Pembimbing
Pendahuluan
Menurut Jensen TS nyeri dibagi 3 golongan : 1. Nyeri fisiologik adalah nyeri yang timbul akibat berbagai stimulasi yang tidak menimbulkan kerusakan jaringan 2. Nyeri inflamasi/nosiseptik diakibatkan oleh aktivasi dari reseptor yang telah disensitisasi maupun yang masih tenang ditempat terjadinya kerusakan 3. Nyeri neuropati
Pendahuluan Menurut awitannya nyeri dibagi : 1. Nyeri akut adalah nyeri yang diakibatkann oleh kerusakan jaringan dan pada umumnya menghilang bersama dengan penyembuhan luka atau cidera. 2. Nyeri kronik ialah nyeri yang terus berlangsung setelah melewati fase penyembuhan yang diperkirakan dan seringkali tidak dapat dihubungkan kembali dengan kerusakan yang spesifik.
Definisi
Nyeri neuropati nyeri oleh proses patofisiologik pada saraf perifer maupun pada saraf sentral berupa suatu gangguan atau kerusakan neuronal fungsional yang menimbulkan nyeri khas yang bersifat nyeri epikritik (nyeri tajam, menjalar, nyetrum),atau yang bersifat nyeri protopatik (nyeri disestesia, paraestesia, rasa terbakar) & dapat disertai defisit neurologik atau disregulasi otonom lokal
Etiologi
Penyebab nyeri (Attal,2000)
Surgery.entrapment sindromes,Complex Regional Pain Sindrome (CPRS) tipe 2. Herpes Zoster,Infectious mononucleosis, Human immune deficiency sindrome. Chemoterapi agents,espicially vincristine and cisplatinum,arsenic,other drug such as nitrofurantoin,isoniazid,phenytoin,hydralazi ne,thalidomide,lead,gold,mercury,organic substance,glue sniffing. Multiple sclerosis Thiamine,piridoksine
Etiologi
C-ompressive/presure C-ancer related Meta-bolic disturbances GEN-etically determined Vas-cular disease Mis-cellaneous
Spinal stenosis, Carpal Tunnel Sindrome (CTS), cronik radiculopathy Compressive, infiltrative, paraneoplastic, iatrogenic,metastatic DM, Uremia, Porphyria, Hypothyroidisme, Amyloidosis Fabrys disease, Hereditary sensory neuropathie Lupus eritematosus, rheumatoid artritis, polyarteritis nodosa,Stroke GBS,Syringomyeli,Painpful epileptic crisis, Amyotropic (ALS),Chronic progressive or recurrent polyneuropathy
2.
Sifat nyeri
Nyeri nosiseptik
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nyeri neuropati
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
9.
10.
sama pada semua orang Onset segera Berat sesuai stimulus Gejala simpatis (-) Stimulus + nyeri + HIPERESTESIA Luas sesuai lokasi stimulus Nyeri menetap selama stimulus + Sifat tajam,ngilu nyeri biasa,seperti sakit gigi. Respon baik ANALGETIK
8.
9.
10.
tidak sama pada semua orang Onset beberapa minggu bulan. Berat sesuai tidak stimulus Gejala simpatis (+/-) Stimulus - nyeri + HIPERALGESIA + ALLODYNIA Meluas dan menjalar Nyeri menetap, intermitten, kronis, kumat-kumatan baik stimulus +/Nyeri LUAR BIASA rasa terbakar,paraestesia Analgesik tidak ada respon, baik dengan NEURO AKTIF ( anti depresan,anti kolvusan,anti aritmia,adrenergik,kadang perlu operasi
BERDASARKAN LETAK
Neuropati Perifer
nyeri diabetic neuropathy (tangan dan kaki) Post herpetik neuralgia (biasa terjadi di bawah badan) Complex regional pain syndrome (lengan dan tungkai) Mechanical neuropathies (biasanya diatas ekstremitas) - Entrapment neuropathies - Nerve compressions HIV-related sensory neuropathy (kaki dan angkle) Idiopathic sensory neuropathy (distal/proximal) Post traumatic neuralgias Trigeminal neuralgia (facial) Cancer-chemotherapyinduced neuropathies (tangan dan kaki)
Sentral Neuropati
Myelopati akibat adanya kompresi akibat spinal stenosis (radiks tangan, jari, lower back, tungkai) HIV myelopati Nyeri akibat sklerosis multiple dan Parkinsons disease Post ischemic dan post radiks myelopathy Nyeri post stroke (wajah, tangan, tungkai, atau di badan sisi yang terkena)
Diagnosis
a. Anamnesis
1. 2. 3. Anamnesis umum Anamnesis khusus nyeri Skala nyeri
b. Pemeriksaan fisik
1. 2. Pemeriksaan fisik umum Pemeriksaan neurologis
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan elektrofisiologi
1. 2. 3. Motorik : latensi NCV,f-wave,EMG,MEP Sensorik : SNAP,SCV,H-reflek,SSEP,brain mapping Quantitative Sensory Testing (QST)
Laboratorium Darah :rutin,kimia darah, toxin, Immunologi, genetik.PCR Urin :rutin LCS
Catatan harian Pasien dapat mengkuatifikasikan nyerinya dengan mengisi skala intensitas nyeri
Terapi farmakologi
Nyeri ini ditimbulkan akibat dari fungsi abnormal sistem saraf baik saraf perifer, sentral, maupun simpatis.
Tanpa memandang kausa,nyeri neuropati mempunyai mekanisme atau patofisiologi dan gambaran klinis yang hampir serupa. Etiologi ini biasanya sudah berlalu, walaupun demikian nyeri tetap menggangu. Berdasarkan dua fakta diatas maka pengobatan terhadap fenomenologi (symptom based) dan mekanisme (mechanisn based) lebih penting daripada pengobatan etiologi (disease based)
Anti depresan dan anti konvulsan merupakan terapi farmako utama untuk nyeri neuropati Dulunya anti depresan golongan trisiklik (TCA) merupakan first line drug untuk penanganan nyeri neuropati. Namun karena efek withdrawl-nya, dan juga pada kebanyakan anti depresan, perlu dipikirkan kembali untuk penentuan obat pilihan utama untuk nyeri neuropati.
Mekanisme
Target
Obat
Na chanel blockers Anti konvulsan : DPH,CBZ, gabapentin Lamotrigin Anti aritmia : mexilitine Anti depresan : amitriptilin
Central sensitisation
NMDA R Neurokinin NO synthase Protein kinase Neurokinin 1 R NMDA antagonis Dextromethorpan Glycine site antagonis Neurokinin 1 R antagonis Neurokinin NO synthase Protein kinase C inhibitors Ketamine amantadine
Obat
Mekanisme Target
Periferal sensitasi
Vaniloid R1 desensitisasi Neurokinin 1 Na chanel Nerve growth factors Capsaicin cream Neurokinin 1 R antagonis Nerve growth factors Blocker Na chanel resisten to tetrodoxin
Obat
Mekanisme
Target
Obat
Mekanisme
Target
Obat
Nyeri kronik 1. Modifikasi perilaku 2. Modulasi nyeri (TENS,Akupuntur,termal) 3. Latihan kondisi 4. Terapi psikologik 5. Rehabilitasi vokasional
Tujuan
1. Memutus jaras saraf nyeri
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Thalamotomy,cingulotomy Rhizotomy Chordoctomy Chordectomy DREZ (Dorsal Root Entry Zone) Sympathektomy Microvascular decompression
2.
Indikasi
Dilakukan bila modalitas terapi lain tidak memberi hasil memuaskan Nyeri neuropati sentral Nyeri neuropati perifer Reflek Simpathetik Dystrophy Nyeri fantom
Peroneal palsy
Definisi
Etiologi
Penyebab yang sangat sering adalah akibat tekanan dari luar: seperti penekanan pada saraf selama jongkok atau duduk bersilang kaki, bersujud, seperti bertani, penambang, trauma (keseleo atau terkilir pada pergelangan kaki), diabetes dan lepra. 14%-40% trauma pada lutut
Patogenesis
Peroneal nerve palsy paling sering diakibatkan oleh duduk bersilang kaki yang mana menyebabkan saraf peroneal terjepit antara caput fibula dan condylus femur externa serta patella pada tungkai yang berlawanan Sindroma terowongan fibuler adalah fenomena jeratan dimana saraf peroneal terkompresi pada fibula oleh tepi tendinosa otot peroneus longus, yang berasal dari leher fibulaKompresi eksternal saraf peroneal
Sejumlah massa, seperti ganglia, tumor saraf, atau tumor struktur sekitar bisa menyebabkan gangguan saraf kompresi. Kompresi saraf peroneal juga disebabkan peninggian tekanan intraartikuler didalam lutut, yang menyebabkan herniasi jaringan sinovial keposterior.
Saraf ini bisa terkena cedera pada kaput fibula atau lebih distal Kelainan ini menimbulkan parese/paralise jari kaki dan dorsofleksi kaki Gangguan sensoris terbatas pada kulit di sela jari-jari antara jari kaki 1&2 Saraf ini dapat juga tertekan pada pergelangan kaki, sehinggan menyebabkan anterior tarsal tunnel syndrome yang menimbulkan gejala parese danatropi pada M.extensor digitorum brevis. Sedangkan gangguan sensoris bisa terdapat atau tidak pada kulit di sela jari-jari antara kaki 1 dan 2
Superficial peroneal nerve syndrome Lesi bisa pada kaput fibula atau lebih distal Menimbulkan parese dan atropi pada M.Peronei dan gangguan eversi kaki Gangguan sensoris pada kulit bagian lateral distal tungkai bawah dan dorsum kaki, sedangkan kulit di sela jari-jari antara jari kaki 1 dan 2
Berdasarkan Penyebab
1. Anterior tibial sindrom Sering terlihat pada Volkmanns ischemic contracture Gejala: Dimulai dengan nyeri lokal dan tenderness pada muskulus tibialis anterior secara mendadak Daerah pre tibial tampak tegang dan erythematous tetapi tungkai terasa dingin Paralise otot-otot bagian anterior berkembang dengan cepat, terutama M.Tibialis anterior M.extensor digitorum brevis menjadi lemah Gangguan sensoris terbatas pada daerah N.peroneal profunda
2. Penyakit Oklusi arteriosklerotik Disebut juga iskhemik neuritis Gejala: Klaudikasio Rest pain, gejala nyeri pada extrimitas bawah berhubungan dengan gangguan pembuluh darah tepi. Rasa nyeri bersifat difus seperti rasa panas, terbakar, geli dan tertusuk, gejala ini terutama waktu malam hari. Gangguan motoris Gangguan reflek Atropi otot
3. Penyakit lepra Defisit neurologis berkembang secara progresif sesuai dengan perkembangan penyakitnya Gangguan sensoris intrakutan berkembang ke telapak kaki, tungkai dan paha Daerah sparing dapat terdeteksi antara jari-jari kaki, fossa poplitea dan setengah proksimal medial paha Segmen superfisial N.Peroneal yang berjalan lateral mengelilingi kaput fibula terinfiltrasi dan membesar Foot drop merupakan gejala kedua yang tersering Bila mengenai N.Tibialis posterior 1/3 distal tungkai, menimbulkan paralisis otot-otot intrinsik pada permukaan volar kaki dan hilangnya sensibilitas telapak kaki
4. Diabetes Biasanya pada usia pertengahan dan tua Kelemahan danatropi otot-otot proksimal extrimitas bawah yang asimetris Sering disertai nyeri pada otot-otot paha. Nyeri terasa paling berat pada malam hari Reflek patella menurun/hilang Gangguan sensoris sering tidak begitu menyolok Terutama mengenai otot-otot iliopsoas, quadrisep dan adduktor. Bila kelompok otot anterolateral pada tungkai bawah terkena bersamaan menimbulkan anterior compartement syndrome
Diagnosis klinis
Pemeriksaan Klinis
Semua otot-otot ekstremitas bawah harus diperiksa untuk kelemahan dan dibandingkan ke sisi kontralateral Pemeriksaan refleks normal dan patologis
Elektromiografi
drop kaki ini disebabkan oleh radikulopati L5 atau lesi siatik melokalisasi lesi MRI
Penatalaksaan
Konservatif, menghindari faktor kompresi Operasi Physical therapy
Diagnosis Banding
L5 Radiculopathy Knee dislocation PLC injury
Komplikasi
Foot drop Gait impairment
Definisi
Sindrom Guillain Barre (GBS) adalah suatu gangguan imunitas yang mengenai system saraf tepi, ditandai dengan disfungsi sementara motorik, sensorik dan autonom yang biasanya dimulai dari kelemahan tungkai bawah dan meluas ke ekstremitas atas disertai penurunan sampai hilangnya refleks.
EPIDEMIOLOGI Terjadi di seluruh dunia, pada semua musim dan semua ras bangsa Insidensi : 0,6 sampai 1,9 kasus per 100.000 orang per tahun. Indonesia gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra :
(AMAN dan AMSAN) Cina utara, Jepang dan Meksiko AIDP terjadi sampai 90% di Eropa, Amerika Utara dan negara-negara berkembang
ETIOLOGI
Sampai saat ini etiologi masih belum dapat diketahui dengan pasti. Sindrome Guillain Barre juga dihubungkan dengan adanya riwayat infeksi bakteri dan virus.
Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya GBS :
Infeksi Vaksinasi Obat-obatan Penyakit sistematik Pembedahan Keganasan Kehamilan atau dalam masa nifas Lain-lain
Infeksi
Definite
Probable
Possible
Bakteri
Typhoid
VAKSINASI
OBAT-OBATAN
PENYAKIT SISTEMATIK
Keganasan
Systemic reticulosarcomatosis Sarcoidosis Lymphoma T-cell lymphoma Burkitt lymphoma Hodgkin disease Non-Hodgkin lymphoma Acute non lymphoblastik leukima Acute lymphoblastik
leukima Hairy cell leukimia Chronic myelomonocitic leukaemia Malignant histiocytosis POEMS syndrome Bronchogenic oat cell carcinoma Parathyroid adenoma Mesothelioma Adenocarcinoma of the gall bladder Gastric adenocarcinoma
PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf mekanisme imunologi.
Penimbunan kompleks antigen antibodi (+) dari peredaran pembuluh darah saraf tepi
GEJALA KLINIS
Gangguan Motorik
Kelemahan awalnya terjadi pada anggota gerak bawah dan secara cepat menjalar ke anggota gerak atas Pada kasus yang sangat parah paralisis dari otot-otot pernapasan Kelumpuhan dapat meluas sampai mengenai saraf otak (mimicking Bell Palsy, disfagia, disartria, oftalmoplegia dan gangguan pada pupil)
Gangguan Sensorik
60-70% kasus parestesi (kesemutan) bagian distal anggota tubuh bawah yang terjadi bersamaan dengan kelemahan otot. Parestesi dimulai dari ujung jari kaki, progresif ke bagian atas tetapi umumnya tidak meluas melebihi pergelangan tangan dan pergelangan kaki. rasa raba dan nyeri yang bersifat ringan. Nyeri pada otot yang mengalami kelemahan.
Gangguan Otonom
fungsi simpatik (berpusat di torakal 1-lumbal 1) parasimpatik (berpusat di cranial III, VII, IX, X, sacral II) sinus takikardi postural hipotensi tekanan darah yang naik turun retensi urin konstipasi Hipersalivasi anhidrosis Gangguan pada tonus pupil.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda Vital : bradikardi atau takikardi hipotensi atau hipertensi hipotermi atau hipertermi Disfungsi Otonom: fluktuasi pada denyut jantung, tekanan darah dan suhu Anhidrosis ileus paralitik gangguan miksi disfungsi pupil Gangguan saraf cranial : kelumpuhan otot muka asimetris
Papiledema Disrefleksia Gejala lain : Hipotonia gangguan sensorik (sering terjadi gangguan rasa raba, getar dan posisi) disfagia, disartri dan mengeluarkan air liur Paralisis otot pernapasan
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah
Hingga saat ini tidak banyak kelainan pada pemeriksaan darah yang dapat dipakai untuk mendiagnosa GBS.
Elektrolit
SIADH (syndrome of ainapropiate antidiuretic hormone Pemeriksaan osmolaritas serum dan urin perlu diperiksa, bila diduga ada SIADH. Fungsi hati (LFT) meninggi sampai pada 1/3 penderita
Pemeriksaan antibodi
Bisa aa antibodi terhadap saraf perifer dan sentral. varian Miller-Fisher bisa mempunyai antibodi terhadap GQ1b
PENCITRAAN
MRI lumbosakral dengan kontras gadolinium enhacement radiks kauda ekuina pada 95% pasien (13 hari setelah timbulnya gejala) ELEKTROKARDIOGRAM (EKG) - blok atrioventrikuler (AV-blok) derajat 2 dan 3 - kelainan paa T-wave - depresi ST - melebarnya QRS
Diferensial Diagnosis
Hipokalemia
Miestenia Gravis
suportif
Sistem Pernapasan Sistem kardiovaskular Sistem urogenital
Bebaskan jalan napas Terapi oksigen, fisioterapi napas dan napas buatan pemeriksaan tekanan darah, denyut nadi dan kalau mungkin EKG
Medikamentosa
Kortikosteroid Kortikosteroid tidak lagi direkomendasikan untuk terapi GBS. Namun demikian di Indonesia masih banyak dipakai berhubung dengan mahalnya harga IVIg Plasmafaresis (PE)
Hanya berguna untuk penderita baru yang diberikan dalam 7 hari setelah permulaan penyakit Plasma yang akan diganti dalam 4-5xPE yang dilakukan dalam jangka waktu 7-10 hari 250 cc/kgBB
Immunoglobulin intravena immunoglobulin 0,4 g/kg/hari selama 5 hari (total 2 gr selama 5 hari) 2g/kg IVIg yang diberikan sekaligus sebagai dosis tunggal Kombinasi plasmaferesis dengan imunogobulin intravena Kombinasi ini merupakan suatu teoritis dan mungkin belum pernah dicoba. Secara teoritis kombinasi keduanya mungkin lebih efektif daripada salah satunya Obat sitotoksik 6 merkaptopurin (6-MP), azathioprine, cyclophosphamid
OPERATIF
Prognosis
Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain:
pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan pendek, penderita berusia 30-60 tahun
MIASTENIA GRAVIS
batasan
Letak lesi : neuromuscularjunction (NMJ) Definisi : Penurunan jumlah reseptor asetilkolin (AchR) di neuromuscularjunction (NMJ) yang menimbulkan gangguan transmisi neuromuscular, menimbulkan kelelahan dan kelemahan otot. Frekuensi : - Dpt tjd pd semua umur - Paling bnyk pd dws muda dan usia lanjut - Perempuan > laki-laki
PATOFISIOLOGI
Mekanisme : Terdapat autoantibodi thdp AchR yg mengganggu transmisi neuromuscular melalui Blok langsung pd reseptor - antibodi menghambat kerja reseptor Modulasi reseptor - kecepatan degradasi reseptor stlh berikatan dengan autoantibodi meningkat (normal 7 hari, MG 1 hari) Komplemen mengandung komponen lytic
ETIOLOGI
Penyakit autoimun berhubungan dengan penyakit-penyakit lain seperti : Tirotoksikosis, Miksedema, Artritis rematoid dan LES. Dari penelitian diketahui Miastenia Gravis berhubungan dengan timus yang membesar (timoma ).
Dulu, Ig G autoimun antibodi merangsang pelepasan thymin hormon dari kelenjar tymus yang dapat mengurangi jmlh asetilkolin Sekarang penyakit ini disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin neuromuscular junction akibat penyakit autoimun.
EPIDEMIOLOGI
Terdapat di seluruh dunia,dan pada semua ras Tidak dipengaruhi sosial ekonomi Terbanyak usia antara 10-30 tahun Pada umur <40 th lebih banyak pada wanita, sedang >40 th lebih banyak pada pria
GEJALA KLINIS
Khas ditandai dengan kelemahan otot lurik yang bertambah berat dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat distribusi bervariasi dan sering asimetris pertama kali terkena otot mata (ptosis, diplopia, optalmoplegi)
Diplopia -timbul sore hari/maghrib -menghilang waktu pagi harinya Ptosis -pada otot-otot kelopak mata Suara berubah -pada otot-otot bulbar -Berat sampai terjadi afoni temporer Kelemahan wktu mengunyah, disfagia dan regurgitasi makanan sewaktu makan
PEMBAGIAN KLINIS
I. Miastenia okular -Terdapat gangguan pada satu /beberapa otot okular, yang menyebabkan ptosis unilateral dan diplopia ringan II A.Generalized Myasthenia Ringan -Gejala okular menyebar ke muka,anggota badan dan otot bulbar tapi otot pernafasan belum kena -Progresif lambat -Tidak terdapat krisis -Responsif terhadap obat
II.B.Generalized Myasthenia Sedang Otot lurik bulber terkena dengan berat Tidak ada krisis (otot pernafasn masih belum kena) Respon terhadap obat kurang memuaskan
III.Acute Fulminating Myasthenia Progresif cepat Gejala berat disertai krisis pernafasan Respon terhadap obat jelek Insiden timoma tinggi
IV. Late Severe Myasthenia Progresif > 2 th dari I & II Prosentasi timoma ke 2 paling tinggi Respon terhadap obat dan prognosis jelek
DIAGNOSA
1.Anamnesa : Adanya kelemahan otot yang makin berat setelah aktifitas dan ada perbaikan setelah istirahat. 2.Pemeriksaan a.Tes Klinik Test Wartenberg Penderita menatap tanpa berkedip suatu benda yang terletakdiatas bidang kedua mata beberapa waktu lamanya. Pada MG kelopak mata yang terkena akan ptosis.
Tes
klinik lain:
b. Tes farmakologik 1. Dengan pemberian injeksi 2 mg edrofonium, bila tidak ada efek samping dilanjutkan dengan 8 mg yang diberikan intravena. Gejala miastenia akan membaik dalam waktu 30 menit sampai 1 menit dan efek akan hilang dalam beberapa menit. 2. Dengan pemberian 1,25 mg neostigmin secara IM, dapat dikombinasi dengan atropin 0,6 mg untuk mencegah efek samping. Gejalanya akan membaik dalam waktu 30 detik dan akan berakhir dalam 2 atau 3 jam. 3. Test Quinine & Curare, memperberat MG.
c. Pemeriksaan lain
Elektromiografi (E.M.G) -Terjadi penurunan amplitudo potensial unit motorik. -Derajat ringan, tidak ada gambaran yang tegas Pemeriksaan Antibodi Pemeriksaan rontgen dada untuk mendeteksi adanya kelainan kelenjar timus
Pengobatan
Meliputi obat antikolinesterase, timektomi, pemberian kortikosteroid Pada kasus berat-kasus yang berat dipertimbangkan plasmafaresis Bila tak ada perbaikan , perlu dipikirkan penggunaan sitostatika
PENGOBATAN
Antikholin esterase obat-obat ini menghambat kolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin 1.Piridostigmin bromide ( Mestinon ,60 mg ) 30 120mg / 3 jam. 2. Neostigmin bromide ( Prostigmin ,15 mg) 15 45 mg. Bila diperlukan dapat diberi subkutan atau i.m, didahului dengan pemberian atropin 0,5 1 mg . Sangat bermanfaat pada MG gol. II A & II B.
Kortikosteroid Prednisolon paling sesuai untuk MG , diberikan secara selang-seling untuk menghindari efek samping. Dosis awal harus kecil ( 10 mg ) dan dinaikkan secara bertahap 5 15 mg / mgg
Indikasi : - setelah timektomi dari timoma invasif - penderita yang tidak dapat dikontrol secara memuaskan - kelompok usia lanjut > 50 th - tipe okular murni
Azatrioprin -Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg / kg BB selama 8 mgg -Dianjurkan pemberian bersama-sama dengan prednisolon Timektomi Indikasi : - timoma yang ganas - MG (generalized ) yang tak dapat dikontrol dg antikolinesterase - penderita < 50 th - 6 12 bl setelah MG tidak ada remisi spontan
Persiapan untuk timektomi Terapi antikolinesterase dengan neostigmin atau piridostigmin yang optimal dilanjutkan sampai saat operasi Harus dilakukan tes fungsi paru. Bila kapasitas vial sangat menurun, maka harus dilakukan trakeotomi pada saat dilakukan timektomi supaya bantuna respirasi dapat diberikan pada saat pasca bedah Pada pasca bedah, pakai antikolinesterase dosis rendah
Penyulit
1.Miastenia Krisis
-Terjadi akibat terapi yang tidak adekuat -Keadaan penderita yang cepat memburuk, terjadi karena ; pekerjaan fisik berlebihan emosional infeksi melahirkan obat-obat yang menyebabkan neuromuskular blok (Strepto, Neomicyn, curare, quinine)
bebaskan jalan nafas pemberian antikholin esterase obat imunosupresan dan plasmaferesis
2.Kholinergik Krisis
Karena overdosis / mendekati dosis bahaya dari
obat antikholin esterase Gejala-gejala : -Bingung, muntah-muntah -Berkeringat - Hipersalivasi - Lakrimasi - Miosis - Pucat - Hipotensi
-Tindakan
: - Penghentian antikholin esterase sementara, kemudian diberi lagi dengan dosis yang lebih rendah - Atropin sulfat 0,3 0,6 mg i.v dan 1,25 mg IM, SETIAP Jam sampai keringat berhenti dan pupil melebar lebih daari 3 mm
Definition
Carpal
tunnel syndrome, the most common focal peripheral neuropathy, results from compression of the median nerve at the wrist.
Clinical Features
pengurangan sensitivitas dan keringat di atas ibu jari tangan, jari telunjuk, jari tengah atrofi tenar kelemahan abduksi dan posisi ibu jari
clinical features.
Kekakuan jari tangan, kelemahan dan nyeri sewaktu menggunakan tangan tes perkusi positif di atas nervus medianus pada pergelangan tangan (tanda tinel)
Atrophy
Physical examination
Phalens maneuver Tinels sign weak thumb abduction. two-point discrimination
Phalens maneuver
Tinels sign
Diagnostic
Anamnesis Pemeriksaan fisik
Differential Diagnostics
Tendonitis Tenosynovitis Diabetic neuropathy Kienbock's disease Compression of the Median nerve at the elbow
Treatment
CONSERVATIVE TREATMENTS
GENERAL MEASURES WRIST SPLINTS ORAL MEDICATIONS LOCAL INJECTION
SURGERY
GENERAL MEASURES
Menghindari gerakan berulang/berlebihan pergelangan tangan dan tangan yang dapat mengeksaserbasi gejala.
WRIST SPLINTS
WRIST SPLINTS
ORAL MEDICATIONS
Diuretics Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) pyridoxine (vitamin B6) Orally administered corticosteroids
Prednisolone 20 mg per day for two weeks followed by 10 mg per day for two weeks
LOCAL INJECTION
Campuran 10-20 mg Lidocain (Xylocain) tanpa ephinefrin dan 20-40 mg methylprednisolon acetate (Depomedrol) atau preparat kortikosteroid yang sama, di suntikkan menggunakan jarum no.25 pada bagian distal pergelangan
LOCAL INJECTION
LOCAL INJECTION
Sebaiknya dilakukan splinting sebelum pemberiksan injeksi kortikosteroid. Jika penyuntikan pertama terdapat pengurangan gejala maka dilakukan penyuntikan lagi setelah beberapa bulan. Dilakukan pembedahan bila pada pasien dengan terapi medikamentosa tidak berhasil atau yang membutuhkan lebih dari 2 kali suntikan
surgery
pembedahan dilakukan untuk melebarkan kanalis karpalis dengan melepaskan ligamentum yang menjerat/menjepit atap dari kanalis karpalis, dibuka kemudian dilebarkan ruangannya sehingga dapat menurunkan tekanan pada nervus medianus.
surgery
sayatan kecil di atas telapak tangan dengan pergelangan tangan, ahli orthopaedi melonggarkan jeratan ligamentum yang meliputi kanalis carpalis endoscopic teknik, sayatan kecil inch, ahli orthopedic meletakkan telescope kecil pada canal dengan pisau micro memotong ligamentum yang menjerat kanal.
SURGERY
Complications of surgery Injury to the palmar cutaneous or recurrent motor branch of the median nerve Hypertrophic scarring tendon adhesion Postoperative infection Hematoma arterial injury stiffness
Definisi
Suatu kondisi yang ditandai oleh gejala : nyeri, kelemahan motorik dan sensorik dari cabang-cabang saraf tibialis posterior pada pergelangan kaki.
Penyebab dari sindom ini adalah kompresi saraf tibialis posterior dan cabang-cabangnya pada tarsal tunnel yang dibentuk oleh retinakulum fleksor dan malleolus medial.
Definisi
Dapat juga disebabkan oleh kontribusi sistemik dan local akibat disfungsi saraf, seperti diabetes atau adanya lesi yang menempati ruang tarsal.
Kompresi dapat juga terjadi pada lengkung fibrosa pada abductor hallucis ( Tarsal Tunnel Syndrome Distal).
Epidemiologi
Etiologi
Etiologi tarsal tunnel syndrome adalah: Tonjolan tulang tarsal Trauma Varises pada vena Neurinoma Hipertrofi pada fleksor retinakulum Penyakit sistemik (arthritis rheumatoid, ankylosing spondylitis).
pemeriksaan fisik tarsal tunnel syndrom: Tanda Tinels (rasa geli pada tungkai yang dihantarkan oleh saraf setelah perkusi) pada terowongan tarsal dan rasa perih terhadap palpasi pada flexor retinakulum. Kehilangan sensasi yang terbatas pada aspek medial dari kaki, disekitar
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: Tes Electrophysiological Berguna pada pasien dengan rasa nyeri sensorik neuropati untuk mengidentifikasi mononeuropathy seperti hambatan fokal pada terowongan tarsal Imaging Dapat menggunakan USG dan MRI, keduanya dapat digunakan untuk melihat gambaran perubahan, fibrosis atau tenosivitis, juga menunjukkan ganglia dan vaskosities.
Diagnosis
Untuk mendiagnosa kondisi ini, dengan memanipulasi kaki yang terkena selama pemeriksaan fisik. Contoh, mengetuk atau menekan daerah yang seringkali menyebabkan kesemutan, yang bisa menjalar ke tumit, telapak kaki, atau jari kaki.
Terapi
Non operasi antiinflamasi (mengurangi inflamasi dan pembengkakan dan mengurangi iritasi pada saraf) dan kemudian disarankan untuk mengontrol pemicu gejalanya. Kortison disuntikkan ke ruang tarsal sehingga menginduksi saraf dan jaringan disekitarnya sehingga iritasi berkurang.
Terapi.
Operasi Pelepasan retinakulum fleksor dengan anaestesi SAB atau anaestesi umumdisinfeksi penyayatan pada pergelangan medial malleosus, Insisi dibuat sepanjang saraf tibial di belakang malleolus. Saraf ditemukan dengan memotong retinakulum fleksor. Retinakulum fleksor dibiarkan terbuka untuk memberikan ruang untuk saraf. Kedua ujung retinakulum fleksor akan membentuk jaringan parut baru. Setelah operasi, kulit diperbaiki dengan jahitan.
Prognosis
Dengan pembedahan dapat menyelesaikan kasus tarsal tunnel syndrome antara 85% sampai 90%.
Komplikasi
Kadang kambuh, akan tetapi tidak dianjurkan pengulangan pelepasan kecuali ruang yang terdesak atau berkembang akibat dari reaksi fibrous setelah dilakukan operasi. Infeksi Dehiscence Bentukan hematoma Pelepasan ruang tarsal yang kurang sempurna. Sindrom nyeri pada daerah regional