Anda di halaman 1dari 21

KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia)

Latar belakang Kode etik kedokteran sudah ada sepanjang sejarah profesi kedokteran, mulai dengan daftar honor dan hukuman untuk "malpractice" dalam kode hammurabi, lalu ke sumpah hippocrates pada zaman yunani, sampai ke kode etik kedokteran Indoneia. Perilaku dokter hares sesuai dengan etik masyarakat di mana ia berada karena dokter, sebagaimana anggota masyarakat lainnya selain makluk individual juga makluk sosial budaya, dan religius. Kata etik atau etika berasal dari dua kata bahasa latin, yaitu kata mores dan ethos. Umumnya sebagai rangkaian mores of community (kesopanan masyarakat) dan ethos of the people (akhlak manusia). Kode etik suatu profesi terbentuk bila ahli-ahli kelompok profesi itu mengumpulkan dan menyepakati suatu daftar perilaku etik yang berlaku untuk anggota-anggota profesi itu. Hukum kedokteran di batasi pada hukum yang mengatur produk profesi dokter, yang disebabkan karena adannya hubungan dengan pihak lain, baik pasien maupun tenaga kesehatan lain. Hukum kedokteran mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien yang merupakan obyek inti satusatunya dalam hukum kedokteran. Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran, selanjutnya disingkat PP No. 10 Tahun 1966, yang dimaksud dengan RAHASIA KEDOKTERAN adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaan dalam lapangan kedokteran.Pasal 3 PP NO 10 Tahun 1966 menyatakan : Yang di wajibkan menyimpan rahasia yang di maksud dalam pasal 1 ialah:

a.

Tenaga

kesehatan

menurut

pasal

Undang-Undang

Tentang

Kesehatan (Lembaran Negara tahun 1963 No.78), b. Mahasiswa kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan

pemeriksaan, pengobatan dan atau Perawat yang di tetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dokter dalam menjalankan tugas jabatannya di wajibkan atau di haruskan melindungi rahasia penyakit pasien terhadap doktemya,agar tetap terpelihara. Kewajiban para pejabat untuk merahasiakan hal-hal yang diketahui karena jabatannya atau pekerjaannya berpijak pada norma-norma susila, dan pada hakikatnya hal tersebut merupakan kewajiban moral. Sumpah dokter berdasarkan Peraturan Pemerintah NO 26 Tahun 1960 Tentang Lafal Sumpah Dokter selanjutnya di sebut PPNO 26 Tahun 1960 sebagai berikut: "Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter" Adapun sumpah dokter berdasarkan pasal 13 Kode Etik Kedokteran Indonesia selanjutnya di singkat KODEKI sebagai berikut: bahkan juga setelah penderita itu meninggal. Melanggar etik kedokteran berarti juga melanggar prinsip-prinsip moral, nilai dan kewajiban-kewajiban yang dituntut untuk diambil tindakan-tindakan berupa skorsing atau dikeluarkan dari keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia yang selanjutnya di singkat IDI. Pelaksanaan rahasia jabatan tidak cukup hanya diatur pada etik, tetapi memerlukan pengaturan dalam undang-undang. Pelanggaran terhadap norma susila hanya diancam oleh sanksi sosial dari masyarakat,sedangkan pelanggaran undang-undang mendapat ancaman hukuman. Dokter yang melakukan pelanggaran itu juga mendapat ancaman hukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setiap dokter wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita

Definisi KODEKI Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan. Kode etik merupakan ketaatan naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masingmasing orang bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak dan yang rugi adalah dia sendiri. Dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) tertulis : Setiap dokter senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Namun dalam ini, sumpah yang dokter, terdapat makhluk pernyataan: insani masih Saya belum akan dapat menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. Dalam pernyataan dimaksud ditentukan dengan jelas dan pasti, mulai kapan awal kehidupan ditentukan, sehingga menimbulkan pertentangan. Karena itu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) masih mengadakan perundingan tentang lafal sumpah dokter Indonesia melalui hasil referendum dari anggota IDI untuk memilih apakah kata mulai dari saat pembuahan hendak dihilangkan atau diubah. (MKEK, 2002).

Sikap

etis

profesional

berarti

bekerja

sesuai

standar,

melaksanakan

advokasi, menjamin keselamatan pasien, menghormati terhadap hak-hak pasien. Kriteria perilaku profesional antara lain mencakup bertindak sesuai keahlian dan didukung oleh keterampilan, bermoral tinggi, memegang teguh etika profesi, serta menyadari ketentuan hukum yang membatasi gerak. (Wahyuningsih, et. al., 2005). Seluruh peraturan tentang kegiatan yang terkait dengan perihal kesehatan termasuk dalam hukum kesehatan. Dalam KUHP, pasal 346 hingga pasal 350 mengatur batasan-batasan aborsi. Namun dalam KUHP, kesengajaan aborsi sangat tidak dibenarkan. (KUHP, 2008) Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 15, dinyatakan bahwa dalam upaya menyelamatkan Ibu dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan tertentu. Namun, tindakan tertentu ini belum dijelaskan lebih detil, seperti apa dan kriteria tertentu dalam pelaksanaan tindakan medis yang dimaksud. (UU Kesehatan, 1992)

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter. Penjelasan : Sumpah dokter di Indonesia telah diakui dalam PP No. 26 Tahun 1960. Lafal ini terus disempurnakan sesuai dengan dinamika perkembangan internal dan eksternal profesi kedokteran baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Penyempurnaan dilakukan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran II, tahun l98l, pada Rapat Kerja Nasional Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) dan Majelis

Pembinaan dan Pembelaan Anggota (MP2A), tahun 1993, dan pada Musyawarah Kerja Nasional Etik Kedokteran III, tahun 2001.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Penjelasan : Yang dimaksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan protesi kedokteran mutakhir, yaitu yang sesuai dengan perkembangan IPTEK Kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan kesehatan, serta kondisi dan situasi setempat.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Penjelasan : Perbuatan berikut dipandang bertentangan dengan etik :

1. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan ketrampilan kedokteran dalam segala bentuk. 2. Menerima imbalan selain dan pada yang layak, sesuai dengan jasanya, kecuali dengan keikhlasan dan pengetahuan dan atau kehendak pasien. 3. Membuat ikatan atau menerima imbalan dan perusahaan farmasi/obat, perusahaan alat kesehatan/kedokteran atau badan lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan dokter.

4. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung untuk mempromosikan obat, alat atau bahan lain guna kepentingan dan keuntungan pribadi dokter.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Penjelasan :Seorang dokter harus sadar bahwa pengetahuan dan ketrampilan profesi yang dimilikinya adalah karena karunia dan kemurahan Tuhan Yang Maha Esa semata. Dengan demikian imbalan jasa yang diminta harus didalam batas batas yang wajar. Hal-hal berikut merupakan contoh yang dipandang bertentangan dengan Etik : 1. Menggunakan gelar yang tidak menjadi haknya. 2. Mengiklankan kemampuan, atau kelebihan-kelebihan yang dimilikinya baik lisan maupun dalam tulisan.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien. Penjelasan : Sebagaimana contoh, tindakan pembedahan pada waktu operasi adalah tindakan demi kepentingan pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat. Penjelasan : Yang dimaksud dengan mengumumkan ialah

menyebarluaskan baik secara lisan, tulisan maupun melalui cara lainnya kepada orang lain atau masyarakat.

Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Penjelasan
Hampir setiap hari kepada seorang dokter diminta keterangan tertulis mengenai bermacam-macam hal antara lain, tentang : 1. Cuti sakit 2. Kelahiran dan kematian 3. Cacat 4. Penyakit menular 5. Visum et repertum (pro justicia) 6. Keterangan kesehatan untuk asuransi jiwa, untuk lamaran kerja, untuk kawin dan sebagainya.

7. Lain-lain.

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien

Pasal 7d

Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya. Penjelasan : Mengenai pengutamaan kepentingan masyarakat (lihat penjelasan pasal 1). Kita semua sebagai warga negara Republik Indonesia harus menyadari tanggung jawab kita untuk mewujudkan secara nyata tujuan nasional yang disebut dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu tujuan tersebut adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Memajukan kesejahteraan, berarti memenuhi kebutuhan pokok untuk hidup yang meliputi sandang, papan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan mempenoleh nafkah yang layak, ketentraman hidup serta, bebas dan tekanan. Derajat kesehatan rakyat dipengaruhi oleh faktorfaktor keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan (fisik, sosial, ekonomi dan budaya). Fakton perilaku menupakan fakton terbesan yang berpenganuh tenhadap denajat kesehatan. Sedangkan lingkungan adalah faktor kedua terbesar, oleh karena itu upaya meningkatkan derajat kesehatan rakyat menangani kedua faktor tersebut dan dua faktor lainnya, yang dilaksanakan dalam sistem kesehatan nasional.

Kegiatan peningkatan derajat kesehatan rakyat ini dilakukan melalui pembangunan nasional dibidang kesehatan yang dilaksanakan melalui, baik pembangunan lima tahunan maupun pembangunan jangka panjang.

Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan tingkat

kesehatan masyarakat yang optimal.

Dan uraian diatas, tampak bahwa tanggung jawab untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal berada ditangan seluruh masyarakat Indonesia, yaitu pemerintah, swasta maupun masyarakat pada umumnya.

Dokter adalah tenaga profesi yang mempunyai kemampuan untuk mengenakkan potensi yang ada bagi terwujudnya tujuan kesehatan individu, tetapi juga berperan dalam intenversi terhadap berbagai faktor yang berpengaruh terhadap disebutkan terdahulu. derajat kesehatan sebagaimana telah

Pelayanan yang diberikan hendaknya bersifat menyeluruh, mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Dalam

aspek

promotif,

seorang

dokter

dapat

bertindak

sebagai

penggerak upaya masyarakat yang dapat mendukung terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal, seperti: peningkatan gizi masyarakat, penyehatan lingkungan hidup, upaya peningkatan pendapatan keluarga, dan sebagainya.

Dalam bidang preventif, kuratif dan rehabilitatif, setiap dokter harus selalu berusaha menyegarkan pengetahuan tentang perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan dan kedokteran serta penerapannya yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat maupun sesuai kebijaksanaan yang berlaku.

Dokter merupakan tenaga ahli yang dapat membantu masyarakat melalui pemberian pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat pada tingkat RS). kontak profesional pertama sampai dengan pada tingkat rujukannya lebih lanjut (pelayanan rujukan antara lain melalui pelayanan

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Penjelasan : Dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut adalah dokter yang mempunyai kompetensi keahlian di bidang tertentu menurut dokter yang waktu itu sedang menangani pasien.

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya. Penjelasan : Kewajiban ini sering disebut sebagai kewajiban memegang teguh rahasia jabatan yang mempunyai aspek hukum dan tidak bersifat mutlak.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya. Penjelas : Kewajiban ini dapat tidak dilaksanakan apabila dokter tersebut terancam jiwanya. Hak seorang dokter untuk melakukan praktek dokter tidak terbatas pada suatu bidang ilmu kedokteran. Ia berhak dan berkewajiban menolong pasien, apapun yang dideritanya. Batas tindakan yang diambilnya terletak pada rasa tanggung jawab yang didasarkan pada ketrampilan dan keahliannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Penjelas : Untuk menjalin dan mempererat hubungan baik antara para teman sejawat, maka wajib memperlihatkan hal-hal berikut :

Dokter yang baru menetap di suatu tempat mengunjungi teman sejawat yang telah berada di situ. Hal ini tidak perlu dilakukan di kota-kota besar dimana banyak dokter yang berpraktek, tetapi cukup dengan pemberitahuan tentang pembukaan praktek baru itu kepada teman sejawat yang tinggal berdekatan. Setiap dokter menjadi anggota lkatan Dokter Indonesia yang setia dan aktif. Dengan menghadiri pertemuan sosial dan klinik yang diselenggarakan, akan terjadi kontak pribadi sehingga timbul rasa persaudaraan dapat berkembang dan penambahan ilmu pengetahuan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis. Penjelas : Secara etik seharusnya bila seorang dokter didatangi oleh seorang pasien yang diketahui telah ditangani oleh dokter lain, maka ia segera memberitahu dokter yang telah terlebih dahulu melayani pasien tersebut. Hubungan dokter-pasien terputus bila pasien memutuskan hubungan tersebut. Dalam hal ini dokter yang bersangkutan seyogyanya

tetap memperhatikan kesehatan pasien yang bersangkutan sampai dengan saat pasien telah ditangani oleh dokter lain.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap

dokter

harus

senantiasa

mengikuti

perkembangan

ilmu

pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan. Penjelas : Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran berkembang terus dengan pesat. Seorang dokter harus mengikuti perkembangan tersebut baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan pasiennya. Dengan majunya ilmu pengetahuan pada umumnya, akan makin meningkatkan pula kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang memadai atau lebih baik sesuai dengan kemajuan.

VISUM et REPERTUM
Pengertian Menurut bahasa: berasal dari kata latin yaitu visum (sesuatu yang dilihat) dan repertum (melaporkan).

Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya. Menurut lembar negara 350 tahun 1973: Suatu laporan medik forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), non-biologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk peradilan.

Maksud dan Tujuan Pembuatan Visum et Repertum Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah sesuai dengan KUHP pasal 184. Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHP pasal 184, yaitu: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Keterangan terdakwa 4. Surat-surat 5. Petunjuk Ada 3 tujuan pembuatan VeR, yaitu: 1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim 2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat 3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan VeR yang lebih baru

Pembagian Visum et Repertum Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu: 1. VeR hidup VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu: a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C. b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu - Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak - Mengarahkan penyelidikan - Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa - Menentukan tuntutan jaksa - Medical record c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.

2. VeR Jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.

3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.

Susunan Visum et Repertum Ada 5 bagian visum et repertum, yaitu: 1. Pembukaan Ditulis pro justicia yang berarti demi keadilan dan ditulis di kiri atas sebagai pengganti materai. 2. Pendahuluan Bagian pendahuluan berisi: - Identitas tempat pembuatan visum berdasarkan surat permohonan mengenai jam, tanggal, dan tempat - Pernyataan dokter, identitas dokter - Identitas peminta visum - Wilayah - Identitas korban - Identitas tempat perkara 3. Pemberitaan Pemberitaan memuat hasil pemeriksaan, berupa: - Apa yang dilihat, yang ditemukan sepanjang pengetahuan kedokteran - Hasil konsultasi dengan teman sejawat lain

- Untuk ahli bedah yang mengoperasi ? dimintai keterangan apa yang diperoleh. Jika diopname ? tulis diopname, jika pulang ? tulis pulang - Tidak dibenarkan menulis dengan kata-kata latin - Tidak dibenarkan menulis dengan angka, harus dengan huruf untuk mencegah pemalsuan. - Tidak dibenarkan menulis diagnosis, melainkan hanya menulis ciri-ciri, sifat, dan keadaan luka. 4. Kesimpulan Bagian kesimpulan memuat pendapat pribadi dokter tentang hubungan sebab akibat antara apa yang dilihat dan ditemukan dokter dengan penyebabnya. Misalnya jenis luka, kualifikasi luka, atau bila korban mati maka dokter menulis sebab kematiannya. 5. Penutup Bagian penutup memuat sumpah atau janji, tanda tangan, dan nama terang dokter yang membuat. Sumpah atau janji dokter dibuat sesuai dengan sumpah jabatan atau pekerjaan dokter.

Kualifikasi Luka Ada 3 kualifikasi luka pada korban hidup, yaitu: 1. Luka ringan / luka derajat I/ luka golongan C Luka derajat I adalah apabila luka tersebut tidak menimbulkan penyakit atau tidak menghalangi pekerjaan korban. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 352 ayat 1. 2. Luka sedang / luka derajat II / luka golongan B

Luka derajat II adalah apabila luka tersebut menyebabkan penyakit atau menghalangi pekerjaan korban untuk sementara waktu. Hukuman bagi pelakunya menurut KUHP pasal 351 ayat 1. 3. Luka berat / luka derajat III / luka golongan A Luka derajat III menurut KUHP pasal 90 ada 6, yaitu: - Luka atau penyakit yang tidak dapat sembuh atau membawa bahaya maut - Luka atau penyakit yang menghalangi pekerjaan korban selamanya - Hilangnya salah satu panca indra korban - Cacat besar - Terganggunya akan selama > 4 minggu - Gugur atau matinya janin dalam kandungan ibu

Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum Pihak yang berhak meminta Ver: 1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara untuk menjalankan undang-undang. 2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II. 3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat. 4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

Syarat pembuat: - Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut) - Di wilayah sendiri

- Memiliki SIP - Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos. 3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter. 4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter. 5. Ada identitas korban. 6. Ada identitas pemintanya. 7. Mencantumkan tanggal permintaan. 8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu: 1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. 2. Harus sedini mungkin. 3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar. 4. Ada keterangan terjadinya kejahatan. 5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki. 6. Ada identitas pemintanya.

7. Mencantumkan tanggal permintaan. 8. Korban diantar oleh polisi.

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam, penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

Lampiran visum - Fotografi forensik - Identitas, kelainan-kelainan pada gambar tersebut - Penjelasan ? istilah kedokteran - Hasil pemeriksaan lab forensik (toksikologi, patologi, sitologi, mikrobiologi)

Anda mungkin juga menyukai