan DWI, dan harus dilakukan kehati-hatian ketika menentukan kelayakan untuk terapi trombolitik berdasarkan perluasan jaringan iskemik pada DWI. Kesimpulannya, suatu temuan dari RD yang jarang ditemukan pada pasien yang tidak diobati dengan infark akut dan patofisiologi MCA yang mungkin berhubungan dengan pseudonormalization dari ADC oleh reperfusi dini spontan dalam jaringan iskemik yang berat. Jaringan iskemik berat menunjukkan tanda CT awal pada hipoatenuasi parenkim mungkin tidak terdeteksi pada DWI dan DWI mungkin tidak menemukan perluasannya pada pasien akut yang tidak diobati dengan infark MCA.
References
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. Hacke W, Kaste M, Fieschi C, et al. Intravenous thrombolysis with recombinant tissue plasminogen activator for acute hemispheric stroke. The European Cooperative Acute Stroke Study (ECASS). JAMA 1995;274:101725 Hacke W, Kaste M, Fieschi C, et al. Randomised double-blind placebo-controlled trial of thrombolytic therapy with intravenous alteplase in acute ischaemic stroke (ECASS II). Second European-Australasian Acute Stroke Study Investigators. Lancet 1998;352:124551 von Kummer R, Allen KL, Holle R, et al. Acute stroke: usefulness of early CT findings before thrombolytic therapy. Radiology 1997;205:32733 Patel SC, Levine SR, Tilley BC, et al. Lack of clinical significance of early ischemic changes on computed tomography in acute stroke. JAMA 2001;286: 283038 Tanne D, Kasner SE, Demchuk AM, et al. Markers of increased risk of intracerebral hemorrhage after intravenous recombinant tissue plasminogen activator therapy for acute ischemic stroke in clinical practice: the Multicenter rt-PA Stroke Survey. Circulation 2002;105:167985 von Kummer R, Bourquain H, Bastianello S, et al. Early prediction of irreversible brain damage after ischemic stroke at CT. Radiology 2001;219:95100 Grond M, von Kummer R, Sobesky J, et al. Early x-ray hypoattenuation of brain parenchyma indicates extended critical hypoperfusion in acute stroke. Stroke 2000;31:13339 Parsons MW, Barber PA, Chalk J, et al. Diffusion- and perfusion-weighted MRI response to thrombolysis in stroke. Ann Neurol 2002;51:2837 Rother J, Schellinger PD, Gass A, et al. Effect of intravenous thrombolysis on MRI parameters and functional outcome in acute stroke <6 hours. Stroke 2002;33:243845 Schellinger PD, Fiebach JB, Hacke W. Imaging-based decision making in thrombolytic therapy for ischemic stroke: present status. Stroke 2003;34: 57583 Fiebach JB, Schellinger PD, Jansen O, et al. CT and diffusion-weighted MR imaging in randomized order: diffusion-weighted imaging results in higher accuracy and lower interrater variability in the diagnosis of hyperacute ischemic stroke. Stroke 2002;33:220610 Fiehler J, Foth M, Kucinski T, et al. Severe ADC decreases do not predict irreversible tissue damage in humans. Stroke 2002;33:7986 Kidwell CS, Saver JL, Mattiello J, et al. Thrombolytic reversal of acute human cerebral ischemic injury shown by diffusion/perfusion magnetic resonance imaging. Ann Neurol 2000;47:46269 Kidwell CS, Saver JL, Starkman S, et al. Late secondary ischemic injury in patients receiving intraarterial thrombolysis. Ann Neurol 2002;52:698703 Lansberg MG, Albers GW, Beaulieu C, et al. Comparison of diffusion-weighted MRI and CT in acute stroke. Neurology 2000;54:155761 Na DG, Ryoo JW, Lee KH, et al. Multiphasic perfusion computed tomography in hyperacute ischemic stroke: comparison with diffusion and perfusionmagnetic resonance imaging. J Comput Assist Tomogr 2003;27:194206 Jaillard A, Hommel M, Baird AE, et al. Significance of early CT signs in acute stroke. A CT scan-diffusion MRI study. Cerebrovasc Dis 2002;13:4756 Ostergaard L, Weisskoff RM, Chesler DA, et al. High resolution measurement of cerebral blood flow using intravascular tracer bolus passages. Part I: Mathematical approach and statistical analysis. Magn Reson Med 1996;36:71525 Ostergaard L, Sorensen AG, Kwong KK, et al. High resolution measurement of cerebral blood flow using intravascular tracer bolus passages. Part II: Experimental comparison and preliminary results. Magn Reson Med 1996;36: 72636 Barber PA, Demchuk AM, Zhang J, et al. Validity and reliability of a quantitative computed tomography score in predicting outcome of hyperacute stroke before thrombolytic therapy. ASPECTS Study Group. Alberta Stroke Programme Early CT Score. Lancet 2000;355:167074 Rieth KG, Fujiwara K, Di Chiro G, et al. Serial measurements ofCTattenuation and specific gravity in experimental cerebral edema. Radiology 1980;135: 34348 Schuier FJ, Hossmann KA. Experimental brain infarcts in cats. II. Ischemic brain edema. Stroke 1980;11:593601 Kohno K, Hoehn-Berlage M, Mies G, et al. Relationship between diffusionweighted MR images, cerebral blood flow, and energy state in experimental brain infarction. Magn Reson Imaging 1995;13:7380 Lin W, Lee JM, Lee YZ, et al. Temporal relationship between apparent diffusion coefficient and absolute measurements of cerebral blood flow in acute stroke patients. Stroke 2003;34:6470 Kucinski T, Vaterlein O, Glauche V, et al. Correlation of apparent diffusion coefficient and computed tomography density in acute ischemic stroke. Stroke 2002;33:178691

Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

26. Kucinski T, Majumder A, Knab R, et al. Cerebral perfusion impairment correlates with the decrease ofCTdensity in acute ischaemic stroke. Neuroradiology 2004;46:71622 27. Neumann-Haefelin T, Kastrup A, de Crespigny A, et al. Serial MRI after transient focal cerebral ischemia in rats: dynamics of tissue injury, blood-brain barrier damage, and edema formation. Stroke 2000;31:196572; discussion 197263 28. Li F, Liu KF, Silva MD, et al. Acute postischemic renormalization of the apparent diffusion coefficient of water is not associated with reversal of astrocytic swelling and neuronal shrinkage in rats. AJNR Am J Neuroradiol 2002;23: 18088 29. Olah L, Wecker S, Hoehn M. Relation of apparent diffusion coefficient changes and metabolic disturbances after 1 hour of focal cerebral ischemia and at different reperfusion phases in rats. J Cereb Blood Flow Metab 2001;21: 43039 30. Moseley ME, Cohen Y, Mintorovitch J, et al. Early detection of regional cerebral ischemia in cats: comparison of diffusion- and T2-weighted MRI and spectroscopy. Magn Reson Med 1990;14:33046 31. Duong TQ, Sehy JV, Yablonskiy DA, et al. Extracellular apparent diffusion in rat brain. Magn Reson Med 2001;45:80110 32. Zimmerman RD. Stroke wars: episode IV CT strikes back. AJNR Am J Neuroradiol 2004;25:130409

Togar-JR.2

Journal Review & Evaluasi Neuroimaging

Anda mungkin juga menyukai