KASUS CABG Tn.

A berumur 63 tahun rujuk ke Pusat Jantung Terpadu Di RSUP Sanglah Denpasar dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri menyebar sampai ke lengan kiri yang semakin memberat bahkan saat istirahat. Klien mempunyai riwayat hipertensi, obstruktif sleep apnea, hiperkolesteromia dan diabetes mellitus. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hipotensi dengan tekanan darah 170/100mmHg, denyut jantung ireguler sekitar 120x/mnt, peningkatan tekanan JVP, auakultasi jantung normal, rhonki pada kedua sisi paru tanpa mengi, serta ekstremitas yang hangat disertai edema. Rontgen thorax menunjukkan jantung yang membesar (CTR 58%), dengan segmen aorta yang membesar, kongesti sedang, serta infiltrat pada paru. Pada saat dilakukan kateterisasi jantung ternyata ditemukan obstruksi di arteri descending anterior kiri sebesar 60%, obstruksi pada cabang diagonal pertama sebesar 60%, obstruksi di arteri middle circumplex sebesar 100% dan terdapat di arteri coroner kanan sebesar 100%. Akhirnya klien direncanakan untuk CABG (Coronary Artery Bypass Graft) setelah melakukan hemodinamik klien stabil. Pada tanggal 10 Desember 2012 Tn A menjalani CABG dengan metode off-pump selama 225 menit. Setelah selesai operasi klien dipindahkan ke ICU. Pada tanggal 16 Desember 2012, keadaan luka tampak kemerahan, terdapat pus, dan terlihat adanya dehisiensi. Klien mengeluh sangat nyeri pada luka bekas operasinya, skala nyeri 8 dari 0-10. Sehingga dokter memutuskan untuk mengganti terapi analgesia NSAID (diclofenac Sodium) ke terapi analgesia intravenous melalui syringe pump yaitu Fentanyl 2 mcg/ml dengan laju 0,1 ml/kg/jam. Dari hal pemeriksaan hemodinamik: TD = 140/90, Nadi = 100x/menit irama regular, RR = 18x/menit. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC = 20.000/mm3, Hb = 11 mg/dl, RBC = 5 x 106/mm3.

Daftar pustaka: Burgos, J. B. F. 2009. Depodur for PostOperative Pain Management Following Off-Pump Coronary Artery Graft Surgery, (online) (www.painmedicinenews.com/.../SR0951_WM,
diakses 15 Desember 2012)