Anda di halaman 1dari 47

Kata Sampul

Pernahkah kamu bertanya pada dirimu sendiri, Aku normal nggak ya, jangan-jangan aku nggak normal? Apabila kamu pernah mempertanyakan seberapa normal dirimu, maka kamu tidak sendirian. Konon, sebagian besar orang selalu bertanya-tanya demikian, Aku begini ini, normal nggak ya? Mereka bertanya seperti itu karena kuatir bahwa diri mereka termasuk orang-orang yang tidak normal. Mereka waswas kalau mereka tidak seperti umumnya orang. Mereka cemas kalau mereka sakit mental. Mereka risau, jangan-jangan mereka membutuhkan perawatan mental. Kalau kamu masih ingin tahu jawabanmu, maka kamu perlu membaca buku ini. Kamu akan tahu seberapa normal dirimu atas hal-hal yang selama ini sering menggundahkan hatimu; kamu temukan jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan yang terkait dengan kenormalan, mulai dari kenormalan dalam hal identitas gender, kenormalan dalam berpikir, kenormalan dalam berperilaku, dan kenormalan dalam merasa (emosi).

KAMU NORMAL ATAU ABNORMAL?


Bagaimana mengetahui pikiran, perasaan dan perilakumu termasuk normal atau abnormal

ACHMANTO MENDATU

Daftar Isi
Bagian 1. Normal Vs Abnormal Bagian 2. Kategori normalitas 1. Lelaki normalkah? 2. Sebagai lelaki, sifatku normalkah? 3. Perempuan normalkah? 4. Sebagai perempuan, sifatku normalkah? 5. Masturbasi 6. Hubungan seksual dalam pacaran 7. Tidak percaya pasangan 8. Cinta bergelora 9. Diri yang narsis 10. Isu berat badan 11. Berbohong 12. Cari perhatian 13. Berpikir Bunuh Diri 14. Berpikir tentang seks 15. Suka pada beberapa orang sekaligus 16. Tindak kriminal 17. Selalu menentang

Bagian 1. NORMAL VS ABNORMAL


Kriteria mental yang sehat adalah mampu bekerja, mampu belajar, mampu bermain dan mampu bercinta
- J.E Prawitasari, Profesor Psikologi Klinis -

Aku itu normal nggak ya? Itulah pertanyaan tentang diri sendiri yang paling mengganggu pikiran seorang remaja. Mereka cemas kalau diri mereka bukan termasuk golongan yang normal. Dalam hati mereka ada kekuatiran besar bahwa diri mereka termasuk orang-orang yang kurang normal. Mereka waswas kalau mereka tidak seperti umumnya orang. Mereka cemas kalau mereka sakit mental. Mereka risau, jangan-jangan mereka membutuhkan perawatan mental. Tak pelak pertanyaan itu adalah salah satu perasaan yang paling merisaukan para remaja, di manapun tempatnya. Akan tetapi, rupanya masih banyak juga remaja yang bertanya-tanya tentang kenormalan dirinya justru untuk membangga-banggakan diri. Mereka seakan berharap bahwa dirinya bukan termasuk dalam kategori normal. Mereka ingin menjadi abnormal. Sebab, menjadi abnormal berarti menjadi orang yang unik dan langka. Memasuki masa remaja memang fase ketika egosentrisme-nya masih kuat (bahwa yang terbaik dan terbenar adalah dirinya, orang lain keliru semuanya; bahwa merasa dirinya sendirilah yang paling tahu akan dirinya dan juga paling tahu yang terbaik untuknya). Mereka, para remaja itu, ingin merasakan rasa unik atau merasakan diri sebagai seseorang yang berbeda dengan lainnya. Perasaan unik itu akan membuat mereka sebagai pribadi yang berharga. Apapun tujuan pertanyaannya, mereka, para remaja itu, sangat dirisaukan dengan kenormalan dirinya. Secara umum mereka ingin agar diri mereka sehat secara mental. Mereka ingin menjadi pribadi yang tanpa masalah. Mereka berharap agar pikiran, perasaan, dan perilaku yang dirasakan dan dilakukannya tidak menjurus pada abnormalitas yang negatif. Dalam diri mereka ada keinginan besar agar semua hal dalam dirinya berada dalam kutub positif. Mereka semua ingin baik-baik saja. Itu kabar baiknya. Buku Kamu Normal atau Abnormal ini bertujuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang paling kerap merisaukan itu. Di sini akan kamu temukan jawaban-jawaban dari berbagai pertanyaan yang terkait dengan kenormalan, mulai dari kenormalan dalam hal identitas gender, kenormalan dalam berpikir, kenormalan dalam berperilaku, dan kenormalan dalam merasa (emosi). Melalui buku ini kamu akan dibawa menjelajahi dunia normalitas dan abnormalitas. Kamu akan tahu apakah kamu masih termasuk dalam kategori normal atau kurang normal.

1. Wajib baca
Sebelum kamu membaca lebih lanjut buku ini, kamu harus memahami lebih dulu apa yang dimaksud dengan normal dan abnormal itu. Salah mengartikan apa yang dimaksud normal dan abnormal, maka akan salah pula dalam memahami maksud buku ini. Baru setelah benarbenar paham apa yang dimaksud normal dan abnormal, barulah kamu bisa melanjutkan membaca seluruh isi buku kecil ini. 2

2. Kriteria normalitas
Mengapa muncul pertanyaan, Aku normal nggak ya? Pertanyaan itu awalnya muncul ketika seseorang membandingkan dirinya dengan orang lain. Mereka ingin tahu bagaimana posisinya dibandingkan orang-orang pada umumnya. Jika aku seperti ini, apakah orang lain juga pernah seperti ini? Jangan-jangan hanya diriku seorang yang seperti ini? Jangan-jangan aku seorang yang aneh? demikian orang bertanya-tanya. Para penanya itu tahu bahwa ada orang-orang yang normal dan ada yang abnormal. Yang abnormal dibagi lagi kategorinya, abnormal positif dan abnormal negatif. Abnormal positif artinya adalah orang-orang yang tidak masuk kategori normal, namun memiliki hal-hal baik yang jauh melebihi orang-orang normal. Sebagai contoh, ada orang genius yang kemampuan inteligensinya jauh melampaui orang-orang normal. Mereka termasuk dalam golongan abnormal positif. Adapun orang-orang yang senang memeras orang lain dan menipu adalah orang-orang yang abnormal negatif karena perilaku mereka adalah perilaku negatif yang sangat jarang dilakukan orang-orang normal. Nah, mereka, para penanya itu ingin tahu apakah mereka normal, abnormal positif atau abnormal negatif! Membandingkan perilaku yang sifatnya covert alias tampak (misalnya memukul, menendang, memegang, dan sebagainya) sangat mudah. Kamu tinggal melihat orang lain, baik secara langsung, melalui berita dalam media massa, melalui obrolan orang, atau melalui gambargambar. Kamu akan langsung tahu bahwa perilakumu juga dilakukan orang lain atau tidak. Jika kamu dipukul pacarmu, kamu akan tahu apakah hanya kamu sendiri yang dipukul pacarmu, atau kamu hanya salah satu dari sekian banyak orang yang dipukul pacar. Akan tetapi membandingkan pikiranmu dan perasaanmu dengan orang lain bukanlah hal yang mudah. Kamu sulit mengetahui apa yang dipikirkan dan dirasakan orang, bahkan meskipun itu pacarmu sendiri. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya kamu memerlukan alat bantu. Apakah alat bantu itu? Alat bantu itu adalah kriteria baku yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga yang kredibel atau kriteria berdasarkan suatu hasil penelitian. Melalui kriteria-kriteria itu kamu akan tahu posisimu dibandingkan orang pada umumnya. Kamu akan tahu seberapa banyak orang yang seperti dirimu dan seberapa banyak orang yang tidak seperti dirimu. Dan dengan demikian kamu akan tahu kenormalan dirimu. Untuk menentukan sebuah perilaku termasuk normal atau abnormal, paling tidak ada 4 kriteria normalitas yang digunakan, yakni normalitas menurut statistik, menurut bahaya dan kerugian yang ditimbulkan, menurut gangguan dan hambatan yang dimunculkan, dan menurut kriteria baku yang ditetapkan. 1. Normalitas menurut statistik Secara statistik, sebuah perilaku disebut abnormal adalah jika dilakukan oleh minoritas orang. Misalnya saja perilaku suka memuji diri sendiri. Apabila perilaku itu dilakukan oleh mayoritas orang, maka perilaku itu tergolong perilaku normal, dan bukan termasuk perilaku abnormal. Akan tetapi apabila perilaku itu hanya dilakukan sedikit orang, misalnya 2% orang saja, maka perilaku memuji diri sendiri bisa digolongkan sebagai perilaku abnormal. Kehidupan manusia berjalan seperti kurva normal. Selalu ada sedikit orang yang ada di ujung bawah dan selalu ada yang ada di ujung atas, sedangkan mayoritas orang berada dalam posisi di tengah-tengah. Sebagai contoh adalah kriteria kecerdasan. Ada sedikit orang yang mengalami retardasi mental dan ada sedikit orang yang memiliki kecerdasan genius. Sebagian besar orang memiliki kecerdasan rata-rata. Mereka yang retardasi mental disebut memiliki abnormal negatif, sedangkan mereka yang genius disebut abnormal positif. Kamu bisa mendaftar sendiri berbagai keadaan dan perilaku yang kamu lihat, kamu rasakan, kamu 3

pikirkan dan kamu lakukan. Dibandingkan dengan umumnya orang, kondisinya pasti mirip kurva normal. Hanya saja kamu mungkin belum tahu apakah kamu termasuk yang mayoritas (normal), atau minoritas bawah (abnormal negatif) atau minoritas atas (abnormal positif). Bisa saja suatu perilaku yang menurut kriteria statistik terhitung abnormal, namun menurut kriteria lain tidak digolongkan sebagai abnormal. Jadi, abnormal secara statistik tidak selalu berarti mengalami gangguan. Abnormal secara statistik bisa hanya berarti bahwa hal itu kurang umum dialami orang atau hanya sedikit orang yang mengalaminya. Biasanya, yang dimaknai abnormal positif secara statistik (misalnya si genius) tidak lagi diembel-embeli istilah abnormal, melainkan digolongkan sebagai normal. 2. Normalitas menurut bahaya dan kerugian yang ditimbulkan. Kriteria ini didasarkan pada bahaya dan kerugian yang ditimbulkan. Sebuah perilaku disebut abnormal jika membahayakan atau merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Sebagai contoh bunuh diri. Perilaku tersebut bukanlah perilaku normal karena membahayakan jiwa. Bahkan meskipun perilaku itu dilakukan mayoritas orang dalam suatu wilayah, tetap saja perilaku itu bukan perilaku normal karena apapun alasannya bunuh diri membahayakan jiwa. Perilaku-perilaku yang bertentangan dengan etika, dan dengan demikian merugikan pribadi yang bersangkutan atau masyarakat juga bisa digolongkan sebagai perilaku abnormal. Sebagai contoh perilaku mencoret-coret dinding tembok fasilitas umum. Perilaku abnormal itu, selain merugikan, juga bertentangan dengan etika. Berapa kerugian ekonomi yang ditimbulkan para pelaku vandalisme itu tidak pernah diperhitungkan oleh para pelakunya. Yang pasti, para pemilik fasilitas yang dicoret-coret itu harus mengeluarkan biaya besar untuk menghapus coret-coretan itu. Contoh lainnya adalah kebut-kebutan di jalan umum. Perilaku itu melanggar etika berkendaraan di jalan umum sekaligus berpotensi merugikan pengguna jalan lainnya, plus membahayakan diri sendiri. 3. Normalitas menurut gangguan dan hambatan yang ditimbulkan. Sebuah perilaku disebut abnormal jika mengganggu dan menghambat aktivitas sehari-hari yang normal. Sebagai contoh jika gara-gara perilakunya yang menuntut keteraturan membuatnya sulit tidur, selalu stress, berkonflik dengan rekan kerja, dan lainnya, maka perilaku menuntut keteraturan itu sudah merupakan perilaku abnormal. Contoh lainnya adalah bermain gim komputer. Apabila masih dalam taraf wajar dan tanpa mengganggu aktivitas pokok dalam kehidupannya, maka bermain gim masih digolongkan normal. Akan tetapi apabila aktivitas bermain gim telah membuat pelakunya lupa makan, lupa mandi, lupa istirahat, menjadi sakit, lalai belajar, lalai bekerja, cuek terhadap lingkungan, maka perilakunya itu masuk kategori abnormal. Biasanya perilaku itu akan didiagnosa sebagai ketagihan gim (game addict). Untuk perilaku-perilaku yang tidak menimbulkan gangguan dan hambatan dalam kehidupan normal keseharian, maka perilaku itu akan digolongkan ke dalam perilaku normal. 4. Normalitas menurut kriteria baku yang ditetapkan Kriteria normalitas terakhir adalah kriteria normalitas berdasarkan kriteria-kriteria baku tertentu yang ditetapkan oleh suatu lembaga atau individu tertentu, yang berlandaskan pada penelitian-penelitian. Kriteria-kriteria baku itu biasanya dihasilkan melalui penggabungan 3 kriteria di atas; yakni melihat secara statistik, menengok bahaya dan kerugian, serta memperhatikan gangguan dan hambatan yang ditimbulkan. Oleh karena itu, kriteria baku itu merupakan kriteria yang paling sahih untuk digunakan menilai normal dan abnormalitas. Akan tetapi, tidak semua hal sudah ada kriteria bakunya. Oleh karena itu tidak jarang kita masih

harus mengandalkan semata-mata salah satu atau salah dua, atau tiga-tiganya dari tiga kriteria di atas. Contoh kriteria baku yang paling populer dan digunakan secara luas dalam dunia kesehatan mental adalah Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, yang dipublikasikan oleh American Psychiatric Association (Asosiasi Psikiater Amerika). Buku tersebut berisi panduan-panduan untuk mendiagnosa berbagai macam gangguan mental yang mungkin dialami seseorang. Hanya saja buku tersebut tidak bisa digunakan oleh semua orang. Yang berhak menggunakan buku tersebut hanyalah para tenaga profesional kesehatan mental yang telah dididik khusus dalam bidang psikologi dan psikiatri. Buku ini berupaya menggabungkan berbagai kriteria normalitas sehingga dicapailah suatu jawaban paling baik (menurut penulis) untuk setiap pertanyaan normal apa nggak normal yang paling sering ditanyakan para remaja.

3. Isi buku ini


Dalam buku yang ada di tanganmu saat ini akan kamu temui 12 pertanyaan normal apa nggak normal yang paling sering ditanyakan para remaja berikut jawabannya, yakni: Apakah aku lelaki normal? Apakah sifat-sifatku sebagai lelaki termasuk normal? Apakah aku perempuan normal? Apakah sifat-sifatku sebagai perempuan termasuk normal? Apakah aku termasuk abnormal karena aku bermasturbasi? Apakah hubungan berpacaranku normal jika aku melakukan hubungan seksual dengan pacarku? 7. Apakah aku normal jika aku sulit sekali bisa percaya pada pasanganku sendiri? 8. Apakah cinta yang kurasakan, yang penuh gelora, berapi-api, dan penuh gejolak emosi ini merupakan perasaan yang juga dirasakan orang lain ketika jatuh cinta? 9. Apakah aku termasuk orang-orang yang narsis? 10. Apakah pikiranku terkait berat badanku sesuatu yang normal? 11. Apakah perilakuku berbohong sudah tidak normal? 12. Apakah keinginanku mencari perhatian termasuk normal? 13. Apakah pikiranku untuk bunuh diri menandakan aku sudah tidak normal? 14. Apakah seringnya diriku berpikir tentang seks merupakan tanda aku tidak normal? 15. Apakah rasa sukaku pada beberapa orang di saat yang sama sesuatu yang normal? 16. Apakah tindakanku yang sudah menjurus kriminal itu membuatku termasuk orang kurang normal? 17. Apakah sifatku yang sering menentang sesuatu yang normal? 1. 2. 3. 4. 5. 6. Penting diingat bahwa buku ini tidak bermaksud untuk menyatakan dirimu sebagai orang normal atau orang kurang normal. Kamu mungkin memang kurang normal hanya dalam satu kriteria tertentu, namun mungkin normal untuk kriteria yang lain. Jadi, sebaiknya tidak melabeli diri abnormal. Sebagai contoh, jauh lebih baik kamu mengatakan: dalam hal hubungan dengan pacar, saya termasuk abnormal karena saya berhubungan seksual dengan pacar dari pada mengatakan, Saya abnormal. Melabeli diri abnormal, membuat kita cenderung menilai negatif diri kita secara keseluruhan. Padahal, sudah pasti kita memiliki banyak hal positif dalam diri kita. Jadi, sebaiknya label-lah pikiran tertentu, perasaan tertentu atau perilaku tertentu saja yang mungkin memang kurang normal, bukan diri kita secara keseluruhan yang dilabel. Penting juga diingat, buku ini bukan bermaksud memberikan panduan eksak dan pasti tentang normal dan abnormal. Buku ini hanya merupakan penggambaran tentang mana 5

yang masuk dalam kategori normal dan mana yang masuk kategori kurang normal. Kamu tidak boleh menganggap buku ini sebagai buku manual yang membuatmu bisa dengan tepat menggolongkan dirimu sebagai normal atau kurang normal. Untuk bisa dengan tepat mengetahuinya, kamu masih harus berkonsultasi dengan tenaga kesehatan mental profesional, baik psikolog maupun psikiater. Jadi, buku ini hanyalah pemandumu untuk menggambarkan dirimu seperti apa dibandingkan orang-orang pada umumnya, dan dengan demikian kamu bisa mengira-ngira apakah dirimu dalam hal tertentu masih terhitung normal atau kurang normal. Satu hal lagi yang penting diperhatikan adalah mengenai kriteria kesehatan mental. Secara psikologis, mentalmu sehat jika kamu masih mampu belajar, mampu bermain, mampu bercinta, dan mampu bekerja (Prawitasari, 2003). Mampu belajar artinya masih mampu mempelajari hal-hal baru dan mampu belajar dari pengalaman. Mampu bermain artinya masih tahu caranya bersenang-senang dan melakukan aktivitas yang melulu hanya untuk bermainmain saja dan bersenang-senang. Mampu bercinta artinya masih bisa menyebarkan kasih pada sesama dan masih peduli pada orang lain. Dan mampu bekerja artinya masih bisa melakukan hal-hal yang produktif serta berguna dalam kehidupannya. Nah, asalkan dirimu masih bisa melakukan ke-empatnya, maka sebenarnya tidak ada yang perlu dikuatirkan dari dirimu. Kamu baik-baik saja.

Bagian 2. KATEGORI NORMALITAS


1. Lelaki Normalkah?
- khusus untuk lelaki Inilah pertanyaan utama yang paling kerap diajukan seorang anak lelaki ketika beranjak remaja dan menuju dewasa, Aku pria sejati atau bukan ya? Mereka, para lelaki itu, sangat kuatir kalau diri mereka bukanlah lelaki sejati. Mereka waswas kalau ternyata diri mereka adalah waria seperti yang sering mereka lihat di televisi di jalanan tatkala para waria itu mengamen. Mereka cemas kalau mereka ternyata akan menjadi penyanyi jalanan yang dalam nyanyiannya akan selalu ditambahi kata-kata wer..ewer..ewer.. Mereka takut jadi semua itu. Mereka hanya ingin menjadi sebenar-benarnya lelaki. Seperti apakah sebenar-benarnya lelaki? Banyak dari mereka tidak tahu. Yang mereka tahu, menjadi sebenar-benarnya lelaki berarti menjadi lelaki normal. Namun banyak dari mereka tidak paham apa bedanya menjadi lelaki normal dan menjadi lelaki yang kurang normal. Alhasil, karena ketidakpahaman itu, mereka dilanda cemas. Tidak jarang seorang lelaki baru benar-benar merasa aman dengan dirinya, dan menganggap dirinya benar-benar lelaki, ketika telah menikah dan memiliki anak. Saat itulah mereka baru bisa berkata, Terbukti lelaki! Tentu saja kamu tidak perlu menunggu sampai kamu menikah dan punya anak untuk tahu apakah kamu benar-benar lelaki atau bukan. Melalui buku ini kamu akan segera mendapatkan jawaban. Setelah membaca bab ini, kamu akan tahu apakah kamu benar-benar lelaki atau bukan benar-benar lelaki. Jawab pertanyaan berikut: 1. Apakah kamu memiliki organ kelamin lelaki yang lengkap (ada penis dan buah pelir)? 2. Apakah kamu merasa dirimu laki-laki? 3. Apakah kamu hanya tertarik secara seksual pada perempuan? Apabila jawabanmu YA untuk tiga pertanyaan di atas, maka kamu lelaki yang sebenarbenarnya. Beres bukan? Secara eksplisit ada 3 syarat agar seseorang disebut lelaki sebenarbenarnya, yakni bertubuh lelaki, merasa diri sebagai lelaki dan tertarik secara seksual hanya kepada perempuan. Asalkan ketiga syarat itu terpenuhi, maka sah-lah untuk merasa sebagai lelaki yang normal. Syarat 1. Ber-biologis lelaki Seperti apakah fisik lelaki? Otot bertonjolan dan badan kekar bukan termasuk kategori utama. Yang menentukan seseorang lelaki atau bukan, hanyalah keberadaan penis dan buah pelirnya. Jika kamu memiliki penis (berapapun ukurannya) dan juga memiliki buah pelir, maka kamu berfisik lelaki. Terlepas apakah jalanmu gemulai, kulit tanganmu halus, perutmu besar, suaramu halus, asalkan kamu memiliki dua perangkat utama itu, maka kamu layak disebut lelaki. 7

Syarat 2. Merasa diri sebagai lelaki Setelah memiliki fisik lelaki, syarat berikutnya untuk disebut sebenar-benarnya lelaki adalah merasa diri sebagai lelaki. Dalam dirimu, kamu harus yakin bahwa kamu lelaki. Kamu harus menghayati bahwa dirimu adalah seorang lelaki yang sebenar-benarnya. Kamu tidak boleh merasa ragu akan identitasmu. Kamu harus yakin bahwa kamu lelaki sekaligus merasa nyaman sebagai lelaki. Di sekitar kita banyak orang-orang yang berfisik lelaki namun merasa bukan lelaki. Alih-alih merasa jantan, mereka malah merasa diri mereka perempuan. Fisiknya memang laki-laki, tapi jiwanya perempuan. Mereka itulah yang sering disebut kaum waria atau bencong. Dalam bahasa akademik, mereka disebut kaum transeksual. Mereka terjebak dalam tubuh yang salah: perempuan terjebak dalam tubuh laki-laki. Biasanya mereka akan berpakaian atau bertingkah laku seperti halnya identitas yang diyakininya. Itu kenapa para waria selalu berpakaian seperti perempuan. Diperkirakan 1 dari 12 ribu laki-laki mengalami keterjebakan tubuh itu (Garret, 2003). Transeksual diketahui merupakan kelainan yang diakibatkan oleh kelainan genetika ataupun proses perkembangan tidak normal ketika di dalam kandungan (Hines, 2004) sehingga sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Sekali terjebak, maka terjebak selamanya. Pada anak lelaki transeksual, mereka biasanya lebih menyukai berpakaian ala perempuan atau mampu memodifikasi baju-bajunya sehingga terkesan sangat feminin. Mereka tertarik pada permainan-permainan yang khas perempuan, lebih menyukai bermain bersama dengan anak perempuan, senang memakai berdandan seperti perempuan, lebih menikmati menggambar gadis cantik atau putri-putri kerajaan, hingga senang menonton TV atau film yang menampilkan tokoh perempuan favorit mereka. Sebaliknya mereka berusaha menghindari hal-hal yang berbau lelaki, seperti permainan-permainan yang kasar. Setelah memasuki masa dewasa, para lelaki transeksual biasanya memiliki hasrat kuat untuk hidup sebagai perempuan. Mereka ingin diperlakukan seperti perempuan. Tidak jarang mereka melakukan operasi ganti kelamin dan melakukan operasi pembesaran payudara. Syarat 3. Tertarik secara seksual hanya kepada perempuan Kepada siapa kamu pertama kali merasakan jatuh cinta? Jika kamu pertama kali jatuh cinta pada seorang gadis, maka kamu memenuhi syarat kedua untuk disebut lelaki sebenarbenarnya. Seorang lelaki yang disebut normal akan mengalami rasa tertarik atau jatuh cinta secara seksual kepada perempuan. Yang ditaksirnya hanyalah seorang perempuan atau beberapa perempuan. Yang diangan-angankannya adalah perempuan. Yang diimpikannya untuk hidup bersama adalah perempuan. Jika kamu demikian itu, maka kamu layak menyandang sebutan Lelaki Heteroseksual. Ada juga lho, lelaki yang merasa dirinya laki-laki namun tidak hanya tertarik dengan perempuan. Dia juga tertarik pada laki-laki. Dalam bahasa gaul, mereka inilah yang berprinsip, perempuan atau laki-laki sama saja, yang penting cinta. Jadi, mereka bisa jatuh cinta dan tertarik secara seksual dengan siapa saja. Mereka bisa menikah dan memiliki anak dengan seorang perempuan, tapi juga memiliki selingkuhan seorang laki-laki. Dan mereka pun tetap merasa dirinya laki-laki. Jika sedang tertarik dengan laki-laki lain, maka laki-laki lain itu diposisikan sebagai perempuan. Mereka ini disebut biseksual atau ambiseksual. Dalam sebuah survei di Amerika Serikat pada tahun 1994, diketahui bahwa sebanyak 5% laki-laki dan 3% perempuan mengaku diri sebagai biseksual. Kasus biseksual banyak muncul dalam penjara. Di penjara yang dipenuhi laki-laki, adalah biasa laki-laki yang dulunya hanya tertarik pada perempuan, kemudian juga tertarik pada laki-laki. Setelah keluar penjara, karena ketersediaan perempuan, mereka akan kembali ke ketertarikan awal, yakni tertarik seks pada perempuan saja.

Sebuah joke cukup populer menggambarkan kisah biseksual. Berikut joke-nya: Ceritanya, pada suatu malam di sebuah kamar hotel, sepasang kekasih sedang bermasyuk ria. Sayang, terima kasih tadi ya. Aku sangat mencintaimu, ucap salah satunya. Iya sayang, terima kasih juga ya. Aku cinta kamu. Kamulah satu-satunya pujaanku. Kita ketemu 2 hari lagi di sini ya. Aku hanya untukmu ujar yang lain. Baiklah sayang. Sekarang sudah jam 7 malam. Kita harus pulang! kata yang pertama tadi. Dan maka mereka berdua, sepasang kekasih itu mengenakan pakaian kembali. Saling mencium kening dan bibir seolah untuk yang terakhir kali, lalu pulanglah mereka ke rumah istri masing-masing Banyak juga mereka yang memiliki fisik lelaki dan merasa diri sebagai lelaki tetapi hanya tertarik secara seksual pada laki-laki. Mereka tidak tertarik secara seksual apalagi jatuh cinta kepada perempuan. Mereka inilah yang kerap diolok-olok sebagai jeruk kok makan jeruk. Jika kamu demikian, maka kamu termasuk Lelaki Homoseksual. Dalam sebuah survei di Amerika Serikat pada tahun 1993, diketahui bahwa sebanyak kurang lebih 2,8% laki-laki mengaku sebagai homoseksual (Garret, 2003). Mereka biasanya disebut gay. Boleh dibilang, orientasi seksual banyak dipengaruhi faktor biologis. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa laki-laki homoseksual memiliki anatomi syaraf di beberapa bagian otak yang lebih mirip anatomi syaraf pada perempuan ketimbang pada laki-laki heteroseksual (Hines, 2004). Dengan kata lain sains menunjukkan bahwa menjadi homoseksual merupakan bawaan biologis, dan bukan karena pilihan sadar yang dibuat seseorang, seperti yang selama ini banyak diyakini. Oleh karena bawaan biologis, orientasi seksual relatif menetap dan sulit diubah. Penelitian selama puluhan tahun untuk mengubah orientasi seksual terbukti tidak berhasil. Rodrigo Munoz (dalam Myers, 1999), Presiden American Psychiatric Association (Asosiasi Psikiater Amerika) tahun 1998, dalam pers rilisnya menyatakan bahwa Tidak ada bukti adanya terapi yang efektif untuk memperbaiki atau mengubah orientasi seksual seseorang.

2. Sebagai Lelaki, Sifatku Normalkah?


- khusus untuk lelaki Aku tuh, cowok betulan bukan ya? Memang sih, aku secara fisik lelaki tulen, aku pun merasa lelaki, dan juga cuma bisa jatuh cinta pada cewek. Masalahnya, aku tuh sering dianggap cewek. Katanya, aku terlalu cengeng sebagai lelaki tutur Hasbi, seorang mahasiswa semester 1, Fakultas Teknik di sebuah Perguruan Tinggi di Yogyakarta. Rupanya, meskipun dirinya merasa sebagai lelaki sejati, tapi beberapa teman sering menyebutnya seperti perempuan karena Hasbi mudah menangis. Jika ada masalah, dia cenderung menangis, demikian juga jika menyaksikan film sedih, Hasbi bisa terisak-isak sepanjang nonton. Apakah kamu pernah merasakan apa yang dialami Hasbi, yakni diragukan kelelakianmu? Jika pernah, jangan kuatir. Meskipun teman-temanmu beranggapan kamu memiliki sebagian sifat seperti perempuan, asalkan kamu memiliki 3 syarat utama sebagai lelaki, maka kamu tetap terhitung sebagai lelaki yang sebenar-benarnya, sebagaimana Hasbi tetaplah dihitung sebagai lelaki sebenar-benarnya.

Kita memang selalu memiliki stereotip sifat-sifat. Ada sifat yang kita beri stereotip khas lelaki, dan ada sifat yang diberi stereotip khas perempuan (Galliano, 2003). Sifat yang dianggap khas lelaki, misalnya dominan, logis, agresif, terus terang, percaya diri, dan lainnya. Sifat-sifat itu sering diistilahkan sebagai sifat maskulin. Sedangkan sifat yang dianggap khas perempuan, misalnya tertutup, tergantung, emosional, mudah terharu, cerewet, dan sebagainya. Sifat-sifat perempuan itu sering disebut sifat-sifat feminin. Dengan kata lain, sifatsifat yang dianggap khas milik lelaki adalah sifat-sifat yang berbau maskulinitas, sedangkan sifat-sifat yang dianggap khas perempuan adalah sifat-sifat yang berbau femininitas. Berikut adalah sifat-sifat yang dianggap maskulin (dan dengan demikian maka dianggap paling khas sifat lelaki) dan sifat-sifat yang dianggap feminin (dan dengan demikian maka dianggap paling khas sifat perempuan), yang diambil dari buku karya Galliano (2003): Maskulin
Sangat agresif Sangat mandiri Sama sekali tidak emosional Selalu menyembunyikan emosinya Sangat objektif dalam menilai sesuatu Sangat tidak mudah dipengaruhi Sangat dominan Sangat menyukai matematika dan sains Tidak akan tertarik pada hal-hal kecil Sangat aktif Sangat kompetitif (bersaing) Sangat logis Sangat berorientasi material/duniawi Sangat terampil dalam berbisnis Sangat terus terang Tahu benar bagaimana dunia berjalan Merasa tidak mudah sakit hati Petualang Mudah membuat keputusan Tidak pernah menangis Hampir selalu bertindak sebagai pemimpin Sangat percaya diri Tidak merasa tidak nyaman untuk agresif Sangat ambisius Mudah memisahkan antara perasaan dengan ide-ide Sama sekali tidak tergantung Tidak pernah membanggakan penampilan Berpikir laki-laki selalu lebih superior Berbicara bebas tentang seksualitas dengan laki-laki Menggunakan bahasa-bahasa kasar Sama sekali tidak cerewet Sangat tidak mau kompromi Sangat kasar (mudah melakukan kekerasan) Tidak mampu menyelami perasaan orang lain Sama sekali tidak religius Tidak memperhatikan penampilannya sendiri Sangat kurang hati-hati dan kurang teratur Menyukai kebisingan Hanya sedikit memerlukan rasa aman Tidak menikmati seni dan sastra Tidak mudah mengungkapkan sisi lembutnya

Feminin
Sama sekali tidak agresif Sama sekali tidak mandiri Sangat emosional Tidak menyembunyikan emosinya Sangat subjektif dalam menilai sesuatu Sangat mudah dipengaruhi Sangat submisif atau penurut Tidak menyukai matematika dan sains Tertarik pada hal-hal kecil Sangat pasif Sama sekali tidak kompetitif (bersaing) Sangat tidak logis Sangat berorientasi rumah Sama sekali tidak terampil dalam berbisnis Sangat kurang terus terang Tidak tahu bagaimana dunia berjalan Mudah sakit hati Sama sekali bukan petualang Kesulitan membuat keputusan Mudah menangis Tidak pernah bertindak sebagai pemimpin Sama sekali tidak percaya diri Tidak merasa nyaman untuk agresif Sama sekali tidak ambisius Tidak mampu memisahkan perasaan dan ide Sangat tergantung Sangat membanggakan penampilan Berpikir perempuan selalu lebih superior Tidak bicara bebas tentang seksualitas Tidak menggunakan bahasa-bahasa kasar Cerewet Penuh kompromi Sangat lembut Sangat menyelami perasaan orang lain Sangat religius Sangat memperhatikan penampilannya Sangat hati-hati dan teratur Menyukai kesenyapan Sangat memerlukan rasa aman Menikmati seni dan sastra Mudah mengungkapkan sisi lembutnya

10

Masyarakat kita selalu menganggap bahwa seorang lelaki adalah seseorang yang cenderung lebih banyak memiliki sifat maskulin. Dalam dirinya haruslah terdapat kualitas maskulin yang dominan. Jika demikian, maka seorang lelaki baru disebut lelaki sejati. Semakin banyak sifat maskulinnya, maka semakin lelaki-lah dia. Benar-benar pria ujar banyak orang. Akan tetapi, berdasarkan kriteria kesehatan mental, merupakan hal wajar saja jika seorang lelaki memiliki sifat yang dominan feminin. Sebagaimana hal yang wajar belaka jika seorang perempuan memiliki sifat-sifat maskulin yang dominan. Artinya, sifat-sifat itu bisa dipertukarkan dan bukan merupakan kriteria untuk menentukan kenormalan seorang lelaki. Jadi, jika kamu merasa penuh kompromi, menyukai keteraturan, berbahasa halus, sangat memperhatikan penampilan, emosional, kurang mandiri, dan memiliki berbagai sifat feminin lainnya, tak perlu kuatir. Sepanjang, 3 prasyarat sebagai lelaki bisa kamu penuhi, maka kamu tetap akan digolongkan sebagai lelaki sebenar-benarnya. Kamu normal!

3. Perempuan normalkah?
- khusus untuk perempuan Aku ini perempuan sejati apa bukan ya? Inilah pertanyaan yang paling mengganggu anak perempuan ketika beranjak remaja dan menuju dewasa. Mereka, cemas kalau diri mereka bukanlah perempuan sejati. Mereka waswas kalau ternyata diri mereka tidak seperti perempuan pada umumnya. Mereka ingin menjadi perempuan seperti yang digambarkan di majalah-majalah dan televisi: tampil cantik, menarik, seksi, menyukai dan disukai lelaki. Mereka kuatir tidak ada lelaki yang mendekat karena diri mereka bukan perempuan idaman, karena memang bukan benar-benar perempuan. Jadi, mereka sangat mendamba menjadi perempuan sebenar-benarnya. Seperti apakah sebenar-benarnya perempuan? Banyak dari mereka tidak tahu. Yang mereka tahu, menjadi sebenar-benarnya perempuan berarti menjadi perempuan normal. Namun banyak dari mereka tidak paham apa bedanya menjadi perempuan normal dan menjadi perempuan yang kurang normal. Alhasil, karena ketidakpahaman itu, mereka dilanda cemas. Tidak jarang seorang perempuan baru benar-benar merasa aman dengan dirinya, dan menganggap dirinya benar-benar perempuan, ketika telah menikah dan memiliki anak. Saat itulah mereka baru bisa berkata, Terbukti perempuan tulen! Tentu saja kamu tidak perlu menunggu sampai kamu menikah dan punya anak untuk tahu apakah kamu benar-benar perempuan atau bukan. Melalui buku ini kamu akan segera mendapatkan jawaban. Setelah membaca bab ini, kamu akan tahu apakah kamu benar-benar perempuan atau bukan benar-benar perempuan. Jawab pertanyaan berikut: 1. Apakah kamu memiliki organ kelamin perempuan yang lengkap (ada vagina dan buah dada)? 2. Apakah kamu merasa dirimu perempuan? 3. Apakah kamu hanya tertarik secara seksual pada lelaki? Apabila jawabanmu YA untuk tiga pertanyaan di atas, maka kamu perempuan yang sebenar-benarnya. Beres bukan? Kamu adalah perempuan normal. Jadi tidak perlu lagi mencemaskan seberapa perempuan dirimu. Secara eksplisit ada 3 syarat agar seseorang disebut perempuan sebenar-benarnya, yakni bertubuh perempuan, merasa diri sebagai 11

perempuan dan tertarik secara seksual hanya kepada lelaki. Asalkan ketiga syarat itu terpenuhi, maka sah-lah untuk merasa sebagai perempuan yang normal. Syarat 1. Ber-biologis perempuan Seperti apakah fisik perempuan? Bertubuh bak gitar spanyol dan berpayudara besar bukanlah kriteria utama. Yang menentukan seseorang perempuan atau bukan, hanyalah keberadaan vagina dan buah dadanya. Jika kamu memiliki buah dada (berapapun ukurannya) dan juga memiliki vagina, maka kamu berfisik perempuan. Terlepas apakah jalanmu tegap perkasa, kulit tanganmu kasar, suaramu besar, asalkan kamu memiliki dua perangkat utama itu, maka kamu layak disebut perempuan. Syarat 2. Merasa diri sebagai perempuan Setelah memiliki fisik perempuan, syarat berikutnya untuk disebut sebenar-benarnya perempuan adalah merasa diri sebagai perempuan. Dalam dirimu, kamu harus yakin bahwa kamu perempuan. Kamu harus menghayati bahwa dirimu adalah seorang perempuan yang sebenar-benarnya. Kamu tidak boleh merasa ragu akan identitasmu. Kamu harus yakin bahwa kamu perempuan sekaligus merasa nyaman sebagai perempuan. Di sekitar kita banyak orang-orang yang berfisik perempuan namun merasa bukan perempuan. Alih-alih merasa perempuan, mereka malah merasa diri mereka lelaki. Fisiknya memang perempuan, tapi jiwanya lelaki. Dalam bahasa akademik, mereka disebut kaum transseksual. Mereka terjebak dalam tubuh yang salah: lelaki terjebak dalam tubuh perempuan. Biasanya mereka akan berpakaian atau bertingkah laku seperti halnya identitas yang diyakininya. Itu kenapa biasanya mereka berpakaian ala laki-laki. Mereka enggan berdandan dan bersolek seperti perempuan. Tidak hanya merasa tidak nyaman, mereka juga malu melakukannya. Mereka lebih suka memakai pakaian seperti laki-laki. Diperkirakan 1 dari 30 ribu perempuan mengalami keterjebakan tubuh itu (Garret, 2003). Transeksual diketahui merupakan kelainan yang diakibatkan oleh kelainan genetika ataupun proses perkembangan tidak normal ketika di dalam kandungan (Hines, 2004) sehingga sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Sekali terjebak, maka terjebak selamanya. Pada anak perempuan transeksual, mereka biasanya menolak keras diperlakukan seperti anak perempuan lazimnya. Mereka enggan memakai pakaian perempuan. Bahkan ada yang menolak ke sekolah atau acara-acara keluarga jika memakai pakaian perempuan. Mereka lebih menyukai pakaian anak lelaki dan berambut pendek. Tokoh favorit mereka biasanya jagoan laki-laki, seperti Batman, Superman, Naruto, dan sebagainya. Teman permainan yang lebih mereka sukai adalah teman bermain lelaki, karena memiliki minat yang sama dalam olahraga, permainan yang kasar, dan dalam berbagai permainan tradisional yang khas lelaki. Biasanya mereka menaruh sedikit minat pada mainan yang khas perempuan, seperti boneka atau main rumah-rumahan. Setelah dewasa, para perempuan transeksual biasanya memiliki kecenderungan sangat kuat untuk diperlakukan sebagai lelaki. Mereka selalu berusaha mengenakan pakaian lelaki. Mereka pun melakukan aktivitas-aktivitas yang sangat berbau lelaki dan tidak menyukai aktivitas-aktivitas yang khas perempuan. Mereka sering disebut sebagai tomboi, meskipun mereka yang disebut tomboi tidak selalu merupakan perempuan transeksual. Syarat 3. Tertarik secara seksual hanya kepada lelaki Kepada siapa kamu pertama kali merasakan jatuh cinta? Jika kamu pertama kali jatuh cinta pada seorang cowok, maka kamu memenuhi syarat kedua untuk disebut perempuan sebenarbenarnya. Seorang perempuan yang disebut normal akan mengalami rasa tertarik atau jatuh cinta secara seksual kepada lelaki. Yang ditaksirnya hanyalah seorang lelaki atau beberapa 12

lelaki. Yang diangan-angankannya adalah lelaki. Yang diimpikannya untuk hidup bersama adalah lelaki. Jika kamu demikian itu, maka kamu layak menyandang sebutan Perempuan Heteroseksual. Ada juga lho, perempuan yang merasa dirinya perempuan namun tidak hanya tertarik dengan lelaki. Dia juga tertarik pada perempuan. Dalam bahasa gaul, mereka inilah yang berprinsip, laki-laki atau perempuan sama saja, yang penting cinta. Jadi, mereka bisa jatuh cinta dan tertarik secara seksual dengan siapa saja. Mereka bisa menikah dan memiliki anak dengan seorang lelaki, tapi juga memiliki selingkuhan seorang perempuan. Dan mereka pun tetap merasa dirinya perempuan. Jika sedang tertarik dengan perempuan lain, maka perempuan lain itu diposisikan sebagai lelaki. Mereka ini disebut biseksual atau ambiseksual. Dalam sebuah survei di Amerika Serikat pada tahun 1994, diketahui bahwa sebanyak 3% perempuan mengaku diri sebagai biseksual. Kasus biseksual banyak muncul dalam penjara. Di penjara yang dipenuhi perempuan (dalam penjara perempuan), adalah biasa perempuan yang dulunya hanya tertarik pada lelaki, kemudian juga tertarik pada perempuan. Setelah keluar penjara, karena ketersediaan lelaki, mereka akan kembali ke ketertarikan awal, yakni tertarik seks pada lelaki saja. Sebuah joke cukup populer menggambarkan kisah biseksual. Berikut joke-nya: Ceritanya, pada suatu malam di sebuah kamar hotel, sepasang kekasih sedang bermasyuk ria. Sayang, terima kasih tadi ya. Aku sangat mencintaimu, ucap salah satunya. Iya sayang, terima kasih juga ya. Aku cinta kamu. Kamulah satu-satunya pujaanku. Kita ketemu 2 hari lagi di sini ya. Aku hanya untukmu ujar yang lain. Baiklah sayang. Sekarang sudah jam 7 malam. Kita harus pulang! kata yang pertama tadi. Dan maka mereka berdua, sepasang kekasih itu mengenakan pakaian kembali. Saling mencium kening dan bibir seolah untuk yang terakhir kali, lalu pulanglah mereka ke rumah suami masing-masing Banyak juga mereka yang memiliki fisik perempuan dan merasa diri sebagai perempuan tetapi hanya tertarik secara seksual pada perempuan. Mereka tidak tertarik secara seksual apalagi jatuh cinta kepada lelaki. Mereka inilah yang kerap diolok-olok sebagai jeruk kok makan jeruk. Jika kamu demikian, maka kamu termasuk Perempuan Homoseksual. Dalam sebuah survei di Amerika Serikat pada tahun 1993, diketahui bahwa sebanyak kurang lebih 1,4% perempuan mengaku sebagai homoseksual (Garret, 2003). Mereka biasanya disebut lesbian. Boleh dibilang, orientasi seksual banyak dipengaruhi faktor biologis. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa perempuan homoseksual memiliki anatomi syaraf di beberapa bagian otak yang lebih mirip anatomi syaraf pada lelaki ketimbang pada perempuan heteroseksual (Hines, 2004). Dengan kata lain sains menunjukkan bahwa menjadi homoseksual merupakan bawaan biologis, dan bukan karena pilihan sadar yang dibuat seseorang, seperti yang selama ini banyak diyakini. Oleh karena bawaan biologis, orientasi seksual relatif menetap dan sulit diubah. Penelitian selama puluhan tahun untuk mengubah orientasi seksual terbukti tidak berhasil. Rodrigo Munoz (dalam Myers, 1999), Presiden American Psychiatric Association (Asosiasi Psikiater Amerika) tahun 1998, dalam pers rilisnya menyatakan bahwa Tidak ada bukti adanya terapi yang efektif untuk memperbaiki atau mengubah orientasi seksual seseorang.

13

4. Sebagai Perempuan, Sifatku Normalkah?


- khusus untuk perempuan Dalam curhatnya, Indira mengeluh begini: Sering banget aku kepikiran ini, jangan ketawa ya, aku benar-benar perempuan apa nggak. Abis, teman-teman pada ngolok-ngolok kalau akau itu cowok banget. Nggak ada sifat-sifat ceweknya. Yang ada ya kayak cowok. Mereka bilang kalau saja aku benar-benar cowok, pasti bakal jadi rebutan cewek-cewek deh. So, aku tuh cewek beneran nggak sih. Apa yang dikuatirkan Indira banyak dikuatirkan para perempuan yang sedang beranjak menuju dewasa. Di satu sisi mereka yakin bahwa diri mereka perempuan tulen, karena memiliki tubuh perempuan, merasa diri perempuan, dan hanya tertarik kepada lelaki. Akan tetapi di sisi lain, mereka waswas diri mereka bukan perempuan sebenar-benarnya karena memiliki banyak sifat-sifat yang tidak khas perempuan. Pada Indira, sifat itu adalah suka main bola, sangat mandiri, tidak pernah menangis, bahasanya kasar, dan suka musik bising. Kamu nggak ada cewek-ceweknya, ujar salah seorang temannya. Apakah kamu pernah merasakan apa yang dialami Indira, yakni diragukan keperempuananmu? Jika pernah, jangan kuatir. Meskipun teman-temanmu beranggapan kamu memiliki sebagian sifat seperti lelaki, asalkan kamu memiliki 3 syarat utama sebagai perempuan, maka kamu tetap terhitung sebagai perempuan yang sebenar-benarnya, sebagaimana Indira tetaplah dihitung sebagai perempuan sebenar-benarnya. Kita memang selalu memiliki stereotip sifat-sifat. Ada sifat yang kita beri stereotip khas perempuan, dan ada sifat yang diberi stereotip khas lelaki (Galliano, 2003). Sifat yang dianggap khas perempuan, misalnya tertutup, tergantung, emosional, mudah terharu, cerewet, dan sebagainya. Sifat-sifat perempuan itu sering disebut sifat-sifat feminin. Sedangkan sifat yang dianggap khas lelaki, misalnya dominan, logis, agresif, terus terang, percaya diri, dan lainnya. Sifat-sifat itu sering diistilahkan sebagai sifat maskulin. Dengan kata lain, sifat-sifat yang dianggap khas milik lelaki adalah sifat-sifat yang berbau maskulinitas, sedangkan sifat-sifat yang dianggap khas perempuan adalah sifat-sifat yang berbau femininitas. Berikut adalah sifat-sifat yang dianggap feminin (dan dengan demikian maka dianggap paling khas sifat perempuan) dan sifat-sifat yang dianggap maskulin (dan dengan demikian maka dianggap paling khas sifat lelaki), yang diambil dari buku karya Galliano (2003): Feminin
Sama sekali tidak agresif Sama sekali tidak mandiri Sangat emosional Tidak menyembunyikan emosinya Sangat subjektif dalam menilai sesuatu Sangat mudah dipengaruhi Sangat submisif atau penurut Tidak menyukai matematika dan sains Tertarik pada hal-hal kecil Sangat pasif Sama sekali tidak kompetitif (bersaing) Sangat tidak logis Sangat berorientasi rumah Sama sekali tidak terampil dalam berbisnis

Maskulin
Sangat agresif Sangat mandiri Sama sekali tidak emosional Selalu menyembunyikan emosinya Sangat objektif dalam menilai sesuatu Sangat tidak mudah dipengaruhi Sangat dominan Sangat menyukai matematika dan sains Tidak akan tertarik pada hal-hal kecil Sangat aktif Sangat kompetitif (bersaing) Sangat logis Sangat berorientasi material/duniawi Sangat terampil dalam berbisnis

14

Sangat kurang terus terang Tidak tahu bagaimana dunia berjalan Mudah sakit hati Sama sekali bukan petualang Kesulitan membuat keputusan Mudah menangis Tidak pernah bertindak sebagai pemimpin Sama sekali tidak percaya diri Tidak merasa nyaman untuk agresif Sama sekali tidak ambisius Tidak mampu memisahkan perasaan dan ide Sangat tergantung Sangat membanggakan penampilan Berpikir perempuan selalu lebih superior Tidak bicara bebas tentang seksualitas Tidak menggunakan bahasa-bahasa kasar Cerewet Penuh kompromi Sangat lembut Sangat menyelami perasaan orang lain Sangat religius Sangat memperhatikan penampilannya Sangat hati-hati dan teratur Menyukai kesenyapan Sangat memerlukan rasa aman Menikmati seni dan sastra Mudah mengungkapkan sisi lembutnya

Sangat terus terang Tahu benar bagaimana dunia berjalan Merasa tidak mudah sakit hati Petualang Mudah membuat keputusan Tidak pernah menangis Hampir selalu bertindak sebagai pemimpin Sangat percaya diri Tidak merasa tidak nyaman untuk agresif Sangat ambisius Mudah memisahkan antara perasaan dengan ide-ide Sama sekali tidak tergantung Tidak pernah membanggakan penampilan Berpikir laki-laki selalu lebih superior Berbicara bebas tentang seksualitas dengan laki-laki Menggunakan bahasa-bahasa kasar Sama sekali tidak cerewet Sangat tidak mau kompromi Sangat kasar (mudah melakukan kekerasan) Tidak mampu menyelami perasaan orang lain Sama sekali tidak religius Tidak memperhatikan penampilannya sendiri Sangat kurang hati-hati dan kurang teratur Menyukai kebisingan Hanya sedikit memerlukan rasa aman Tidak menikmati seni dan sastra Tidak mudah mengungkapkan sisi lembutnya

Masyarakat kita selalu menganggap bahwa seorang perempuan adalah seseorang yang cenderung lebih banyak memiliki sifat feminin. Dalam dirinya haruslah terdapat kualitas feminin yang dominan. Hanya jika demikian itu, maka seorang perempuan baru disebut perempuan sejati. Semakin banyak sifat femininnya, maka semakin perempuan-lah dia. Benar-benar wanita ujar banyak orang. Akan tetapi, berdasarkan kriteria kesehatan mental, merupakan hal wajar saja jika seorang perempuan memiliki sifat yang dominan maskulin. Sebagaimana hal yang wajar belaka jika seorang lelaki memiliki sifat-sifat feminin yang dominan. Artinya, sifat-sifat itu bisa dipertukarkan dan bukan merupakan kriteria untuk menentukan kenormalan seorang perempuan. Jadi, jika kamu merasa sangat mandiri, tidak mudah menangis, berbahasa agak kasar, kurang memperhatikan penampilan, suka musik bising, ambisius, sangat percaya diri, tidak emosional, dan memiliki berbagai sifat feminin lainnya, kamu tak perlu kuatir. Sifat-sifat khas lelaki yang kamu miliki tidak membuatmu menjadi perempuan yang kurang normal. Sepanjang, 3 prasyarat sebagai perempuan bisa kamu penuhi, maka kamu tetap akan digolongkan sebagai perempuan sebenar-benarnya. Kamu normal!

5. Masturbasi
Dalam sebuah konsultasi online, seorang remaja menulis begini: Saya sering melakukan masturbasi. Sekurang-kurangnya seminggu 2 kali saya melakukannya. Tapi selalu saja setelah berbuat itu, saya merasa sangat bersalah. 15

Saya takut berdosa. Saya takut kalau saya sakit jiwa. Apakah saya melakukan itu berarti saya sakit mental? Apakah gara-gara melakukan itu maka saya bisa dimasukkan ke rumah sakit jiwa? Sebenarnya saya normal nggak sih? Saya ingin berhenti. Saya takut dosa. Saya takut sekali. Tapi sepertinya saya sudah ketagihan karena saya selalu saja mengulanginya meski sudah berjanji akan berhenti. Tolong saya ya. Apa yang dicemaskan seorang pelajar SMA di atas, merupakan kecemasan yang umum melanda kaum remaja. Di satu sisi mereka merasakan enaknya bermasturbasi sehingga selalu ingin mengulanginya terus. Di sisi lain, mereka cemas kalau mereka termasuk orangorang yang tidak normal karena melakukannya. Mereka takut kalau perbuatan itu akan membawa dampak yang berat dalam kehidupannya. Kamu pernah bermasturbasi? Jika pernah, maka kamu tidaklah sendirian. Diduga, Kegiatan masturbasi ini dilakukan kira-kira oleh 95% laki-laki dan 89% perempuan. Mereka yang memiliki pasangan seksual juga tetap melakukannya. Sebuah penelitian pada tahun 1994 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa dalam setahun terakhir sebanyak 85% laki-laki dan 45% perempuan melakukan masturbasi meskipun memiliki pasangan seksual. Jadi, masturbasi hal yang umum bukan? Penelitian lain menunjukkan bahwa sebanyak 48,22% remaja melakukan masturbasi. Sebagian besar, yakni 46,62% melakukan masturbasi antara 1 sampai 2 kali sebulan. Sejumlah 10,98% melakukannya sebanyak 1 sampai 2 kali seminggu, atau kira-kira 4 sampai 8 kali sebulan. Bahkan sebanyak kira-kira 1,35% melakukan masturbasi setiap hari. Masturbasi adalah stimulasi erotik pada tubuh sendiri (biasanya pada organ genital) yang umumnya menghasilkan orgasme. Masturbasi dilakukan dengan cara manual atau kontak dengan bagian tubuh yang lain, misalnya menggunakan tangan dan atau dengan alat tertentu. Berlawanan dengan pendapat umum yang mengatakan bahwa masturbasi itu buruk buat kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa masturbasi aman. Satu-satunya masalah adalah bila orang merasa berdosa melakukannya, sehingga setelah melakukannya akan timbul perasaan bersalah. Secara medis tidak ada kerugian dari melakukan masturbasi. Namun tentu saja akan membahayakan tubuh jika menggunakan alat-alat, misalnya memasukkan penis buatan ke dalam vagina bisa menimbulkan iritasi vagina. Terlalu berlebihan melakukan masturbasi dengan tangan bisa membuat kulit penis lecet dan luka. Dalam tata aturan moral masyarakat, masturbasi tergolong perilaku amoral alias tidak bermoral. Melakukan masturbasi berarti melanggar nilai-nilai moral, terutama moralitas agama-agama abrahamik (Yahudi, Kristen, Islam). Dalam pandangan agama-agama tersebut, seks bersifat suci dan harus dilakukan dalam koridor prokreasi, yakni untuk menciptakan keturunan. Oleh karena itu, seks yang diperbolehkan adalah seks antara lelaki dan perempuan. Sisanya dianggap terlarang, termasuk masturbasi pun dikecam karena masturbasi melakukan seks dengan diri sendiri. Oleh karena dianggap perilaku tidak bermoral, maka para pelaku masturbasi merasa dirinya menjadi manusia yang tidak normal ketika melakukannya. Akan tetapi benarkah masturbasi termasuk perilaku tidak normal? Terlepas dari isu-isu moral, mari melihat masturbasi semata-mata dari masturbasinya itu sendiri. Apakah dalam hakikatnya perilaku seksual masturbasi itu perilaku abnormal? Ada beberapa kategori berbeda untuk menggolongkan suatu perilaku disebut abnormal, yakni: 1. Kategori jumlah. Perilaku dikatakan abnormal jika dilakukan oleh minoritas orang. Faktanya, survei yang dilakukan secara berulang-ulang di berbagai belahan bumi menemukan hasil konsisten bahwa pelaku masturbasi dilakukan oleh 80-96% populasi laki-laki, dan oleh 60-90% populasi perempuan. Jadi, masturbasi bukanlah perilaku yang dilakukan minoritas orang. Berdasarkan kategori jumlah ini, masturbasi harus digolongkan sebagai perilaku normal.

16

2. Kategori bahaya. Sebuah perilaku dikatakan abnormal jika membahayakan pelakunya atau orang lain. Nah, dari sisi medik tidak ada bahaya yang berhasil dikenali dari perilaku bermasturbasi. Palingpaling terjadi lecet karena terlalu kasar dalam bermasturbasi. Bahkan ada keuntungan lebih dari masturbasi, yakni aman dari penularan penyakit seksual menular. Oleh karena itu, dari sisi bahaya, masturbasi termasuk perilaku seksual normal. 3. Kategori kerugian. Perilaku dianggap abnormal jika merugikan dirinya ataupun orang lain, meskipun tidak membahayakan. Nah, masturbasi hanya merugikan apabila membuat seseorang tidak lagi tertarik melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Gara-gara keenakan bermasturbasi, hubungan seksual dengan pasangan lantas ditiadakan. Kondisi ini bisa mengancam keutuhan rumah tangga karena tidak dipenuhinya hasrat seksual salah satu pasangan. Akan tetapi kejadian seperti ini sangat langka. Pada sebagian besar pasangan justru membantu kehidupan seksual karena masing-masing jadi lebih memahami seksualitasnya sendiri, sehingga bisa melakukan hubungan seksual dengan lebih baik. 4. Kategori hambatan. Sebuah perilaku disebut abnormal jika menghambat aktivitas lain yang normal. Nah, apabila masturbasi dilakukan berlebihan dan sudah menghambat perilaku sehari-hari, barulah masturbasi yang dilakukan itu digolongkan tidak normal. Misalnya, jadi enggan sekolah, jadi malas kuliah, jadi tidak mau kerja, berusaha masturbasi di setiap tempat sepi (misalnya di wc di dalam mall), dan sebagainya. Akan tetapi perlu diingat, bukan masturbasinya sendiri yang dianggap tidak normal, tetapi perilaku berlebihan-nya yang membuatnya menjadi tidak normal. 5. Kategori manfaat. Sebuah perilaku bisa dikatakan tidak normal jika dilakukan terus menerus tanpa memberikan manfaat apapun. Lantas, apakah masturbasi tidak memberikan manfaat apaapa? Sudah tentu masturbasi bermanfaat. Jika tidak bermanfaat, tidak akan ada orang yang mau terus menerus melakukannya. Apa manfaatnya? Menyenangkan! Masturbasi itu menyenangkan. Atas alasan ini saja, sudah seharusnya masturbasi dianggap normal. Masturbasi menghasilkan perasaan rileks dan mengurangi stres. Pada saat tidak bisa tidur, masturbasi bisa membantu tidur nyenyak. Diketahui masturbasi juga bisa mencegah kanker prostat. Nah, kamu sudah melihat bukan, bahwa dari 5 kategori untuk melihat suatu perilaku disebut normal atau tidak, semuanya menuju pada kesimpulan yang sama; normal. Oleh karena itu, masturbasi jelas bukan perilaku abnormal.

6. Hubungan seksual dalam pacaran


Saya SMA kelas 1, cewek, sering melakukan hubungan seksual dengan pacar yang kelas 3 SMA, kakak kelas. Normalkah? Itulah pertanyaan dari seseorang yang berkonsultasi online melalui http://psikologi-online.com. Untuk menjawabnya, ternyata diperlukan diskusi panjang. Selain membuka-buka berbagai literatur, juga diselenggarakan diskusi khusus tentang perilaku berpacaran. Hasilnya adalah apa yang akan disampaikan di bab ini. Akan tetapi patut diingat, bahwa pendapat ini hanya 17

pendapat penulis semata dan tidak mewakili pihak manapun. Kamu berhak untuk tidak sepakat dan menolaknya Kapan kamu pertama kali pacaran? Hasil penelitian PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) menunjukkan bahwa sekitar 60,32% remaja mulai berpacaran pada kisaran umur 15 sampai 17 tahun. Sebanyak kira-kira 16,7% mulai berpacaran pada kisaran usia 12-14 tahun. Sejumlah 14,63% mulai pacaran pada umur 18 sampai 20 tahun. Hanya sejumlah 1,41% yang berpacaran pada usia 21 sampai 23 tahun. Jadi, umumnya remaja Indonesia mulai berpacaran pada usia sangat muda. Bahkan penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa sebesar 6,94% remaja telah mulai berpacaran sebelum usia 12 tahun. Perilaku pacaran sangat bervariasi. Ada yang hanya mengobrol, mencium daerah sensitif, meraba-raba tubuh, menggesekkan alat kelamin sampai melakukan hubungan seksual. Dilaporkan ada sebanyak 14,7% remaja melakukan hubungan seksual dalam berpacaran. Oleh sebab itu tidak heran jika banyak yang beranggapan bukan pacaran namanya kalau tidak ada hubungan seksual. Secara umum hubungan seksual telah dilakukan para remaja. Di Amerika Serikat, 87% pelajar SMU melaporkan telah melakukan hubungan seksual. Di Thailand, 37% remaja umur 15-19 tahun telah berhubungan seks. Di Korea, sebanyak 36% pelajar SMU telah melakukannya juga. Bagaimana dengan di Indonesia? Hasil penelitian PKBI pada tahun 2001 di lima kota (Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon, dan Tasikmalaya) menunjukkan bahwa sebanyak 16,46% dari remaja berumur 15 sampai 24 tahun mengaku telah berhubungan seks. Umumnya remaja melakukan hubungan seksual pertama kali dengan pacar (74,89%). Sisanya melakukan hubungan seksual dengan pelacur, teman dan bahkan ada yang mengaku melakukannya dengan saudara. Jadi, tampak jelas bahwa pacaran adalah pintu masuk pertama bagi remaja untuk melakukan hubungan seksual. Tidak mengherankan jika alasan melakukan hubungan seks umumnya dilandasi suka sama suka atau cinta. Pertanyaannya adalah, apakah melakukan hubungan seksual dalam pacaran sesuatu yang normal, seperti pertanyaan di atas? Apabila melihat konteks Indonesia, maka melakukan hubungan seksual dalam berpacaran bukanlah sesuatu yang normal. Dari kisaran angka yang masih hanya dilakukan oleh kurang dari 20% remaja yang berpacaran, maka secara statistik hubungan seksual dalam berpacaran masih tergolong perilaku kurang normal. Bagaimana jika hubungan seksual remaja berpacaran dilihat dari kategori bahaya? Sudah jelas, hubungan seksual termasuk berbahaya dan dengan demikian harus digolongkan kurang normal. Kehamilan hanyalah merupakan bahaya pertama dari hubungan seksual dalam berpacaran. Ekses negatifnya jauh lebih besar lagi. Harapan masa depan yang cemerlang menjadi mandeg. Berbagai hambatan akan muncul. Pendidikannya terhenti. Sudah bukan rahasia jika sebagian besar sekolah akan mengeluarkan siswi yang hamil. Dengan demikian, harapan untuk memperoleh penghidupan yang lebih baik juga musnah. Rasa malu biasanya juga sangat menekan, bukan hanya kepada pelakunya tetapi juga kepada keluarganya. Keluarga yang harmonis bisa tiba-tiba hancur gara-gara ada anak remajanya hamil dengan pacarnya. Biasanya, mereka yang hamil saat remaja, terutama saat sekolah di sekolah menengah (SMA dan SMP), akan mengalami masalah-masalah emosional. Mereka menjadi tertekan dan depresi. Akibatnya, anak yang terlahir pun menjadi kurang mendapatkan pengasuhan yang memadai. Ujung-ujungnya, anak yang tanpa dosa menjadi korbannya. Biasanya anak yang terlahir dari orangtua yang hamil saat remaja karena hubungan seksual dalam pacaran, mengalami berbagai masalah berat dalam kehidupannya.

18

Atas alasan-alasan di atas, penulis berpendapat bahwa hubungan seksual remaja dalam berpacaran merupakan perilaku yang abnormal. Bahayanya besar. Tidak hanya akan mengancam kehidupan si pelaku dan keluarganya, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap anak yang dilahirkan dari hubungan itu. Apabila hubungan seksual itu dilakukan oleh orang yang sudah dewasa, meskipun belum dalam bingkai pernikahan, maka hubungan seksual itu masih bisa diterima, sebab mereka yang sudah dewasa relatif jauh lebih siap dalam menghadapi akibat-akibat yang ditimbulkan dari hubungan seksual.

7. Tidak Percaya Pasangan


Surat konsultasi dari seseorang yang bernama Vina (bukan nama sebenarnya): Saya sudah berpacaran dengan Budi (bukan nama sebenarnya - red) selama hampir 3 tahun. Selama itu, saya tahu kalau Budi adalah yang terbaik. Dia selalu mendukung saya dan memenuhi apa yang saya mau. Dia sabar, baik hati, juga romantis. Orangnya pintar, pandai bergaul dan disukai semua orang. Dia memenuhi impian saya tentang calon suami yang ideal. Dia setia. Tak pernah sekalipun dia melirik orang lain. Akan tetapi, saya tak pernah benar-benar bisa merasa dekat dengannya. Hati saya selalu sulit percaya padanya. Saya bahkan tidak pernah merasa benar-benar nyaman berdekatan untuk bermesraan dengannya. Tapi saya benar-benar mencintainya. Saya tidak ingin kehilangan dia. Normalkah perasaan yang saya alami? Vina tidak sendirian. Apa yang dialaminya juga banyak dialami orang lain. Mereka merasa sulit untuk nyaman berada dekat-dekat dengan pasangannya sendiri. Mereka sulit mempercayai orang lain. Oleh karena sulitnya mereka percaya, maka mereka tidak akan membiarkan diri mereka tergantung pada orang lain. Mereka ingin agar mandiri dan terbebas dari ketergantungan. Jangan pernah percayai orang lain begitu saja, meski itu pasanganmu sendiri, adalah prinsip mereka yang utama. Vina gundah dengan yang dialaminya. Di satu sisi dia percaya bahwa sebagai pasangan yang baik, maka seharusnya dia merasa aman dan nyaman berada di dekat pasangannya. Tetapi di sisi lain dia merasakan hal yang berbeda. Vina kerap merasakan ketidaknyamanan ketika hubungannya dengan pasangan menjadi semakin dekat. Dia berharap agar hubungannya dengan pasangan tidak perlu terlalu dekat dan intim. Itu salah tutur Vina dalam salah satu teleponnya, Saya tidak bisa membiarkan diri bergantung padanya. Saya gugup bila dia menjadi terlalu dekat dengan saya sambungnya, Apakah saya tidak normal? tuturnya lagi. Persoalan yang dialami Vina disebut sebagai persoalan kelekatan, yakni terkait suatu derajat keintiman dan kepercayaan pada seseorang. Kelekatan terdiri dari tiga tipe, yakni tipe kelekatan aman, menghindar, dan cemas (Hazan & Shaver, 1987). Apa yang dialami oleh Vina disebut sebagai kelekatan menghindar. Bukan hanya kepada pasangannya, yakni Budi, dia mengalami hal itu. Dia pun merasa merasa bermasalah dengan hubungan sosialnya karena tidak pernah benar-benar bisa merasa dekat dan percaya pada oranglain. Jika sebagian besar orang merasa senang jika pertemanan menjadi semakin akrab dan dekat, maka orang-orang seperti Vina justru merasa cemas jika pertemanannya menjadi terlalu akrab. Agar kamu lebih paham dengan tipe kelekatan yang dimiliki orang, termasuk tipe kelekatan milikmu sendiri, berikut adalah keterangan masing-masing tipenya: 19

1. Tipe kelekatan aman. Mereka yang memiliki tipe aman memiliki kepercayaan penuh terhadap orang-orang dekatnya; terhadap yang dicintainya. Mereka memiliki dorongan kuat untuk berdekat-dekat dengan yang dicintainya, namun dengan tetap menjadi diri sendiri. Mereka yakin bahwa pasangannya adalah orang yang layak diperhatikan serta sebaliknya sangat memperhatikan dirinya. Mereka merasa nyaman bila bergantung atau pasrah pada yang dicintai. Sebaliknya mereka juga merasa nyaman bila yang dicintai bergantung pada mereka. Mereka tidak merasa kuatir ditinggalkan oleh yang mereka cintai. Berikut adalah beberapa pernyataan yang menggambarkan tipe kelekatan aman. Jika kamu merasa pernyataan berikut cukup sesuai dengan dirimu, maka mungkin inilah tipe kelekatan yang kamu miliki: - Saya merasa nyaman dengan kedekatan dan atau mandiri - Saya merasa cukup mudah merasa dekat dengan orang lain - Saya merasa nyaman bergantung pada seseorang - Saya merasa nyaman seseorang bergantung pada saya - Saya tidak merasa kuatir ditinggalkan - Saya tidak merasa kuatir seseorang menjadi sangat dekat dengan saya. 2. Tipe kelekatan menghindar Tipe kelekatan menghindar ditandai dengan perasaan kurang nyaman mengalami suatu keintiman atau kedekatan. Mereka enggan untuk percaya dan bergantung pada orang yang dicintai. Mereka akan berusaha menjaga hubungan agar tidak terlalu dekat atau intim. Berikut adalah beberapa pernyataan yang menggambarkan tipe kelekatan menghindar. Jika kamu merasa pernyataannya banyak sesuai dengan dirimu, maka mungkin inilah tipe kelekatan yang kamu miliki: - Saya memerlukan keberanian besar untuk mandiri - Saya merasa tidak nyaman menjadi lebih dekat dengan orang lain - Saya menemukan kesulitan untuk mempercayai orang lain seutuhnya - Saya sulit untuk membiarkan diri saya tergantung pada orang lain - Saya gugup ketika seseorang menjadi begitu dekat dengan saya - Pasangan yang saya cintai menginginkan hubungan yang lebih intim, lebih dari yang saya rasakan nyaman melakukannya. 3. Tipe kelekatan cemas Mereka yang memiliki tipe cemas mempunyai dorongan untuk meleburkan diri sepenuhnya dengan orang yang dicintai. Mereka merasa tidak sanggup untuk berdiri sendiri tanpa ada yang dicintai. Akibatnya mereka mengalami kecemasan tinggi akan ditinggalkan. Mereka juga sangat takut akan diabaikan. Terkadang, muncul juga kekuatiran bahwa mereka tidak sungguh-sungguh dicintai oleh pasangan mereka. Berikut adalah beberapa pernyataan yang menggambarkan tipe kelekatan cemas. Jika kamu merasa pernyataannya sesuai menggambarkan dirimu, maka mungkin inilah tipe kelekatan yang kamu miliki: - Saya memerlukan keberanian besar untuk menjadi lebih dekat dengan seseorang. - Saya merasa bahwa orang lain enggan untuk dekat dengan saya seperti yang saya inginkan. - Saya sering kuatir bahwa pasangan saya tidak sungguh-sungguh mencintai saya - Saya sering merasa kuatir pasangan saya tidak sungguh-sungguh ingin tinggal bersama saya - Saya ingin menyatu seluruhnya dengan orang lain, dan dorongan ini kadang membuat orang lain menjauh dari saya

20

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa umumnya orang melaporkan memiliki tipe kelekatan aman (43,2%), baru kemudian tipe kelekatan menghindar (34,5%) dan terendah kelekatan cemas (22,2%). Artinya, setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing dalam kedekatannya dengan pasangan. Diketahui, orang yang memiliki tipe kelekatan aman merupakan orang-orang yang memiliki kepuasan hubungan yang tinggi, lalu di bawahnya tipe kelekatan menghindar, dan terakhir yang kepuasannya paling rendah adalah tipe kelekatan cemas (Fricker & Moore, 2002). Orang bertipe kelekatan aman adalah orang-orang berbahagia dalam menjalin hubungan cinta, baik dalam berpacaran maupun pernikahan. Bagi mereka, hubungan cinta membuat hati tenteram dan nyaman. Orang yang bertipe kelekatan menghindar mengalami kepuasan hubungan yang rendah karena mereka sulit percaya dan intim kepada orang lain. Akibatnya mereka sulit menikmati hubungan cinta dengan pasangan. Inilah yang dialami Vina. Sedangkan orang yang memiliki tipe kelekatan cemas adalah orang yang paling rendah kepuasan hubungannya karena mereka selalu cemas tidak lagi dicintai, selalu kuatir akan ditinggalkan, dan selalu gundah tidak diterima pasangan. Kembali kepada pertanyaan Vina, apakah yang dialaminya itu normal? Jawabannya: ini bukanlah persoalan normal atau abnormal. Tidak ada kategori abnormal. Semua tipenya adalah tipe yang normal. Jadi, jika Vina memiliki tipe kelekatan menghindar, dan kamu memiliki tipe kelekatan cemas, maka Vina dan dirimu tetap digolongkan sebagai normal. Memang benar bahwa yang paling baik adalah jika memiliki kelekatan aman, namun memiliki kelekatan menghindar dan cemas bukan berarti mengalami gangguan. Jadi, jika kamu merasa memiliki tipe cemas atau tipe menghindar, jangan kuatir kalau dirimu bukan tipe yang kurang normal. Kamu normal belaka.

8. Cinta Bergelora
Cinta yang penuh gelora adalah salah satu tema yang paling sering memusingkan remaja. Mereka mabuk kepayang pada seseorang. Perasaannya meluap-luap seperti tak terkendali. Dalam dirinya muncul perasaan-perasaan yang sebelumnya tidak pernah mereka alami. Melihat yang terkasih saja sudah cukup untuk membuatnya bahagia bukan alang kepalang. Rindunya sangat hebat sehingga sulit tidur memikirkan si dia yang jadi pujaannya. Cemburunya pun sangat kuat, sehingga ketika sang pujaan mengobrol dengan orang lain, maka hatinya sudah panas membara. Sedemikian bergeloranya cinta yang dialami, mereka sampai takut kalau mereka tidak normal. Mereka cemas kalau apa yang mereka alami hanya diri mereka sendiri yang mengalami dan tergolong sebagai sesuatu yang abnormal. Memang benar bahwa cinta yang penuh gelora itu tidak dialami oleh semua orang. Hanya sebagian orang saja yang memiliki cinta semacam itu. Namun bukan berarti yang memiliki cinta meluap-luap termasuk kategori abnormal. Cinta yang penuh api itu hanyalah salah satu tipe cinta. Masih ada 5 tipe cinta yang lain. Sebagian merasakan cinta layaknya mencintai sahabat. Sebagian yang lain kurang menekankan kasih sahabat, tapi mengutamakan sisi keuntungan dan kerugian dari hubungan dengan pasangan. Bahkan ada juga yang hanya merasakan bersenang-senang dan bermain-main saja, tanpa gelora, tanpa cemburu, tanpa hasrat memiliki. Apapun tipe cinta yang kamu miliki, maka semuanya normal belaka. Tidak ada tipe cinta yang lebih normal atau lebih tidak normal dibandingkan dengan tipe yang lainnya. Agar kamu bisa lebih baik mengetahui tipe cintamu, dan dengan demikian tidak lagi bertanyatanya apakah yang kamu alami itu normal atau bukan, maka kamu sebaiknya mengerjakan 21

kuis cinta yang ada. Kuis cinta itu dilandaskan pada teori cinta yang disebut dengan istilah enam warna cinta atau six color of love, yang dikemukakan oleh John Allan Lee. Menurutnya, cinta memiliki 3 jenis cinta primer dan 3 jenis cinta sekunder. Tipe cinta sekunder merupakan perpaduan antara tipe-tipe cinta primer. Yang termasuk dalam cinta primer adalah eros, ludus, dan storge. Sedangkan yang termasuk tipe cinta sekunder adalah mania (perpaduan antara tipe cinta eros dan tipe cinta ludus), pragma (perpaduan tipe cinta ludus dan storge), dan agape (perpaduan tipe cinta eros dan tipe cinta storge). Kuis : Tentukan tipe cinta milikmu Kuis ini diterjemahkan dari Hendrick & Hendrick (1986). Silakan respon pertanyaanpertanyaan berikut dengan jujur dan seakurat mungkin. Jika kamu tidak sedang memiliki pasangan, respon pertanyaannya dengan orang yang paling baru menghiasi pikiranmu. Jika tidak, kamu perkirakan saja mana yang paling tepat menggambarkan dirimu jika menghadapi situasi-situasinya. Skala 1. 2. 3. 4. 5.

Sangat setuju Setuju Netral Tidak setuju Sangat tidak setuju

Penilaian Skor cintamu bisa diperoleh dengan memberikan nilai berdasarkan skala di atas pada setiap item. Jika sangat setuju beri nilai 2, setuju beri nilai 2, netral beri nilai 3, tidak setuju beri nilai 4 dan sangat tidak setuju beri nilai 5. Jumlahkan seluruh skor yang kamu dapatkan dan bagi 7. Nilai terkecil yang kamu peroleh dalam satu jenis cinta berarti itulah jenis cinta yang kamu miliki. Bisa jadi kamu khas memiliki salah satu jenis cinta yang ada namun bisa juga kombinasi dari tipe-tipe. 1. Eros Pasangan saya dan saya saling tertarik segera setelah pertama kali berjumpa Percintaan kami sangat intens dan memuaskan Pasangan saya dan saya bisa dengan cepat saling terlibat secara emosional Pasangan saya dan saya sungguh-sungguh saling mengerti satu sama lain Pasangan saya dan saya memiliki fisik yang benar-benar sangat sesuai satu sama lain seperti campuran kimia. Saya merasa bahwa pasangan saya sangatlah berarti, dan saya sangat berarti baginya. Pasangan saya memenuhi standar ideal saya akan sebuah kecantikan/ketampanan. 2. Ludus Saya berusaha menjaga agar pasangan saya tidak ragu sedikit pun akan kesetiaan saya terhadapnya Saya dapat dengan mudah selingkuh Bila pasangan saya terlalu tergantung pada saya, saya akan sedikit mundur Saya menikmati percintaan saya dengan beberapa pasangan saya Saya percaya bahwa pasangan saya tidak akan mengetahui kalau saya menyakitinya. Saya kadang-kadang harus menjaga agar pasangan saya tidak menemukan cinta saya yang lain. Pasangan saya akan terganggu bila dia tahu tentang beberapa hal yang pernah saya lakukan bersama orang lain.

22

3. Storge Sangat sulit untuk mengatakan bahwa persahabatan saya dengannya mulai beralih menjadi cinta Saya ingin selalu menjadi sahabat bagi pasangan saya Cinta kami didasari persahabatan yang dalam, bukan atas dasar emosi mistis yang misterius. Untuk menjadi terlihat nyata, cinta kami memerlukan sejenak perhatian. Cinta kami adalah cinta yang paling baik karena tumbuh setelah melalui persahabatan yang panjang. Persahabatan kami secara perlahan berubah menjadi cinta. Hubungan cinta kami adalah yang paling memuaskan karena dibangun dari persahabatan yang baik. 4. Pragma Saya memikirkan apa yang pasangan saya akan lakukan dalam hidupnya sebelum saya memiliki komitmen terhadapnya. Saya telah berusaha merencanakan hidup saya secara hati-hati sebelum memilih pasangan. Menurut saya, pasangan cinta yang terbaik adalah yang memiliki latar belakang yang sama. Sebelum melibatkan diri secara mendalam dengan pasangan saya, saya berusaha membayangkan kecocokan latar belakang keturunannya dengan latar belakang saya dalam rangka kemungkinan pemilikan anak Bagi saya, pertimbangan utama memilih pasangan adalah persetujuan keluarga saya. Bagi saya, faktor penting dalam memilih pasangan adalah apakah dia akan menjadi orangtua yang baik atau tidak. Bagi saya, salah satu pertimbangan dalam memilih pasangan adalah bagaimana dia akan dapat membantu karier saya. 5. Mania Ketika terjadi sesuatu yang tidak benar antara saya dan pasangan saya, perut saya mengalami gangguan Bila pasangan saya dan saya bertengkar, saya merasa tertekan sekali bahkan kadang saya berpikir untuk bunuh diri Kadang saya mendapatkan kesenangan yang luar biasa dalam merasakan cinta terhadap pasangan saya sampai saya tidak dapat tidur dibuatnya. Semenjak saya jatuh cinta terhadap pasangan saya, saya mengalami gangguan konsentrasi dan berbagai hal lainnya. Ketika pasangan saya tidak membalas perhatian yang saya berikan padanya, saya merasa sakit. Saya tidak dapat bersantai bila saya tahu/mengira bahwa pasangan saya sedang bersama orang lain Bila pasangan saya mengabaikan saya untuk beberapa waktu, saya kadang-kadang merasa melakukan tindakan bodoh untuk mendapatkan perhatiannya kembali. 6. Agape Saya berusaha selalu membantu pasangan saya melalui waktu-waktu yang sulit baginya. Saya biasanya berkeinginan untuk mengorbankan keinginan saya demi pasangan saya agar mencapai apa yang diinginkannya. Bila pasangan saya marah terhadap saya, saya tetap mencintainya sepenuhnya dan tanpa syarat. Apapun yang saya miliki adalah milik pasangan saya untuk digunakannya, bilamana ia memilihnya. Saya lebih suka saya yang menderita daripada pasangan saya yang menderita. 23

Saya tidak dapat berbahagia kecuali jika saya memberikan kebahagiaan pada pasangan saya sebelum saya sendiri. Saya akan menanggung segala sesuatunya demi pasangan saya.

Nah, kamu sudah memperoleh tipe cinta milikmu? Masing-masing pernyataan dalam setiap tipe cinta menggambarkan apa yang dirasakan dan dialami orang jika memiliki tipe cinta itu. Sebut saja kamu memiliki tipe cinta Agape, maka pernyataan-pernyataan di dalam tipe cinta agape merupakan gambaran tipe dirimu dalam mencinta. Itulah kamu. Setelah tahu, terpenting yang harus kamu pahami adalah bahwa apapun tipemu, maka kamu termasuk normal belaka. Tipe yang satu tidak lebih normal ketimbang tipe yang lain.

9. Diri Yang Narsis


Inilah salah satu kekuatiran para remaja yang sangat mengganggu, yakni apakah aku tergolong narsis apa bukan ya? Maklum, kosakata narsis begitu populernya, sehingga seolah-olah semua orang bisa dikenai kata-kata narsis. Siapa saja yang bertingkah memuji diri sendiri selalu diolok-olok, Dasar narsis!, Narsis loe, Emang narsis!, dan seterusnya. Demikian juga jika hanya berfoto-foto ria memotret diri sendiri via kamera hp atau kamera digital, komentarnya akan tidak jauh-jauh: Orang Narsis! Alhasil, semua orang tidak ada yang kebal dengan olok-olokan itu. Di sisi yang lain, banyak dari mereka juga tahu bahwa narsis merupakan salah satu gangguan kepribadian. Alhasil, mereka waswas kalau diri mereka memiliki gangguan kepribadian. Pada umumnya orang menganggap narsis seseorang jika orang itu menunjukkan hal-hal berikut: - Memuji diri sendiri, misalnya: Gue keren ya!, Siapa dulu yang buat, aku gitu lho, sudah pasti bagus!, dan Tak ada yang lebih baik dariku. - Mengagumi diri sendiri, misalnya melihat foto sendiri dengan penuh kebanggaan atau becermin lama-lama, termasuk memotret diri sendiri. - Menunjuk-nunjukkan kehebatannya pada orang lain, misalnya menceritakan pujian orang lain terhadapnya dan menceritakan prestasi yang diraihnya. Jadi, apakah kamu sering dituduh narsis? Survei berulang selalu menunjukkan bahwa dalam kadar tertentu, setiap orang selalu memiliki narsisme dalam diri mereka. Jadi wajar saja jika olok-olokan narsis bisa dikenakan hampir kepada siapa saja. Faktanya, hampir setiap orang memang cenderung merasa dirinya lebih baik dibandingkan orang lain. Adalah hal wajar dan normal, jika kamu menilai dirimu sendiri lebih cerdas, lebih bersahabat, bekerja lebih keras, kurang berprasangka, dan semacamnya. Mark Leary, kepala Departemen Psikologi di Universitas Wake Forest, North Carolina, USA, menyatakan bahwa 80% orang berpikir bahwa mereka lebih baik ketimbang rata-rata orang. Hanya saja ada orang-orang yang kadar narsis dalam diri mereka sedemikian tingginya, sehingga kemudian digolongkan ke dalam Gangguan Kepribadian Narsis atau Narcissistic Personality Disorder. Pertanyaannya, apakah kamu termasuk yang biasa-biasa saja atau yang termasuk yang menderita Gangguan Kepribadian Narsis? Berikut adalah kriteria-kriteria agar seseorang bisa dimasukkan ke dalam golongan Gangguan Kepribadian Narsis menurut DSM-IV, yakni sebuah buku manual tentang gangguan-gangguan psikologis yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Society. Kamu digolongkan mengalami 24

Gangguan Kepribadian Narsis, jika kamu memiliki sebuah pola sifat dan perilaku yang mengagungkan diri sendiri (dalam fantasi maupun perilaku), sangat membutuhkan pemujaan dan sangat kurang memiliki empati yang sekurang-kurangnya memiliki 5 ciri dari ciri-ciri berikut: 1. 2. Merasa bahwa dirinya orang penting (misalnya ingin diakui hebat meskipun tanpa menunjukkan prestasi apa-apa). Terpikat pada fantasi tentang sukses tanpa batas, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan atau cinta yang ideal. Mereka mungkin merasa setara dengan orang-orang terkenal atau orang-orang yang telah diakui masyarakat. Percaya bahwa dirinya istimewa dan unik, dan hanya bisa dipahami oleh mereka yang spesial dan yang memiliki status tinggi, dan percaya bahwa dirinya seharusnya dipandang dan diperlakukan seperti orang yang istimewa dan berstatus tinggi lainnya. Mereka percaya bahwa diri mereka memiliki kebutuhan khusus yang berbeda dengan kebutuhan orang-orang biasa. Sangat membutuhkan pemujaan atau penghormatan. Secara terus menerus mereka membutuhkan perhatian dan pemujaan dari orang lain. Merasa berhak didahulukan (misalnya berharap orang lain otomatis mengerti apa yang diharapkannya dan diperlakukan istimewa). Mereka merasa bahwa urusannya dan dirinya yang paling harus diprioritaskan. Mereka bukan orang yang suka antri. Mengeksploitasi orang lain (misalnya mengambil keuntungan dari orang lain untuk menggapai tujuannya). Jika mereka menginginkan sesuatu, maka mereka akan memintanya tanpa memedulikan kebutuhan orang lain. Kurang memiliki empati: tidak mampu mengenali hasrat, kebutuhan dan perasaan orang lain. Sering merasa iri pada orang lain dan percaya bahwa orang lain iri padanya. Menunjukkan sikap dan perilaku arogan atau sombong

3.

4. 5.

6.

7. 8. 9.

Apabila kamu merasa cocok dengan kriteria di atas, jangan terburu-buru untuk melabeli diri menderita Gangguan Kepribadian Narsisme. Kamu sebaiknya pergi ke pekerja professional kesehatan mental, yakni psikolog atau psikiater untuk memastikannya. Mereka-lah yang berhak mendiagnosa. Sejauh yang bisa kamu lakukan adalah menduga-duga. Gangguan Kepribadian Narsisme muncul pada saat seseorang mulai beranjak dewasa. Diperkirakan jumlah penderita Gangguan Kepribadian Narsis adalah 0,7-1% dari jumlah total populasi. Katakanlah penduduk Indonesia saat ini 220 juta, maka penderita Gangguan Kepribadian Narsis diperkirakan mencapai 4,4 juta orang. Jadi, jangan merasa sendirian jika kamu menderita Gangguan Kepribadian Narsis. Kamu tidaklah istimewa, ada 4 juta temanmu di Indonesia saat ini. Beda narsis dan percaya diri Orang yang memiliki percaya diri tinggi tidak jarang disebut (paling tidak diolok-olok) orang narsis. Begitulah yang dialami oleh Kiki, dan banyak orang lainnya. Dia menuturkan begini: Saya narsis tidak ya? Kemarin ada yang nyeletuk bilang ke aku kalau diriku narsis. Kejadiannya sewaktu aku bilang ke teman-teman kalau aku sanggup mengerjakan membuat proposal acara dalam waktu sehari. Kubilang kalau aku sudah biasa mengerjakan hal-hal itu. Jadi gampang saja. Kubilang aku yakin kalau aku bisa. Tapi astaga, lalu muncul celetukan narsis itu dari salah temanku. Aku tak tahu apakah dia serius atau tidak, tapi ini menggangguku. Percaya diri tinggi dan narsisme tidak sama. Sepintas, keduanya memang tampak sama. Ciriciri orang yang memiliki percaya diri tinggi sebagian juga dimiliki oleh orang-orang narsis. Tapi tentu saja keduanya berbeda. Perbedaan paling mendasar antara narsis dan percaya diri tinggi adalah sumbernya. Orang narsis menunjukkan kepercayaan diri tinggi karena merasa 25

paling hebat, paling baik, dan paling spesial. Orang lain dipandang rendah di mata mereka. Ada status yang dibanggakan oleh mereka sebagai pijakan, misalnya karena manajer, karena bekerja di perusahaan besar, karena alumnus PT ternama, dan sebagainya. Sedangkan orang yang memiliki rasa percaya diri tinggi tidak perlu memandang rendah orang lain sebagaimana tidak perlu merasa paling hebat dan paling spesial. Percaya diri mereka berasal dari penilaian atas kemampuan diri mereka sendiri secara objektif. Mereka tidak memerlukan status hebat agar tetap percaya diri. Orang-orang narsis memerlukan pujian terus menerus agar mereka bisa terus percaya diri. Tanpa pujian, percaya diri mereka runtuh. Ibarat kata, pujian adalah bahan bakar mereka agar selalu percaya diri. Saat bahan bakar habis, otomatis percaya dirinya juga berhenti. Pada orang-orang percaya diri, tidak diperlukan bahan bakar untuk itu. Mereka tidak membutuhkan pujian agar mereka percaya diri. Pujian memang menambah kepercayaan dirinya, tapi tanpa pujian sekalipun mereka tetap percaya diri. Agar kamu lebih jelas mengetahui perbedaan antara narsis dan percaya diri berikut adalah tabel perbedaannya: Orang narsis
Merasa paling hebat dan merendahkan orang lain Adanya pijakan status (misalnya tempat kerja atau kuliah) yang membanggakan untuk bisa percaya diri. Memerlukan pujian terus menerus agar terus percaya diri Ingin selalu diperlakukan istimewa Memonopoli pembicaraan Anti kritik Tidak merasa memiliki kekurangan Menyerang atau menjelek-jelekkan orang lain agar merasa lebih baik

Orang percaya diri


Tidak merasa paling hebat dan tidak merendahkan orang lain Tidak memerlukan status sebagai pijakan untuk bisa percaya diri Tidak perlu pujian untuk percaya diri, meskipun pujian memang membantu kepercayaan diri Tidak merasa perlu diperlakukan istimewa Memberikan kesempatan berimbang kepada pihak lain untuk bicara Terbuka terhadap kritik Bersedia dengan sadar mengakui adanya kekurangan Tidak perlu menjelek-jelekkan orang lain untuk merasa lebih baik

Jadi jelas bukan perbedaan antara orang narsis dan orang percaya diri? Kalau Anda percaya diri, namun mau dengan sadar mengakui kekurangan, bersedia dengan tulus menerima kritik, tidak menjelek-jelekkan orang lain, bersedia mendengarkan, maka sangat mungkin Anda bukan termasuk golongan orang-orang narsis. Sedangkan jika Anda percaya diri, tapi anti kritik, butuh pujian untuk tetap percaya diri, berharap untuk diperlakukan istimewa, suka menjelek-jelekkan orang, tidak merasa memiliki kekurangan, senang memonopoli obrolan, maka mungkin Anda memang narsis!

10. Isu Berat Badan


Berat badan merupakan isu sentral yang sering mencemaskan para remaja dan orang dewasa umumnya. Kekuatirannya ada dua, yakni takut berat badannya tidak normal dan atau waswas ketakutannya terhadap berat tubuh yang kurang normal merupakan hal yang kurang normal. Ketakutan yang pertama terkait langsung dengan berat tubuh yang dimilikinya, Apakah beratku dalam kategori normal atau tidak? Sedangkan ketakutan yang kedua terkait dengan kecemasannya yang berlebihan akan berat badan, apakah rasa takutku memiliki 26

berat badan tidak normal merupakan sesuatu yang normal? Dengan kata lain mereka cemas kalau kecemasannya sudah berlebihan. Dalam istilah populernya, mereka takut mengalami fobia gendut. Apakah berat badanmu normal? Kurang normal berat badannya ada dua kutub, yakni kutub kanan yang berarti kelebihan berat badan atau gendut atau obesitas, dan kutub kiri yang berarti kekurangan berat badan atau kurus. Akan tetapi umumnya orang tidak menganggap kurus sebagai masalah. Yang paling dipermasalahkan adalah jika kegendutan. Padahal, baik kurus maupun gendut sama-sama memiliki risiko bagi tubuh. Orang gendut terancam menderita berbagai gangguan kesehatan, seperti penyakit jantung, diabetes, sesak nafas, stroke, dan lainnya. Orang kurus pun bisa terancam pengapuran tulang. Sebenarnya berapa sih berat tubuh seseorang untuk bisa disebut mengalami obesitas? Dari sudut pandang medik, obesitas merupakan suatu kondisi yang dicirikan oleh kelebihan lemak tubuh. Laki-laki dianggap gendut jika level lemak tubuhnya berlebih dari 20% dari berat totalnya, sedangkan perempuan dianggap gendut jika lemak tubuhnya lebih dari 25% dari total berat badan. Sayangnya, untuk mengetahui kadar lemak harus melalui pemeriksaan laboratorium, jadi selain mahal juga bukan hal yang praktis untuk dilakukan setiap orang. Ada cara sederhana untuk menentukan apakah Anda gendut atau kurus. Caranya dengan menghitung perbandingan berat badan dan tinggi badan. Cara ini sudah dipraktekkan luas di berbagai kalangan. Hasilnya pun cukup akurat, meski tidak sesahih jika menggunakan patokan lemak tubuh. Rumus menghitung berat badan ideal (BBI): ( 100) ( 100) 10% atau ( 100) 90% Tinggi badan dihitung dalam satuan cm. Contoh perhitungannya adalah jika kamu memiliki tinggi badan 160 cm dan berat badan 60 kg, maka masukkan ke dalam rumus atas: (160 100) (160 100) 10% = 60 6 = 54 atau (160 100) 90% = 54 Hasil 54 kg itu adalah Berat Badan Ideal (BBI) milikmu karena tinggimu 160 cm. Lalu apakah jika berat badanmu 60 kg berarti kamu kelebihan berat badan? Tunggu dulu. Kamu masih memiliki berat badan normal jika kisaran berat badanmu berada dalam kisaran rentang -10% atau +10% dari berat badan normal (BBI). Kamu masih tergolong normal jika berat badannya berkisar antara 54 kg - 5,4 kg (10% dari 54 kg) sampai dengan 54 kg + 5,4 kg (10% dari 54 kg). Dengan kata lain, rentang berat badan normal bagimu adalah antara 48,6 kg sampai 59,4 kg. Artinya: Jika berat badanmu di bawah 48,6 kg maka kamu tergolong kurus atau underweight. Jika berat badanmu di atas 59,4 kg maka kamu tergolong gemuk atau overweight. Wah, kalau beratmu 60 kg berarti kamu kelebihan 6 ons dong? Artinya kamu termasuk obesitas? Tidak juga. Selisih 6 ons bukan selisih yang besar. Jika kondisimu sehat-sehat saja, maka berat badan 60 masih termasuk normal buatmu. Selisih sebesar itu tidak lantas menjadikanmu berubah posisi dari yang berstatus berat badan normal menjadi abnormal. Lain

27

hal jika selisihnya mencapai 5 kg atau 10 kg atau 20 kg. Katakanlah jika berat badanmu 65, 70, atau 80 kg, maka kamu memang termasuk gerombolan di berat. Berikut adalah tabel patokan tinggi badan, berat badan ideal, dan rentang kisaran berat badan untuk disebut normal.
Tinggi badan 145 cm 146 cm 147 cm 148 cm 149 cm 150 cm 151 cm 152 cm 153 cm 154 cm 155 cm 156 cm 157 cm 158 cm 159 cm 160 cm 161 cm 162 cm 163 cm 164 cm 165 cm 166 cm 167 cm 168 cm 169 cm 170 cm 171 cm 172 cm 173 cm 174 cm 175 cm 176 cm Berat Badan Ideal 40,5 kg 41,4 kg 42,3 kg 43,2 kg 44,1 kg 45 kg 45,9 kg 46,8 kg 47,7 kg 48,6 kg 49,5 kg 50,4 kg 51,3 kg 52,2 kg 53,1 kg 54 kg 54,9 kg 55,8 kg 56,7 kg 57,6 kg 58,5 kg 59,4 kg 60,3 kg 61,2 kg 62,1 kg 63 kg 63,9 kg 64,8 kg 65,7 kg 66,6 kg 67,5 kg 68,4 kg Rentang berat badan normal 36,45 kg 44,55 kg 37,26 kg 45,54 kg 38,07 kg 46,53 kg 38,88 kg 47,52 kg 39,69 kg 48,51 kg 40,5 kg 49,5 kg 41,31 kg 50,49 kg 42,12 kg 51,48 kg 42,93 kg 52,47 kg 43,74 kg 53,46 kg 44,55 kg 54,45 kg 45,36 kg 55,44 kg 46,17 kg 56,43 kg 46,98 kg 57,42 kg 47,79 kg 58,41 kg 48,6 kg 59,4 kg 49,41 kg 60,39 kg 50,22 kg 61,38 kg 51,03 kg 62,37 kg 51,84 kg 63,36 kg 52,65 kg 64,35 kg 53,46 kg 65,34 kg 54,27 kg 66,33 kg 55,08 kg 67,32 kg 55,89 kg 68,31 kg 56,7 kg 69,3 kg 57,51 kg 70,29 kg 58,32 kg 71,28 kg 59,13 kg 72,27 kg 59,94 kg 73,26 kg 60,75 kg 74,25 kg 61,56 kg 75,24 kg

Tanpa kamu perlu bersusah-susah menghitung, dari tabel kamu bisa langsung tahu apakah berat badanmu termasuk yang masih dalam kategori ideal atau tidak. Kalau hanya selisih beberapa ons atau satu kg saja, tak perlu kuatir, masukkan saja ke dalam golongan normal. Apakah kamu mengalami fobia gendut? Fobia gendut. Familiar dengan istilah itu? Jika tidak, tak perlu merasa tak tahu apa-apa. Istilah itu memang istilah yang tidak populer. Baru belakangan saja istilah itu digunakan untuk menyebut rasa takut berlebihan memiliki tubuh gendut. Itupun belum disahkah sebagai istilah resmi dalam dunia kesehatan mental. Sebenarnya istilah yang lebih tepat adalah kecemasan terhadap kegendutan. Istilah fobia gendut terlalu ekstrem. Akan tetapi untuk tujuan buku ini, istilah fobia gendut tetap layak dipakai. Penderita fobia gendut bisa semua orang. Tidak hanya yang gendut, yang kurus dan normal pun bisa mengalaminya. Jika penderitanya masih kurus atau normal, mereka kuatir sekali tubuh akan mengalami kegemukan. Sedangkan jika penderitanya telah gemuk, mereka sangat tidak nyaman dengan tubuhnya sehingga mati-matian berusaha menurunkan berat 28

badan. Nah, apakah kamu menderita fobia gendut? Untuk mengetahuinya, coba jawab dua pertanyaan berikut: Apakah kamu merasa kuatir tubuhmu akan menjadi gendut? Apakah kamu berpikir untuk menurunkan berat badan karena merasa kurang percaya diri dan tidak nyaman dengan berat tubuh sekarang? Apakah kamu merasa tidak senang atau tidak nyaman melihat orang yang bertubuh gendut? Jika jawabanmu Ya, maka kamu menderita fobia gendut. Akan tetapi saat ini banyak orang, terutama perempuan mengalami fobia gendut. Jadi kamu tidak sendirian. Menjadi gendut telah sangat menakutkan banyak orang (terutama kaum perempuan). Seolaholah dunia berakhir ketika tubuh berubah gendut. Bagi sebagian perempuan timbangan pun menjadi teman setia sehari-hari. Rutin setiap habis makan dan bangun tidur menjadwalkan kunjungan wajib ke timbangan. Mereka berusaha mengontrol agar berat badan tidak bertambah sedikit pun. Untuk itu setiap saat mereka merasa harus tahu berat badannya. Sebagian yang lain malah anti dengan timbangan karena takut mengetahui beratnya bertambah. Mereka berusaha keras menghindari melihat timbangan. Sampai-sampai ada yang berkelakar tentang kilophobia atau timbanganphobia, sebab timbangan merupakan barang paling haram buat mereka. Mereka mengira timbangan akan menunjukkan sisi buruk dari diri mereka dalam satuan kilogram. Jadi lebih baik jika dijauhi. Fobia gendut menghasilkan perilaku-perilaku khas, yakni ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri, hambatan hasrat seksual, gangguan makan, stress dan depresi, serta diet. Lima akibat itu yang membuat para penderita fobia gendut layak untuk dikategorikan kurang normal. 1. Ketidakpuasan terhadap tubuh sendiri Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Psychology Today, pada tahun 1997 ditemukan bahwa 73% perempuan mengaku kuatir tubuhnya akan menjadi gendut. Penelitian pada tahun yang sama oleh Abraham dan Llewellyn-Jones menunjukkan bahwa 65%-87% perempuan di antara umur 20 sampai 60 tahun tidak puas dengan tubuhnya karena merasa terlalu gendut. Ini artinya, sebagian besar perempuan kalau tidak seluruhnya memiliki fobia gendut. Ketidakpuasan terhadap tubuh semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Studi yang dilakukan pada awal 90-an menunjukkan bahwa pada umur 13 tahun, 53% perempuan merasa tidak puas dengan tubuhnya. Tetapi pada umur 18 tahun dan setelahnya, 78% perempuan tidak puas dengan tubuhnya (Wolf, 1991). Ketidakpuasan terhadap tubuh lebih sering berpijak bukan pada kenyataan. Pada tahun 1984, majalah Glamour melakukan survei terhadap 33 ribu perempuan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap tubuh mereka sendiri. Hasilnya, sebanyak 75% mereka yang berumur antara 18-35 tahun percaya bahwa diri mereka gendut, meskipun hanya sebanyak 25% saja yang benar-benar gendut. Sebanyak 45% perempuan kurus (underweight) berpikir bahwa mereka terlalu gendut. Artinya, ketidakpuasan terhadap tubuh tidak memiliki dasar faktual. 2. Hasrat seksual terhambat Jika kamu berpikir bahwa gara-gara tubuh gendut maka hasrat seksual menurun, maka kamu keliru. Penelitian menunjukkan bahwa hasrat seksual justru meningkat ketika badan semakin besar. Hasrat seksual terhambat (kurang tertarik pada seks) bukan datang dari tubuh besar, tetapi dari fobia gendut. Semakin kamu takut dengan kegendutan, maka kamu semakin mungkin terganggu dalam masalah seksual, tidak peduli sebesar apa tubuhmu. Hasrat seksual terhambat merupakan salah satu jenis gangguan seksual yang penyebab utamanya adalah kecemasan akan daya tarik diri tubuh. Semakin cemas dengan daya tarik 29

diri sendiri, maka semakin besar peluangnya mengalami gangguan itu. Masalahnya, garagara fobia gendut, kebanyakan perempuan mencemaskan daya tariknya. Mereka kuatir tidak cukup menarik karena memiliki tubuh terlalu gendut. Akibatnya, banyak sekali perempuan yang memiliki gangguan hasrat seksual terhambat. Jadi, bukan kegendutan itu sendiri yang menyebabkan gangguan, tetapi fobia terhadap kegendutan yang menjadi sumber masalahnya. 3. Gangguan makan Fobia gendut menghasilkan gangguan makan, yang umumnya melanda perempuan, Gangguan makan yang paling umum adalah anorexia dan bulimia. Anorexia nervosa atau sering hanya disebut anorexia saja adalah gangguan makan berupa distorsi imej terhadap tubuh sendiri, dengan menganggap tubuh terlalu gendut, padahal dalam faktanya sangat kurus. Akibatnya, penderita anorexia berusaha untuk sesedikit mungkin makan. Jangan heran jika mereka hanya mau makan 5 sendok nasi setiap hari. Bulimia nervosa adalah gangguan makan berupa mengonsumsi makanan banyak-banyak, namun kemudian memuntahkan lagi makanan yang telah masuk ke lambung. Cara memuntahkannya macam-macam, ada yang memakai obat pencahar dan ada yang melalui gerak tubuh yang membuat mual, dan lainnya. Setelah memuntahkan makanan dan perut kosong, penderita bulimia merasa ketegangan dan emosi negatifnya terlepas. Berikut adalah efek medik gangguan makan anorexia dan bulimia: Hypothermia (temperatur tubuh yang sangat rendah) Edema (semacam kekurangan cairan tubuh) Hypotension (tekanan darah sangat rendah, lawan dari hipertensi) Bradycardia (detak jantung yang tidak beraturan) Lanugo (pertumbuhan bulu badan) Gangguan menstruasi Infertilitas atau kemandulan Kematian Hmmenakutkan bukan? Inilah fakta-fakta tentang gangguan makan: Sekitar 90-95% penderita anorexia dan bulimia adalah perempuan (NIMH, 2007). Di Inggris, sekurang-kurangnya 50% perempuan di sana menderita gangguan makan. Di Belanda, Italia, Inggris, Rusia, Australia dan Swedia, 1-2% perempuannya menderita anorexia. Dengan perhitungan tertinggi, dari 10 mahasiswi di Amerika Serikat, 2 di antaranya menderita anorexia, 6 di antaranya menderita bulimia dan hanya 2 yang baik-baik saja (Wolf, 1991). 20% mahasiswi di Amerika Serikat secara teratur setiap harinya makan sebanyakbanyaknya lalu memuntahkannya kembali (Dr. Charles A. Murkovsky dari Gracie Square Hospital di New York). Beberapa penderita anorexia dan bulimia dapat menurunkan berat badannya antara 2550 % dari berat badan mereka. 1 dari 10 kasus anoreksia berujung kematian karena kelaparan, bunuh diri atau komplikasi medis, seperti serangan jantung atau gagal ginjal (APA, Eating Disorders: Psychotherapys Role in Effective Treatment, 1998). 5-15% penderita anorexia yang dirawat di rumah sakit meninggal dalam perawatan, sehingga menjadi salah satu penyakit mental yang menyebabkan kematian tertinggi. 40-50% penderita anorexia tidak pernah kembali pulih seperti sedia kala. 4. Stres dan depresi Fobia gendut menciptakan stres dan depresi pada orang gendut maupun non gendut. Siapa saja bisa diserangnya. Orang yang gendut menjadi stress dan depresi karena 30

merasa berat tubuhnya tidak ideal, sehingga merasa kurang menarik, menjadi tidak percaya diri, dan sebagainya. Orang yang belum gendut cemas kalau diri mereka menjadi gendut. 5. Diet Fobia gendut merupakan bahan bakar utama industri diet di dunia yang nilainya lebih dari 503 miliar US$ atau lebih dari 4527 triliun rupiah atau dua kali lipat APBN Indonesia. Fobia gendut inilah yang menyebabkan industri diet selalu memiliki konsumen setia karena faktanya, orang gendut dan orang yang takut akan gendut terus meningkat di mana-mana. Saat ini, diet dalam maknanya mengatur berat tubuh agar kurus adalah obsesi utama orang di bumi ini selain kekayaan, khususnya bagi kaum perempuan. Setiap hari pikiran orang tidak lepas dari diet dan diet: bagaimana mengatur makan dan hidup supaya tidak gendut, bagaimana menguruskan berat badan, dan bagaimana tampil dengan tubuh lebih menarik. Sebenarnya, alasan terbaik untuk berdiet adalah alasan kesehatan karena merupakan fakta bahwa orang-orang gendut lebih rentan terkena penyakit tertentu. Akan tetapi, faktanya sebagian besar pelaku diet bukan dipicu alasan kesehatan, tetapi garagara merasa tidak menarik, tidak percaya diri, dan tidak nyaman dengan tubuhnya sendiri. Sangat sedikit orang yang melakukan diet semata-mata untuk menjaga kesehatan. Sebuah studi yang dilakukan di Amrik menunjukkan bahwa 31% sampai 46% remaja perempuan berumur 9 tahun telah melakukan diet dan menunjukkan ketakutan akan tubuh gemuk. Pada umur 10 tahun persentasenya menjadi 46% sampai 81%. Studi lain menunjukkan bahwa sebanyak 27% remaja perempuan berumur 12 tahun melakukan diet secara teratur. Ini artinya diet sudah dilakukan sejak usia yang sangat dini. Pada usia SMP dan SMA, diperkirakan 90% remaja perempuan melakukan diet secara teratur, meskipun paling-paling hanya 10-15% dari mereka yang membutuhkannya. Pada usia yang lebih tinggi, yakni usia mahasiswa, diperkirakan tidak kurang dari 44% dari mereka pernah melakukan usaha-usaha serius yang terprogram untuk menurunkan berat badan. Sisanya disinyalir tetap berupaya untuk diet meskipun tidak mengambil langkah-langkah terprogram. Hanya sebagian kecil saja yang diperkirakan tidak melakukan langkah-langkah diet. Lantas, bagaimana diet pada perempuan yang lebih dewasa? Menurut berita yang diturunkan harian The Observer pada 14 Januari 2007, dalam artikel Fat Thin Girl, sebanyak 82% perempuan dewasa di Inggris memulai tahun barunya dengan program diet. Hm mengingat fobia gendut melanda mayoritas orang, apakah yang mengalaminya tidak sebaiknya dikategorikan normal? Normal dari sisi jumlah memang benar. Akan tetapi dari sisi dampak terhadap kehidupan pribadi, maka penderita fobia gendut kurang layak dimasukkan dalam kategori normal. Ada begitu banyak dampak-dampak negatif dari fobia gendut, yang oleh karena itu jika mengalaminya maka lebih layak digolongkan sebagai kurang normal. Pertanyaannya, apakah kamu mengalami fobia gendut? Sangat mungkin kamu akan mengatakan Ya, aku mengalami fobia gendut. Namun sepanjang kadarnya masih rendah, dan belum terlalu mengganggu aktivitas normalmu, maka semuanya masih normal-normal saja. Apabila gara-gara fobia itu lantas kamu sangat tidak puas dengan bentuk tubuhmu yang membuatmu sangat tidak percaya diri, mencegah dirimu dari makan (atau hanya makan sangat sedikit), stres, aktivitas harianmu menjadi terganggu (misalnya menarik diri dari pertemanan, malu berangkat sekolah atau kuliah, malu kumpul-kumpul bersama teman, dan semacamnya), dan kamu melakukan diet yang tidak realistis dengan metode yang berisiko tinggi (misalnya menargetkan turun berat badan 20 kg dalam sebulan hanya dengan obatobatan), maka kamu memang sebaiknya merasa diri kurang normal. Berkonsultasilah kepada ahlinya atas masalahmu itu.

31

11. Aku Berbohong, Normalkah?


Aku sering bohong. Kadang tanpa benar-benar aku sadar, aku sudah berbohong. Nggak bohong yang besar-besar amat sih. Bohongnya masih soal kecil-kecil seperti sudah pernah makan sesuatu padahal belum. Ya kayak-kayak itu bohongnya. Bohong kecil-lah. Tapi omong-omong, itu normal nggak ya. Aku sering kepikiran Itulah salah satu surat konsultasi dari seorang remaja SMA kelas 3 di salah satu kota di bagian barat Sumatera. Apa yang dikuatirkannya banyak sekali dikuatirkan oleh para remaja dan orang dewasa. Pada satu sisi mereka melakukan kebohongan terus menerus, di sisi lain mereka menyadari bahwa berbohong merupakan keburukan. Alhasil mereka bimbang dan gundah. Mereka waswas kalau mereka bukan termasuk orang-orang yang normal. Maaf kepada kalian yang moralis dan percaya bahwa kebohongan adalah penyimpangan berat dalam hidup manusia, ternyata kebohongan adalah bagian dari hidup manusia seharihari. Bohong sama sekali bukan peristiwa yang luar biasa atau langka. Dalam sebuah penelitian, ditemukan bahwasanya dalam seminggu seseorang melakukan kebohongan antara 0 atau tidak sama sekali, sampai 46 kali kebohongan. Artinya ada orang yang melakukan kebohongan rata-rata sampai 6 kali dalam sehari. Hmbanyak juga ya! Penelitian itu juga menemukan bahwa masyarakat umumnya melakukan kebohongan minimal 1 kali dalam satu hari interaksi dengan orang lain. Mahasiswa melakukan rata-rata 2 kebohongan setiap hari. Mereka berbohong 1 kali dalam setiap 3 kali interaksi. Artinya sepertiga interaksi yang dilakukan mengandung kebohongan. Luar biasa bukan?! Sebagian orang melaporkan munculnya perasaan bersalah setelah berbohong. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa tekanan yang dialami seseorang ketika berbohong akan terus meningkat dari sebelum berbohong, saat berbohong, dan yang tertinggi pada beberapa saat sesudah berbohong. Namun demikian, kebanyakan yang berbohong menyatakan bahwa kebohongan yang dilakukannya bukan sesuatu yang serius. Seperti dalam kutipan email di atas, si penulis merasa bohongnya hanya bohong kecil-kecilan. Bahkan 70% orang yang berbohong mengatakan akan berbohong lagi jika menemui situasi yang sama. Jadi, berbohong bukanlah perilaku abnormal. Bohong merupakan perilaku normal. Persoalannya, ada orang-orang yang melakukan kebohongan jauh lebih banyak daripada umumnya orang. Mereka disebut pseudologia fantastica. Merekalah yang sering dituduh sebagai pembohong. Tidak sulit menemui orang-orang seperti mereka di sekitar kita. Mereka sering melakukan kebohongan dan ketahuan bohongnya. Sampai-sampai orang-orang tidak terlalu mempercayai semua ceritanya karena sedemikian seringnya mereka berbohong. Ada juga orang-orang yang berbohong akibat dari ketidakberesan mental. Para penderitanya memiliki kecenderungan patologis untuk secara rela dan sadar berbohong dan membuat cerita khayalan. Mereka disebut mythomania. Para penderita mythomania memiliki kecenderungan sangat kuat untuk membuat cerita bohong pada orang lain namun bukan karena ingin membohongi. Mereka tidak ingin berbohong. Mereka berbohong lebih karena keinginan mendapatkan perhatian lebih besar. Tujuannya adalah untuk menarik perhatian. Nah, bila kamu mengalami keinginan sangat kuat untuk lebih diperhatikan oleh orang lain, lalu karenanya mengarang cerita bohong, dan kamu sering melakukannya, maka kamu mengalami mythomania. Sudah tentu dalam hal ini kebohongan yang kamu lakukan termasuk kurang normal.

32

Selain mythomania, ada jenis kepribadian tertentu yang cenderung lebih mudah berbohong, yakni tipe kepribadian manipulatif machiavellianisme. Mereka biasanya sinis terhadap orang lain, menunjukkan sedikit hormat pada tata aturan moral, dan secara terbuka mengakui bahwa mereka akan berbohong, menipu dan memanipulasi orang lain untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka ini orang yang menghalalkan segala cara dalam kehidupan. Meski begitu, mereka tidak mengeksploitasi orang yang mungkin bisa membalas dendam. Jadi mereka hanya mengeksploitasi orang yang tidak memiliki potensi membalas dendam. Pemilik kepribadian machiavellianisme mudah dikenali. Mereka biasanya ambisius dan mendominasi tetapi mereka juga terlihat santai, penuh talenta dan percaya diri. Nah, apakah bohong yang kamu lakukan cocok dengan deskripsi mythomania atau machiavellianisme? Apabila tidak cocok keduanya, maka dimungkinkan bohongmu normalnormal saja.

12. Cari Perhatian


Wah caper banget sih! ketus Tika mengomentari Galih yang sedang memamerkan fotofotonya ketika liburan di Bali, plus memakai pakaian seksi yang katanya dibeli di Bali. Begitulah, jika terlihat seperti pamer dan berusaha menarik perhatian, maka komentar caper pun tak terelakkan. Nah, apakah kamu sering mendapat julukan caper dari teman-temanmu, seperti Galih mendapatkan olokan caper dari Tika? Semoga tidak. Mereka yang sering mendapatkan julukan caper seringkali mendapatkan stres. Dalam hati, mereka tidak ingin disebut caper tapi apa daya julukan itu melekat terus. Julukan caper bukanlah julukan yang menyenangkan. Oleh karena itu mereka gundah gulana. Lantas mereka pun bertanya-tanya, Apa benar aku itu orang yang suka cari perhatian? Sebenarnya, tanpa diolok-olok caper-pun banyak orang yang sering bertanya-tanya dalam diri mereka, Aku tuh termasuk orang yang suka cari perhatian bukan ya? Mereka tidak ingin digolongkan sebagai pencari perhatian karena masyarakat kita sangat mengecam orangorang yang cari perhatian. Kita memang dididik untuk tidak menonjolkan diri di atas orang lain. Kita selalu diajarkan untuk rendah hati dan menahan diri untuk tidak terlihat terlalu menonjol dibandingkan orang lain. Jika terlihat menonjolkan diri, meskipun kita memang bagus, maka kita biasanya tetap akan dikecam sebagai sombong, sok, cari muka, dan seabreg anggapan negatif lainnya. Normalnya, orang senang diperhatikan. Bagaimanapun yang namanya perhatian itu menyenangkan. Kita akan bahagia jika diperhatikan, sebaliknya merana jika diabaikan. Apa yang dicari dari pasangan (dari pacar atau suami/istri) kita pun hanyalah perhatian. Apabila kita mendapatkan perhatian yang kita inginkan, maka kita akan semakin sayang. Namun apabila kita merasa kurang mendapatkan perhatian, maka kita akan protes untuk meminta perhatian. Jika ternyata protes kita diabaikan, maka kita mungkin akan tidak mampu bertahan dalam hubungan, dan memutuskan mengakhiri hubungan. Begitulah, karena sedemikian pentingnya hubungan dalam hidup kita, maka kita pun terdorong untuk mencari perhatian. Perhatian memiliki beragam bentuk. Mendengarkan lawan bicara, itu perhatian. Melihat wajah orang yang lewat, itu perhatian. Memberikan ucapan selamat ulang tahun, itu perhatian. Memuji, itu perhatian. Mengagumi, itu perhatian. Membicarakan, itu perhatian. Pendek kata 33

ada banyak ragam perhatian yang bisa kita berikan pada seseorang. Dengan demikian ada banyak ragam cara juga untuk mendapatkan berbagai perhatian. Sebagian orang memiliki kebutuhan akan perhatian yang berada dalam taraf wajar, sama seperti sebagian besar orang lainnya. Akan tetapi sebagian yang lain ada yang memiliki kebutuhan mencari perhatian yang sangat besar. Dalam dirinya ada kebutuhan emosional untuk selalu diperhatikan dan berperilaku selalu mencari perhatian di manapun tempatnya, kapan pun waktunya. Sekarang, coba kamu jawab pertanyaan-pertanyaan berikut: 1. Apakah ketika berada di depan orang kamu memiliki keinginan untuk diperhatikan? 2. Apakah ketika merencanakan akan bertemu atau berkumpul dengan orang-orang, kamu mempersiapkan diri sebaik-baiknya agar bisa menarik perhatian? 3. Apakah kamu suka berpakaian seksi agar mendapatkan perhatian 4. Apakah kamu senang mengolok-olok atau berkomentar hanya karena ingin diperhatikan? Apabila jawabanmu YA untuk semua pertanyaan di atas, maka mungkin kamu memang cenderung senang mencari perhatian. Akan tetapi jika kamu belum tergolong memiliki Gangguan Kepribadian Histrionik (Histrionic Personality Disorder), maka kadar kebutuhan dan perilaku mencari perhatianmu masih bisa disebut normal. Lantas, seperti apakah kadar mencari perhatian dan kadar perilaku mencari perhatian yang bisa digolongkan sebagai Gangguan Kepribadian Histrionik? Berikut adalah keterangannya. Gangguan Kepribadian Histrionik Orang-orang yang menderita Gangguan Kepribadian Histrionik (untuk seterusnya disingkat HPD) adalah orang-orang yang memiliki pola berlebihan dalam perilaku mencari perhatian dan dalam kebutuhan emosionalnya akan perhatian (DSM IV, 2000). Perilaku mereka secara terus menerus diarahkan untuk mencari perhatian karena secara emosional mereka memang sangat mendambakan perhatian. Mereka adalah para pencari perhatian sejati. Tanpa perhatian, diri mereka akan sangat menderita. Hal ini berbeda dengan orang normal. Pada orang normal, meskipun ada kebutuhan akan perhatian, namun ketika tidak mendapatkan perhatian pun tidak akan menjadi masalah. Orang normal pun tidak selalu terus menerus melakukan tindakan untuk mencari perhatian. Berikut adalah kriteria yang menentukan apakah seseorang bisa dimasukkan ke dalam golongan mengalami Gangguan Kepribadian Histrionik, dan dengan demikian bisa disebut kurang normal. Apabila tidak memenuhi kriterianya, maka meskipun merasa memiliki keinginan mencari perhatian yang kuat, maka tetap masih dimasukkan sebagai normal dan wajar saja. Apabila minimal 5 dari 8 kriteria yang ada cocok dengan dirimu, maka ada kemungkinan kamu memiliki Gangguan Kepribadian Histrionik. Akan tetapi, untuk menegakkan diagnosa setepat-tepatnya, diagnosanya harus dilakukan oleh tenaga kesehatan mental profesional, baik psikolog maupun psikiater. Mereka-lah yang berhak menyatakan diagnosanya, apakah kamu memiliki Gangguan Kepribadian Histrionik atau tidak. Jadi, kamu harus memperlakukan hasil kesimpulanmu hanya sebagai gambaran kasar dirimu, yang diharapkan bisa membantumu untuk mengetahui dirimu sendiri lebih baik. Kriteria 1. Tidak merasa nyaman dalam situasi ketika tidak menjadi pusat perhatian. Orang-orang HPD merasa tidak nyaman atau merasa tidak dihargai ketika mereka tidak menjadi pusat perhatian. Mereka selalu ingin menjadi pusat perhatian di manapun mereka berada. Tidak jarang mereka begitu hidup dan dramatik ketika menceritakan bagaimana perhatian yang mereka dapatkan dari orang-orang. Apabila mereka tidak menjadi pusat

34

perhatian, maka mereka bisa melakukan hal-hal yang dramatis agar kembali menjadi pusat perhatian. Di dalam pesta, mereka selalu berhasrat menjadi ratu atau rajanya pesta. Kriteria 2. Interaksi dengan orang lain sering dicirikan dengan adanya perilaku mengumbar daya tarik seksual yang kurang sesuai atau perilaku memprovokasi. Perilakunya yang seperti itu (misalnya berpakaian super ketat atau super mini, menggoda, merayu genit) tidak hanya diarahkan pada orang yang menjadi minatnya (misalnya pacar, atau orang yang ditaksir), tetapi juga terjadi dalam berbagai situasi, baik dalam relasi sosial, dalam pekerjaan, dan juga dalam relasi professional. Perilakunya yang provokatif secara seksual itu dilakukan melebihi norma yang diizinkan dalam setiap situasi. Kriteria 3. Memperlihatkan perubahan emosi yang cepat dan menunjukkan ekspresi emosi yang datar Kriteria 4. Secara konsisten menggunakan penampilan fisiknya untuk mendapatkan perhatian pada diri sendiri. Mereka sangat memperhatikan penampilan untuk mengesankan orang lain dengan penampilannya itu. Mereka pun menghabiskan banyak energi, waktu, dan uang untuk membeli pakaian-pakaian atau untuk bersolek. Dalam diri mereka terdapat harapan besar penampilannya akan dipuji, dan menjadi mudah tersinggung bila penampilannya dikritik. Kriteria 5. Memiliki gaya bahasa yang impresif berlebihan dan kurang sekali dalam detail. Pendapatnya dikemukakan dengan cara yang dramatis dan penuh gaya, meskipun argumenargumennya sering tidak jelas dan membingungkan, serta tanpa didukung data atau detail yang cukup. Sebagai contoh, mereka mengatakan seseorang tertentu adalah sosok yang bijak, namun tidak mampu menunjukkan dengan jelas mana kualitas dari orang itu yang mendukung pendapatnya. Kriteria 6. Menunjukkan dramatisasi diri, teatrikal, dan memperlihatkan ekspresi emosi yang berlebihan. Mereka mungkin membuat malu teman atau kenalan karena di depan publik menampilkan ekspresi emosi yang sangat berlebihan, misalnya menangis tanpa terkontrol hanya karena menyaksikan hal-hal yang sedikit mengharukan saja, merengek-rengek keras, menunjukkan semangat berlebihan, dan sebagainya. Emosi mereka itu cepat muncul dan cepat padam. Mereka bisa sangat cepat berubah dari sangat bersemangat menjadi sangat sedih. Hal itu sering membuat orang lain mengira mereka hanya berpura-pura. Kriteria 7. Mudah dibujuk. Pendapatnya dan perasaannya sangat mudah dipengaruhi oleh orang lain dan oleh kondisi. Secara berlebihan mereka mempercayai orang, khususnya pada figur yang dianggap memiliki otoritas yang menurut mereka bisa menyelesaikan masalah mereka. Mereka sering bermain perasaan ketika memutuskan sesuatu, dan cepat menghukum orang (menilai negatif dan menjatuhkan orang lain). Kriteria 8. Menganggap hubungannya lebih intim/akrab ketimbang yang sebenarnya. Mereka sering mengira hubungan sosial yang dijalaninya lebih intim/akrab ketimbang yang sebenarnya. Digambarkannya semua kenalannya sebagai orang-orang yang sangat akrab. Baru bertemu sekali atau dua kali dalam suasana formal dengan orang-orang profesional, mereka sudah berani memanggil dengan nama panggilan akrab, tanpa menggunakan

35

panggilan sapaan lagi, seperti Pak, Bu, Tuan, Mas, dan lainnya. Mereka langsung memanggil dengan namanya. Nah, apakah menurutmu dirimu cocok dalam kriteria-kriteria di atas? Diketahui bahwa jumlah penderita Gangguan Kepribadian Histrionik diperkirakan antara 2%-3% dari total populasi. Secara kasar, jika dalam satu sekolah ada 1000 orang siswa, maka sejumlah 20 sampai 30 siswa dimungkinkan menderita gangguan pencari perhatian ini. Cukup banyak juga, bukan?

13. Berpikir Bunuh Diri


Berikut penggalan sebuah email dari Andi (bukan nama sebenarnya), seorang remaja berusia 17 tahun, siswa kelas 2 SMA di salah satu SMA di Bali: Aku nggak tahu apakah Aku sakit atau tidak. Yang Aku tahu Aku sering memikirkan bunuh diri. Kalau Aku agak tertekan, aku mesti kepikiran itu. Aku sakit nggak ya? Tolong ya. Pernahkah dalam pikiranmu terbersit keinginan untuk bunuh diri untuk menyelesaikan kesulitan yang sedang kamu hadapi? Jika pernah, kamu tidak sendirian. Andi hanyalah contoh kasus. Ada banyak remaja di luar sana yang sering memikirkan jalan keluar alternatif yang paling final, yakni bunuh diri, sebagai solusi bagi permasalahannya. Untunglah, meskipun banyak yang memikirkan jalan alternatif itu, ternyata sangat sedikit yang benarbenar memilih jalan itu. Bunuh diri dengan berbagai atributnya dimasukkan dalam term besar ke-bunuhdiri-an (suicidality). Perilaku ke-bunuhdiri-an mencakup memikirkan untuk bunuh diri (suicidal ideation), melakukan bunuh diri coba-coba (suicide attempt) dan benar-benar melakukan bunuh diri (suicide completion). Memikirkan bunuh diri tidak hanya memikirkan untuk membunuh diri tetapi juga termasuk memikirkan membahayakan diri. Percobaan bunuh diri mencakup tindakan yang menghasilkan cedera tidak fatal bagi diri sendiri atau yang potensial mencederai diri sendiri dengan akibat yang tidak fatal. Sedangkan tindakan bunuh diri, seperti yang kamu sudah tahu, adalah kematian dari cedera yang terbukti sengaja diciptakan dengan tujuan membunuh diri sendiri (Kalafat, 2005). Nah, apabila kamu pernah memikirkan untuk bunuh diri (atau temanmu pernah) maka kamu atau temanmu telah melakukan perilaku kebunuhdiri-an, berupa memikirkan untuk bunuh diri. Biasanya tindakan bunuh diri diawali memikirkan bunuh diri, lalu melakukan percobaan bunuh diri, dan akhirnya benar-benar melakukan bunuh diri. Akan tetapi tidak selalu demikian. Jika kamu melakukan percobaan bunuh diri atau benar-benar bunuh diri, maka kamu pasti memikirkan bunuh diri. Itu sama dengan kalau kamu mengikuti try out ujian masuk Perguruan Tinggi dan benar-benar ikut ujian masuk Perguruan Tinggi, maka sudah pasti kamu memikirkan untuk ujian masuk Perguruan Tinggi. Apapun yang kamu lakukan, berpikir selalu yang pertama dilakukan, baru kemudian tindakan menyusul. Diketahui bahwa orang yang benar-benar bunuh diri tidak selalu melakukan percobaan bunuh diri lebih dahulu. Diketahui hanya sekitar 40% pelaku bunuh diri yang melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya (Shaffer & Greenberg, 2002). Sisanya melakukan bunuh diri tanpa melakukan percobaan terlebih dulu. Tanpa coba-coba, mereka langsung mengambil tindakan bunuh diri. Survei terhadap pelajar sekolah menengah (SMP & SMA) di Amerika Serikat pada tahun 2001 menemukan bahwa 19% pelajar pernah memikirkan dengan serius untuk mencoba 36

melakukan bunuh diri dan 2,6% pernah benar-benar melakukan percobaan bunuh diri (CDC dalam Kalafat, 2005). Itu artinya, hanya 1 dari 7 siswa yang serius memikirkan bunuh diri yang sampai pada tahap melakukan perilaku coba-coba bunuh diri. Nah, dari 400 remaja lelaki yang melakukan percobaan bunuh diri, hanya 1 yang benar-benar bunuh diri, dan dari 4000 remaja putri yang melakukan percobaan bunuh diri, hanya 1 juga yang benar-benar bunuh diri (CDC dalam Shaffer & Greenberg, 2002). Jadi, sebenarnya cukup langka juga orang yang benar-benar mewujudkan idenya untuk bunuh diri. Hmrumit ya data-data angka di atas? Kamu paham maksudnya? Untuk mempermudah, kita akan membuat contoh-contoh perhitungan: 1. 19% pelajar sekolah menengah pernah memikirkan dengan serius untuk mencoba melakukan bunuh diri. Jika di sekolahmu ada 1000 siswa, maka 19%-nya pernah dengan serius memikirkan untuk bunuh diri. Itu artinya sebanyak 190 orang siswa pernah dengan serius memikirkan untuk bunuh diri. 2. 2,6% pelajar sekolah menengah pernah benar-benar melakukan percobaan bunuh diri. Jika di sekolahmu ada 1000 siswa, maka 2,6%-nya pernah melakukan tindakan percobaan bunuh diri, yakni tindakan mencederai diri sendiri dengan akibat yang tidak fatal. Itu artinya sebanyak 26 orang pernah melakukan tindakan-tindakan sengaja mencederai diri sendiri alias melakukan percobaan bunuh diri. 3. Dari 400 siswa lelaki yang melakukan percobaan bunuh diri, hanya 1 yang benarbenar bunuh diri. Apabila dikumpulkan sebanyak 400 siswa lelaki yang pernah melakukan percobaan bunuh diri, maka dari sebanyak itu hanya akan ada 1 siswa yang benar-benar melakukan bunuh diri. Oleh karena 1 dari 7 siswa yang serius memikirkan bunuh diri melakukan perilaku coba-coba bunuh diri, dan dari 400 siswa yang melakukan coba-coba bunuh diri hanya 1 yang benar-benar melakukan bunuh diri, maka bisa dihitung bahwa dari 2800 siswa yang memikirkan bunuh diri, hanya 1 yang benar-benar bunuh diri (400 X 7). 4. Dari 4000 siswa perempuan yang melakukan percobaan bunuh diri, hanya 1 yang benar-benar bunuh diri. Apabila dikumpulkan sebanyak 4000 siswa perempuan yang pernah melakukan percobaan bunuh diri, maka dari sebanyak itu hanya akan ada 1 siswa yang benar-benar melakukan bunuh diri. Oleh karena 1 dari 7 siswa yang serius memikirkan bunuh diri melakukan perilaku coba-coba bunuh diri, dan dari 4000 siswa yang melakukan coba-coba bunuh diri hanya 1 yang benar-benar melakukan bunuh diri, maka bisa dihitung bahwa dari 28000 siswa yang memikirkan bunuh diri, hanya 1 yang benar-benar bunuh diri (400 X 7). Masih bingung? Lupakan perhitungannya. Yang ingin disampaikan dari data di atas adalah bahwa memikirkan bunuh diri belum tentu membawa seseorang mewujudkan idenya melakukan tindakan coba-coba bunuh diri atau sekalian bunuh diri. Sebagian besar orang yang memikirkan bunuh diri hanya berhenti sampai taraf memikirkan saja tanpa pernah benarbenar serius untuk bunuh diri. Apabila kamu jeli membaca berita, sangat jarang ada remaja yang melakukan bunuh diri. Dalam setahun belum tentu ada 1 berita bunuh diri yang dilakukan remaja. Padahal remaja di Indonesia jumlahnya puluhan juta jiwa. Nah, itu bukti lagi kalau bunuh diri memang langka. Penting diingat, data yang ada di atas adalah data yang berasal dari Amerika Serikat, yang tingkat bunuh dirinya memang tinggi. Indonesia termasuk Negara yang tingkat bunuh dirinya termasuk rendah. Jadi, tentu saja angka-angka kebunuhdiri-an di Indonesia tidak setinggi di Amerika Serikat. Di banyak Negara-negara maju, 37

bunuh diri diketahui merupakan penyebab kematian terbanyak kedua pada remaja. Hanya kecelakaan saja yang lebih banyak menimbulkan kematian pada remaja. Di Indonesia bunuh diri hampir tidak masuk 20 besar penyebab kematian pada remaja. Bagaimana kalau hanya sekilas memikirkan bunuh diri? Apabila hanya memikirkannya selintas saja, maka tentu kamu belum termasuk mereka-mereka yang serius memikirkan untuk bunuh diri (bukan termasuk 19% siswa yang pernah serius memikirkan bunuh diri). Mereka yang selintas saja memikirkan bunuh diri jumlahnya jauh lebih banyak dari yang memikirkan dengan serius untuk bunuh diri. Bahkan konon, hampir setiap orang pernah memikirkan untuk bunuh diri minimal sekali dalam hidupnya, meskipun tidak dengan serius. Artinya, apabila memikirkan bunuh dirinya cenderung iseng dan tidak serius, maka tidak ada yang salah dengan dirimu. Lantas bagaimana dengan mereka yang dengan serius memikirkan untuk melakukan bunuh diri? Perhitungan bahwa dari 2800 siswa lelaki yang memikirkan bunuh diri hanya 1 yang benar-benar bunuh diri (0,03%) dan dari 28000 siswa perempuan yang memikirkan bunuh diri hanya 1 yang benar-benar melakukan bunuh diri (0,003%), itu menunjukkan bahwa sebagian sangat besar orang bisa melawan pikiran bunuh dirinya. Mereka sanggup menepis dan membuang jauh-jauh pikiran bunuh dirinya. Apabila kamu memiliki pikiran serius untuk bunuh diri, maka kamu pun bisa seperti sebagian besar orang lainnya, yakni terbebas darinya. Apalagi di Indonesia ini sangat jarang orang yang melakukan bunuh diri, jadi mestinya orang Indonesia memang sangat tangguh mentalnya sehingga sanggup menghalangi diri dari pikiran bunuh diri. Apalagi, norma-norma di masyarakat kita memang sangat mengecam bunuh diri. Perilaku ke-bunuhdiri-an sangat jarang terjadi pada anak-anak. Perilaku tersebut muncul seiring masa remaja dan terus memuncak pada usia 16-18 tahun. Setelah itu biasanya akan terus menurun, bahkan bisa hilang sama sekali seiring semakin dewasanya seseorang (Miller, Rathus & Linehan, 2007). Oleh karena itu jangan kuatir dirimu akan dihantui pemikiran bunuh diri terus menerus sepanjang hayat. Bahkan penulis pun pernah berpikir untuk bunuh diri saat remaja ketika mengalami kesulitan berat. Tapi toh ternyata saat ini penulis masih eksis di dunia ini, bisa menuliskan buku ini dan bahkan menjadi konselor psikologis. Pikiran bunuh diri yang pernah dimiliki penulis hanya sebentar menetap di kepala. Saat ini, jikalau mengingat pikiran yang dulu pernah dimiliki itu hanya membuat penulis menertawai diri sendiri. Pada akhirnya, apabila pemikiran untuk bunuh diri sedemikian kuat dan intens serta terus menerus ada dalam pikiranmu, maka disarankan kamu mendatangi tenaga kesehatan mental professional, seperti psikolog atau psikiater. Diketahui bahwa mereka yang sangat kuat pikirannya untuk bunuh diri dimungkinkan memiliki masalah-masalah psikologis dalam diri mereka. Kabar baiknya, masalah-masalah psikologis penyebab pikiran bunuh diri itu bisa ditangani (Shaffer & Greenberg, 2002., Kalafat, 2005., Yufit & Lester, 2005., Miller, Rathus & Linehan, 2007). Setelah berhasil ditangani, mereka yang pulih biasanya menjadi manusiamanusia yang lebih tangguh dan hebat dari sebelumnya. Jadi, kalau kamu punya pikiran bunuh diri, never give up!

14. Berpikir tentang seks


Aku normal nggak ya, soalnya aku tuh sering banget memikirkan yang cabul-cabul. Kalau melihat cewek seksi, otomatis pikiranku ngarah-ngarah gitu, cabul pokoknya. Kalau ngenet, ya minimal satu situs porno kudatangi. 38

Apakah kamu seperti yang digambarkan dalam penggalan email di atas? Apakah kamu begitu seringnya memikirkan hal-hal yang berbau seksual sehingga kamu mulai kuatir kalau dirimu bukan termasuk orang-orang yang normal? Jika kamu begitu, maka kamu tidak sendirian. Ada banyak orang di luar sana yang juga bertanya-tanya seperti dirimu. Hasil penelitian berikut mungkin bisa menenangkanmu; dalam sebuah studinya, Kinsey Institute, yakni lembaga terdepan dalam penelitian masalah-masalah seksual di Amerika Serikat, menemukan bahwasanya 37% lelaki berpikir tentang seks setiap 30 menit. Artinya, jika kamu selalu memikirkan seks paling tidak sekali dalam 30 menit, kamu bukanlah makhluk langka. Apabila di sekolahmu ada 100 siswa, maka sebanyak 37 siswa selalu memikirkan seks setiap 30 menit. Jika di kelasmu ada 10 siswa lelaki, maka sekurang-kurangnya 3 teman lelaki sekelasmu itu memikirkan seks setiap 30 menit. Banyak juga bukan? Bagaimana dengan perempuan? Semasa SMA, penulis sering mendapatkan jargon berikut: Cewek memang jarang mau berbicara terkait seks, tapi soal pikiran, mereka 12 kali lipat lebih ngeres ketimbang pikiran cowok. Tampaknya itu salah besar. Penelitian Kinsey Institute menyebutkan bahwa hanya 11% perempuan yang memikirkan seks setiap 30 menit dibandingkan 37% pada lelaki. Lelaki tetap sebagai makhluk yang jauh lebih ngeres ketimbang perempuan. Lelaki yang memikirkan seks setiap 30 menit berjumlah 3 kali lipat ketimbang perempuan yang memikirkan seks setiap 30 menit. Meskipun memang jumlahnya tidak sebanyak lelaki, namun 11% bukan angka yang sedikit. Sebagai ilustrasi, apabila di sekolahmu ada 100 siswa perempuan, maka ada 11 siswi perempuan yang setiap 30 menit sekali memikirkan sesuatu yang berbau seks. Jika di kelasmu ada 10 siswa perempuan, maka sekurang-kurangnya 1 di antaranya selalu memikirkan perkara seks setiap menitnya. Bagaimana dengan sebagian besar orang lainnya? Sebagian besar orang yang lain memikirkan seks minimal sekali dalam sehari. Jika sampai berhari-hari sama sekali tidak terbersit pikiran mengenai seks, apalagi jika sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun tanpa pernah berpikir perkara seksual, maka itu yang baru namanya kurang normal. Orang seperti itu mungkin memiliki hasrat seksual yang sangat rendah sebagai akibat mengalami masalah psikologis. Berpikir tentang perkara seksualitas memiliki beragam bentuk. Bentuk yang paling liar adalah memikirkan atau berfantasi melakukan hubungan seksual. Umumnya orang menganggap yang dimaksud pikiran tentang seksualitas adalah pikiran semacam itu. Akan tetapi sebenarnya di luar itu masih banyak pikiran tentang pikiran seksualitas lainnya, mulai dari menyebut seorang perempuan sebagai cantik, seksi, dan menggoda, berkomentar tentang seorang lelaki sebagai lelaki perkasa, melihat-lihat gambar dan video, membaca cerita porno atau membaca artikel yang isinya tentang seksualitas, membayangkan bila bermesraan dengan pacar, dan sebagainya. Nah, kamu sering memikirkan seks dalam bentuk yang mana? Apapun yang kamu pikirkan, sepanjang itu tidak mengganggu aktivitas harianmu, maka pikiran seksual itu masih bisa disebut dalam kategori wajar. Lain halnya jika pikiran itu membuat aktivitasmu menjadi terganggu. Sebagai misal, karena sedemikian kuatnya pikiran seksual dalam kepalamu, lantas kamu selalu online di internet untuk mengakses situs-situs porno. Akibatnya, kamu tidak pernah belajar, lupa makan, enggan dimintai tolong orangtua, dan tidak mau melakukan aktivitas lain, jika demikian maka mungkin pikiran seksualmu itu sudah berlebihan karena kehidupanmu sudah terganggu. Ada sebuah kasus tertangkapnya pencuri HP di sebuah SMA di salah satu kota. Ternyata pencurinya siswa di sekolah itu juga. HP yang berhasil dicuri sudah belasan buah. Alasannya, si siswa pencuri tadi membutuhkan uang untuk online di internet karena sudah kecanduan mengakses situs-situs porno. Setelah ditelisik lagi, ternyata beberapa barang di rumahnya 39

pun sudah dijualnya demi membiayai hasratnya mengunjungi situs-situs porno. Tentu saja pikiran seksual si pencuri ini sudah termasuk kategori kurang normal karena mengganggu kehidupannya yang lain. Dia tidak sanggup menghentikan kebiasaannya mengunjungi situssitus porno dan berusaha mencari jalan terbaik untuk mengatasinya. Sayangnya yang dilakukan bukan dengan menghentikan kecanduan situs porno, melainkan mencari uang (halal atau haram) agar bisa terus online di internet. Jadi, sekali lagi, normal atau kurang normalnya pikiran seksual dalam dirimu tergantung pada akibat yang ditimbulkan. Jika gara-gara pikiran itu kamu kehidupan normalmu terganggu, maka pikiran itu sudah tidak wajar lagi. Akan tetapi jika tidak ada yang terganggu dalam dirimu dan kehidupanmu, maka sangat mungkin kamu masih normal-normal saja.

15. Suka pada beberapa orang sekaligus


Inilah yang dialami Vina: Aku tuh suka pada Dimas, tapi juga suka pada Budi. Aku juga suka banget sama Wikan. Kalau si Dito ngajak jadian, aku juga pasti mau. Dia juga keren. Aku suka dia juga. Inilah yang dialami Andri: Maya, Lia, Hani, atau Vivi ya, atau Ika? Kayaknya semuanya suka. Kalau ketemu mereka semua, dada ini juga sama berdebarnya. Pernah merasakah apa yang dirasakan Vina dan Andri, yakni menyukai pada beberapa orang sekaligus? Jika pernah, maka Vina, Andri dan kamu bukanlah orang yang istimewa. Sebagian besar orang pernah menyukai beberapa orang sekaligus dalam satu waktu dalam hidupnya. Misalnya Eki, mahasiswa teknik ini berpacaran dengan Vina, seorang mahasiswi dari Fakultas Ilmu Budaya. Eki mengaku sangat cinta pada Vina, Cantik, seksi, dan sabar terang Eki tentang pacarnya. Akan tetapi, si Eki ternyata juga mengaku sangat cinta pada Sari, Dia selalu tahu caranya membuat senang, dan tentu juga tak kalah cantik dari Vina ungkap Eki tentangnya. Sari adalah pacar terbarunya Eki, yang tentu saja di luar sepengetahuan Vina. Dalam sudut pandang Vina, Sari adalah selingkuhannya Eki. Aku itu normal nggak ya? Tanya Eki dalam salah satu email konsultasinya, Kok bisabisanya aku bisa suka pada dua orang sekaligus seperti ini. Masing-masing punya nilai lebih yang sama, nilai kurangnya juga sama. Aku bingung. Yang kutahu aku mesti milih salah satu. Tapi yang mana? Skornya 50-50. Kalau dilepas keduanya juga tidak mungkin. Aku nggak mau. Gimana ya sebaiknya? Normal nggak ya diriku? Jawaban untuk Eki, Kamu normal kok! Apa yang dikeluhkan Eki banyak sekali dikeluhkan remaja. Di satu sisi mereka percaya seperti yang diajarkan agama atau adat atau sinetron bahwa yang namanya cinta ya cuma satu saja. Tapi di sisi lain mereka tidak bisa memungkiri bahwa mereka bisa merasakan cinta pada beberapa orang sekaligus. Alhasil mereka bingung. Mereka kalut dan bertanya-tanya apakah diri mereka masih normal atau tidak. Jawaban untuk semuanya, Normal! 40

Pada dasarnya semua orang bisa-bisa saja memiliki beberapa cinta sekaligus dalam hidupnya. Akan tetapi sangat jarang yang sama-sama kuat posisinya. Biasanya selalu ada yang favorit. Jarang ada yang posisinya benar-benar setara. Kalau jatuh cinta dengan lima orang, maka ada yang dinomorsatukan, dinomorduakan, hingga dinomorlimakan. Pernah kan mendengar cerita-cerita raja jaman dulu yang memiliki selir kesayangan? Itu bukti kalau manusia sulit jatuh cinta dengan kadar yang sama pada semua orang yang dicintai. Bahkan kalau orangtuamu jujur mengakui, pasti mereka memiliki anak yang lebih favorit ketimbang anak yang lain. Dengan kata lain, adanya favorit dan kurang favorit merupakan hal alamiah. Mengapa manusia bisa merasakan suka pada beberapa orang sekaligus? Sebab pada dasarnya manusia bukanlah makhluk monogami atau makhluk yang hanya berpasangan dengan satu pasangan saja seumur hidupnya. Manusia secara alamiah merupakan makhluk poligami yang bisa berganti-ganti pasangan sepanjang hidupnya (Low, 2000). Faktanya, ada perselingkuhan (jadi sudah pasti manusia bisa berpasangan dengan lebih dari 1 orang), ada yang menikah berkali-kali, dan ada yang menikahi lebih dari satu orang sekaligus. Diketahui, saat ini lebih dari 80% masyarakat manusia menjalankan praktek poligami. Semua suku bangsa di Indonesia boleh dibilang pernah mempraktekkan poligami. Baru belakangan saja praktek poligami mendapat kecaman luas. Tapi toh bisa dilihat kalau masih banyak juga orang-orang yang melakukan poligami. Manusia bukanlah satu-satunya hewan yang berpoligami (ingat, manusia adalah salah satu jenis hewan). Banyak hewan lain yang juga melakukan poligami, misalnya singa dan berbagai jenis primata. Sedangkan sebagian hewan yang lain mutlak melakukan monogami, yakni hanya memiliki satu pasangan seumur hidupnya. Apabila pasangan mati, maka si hewan tidak akan mencari pasangan lagi. Dia akan terus menjomblo sampai dia sendiri mati. Beberapa contoh hewan monogami adalah beragam jenis burung, seperti elang, penguin, burung dara dan burung camar. Mereka tidak pernah selingkuh. Itu kenapa ada istilah setia seperti dara. Secara biologis, hewan yang bermonogami dan hewan yang berpoligami memiliki perbedaan mendasar. Hewan monogami biasanya memiliki ukuran fisik yang sama antara jantan dan betina. Perbedaannya hanya bisa diketahui jika menilik langsung organ seksnya. Tanpa melihat organ seksnya, mereka akan sulit dibedakan mana yang jantan dan mana yang betina. Mereka juga berbagi pengasuhan anak 50-50. Masing-masing bertanggung jawab sama besar dalam membesarkan anak-anak mereka. Pada hewan poligami semuanya berkebalikan. Jantan dan betina pada hewan poligami mudah dibedakan. Biasanya yang jantan bertubuh lebih besar dan kekar. Dalam mengasuh anak, pihak betina merupakan pihak yang paling besar peranannya dalam mengasuh anak-anak. Para jantannya biasanya juga mengalami kematangan seksual yang lebih lambat di bandingkan betinanya. Nah, semua cocok dengan manusia kan? Memang benar bahwa manusia adalah makhluk poligami. Implikasi dari sifat poligami yang dimiliki manusia adalah kemampuan untuk suka atau jatuh hati pada beberapa orang sekaligus dalam satu waktu. Itu kenapa Vina pada saat yang bersamaan bisa suka pada Dimas, Budi, Wikan dan Dito. Itu pula mengapa Andri bisa suka pada Maya, Lia, Hani dan Vivi pada satu waktu . Dan itu yang menyebabkan Eki bisa berpacaran dengan Vina dan Sari sekaligus. Diketahui, dibandingkan perempuan, para lelaki cenderung memiliki lebih banyak cinta. Mereka lebih mudah untuk jatuh cinta dengan beberapa perempuan sekaligus. Dalam sebuah lagu disebutkan kalau lelaki ahlinya berbagi cinta. Beberapa penelitian memang mendukung pernyataan itu. Berikut adalah beberapa hasil penelitian seperti dipublikasikan dalam artikel berjudul Mating Intelligence in Personal Ads (Backer, Braeckman & Farinpour, 2008): 1. 2. Lelaki memiliki lebih banyak memiliki perempuan incaran sebagai pasangan seksual Lelaki lebih besar keinginannya untuk menjalin hubungan seksual sesaat 41

3. 4. 5. 6.

Lelaki lebih aktif dalam upaya mencari pasangan untuk jangka pendek Lelaki memiliki lebih sedikit rasa penyesalan setelah melakukan selingkuh dengan berhubungan seksual sesaat. Lelaki memiliki dorongan lebih kuat untuk menjalin hubungan jangka pendek sedangkan perempuan lebih kuat dorongannya untuk menjalin hubungan jangka panjang. Lelaki lebih terdorong untuk memiliki pasangan seksual yang lebih banyak ketimbang hanya satu.

Itulah lelaki. Dalam konteks seksualitas, tidak ada yang salah. Mereka, kaum lelaki lebih mudah untuk menjalin cinta dengan beberapa orang sekaligus karena mereka diciptakan untuk fokus pada upaya meneruskan keturunan sebanyak-banyaknya (Low, 2000). Alhasil otak mereka telah terbentuk untuk lebih mudah jatuh cinta pada beberapa orang sekaligus. Di sisi lain pihak perempuan didesain secara alamiah untuk fokus pada upaya membesarkan anak-anak, sehingga wajar jika mereka tidak sehebat lelaki dalam urusan jatuh cinta pada banyak orang. Penjelasan berikutnya datang dari tipe cinta. Menurut John Allan Lee, diketahui bahwa ada 6 tipe cinta yang berbeda yang dialami orang. Salah satunya adalah tipe ludus. Mereka yang memiliki tipe cinta ludus tergambar dalam pernyataan-pernyataan berikut: Saya berusaha menjaga agar pasangan saya tidak ragu sedikit pun akan kesetiaan saya terhadapnya Saya dapat dengan mudah selingkuh Bila pasangan saya terlalu tergantung pada saya, saya akan sedikit mundur Saya menikmati percintaan saya dengan beberapa pasangan saya Saya percaya bahwa pasangan saya tidak akan mengetahui kalau saya menyakitinya. Saya kadang-kadang harus menjaga agar pasangan saya tidak menemukan hubungan cinta saya yang lain. Pasangan saya akan terganggu bila dia tahu tentang beberapa hal yang pernah saya lakukan bersama orang lain. Begitulah, mereka yang memiliki tipe cinta ludus cenderung bisa menikmati hubungan percintaan sekaligus dengan beberapa orang. Mereka justru merasa terganggu serta tidak nyaman bila hanya memiliki satu pasangan yang terlalu bergantung pada diri mereka. Jauh dalam lubuk hati, mereka ingin bebas hinggap dari satu cinta ke cinta yang lain. Mereka-lah yang kerap disebut playboy atau playgirl. Apakah yang memiliki tipe cinta ludus ini tidak normal? Tentu saja mereka normal. Hanya saja dari sudut pandang hubungan ideal masa kini yang menekankan hubungan monogami dan tanpa perselingkuhan, maka mereka yang memiliki tipe cinta ludus cenderung dihindari sebagai pasangan (untuk mengetahui 5 tipe cinta yang lain, silakan baca buku pertama dari Seri Kamu Normal atau Abnormal). Mengulang jawaban yang diberikan untuk Eki, jika kamu bisa jatuh cinta dengan beberapa orang sekaligus, maka kamu normal-normal saja. Itu alamiah. Tidak ada yang perlu dikuatirkan. Apa yang kamu rasakan itu hal yang wajar saja.

16. Tindak kriminal


Pernahkah kamu melakukan tindakan yang bisa dikategorikan kriminal, misalnya mencuri, vandalism (mencoret-coret tembok), pemalakan, atau yang lainnya? Jika pernah, maka tentu saja perilakumu termasuk perilaku yang kurang normal. Apapun alasanmu melakukannya, tuntutan hukum bisa dikenakan padamu, dan itu berarti kamu di luar kenormalan. Tapi apakah 42

gara-gara melakukan tindakan kriminal itu membuatmu tergolong sebagai orang-orang yang kurang normal? Itu soal lain. Apabila kamu hanya melakukan tindakan kriminal hanya dalam situasi tertentu dan tanpa ada kecenderungan untuk mengulanginya lagi, maka boleh jadi kamu termasuk orang-orang yang normal. Artinya, kamu orang normal yang melakukan tindakan tidak normal. Akan tetapi ada juga orang-orang yang memiliki kecenderungan dalam dirinya untuk terus menerus melakukan tindakan kriminal. Mereka seperti didorong oleh suatu kebutuhan dalam diri mereka untuk selalu melakukan hal-hal yang di luar kenormalan. Nah orang-orang seperti itulah yang patut disebut sebagai pribadi kurang normal. Ada dua tipe pribadi remaja yang bisa digolongkan sebagai pribadi yang kurang normal terkait kecenderungan perilaku mereka untuk berbuat kriminal, yakni pribadi dengan gangguan keperilakuan (conduct disorder) atau pribadi dengan gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder). Masing-masing akan dijelaskan lebih detail. Conduct Disorder Para pelaku kriminal remaja biasanya dimasukkan ke dalam golongan conduct disorder ini, apabila mereka melakukan perbuatan itu berulang-ulang dan tanpa kapok meskipun berkalikali menjadi tahanan kepolisian. Dalam buku pedoman gangguan mental DSM-IV, conduct disorder didefinisikan sebagai pola perilaku yang terus menerus berulang dan konsisten dilakukan, yang mana perilaku itu melanggar hak-hak dasar orang lain atau melanggar norma-norma sosial sesuai umurnya, atau melanggar aturan. Jadi secara terus menerus dan berulang-ulang perilaku melanggar itu dilakukan. Adapun bentuk perilaku yang biasanya dilakukan, yakni: Perilaku agresif terhadap orang lain atau binatang 1. Sering melakukan kekerasan, mengancam, atau mengintimidasi orang lain 2. Sering berinisiatif melakukan penyerangan fisik 3. Pernah menggunakan senjata yang digunakan untuk menyerang yang bisa menyebabkan cedera serius (misalnya batu bata, batu, pentungan, botol pecah, pisau, dan sebagainya). 4. Secara fisik melakukan kekejaman terhadap orang 5. Secara fisik melakukan kekejaman terhadap binatang 6. Mencuri dengan mengintimidasi korban (misalnya menodong, memalak, dan sebagainya) 7. Memaksa seseorang untuk terlibat dalam aktivitas yang bernuansa seksual (misalnya mencium paksa, meraba-raba paksa, hingga pemerkosaan). Perilaku menghancurkan barang-barang atau properti 8. Melibatkan diri secara sadar menciptakan kebakaran dengan tujuan membuat kerusakan serius. 9. Melibatkan diri secara sadar melakukan perusakan barang-barang (di luar dengan cara menciptakan kebakaran). Perilaku menipu atau mencuri 10. Merusak atau memasuki rumah, bangunan atau kendaraan milik orang lain. 11. Sering berbohong untuk memperoleh barang yang diinginkan, untuk memperoleh keuntungan, atau untuk menghindari sesuatu yang kurang mengenakkan (termasuk ingkar janji). 12. Mencuri sesuatu yang bernilai tanpa mengonfrontasi korban (misalnya mengutil) Perilaku yang serius melanggar aturan. 13. Sering melanggar jam malam yang ditetapkan orangtua yang dimulai sebelum usia 13 tahun 14. Lari dari rumah pada malam hari sekurang-kurangnya 2 kali ketika tinggal bersama orangtua atau pengasuh (atau sekali tapi tidak kembali dalam waktu yang panjang). 15. Sering membolos dari sekolah, dimulai sebelum umur 13 tahun. 43

Seorang remaja akan didiagnosa conduct disorder apabila dia melakukan sekurangkurangnya 3 kriteria perilaku di atas dalam kurun waktu 12 bulan terakhir dan sekurangkurangnya satu kriteria perilaku dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan terakhir, serta apabila gangguan perilakunya itu menimbulkan masalah secara klinis dalam hal relasi sosial, akademik, maupun terkait pekerjaannya. Apabila usianya sudah lebih dari 18 tahun maka tidak lagi didiagnosa conduct disorder tetapi didiagnosa gangguan kepribadian antisosial, kecuali jika kriteria yang ditemukan tidak cocok dengan kriteria gangguan kepribadian antisosial (lihat keterangan tentang gangguan kepribadian antisosial). Penderita conduct disorder bisa digolongkan ke dalam 3 jenis, yakni mild (ringan), moderate (sedang) dan severe (berat). Dikategorikan ringan apabila perilaku bermasalahnya hanya sedikit dan perilakunya itu menyebabkan kerugian atau bahaya kecil pada orang lain, seperti misalnya berbohong, membolos, melanggar jam malam orangtua dan lainnya yang ringanringan. Dikategorikan sedang apabila masalah perilakunya sedang dan menyebabkan kerugian atau bahaya yang tergolong berada antara ringan dan berat, seperti misalnya mencuri tanpa mengonfrontasi lawan, vandalism, dan lainnya. Dikategorikan berat apabila jumlah perilaku bermasalahnya banyak dan menyebabkan kerugian atau bahaya yang serius pada orang lain, seperti misalnya pemaksaan seks, penyerangan fisik, penggunaan senjata, menodong, memalak, mencuri dengan membuat kerusakan, dan semacamnya. Normalnya, conduct disorder diderita oleh 1% sampai 10% dari seluruh remaja dalam suatu wilayah. Apabila di kotamu ada 100 ribu remaja, maka sekurang-kurangnya 1000 remaja mengalami masalah conduct disorder ini. Biasanya remaja di wilayah kota lebih banyak mengalaminya ketimbang remaja di wilayah pedesaan. Nah, apakah kamu merasa kriteria-kriteria conduct disorder cocok dengan dirimu, dan dengan demikian kamu merasa memiliki masalah conduct disorder? Apabila demikian, maka tentu saja kamu tergolong kurang normal. Hanya saja jangan terburu-buru mendiagnosa diri. Sebaiknya dirimu berkonsultasi dengan tenaga profesional kesehatan mental, yang bisa membantumu menegakkan diagnosa yang tepat serta melakukan terapi yang pas agar kamu terbebas dari masalahmu itu. Gangguan kepribadian antisosial Gangguan ini termasuk dalam kategori gangguan kepribadian. Ciri utamanya adalah adanya pola yang berulang melanggar atau tidak menghargai hak-hak orang lain yang dimulai pada masa awal remaja dan terus berlanjut hingga dewasa. Diagnosa gangguan ini hanya bisa diberikan apabila pelakunya sekurang-kurangnya sudah berusia 18 tahun dan menunjukkan beberapa gejala conduct disorder sebelum berusia 15 tahun. Apabila kurang dari 18 tahun, maka diagnosa gangguan kepribadian antisosial tidak akan diberikan. Adapun bentuk perilaku yang biasa dilakukan adalah: 1. Gagal untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial dengan menghargai perilaku taat hukum, yang ditandai secara berulang melakukan tindakan yang bisa dijadikan dasar penangkapan, seperti misalnya mencuri, merusak barang milik orang lain, melakukan pekerjaan ilegal, dan membahayakan atau mencederai orang lain. 2. Melakukan penipuan, yang ditandai dengan melakukan kebohongan berulang, penggunaan nama-nama alias, atau membohongi orang lain untuk keuntungan pribadi atau kesenangan semata. 3. Melakukan tindakan tanpa dipikir sebelumnya atau gagal untuk membuat perencanaan (tanpa pertimbangan akan dampaknya pada diri sendiri atau orang lain). 4. Mudah tersinggung dan agresif, yang ditandai dengan serangan fisik berulang terhadap orang lain (misalnya pemukulan terhadap pasangan). 5. Tidak menghargai keselamatan diri atau orang lain 44

6. Secara konsisten menunjukkan perilaku tidak bertanggung jawab. Perilaku kerjanya tidak bertanggung jawab, misalnya absen tanpa alasan. Masalah finansial juga tidak bertanggung jawab, seperti menolak membayar hutang. 7. Kurangnya penyesalan terhadap akibat dari perilaku yang dilakukan, yang ditandai dengan menjadi seseorang yang acuh tak acuh. Mereka bisa menyalahkan korban sebagai bodoh, tanpa harapan, atau karena sudah takdirnya. Diperkirakan 3% lelaki dan 1% perempuan mengalami gangguan kepribadian antisosial ini. Ilustrasinya, jika di kampungmu ada 1000 lelaki dan 1000 perempuan, maka ada 30 lelaki dan 10 perempuan yang memiliki gangguan kepribadian yang satu ini. Jadi, lumayan juga jumlahnya. Mereka-mereka yang di sekitarmu banyak melakukan tindakan kriminal boleh jadi disebabkan karena adanya gangguan kepribadian antisosial ini. Bagaimana denganmu, apakah kamu merasa dirimu pas dengan kriteria-kriteria di atas? Jika tepat sama, maka boleh jadi kamu termasuk yang mengalami gangguan kepribadian antisosial. Akan tetapi ingat, buku ini hanya memberikan gambaran, bukan untuk memberikan diagnosa. Apabila dirimu merasa cocok dengan kriteria di atas dan ingin memperoleh diagnosa yang setepat-tepatnya, kamu perlu datang ke psikolog atau psikiater. Mereka akan memeriksamu dan membantumu. Hm.. bagaimana dengan jika melakukan tindak kriminal pencurian namun hanya dilakukan sekali saja, misalnya mencuri sekali karena ikut teman? Jika demikian, maka kamu belum bisa digolongkan terganggu. Kamu hanyalah orang normal yang melakukan kegiatan yang abnormal. Lho kok kegiatan abnormal? Betul. Sebab, semua kegiatan kriminal, apapun jenisnya termasuk ke dalam perilaku abnormal karena tidak sesuai dengan tata aturan hukum dan etika.

17. Selalu menentang


Sering menentang perintah orangtua? Sering jugakah melawan aturan yang dibuat guru? Cukup kerapkah membantah kata-kata orangtua atau orang yang jauh lebih dewasa lainnya? Selalu menyalahkah orang lain jika berbuat kesalahan? Pendek kata, seringkah kamu menentang orang-orang yang memiliki otoritas terhadapmu (orangtua, guru, wali)? Jika demikian, maka mungkin saja kamu memiliki gangguan yang disebut Gangguan Perilaku Menentang atau Oppositional Defiant Disorder. Gangguan Perilaku Menentang dialami oleh sekitar 1% sampai 20% orang, tergantung populasinya. Ada komunitas orang yang hanya memiliki sedikit orang dengan Gangguan Perilaku Menentang dan ada juga komunitas yang memiliki orang dengan Gangguan Perilaku Menentang yang cukup banyak. Namun demikian diyakini jumlahnya tidak akan pernah melebihi 20% dari seluruh populasi (Capaldy & Eddy, 2005). Artinya, mereka yang mengalami Gangguan Perilaku Menentang pasti jumlahnya minoritas. Jika satu kampungmu ada 100 penduduk, maka maksimal ada 200 orang yang mengalaminya. Di Indonesia ini, diperkirakan jumlahnya jauh lebih rendah daripada di negeri-negeri barat karena budaya yang sangat menekankan penghormatan kepada pihak yang lebih tua atau otoritas. Seperti kita ketahui bersama, kepatuhan dan kesopanan merupakan nilai-nilai yang dijunjung tinggi di negeri kita. Orang yang dianggap baik di negeri kita adalah orang-orang sopan serta patuh kepada orangorang yang lebih tua. Apabila kurang sopan dan kurang patuh, maka orang bersangkutan akan sering disebut kurang ajar atau bukan orang yang baik-baik. 45

Dalam DSM-IV (ingat kan apa itu DSM-IV, yakni buku pedoman diagnostik kesehatan mental) disebutkan bahwa kriteria Gangguan Perilaku Menentang adalah sebagai berikut: A. Pola perilaku yang negatif, kejam, dan menentang, yang terjadi sekurang-kurangnya dalam 6 bulan, yang dalam kurun waktu itu ada 4 (atau lebih) hal-hal berikut terjadi: 1. Perilaku sering kehilangan kendali diri sehingga menjadi marah-marah (temper) 2. Perilaku sering membantah atau beradu argumen dengan orang dewasa 3. Perilaku sering secara aktif menyanggah atau menolak untuk mengikuti permintaan atau aturan orang dewasa. 4. Perilaku sering secara sadar sengaja membuat orang lain marah 5. Perilaku sering menyalahkan orang lain untuk kesalahan atau perilaku tidak benar yang dibuatnya sendiri 6. Perilaku sering dikecam/didamprat orang lain atau gampang dimarahi orang lain 7. Perilaku sering marah dan tersinggung 8. Perilaku sering sengaja menyakiti atau membuat marah atau menyerang orang lain, dan atau sering menunjukkan hasrat kuat untuk balas dendam yang tidak masuk akal. Catatan: sebuah kriteria cocok bila perilakunya terjadi lebih sering daripada umumnya orang yang seusia. B. Gangguan dalam perilakunya itu menyebabkan terganggunya keberfungsian seseorang dalam hal hubungan sosial, akademik atau pekerjaan secara signifikan. Nah, bagaimana denganmu? Apabila 8 perilaku itu sekurang-kurangnya ada 4 yang kamu lakukan dalam kurun waktu 6 bulan, dan perilaku itu jauh lebih kerap kamu lakukan dibandingkan orang lain yang seusia kamu, serta jika perilaku itu membuat kehidupanmu dalam hal hubungan sosial, sekolahmu atau pekerjaanmu menjadi terganggu secara signifikan (misalnya hubungan dengan orangtua dan guru menjadi tegang dan kamu sepertinya dimusuhin mereka), maka boleh jadi kamu memang memiliki Gangguan Perilaku Menentang. Akan tetapi, tentu saja itu baru kemungkinan. Kamu tidak boleh terburu-buru menetapkan dirimu mengalami gangguan itu. Untuk memastikan setepat-tepatnya, kamu harus berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Sedangkan apabila, hal-hal di atas tidak cocok dengan dirimu, maka sudah tentu kamu tidak memiliki Gangguan Perilaku Menentang. Winda tuh, sukanya ngelawan. Apa-apa yang diminta padanya nggak pernah dituruti. Saya tahu betul, dia sering sengaja membuat marah dengan tidak mengerjakan apa yang saya suruh. Kalau dibilangin malah mendebat nggak karuan. Dibilang jangan ini, eh malah dilakukan. Gampang tersinggungan juga dia. Sedikit-dikit, marah-marah. Waktu adiknya memakan coklatnya dia, ya ampun boneka adiknya dirobek-robek, keluh seorang ibu tentang anaknya yang bernama Winda. Apakah menurutmu Winda memiliki Gangguan Perilaku Menentang? Ya. Winda didiagnosa memiliki gangguan itu. Menurut ibunya, Winda juga jadi common enemy-nya alias musuh bersamanya guru-guru di SMA-nya. Sang ibu beberapa kali dipanggil ke sekolah karena perilakunya yang sering mengesalkan para guru. Salah satu kasus yang paling diingat oleh Ibu Winda adalah ketika Winda menolak ikut upacara bendera. Saat diminta oleh guru kelasnya untuk ikut, Winda menjawab, Nggak mau. Suka-suka gue dong. Nggak penting juga upacara. Sontak gurunya marah. Lalu memaksa Winda ikut upacara dengan bujukan bagaimana pun Winda harus ikut karena dia anak sekolah itu dan harus mengikuti peraturan sekolah. Tapi apa jawab Winda, Sudah deh Pak, nggak usah ngurusin saya. Kayak bapak ini taat aturan saja. Saat dipanggil ke ruang Bimbingan & Konseling, Winda tidak mau menjawab sepatah kata pun pertanyaan. Ketika dijemput ibunya ke sekolah, Winda bilang, Sok ngatur hidup orang. Winda pun dicap sebagai biang masalah di sekolah. Dia memang tidak pernah melakukan tindakan-tindakan yang berbau kriminal. Akan tetapi dia kerap beradu mulut 46

dengan guru dan sering menyinggung hati guru-gurunya. Di rumah pun dia kerap bertengkar dengan ibunya. Hm.. apakah kamu seperti Winda?

DAFTAR PUSTAKA
American Psychiatric Association (2000). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition text revision. Washington: APA Backer, C.D., Braeckman, J., & Farinpour, L. (2008). Mating Intelligence in Personal Ads. Dalam Glenn Geher & Geoffrey Miller (eds.), Mating Intelligence: Sex, Relationships, and the Minds Reproductive System. New York: Lawrence Erlbaum. Capaldi, D.M., & Eddy, J.M. (2005). Oppositional Defiant Disorder and Conduct Disorder. Dalam Thomas P. Gullotta & Gerald R. Adams, (eds.). Handbook of Adolescent Behavioral Problems: Evidence-Based Approaches to Prevention and Treatment. New York: Springer. Hal. 283-308 Fricker, J., & Moore, S. (2002). Relationship Satisfaction: The Role of Loves Styles and Attachment Styles. Current Research in Social Psychology, 7 (11): 182-204. Galliano, G. (2003). Gender: Crossing Boundaries. Belmont: Wadsworth Garret, B. (2003). Brain and Behavior. Belmont : Wadsworth Hazan, C., & Shaver, P. (1987). Romantic Love Conceptualized as an Attachment Process. Journal of Personality and Social Psychology, 52 : 511-524. Hendrick, C. & Hendrick, S.S. (1986). A Theory and Method of Love. Journal of Personality and Social Psychology, 50 : 392-402. Hines, M. (2004). Brain Gender. Oxford : Oxford University Press. Kalafat, J. (2005). Suicide. Dalam Thomas P. Gullotta & Gerald R. Adams, (eds.). Handbook of Adolescent Behavioral Problems: Evidence-Based Approaches to Prevention and Treatment. New York: Springer. Hal. 231-254 Low, B.S. (2000). Why Sex Matters: a Darwinian Look at Human Behavior. New Jersey: Princeton University Press Miller, A.L., Rathus, J.H., & Linehan,M.M. (2007). Dialectical Behavior Therapy With Suicidal Adolescents. New York: The Guilford Press Myers, D.G. (1999 Juni). Accepting What Cannot Be Changed. Diunduh dari situs http://www.davidmyers.org pada 18 Desember 2007. Prawitasari, J.E. (2003). Psikologi Klinis: Dari Terapan Mikro ke Makro. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada fakultas Psikologi UGM, tidak diterbitkan. Shaffer, D. & Greenberg, T. (2002). Suicide and Suicidal Behavior in Children and Adolescents. Dalam David Shaffer & Bruce D. Waslick (eds). The Many Faces of Depression in Children and Adolescents. Review of Psychiatry, 21 (2): 129-178. Wolf, N. (1991). The Beauty Myth : How images of beauty are used against women. New York: Anchor Book. Yufit, R.I & Lester, D. (eds.) (2005). Assessment, Treatment, and Prevention of Suicidal Behavior. New Jersey: John Wiley & Son, Inc.

47

Anda mungkin juga menyukai