Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN REFARAT Januari 2011

ERITRODERMA

OLEH : Nadira Wulandari Lasimpala Mukhisal Aqni Asnita 110206042 110206059 110206127

PEMBIMBING dr. Shinta Novianti Barnas SUPERVISOR dr. Sri Rimayani, Sp.KK

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011
1

HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama

: 1. Nadira Wulandari Lasimpala 2. Mukhlisal Aqni 3. Asnita

110206042 110206059 110206127

Judul Refarat

: Eritroderma

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, Januari 2011

Pembimbing

Supervisor

(dr. Shinta Novianti Barnas)

(dr. Sri Rimayani, Sp.KK)

ERITRODERMA PENDAHULUAN Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat menyebabkan fungsi kulit adalah eritroderma.(1) Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh yang berlangsung dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Dermatitis eksfoliativa dianggap sinonim dengan eritroderma.(2,3) Bagaimanapun, itu tidak dapat mendefinisikan, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), cutaneous T-cell lymphoma(CTCL) atau reaksi obat. Meskipun peningkatan 50% pasien mempunyai riwayat lesi pada kulit sebelumnya untuk onset eritroderma, identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.(4) Pada eritroderma yang kronik eritema tidak begitu jelas, karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Sedangkan skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama mulai dari halus sampai kasar. Pada eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan preeritroderma..(5) ETIOLOGI Eritroderma dapat disebabkan oleh akibat alergi obat secara sistemik, perluasan penyakit kulit, penyakit sistemik termasuk keganasan.(6) Penyakit kulit yang dapat menimbulkan eritroderma diantaranya adalah psoriasis 23%, dermatitis spongiotik 20%, alergi obat 15%, CTCL atau sindrom sezary 5%.(7)

a.

Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan

eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat. Pada beberapa masyarakat, eritroderma mungkin lebih tinggi karena pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.(2) Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.(5)

*Dikutip dari pustaka 7


4

b.

Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.(5) Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu.(6)Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.(7)

c.

Eritroderma akibat penyakit sistemik Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati. (5) Harus lebih diperhatikan komplikasi sistemik akibat eritroderma seperti ;

Hipotermia, edema perifer, dan kehilangan cairan, dan albumin dengan takikardia and kelainan jantung harus mendapatkan perawatan yang serius. Pada eritroderma kronik dapat mengakibatkan kakeksia, alopesia, palmoplantar keratoderma, kelainan pada kuku and ektropion.
(4)

EPIDEMIOLOGI

Insidens eritroderma sangat bervariasi, menurut penelitian dari 0,9-70 dari 100.000 populasi. Penyakit ini dapat mengenai pria ataupun wanita namun paling sering pada pria dengan rasio 2 : 1 sampai 4 : 1, dengan onset usia rata-rata > 40 tahun, meskipun eritroderma dapat terjadi pada semua usia.(7) Insiden eritroderma makin bertambah. Penyebab utamanya adalah psoriasis. Hal tersebut seiring dengan meningkatnya insidens psoriasis. (5) Penyakit kulit yang sedang diderita memegang peranan penting lebih dari setengah kasus dari eritroderma. Identifikasi psoriasis mendasari penyakit kulit lebih dari seperempat kasus. Didapatkan laporan bahwa terdapat 87 dari 160 kasus adalah psoriasis berat.(7) Anak-anak bisa menderita eritroderma diakibatkan alergi terhadap obat. Alergi terhadap obat bisa karena pengobatan yang dilakukan sendiri ataupun penggunaan obat secara tradisional.
(2)

PATOFISIOLOGI Mekanisme terjadinya eritroderma belum diketahui dengan jelas. Patogenesis eritroderma berkaitan dengan patogenesis penyakit yang mendasarinya, dermatosis yang sudah ada sebelumnya berkembang menjadi eritroderma, atau perkembangan eritroderma idiopatik de novo tidaklah sepenuhnya dimengerti. Penelitian terbaru imunopatogenesis infeksi yang dimediasi toxin menunjukkan bahwa lokus patogenesitas stapilococcus mengkodekan superantigen. Lokuslokus tersebut mengandung gen yang mengkodekan toxin dari toxic shock syndrome dan staphylococcal scalded-skin syndrome. Kolonisasi staphylococcus aureus atau antigen lain merupakan teori yang mungkin saja seperti toxic shock syndrome toxin-1, mungkin memainkan peranan pada patogenesis eritroderma. Pasien-pasien pada dengan eritroderma biasanya mempunyai kolonisasi S.aureus sekitar 83%, dan pada kulit sekitar 17%, bagaimanapun juga hanya ada satu dari 6 pasien memiliki toxin S.aureus yang positif.(7) Dapat diketahui bahwa akibat suatu agen dalam tubuh baik itu obat-obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik maka tubuh beraksi berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin
6

meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensator dan peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal. (5) Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dengan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.
(5)

Eritroderma akut dan kronis dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif. (5) GAMBARAN KLINIS Mula-mula timbul bercak eritema yang dapat meluas ke seluruh tubuh dalam waktu 1248 jam. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yag disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Dapat terjadi limfadenopati dan hepatomegali. Skuama timbul setelah 2-6 hari, sering mulai di daerah lipatan. Skuamanya besar pada keadaan akut, dan kecil pada keadaan kronis. Warnanya bervariasi dari putih sampai kuning. Kulit merah terang, panas, kering dan kalau diraba tebal. Pasien mengeluh kedinginan. (8) Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik.(9) Dahulu eritroderma dibagi menjadi primer dan sekunder. Pendapat sekarang semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah timbul skuama.(6)

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu : karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat.(6) Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi.(10)

Gambar 1. Eritroderma psoriasis (Dikutip dari pustaka 11) Dermatitis seboroik pada bayi (penyakit leiner). Usia penderita berkisar 4-20 minggu. Kelainan berupa skuama berminyak dan kekuningan di kepala. Eritema dapat pada seluruh tubuh disertai skuama yang kasar.(6)

Gambar 2. Dermatitis Seboroik (dikutip dari pustaka 12)

Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Mula-mula terdapat skuama moderat pada kulit kepala diikuti perluasan ke dahi dan telinga; pada saat ini akan menyerupai gambaran dermatitis seboroik. Kemudian timbul hyperkeratosis, palmo plantaris yang jelas. Berangsur-angsur menjadi papul folikularis disekeliling tangan dan menyebar ke kulit berambut.(6)

Gambar 3. Ptryasis rubra pilaris (dikutip dari pustaka 13)

Pemfigus foliaseus bermula dengan vesikel/ bula berukuran kecil, berdinding kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas adalah eritema menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula kendur hanya sedikit. Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi bau busuk.(6)

Gambar 4. Pemfifus Foliasius (dikutip dari pustaka 13)

Dermatitis atopi dimulai dengan eritema, papul-papula, vesikel sampai erosi dan likenifikasi. Penderita tampak gelisah, gatal dan sakit berat.

Gambar 4. Dermatitis atopik (diambil dari pustaka 12)

10

Permulaan timbulnya liken planus dapat mendadak atau perlahan-lahan; dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan dan mungkin kambuh lagi. Kadangkadang menjadi kronik. Papul dengan diameter 2-4 mm, keunguan, puncak mengkilat, poligonal. Papula mungkin terjadi pada bekas garukan (fenomena Koebner). Bila dilihat dengan kaca pembesar, papul mempunyai pola garis garis berwarna putih ("Wickham's striae") Lesi simetrik, biasanya pada permukaan fleksor pergelangan tangan, menyebar ke punggungn dan tungkai. Mukosa mulut terkena pada 50% penderita. Mungkin pula mengenai glans penis dan mukosa vagina. Kuku kadang-kadang terkena, kuku inenipis dan berlubang-lubang. Anak-anak jarang terkena tetapi bila terdapat bercak kemerahan mungkin tidak khas dan dapat keliru dengan psoriasis. Sering sangat gatal. Cenderung menyembuh dengan sendirinya. (6)

Gambar 5. Liken Planus (dikutip dari pustaka 12)

PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan darah maupun anemia ringan.(7) didapatkan albumin serum yang rendah dan peningkatan

gammaglobulins, ketidakseimbangan elektrolit, protein fase akut meningkat, leukositosis,

11

Histopatologi Pada kebanyakan pasien dengan eritroderma histopatologi dapat membantu

mengidentifikasi penyebab eritroderma pada sampai dengan 50% kasus, biopsi kulit dapat menunjukkan gambaran yang bervariasi, tergantung berat dan durasi proses inflamasi. Pada tahap akut, spongiosis dan parakeratosis menonjol, terjadi edema. Pada stadium kronis, akantosis dan perpanjangan rete ridge lebih dominan.(2) Eritroderma akibat limfoma, yang infiltrasi bisa menjadi semakin pleomorfik, dan mungkin akhirnya memperoleh fitur diagnostik spesifik, seperti bandlike limfoid infiltrat di dermis-epidermis, dengan sel cerebriform mononuklear atipikal dan Pautrier's microabscesses. Pasien dengan sindrom Sezary sering menunjukkan beberapa fitur dari dermatitis kronis, dan eritroderma jinak mungkin kadang-kadang menunjukkan beberapa gambaran tidak jelas pada limfoma. (2) Pemeriksaan immunofenotipe infiltrat limfoid juga mungkin sulit menyelesaikan permasalahan karena pemeriksaan ini umumnya memperlihatkan gambaran sel T matang pada eritroderma jinak maupun ganas. Pada psoriasis papilomatosis dan gambaran clubbing lapisan papiler dapat terlihat, dan pada pemfigus foliaseus, akantosis superficial juga ditemukan. Pada eritroderma ikhtisioform dan ptiriasis rubra pilaris, biopsi diulang dari tempat-tempat yang dipilih dengan cermat dapat memperlihatkan gambaran khasnya. (2) DIAGNOSIS Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema; menyebar, relatif hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma di pilaris rubra pityriasis; hiperkeratotik skala besar kulit kepala, biasanya tanpa rambut rontok di psoriasis dan dengan rambut rontok di CTCL dan pityriasis rubra, ektropion mungkin terjadi. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.
(2,4)

mencari tanda dari etiologi dari riwayat dan pemeriksaan fisik 12

terlihat multiple pada biopsy punch; diulangi biopsy 3-6 bulan untuk menentukan diagnosis pasti

+
diagnosis pasti dan pengobatan yang tepat

-dilakukan pemeriksaan tambahan : biopsy untuk immunofluorescence, CBC, CD4: ratio CD8, CXR, biopsy kelenjar limfa

pikirkan DD lain

Bagan 1. langkah untuk pasien yang dicurigai ED, CBC = pemeriksaan sel darah, CXR = x-ray thoraks, PCP = pemeriksaan primer

DIAGNOSA BANDING Ada beberapa diagnosis banding pada eritorderma : 1. Dermatitis Atopik Dermatitis atopik adalah peradangan kulit kronis yang terjadi di lapisan epidermis dan dermis, sering berhubungan dengan riwayat atopik pada keluarga asma bronchial, rhinitis alergi, konjungtivitis. Atopik terjadi diantara 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi.(11,14) Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin

13

terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada tiga tahap : balita, anak-anak dan dewasa.(15) Dermatitis atopik merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya terdapat lesi pra-existing, pruritus yang parah, likenifikasi dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi terdapat akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil dan parakeratosis.(6)

Gambar 7. Dikutip dari pustaka 11

Gambar 8. Dikutip dari pustaka 11

2. Psoriasis Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis menjadi eritroderma biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat
14

menghilang dimana plak-plak psoriasis menyatu, eritema dan skuama tebal universal.(2) Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat dan tidak dapat dihambat atau sangat cepat. Faktor genetik berperan. Bila orang tuanya tidak menderita psoriasis resiko mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seseorang orang tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34 39%.(5) Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.(5)

Gambar 8. Dikutip dari pustaka 11 3. Dermatitis seboroik Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis ditandai dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, antara skapula.
(16)

Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan

meningkat pada usia 40 tahun.(17) Biasanya lebih berat apabila terjadi pada laki-laki daripada wanita dan lebih sering pada orang-orang yang banyak memakan lemak dan minum alkohol.(5) Biasanya kulit penderita tampak berminyak, dengan kuman pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama putih yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat.(5)DS dapat diakibatkan oleh ploriferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis. Hal
15

ini dapat menerangkan mengapa terapi dengan sitostatik dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya DS dapat disebabkan oleh faktor kelelahan sterss emosional infeksi, atau defisiensi imun. (2)

Dikutip dari pustaka 17

Dikutip dari pustaka 17

TERAPI Prinsip prinsip :


1. Karena banyak kehilangan cairan, kita harus memperhatikan keseimbangan cairannya.

Diberikan cairan fisiologis.(8)


2. Anti histamin dapat menghilangkan rasa gatal. (8) 3. Emolien.(18) 16

4. Hentikan semua obat yang mempunyai potensi menyebabakan terjadinya penyakit ini.(9) 5. Rawat pasien diruangan yang cukup sinar matahari. (9) 6. Perhatikan kemungkinan terjadinya masalah medis sekunder (misalnya : dehidrasi, gagal

jantung, dan infeksi). (9)


7. Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti. (9) 8. Berikan steroid sistemik jangka pendek ( bila pada permulaan sudah dapat didiagnosis

adanya psoriasis maka mulailah mengganti dengan obat-obat anti psoriasis. (9)
9. Mulailah pengobatan yang diperlukan untuk penyakit yang melatar belakanginya. (9)

KOMPLIKASI 1. Gagal jantung 2. Gagal ginjal.


3. Kematian mendadak akibat hipotermia sentral. (9)

PROGNOSIS

Prognosis eritroderma tergantung pada proses penyakit yang mendasarinya. Kasus karena penyebab obat dapat membaik setelah obat penggunaan obat dihentikan dan diberikan terapi yang sesuai.

Prognosis kasus akibat gangguan sistemik yang mendasarinya seperti limfoma akan tergantung pada kondisi keberhasilan pengobatan .

Eritroderma disebabkan oleh dermatosa akhirnya dapat diatasi dengan pengobatan, tetapi mungkin timbul kekambuhan.
17

Kasus idiopatik adalah kasus yang tidak terduga,dapat bertahan dalam waktu yang lama, sering kali disertai dengan kondisi yang lemah.

Eritroderma yang termasuk golongan I, yakni karena alergi obat secara sistemik, prognosisnya baik. Penyembuhan golongan ini ialah yang tercepat dibandingkan dengan golongan lain.

Pada eritroderma yang belum diketahui sebabnya, pengobatan dngan kortikosteroid hanya mengurangi gejalanya, pasien akan mengalami ketergantungan kortikosteroid. (18)

KESIMPULAN Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/ hampir seluruh tubuh dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada pria, terutama pada usia rata rata 40-60 tahun. Penyebab sering eritroderma adalah akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan. Gambaran klinik eritrodermi berupa pruritus, eritema dan skuama yang bersifat generalisata. Penatalaksanaan eritroderma yaitu pemberian kortikosteroid dan pengobatan topical dengan pemberian emolien serta pemberian cairan dan perawatan diruangan yang hangat. Prognosis eritroderma yang disebabkan obat obatan relatif lebih baik, sedangkan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idipatik, dermatitis dapat berlangsung berbulan bulan bahkan bertahun tahun dan cenderung untuk kambuh.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja Syarif M. Anatomi Kulit. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 3.


2. Champion RH. Eczema, Lichenification, Prurigo, and Erythroderma. In : Champion RH

eds. Rooks, Textbook of dermatology, 5th ed. Washington ; Blackwell Scientific Publications. 1992.p; 17.48-17.49.
3. Umar H sanusi. Erythroderma (generalized exfoliative dermatitis),( online )2010.

Available From www.emedicine.com


4. Sterry W, Assaf Chalid. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses. Erythroderma.

In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-11.p;1.
5. Djuanda A. Dermatosis Eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed.

Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 189-190,197-200.


6. Siregar RS. Saripati penyakit kulit. Jakarta : EGC. 2004.p; 104,236. 7. Kels-Grant JM, Bernstein ML, Rothe MJ. Chapter-23Exfoliative Dermatitis. Wollf K et

all. Fitzpatricks dermatology in general medicine. 7th eds. Newyork : Megraw-Hill. 2001. Chapter-23.p; 225-8.
19

8. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates; 2000.p; 28. 9. Graham robin brown, Burn tony. Lecture notes Dermatologi. Jakarta. 2002.p; 64. 10. Habif TP. Clinical Dermatology A Colour Guide To Diagnosis and Therapy. Toronto.

2004.p; 213
11. Gawkrodger JD. Dermatology an Illustrated colour text. 3rd ed. 2002.p; 40 12. Ekm. Itraconazole oral untuk terapi dermatitis seboroik. (online)2010. Available from

www.kalbe.co.id.com.
13. Hierarchical.

Pityriasis

Rubra

Pilaris.

(online)2010.

Available

from

www.lookfordiagnosis.com.
14. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th

ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005.p; 138.


15. Kefei K et all. Atopic Dermatitis. Papulosquamous and Eczematous Dermatoses.

Erythroderma. In : Bolognia JL, Jonzzo JL. Rapini RP, Horn TD, Mascaro JM, Saurat JH, Mancini AJ, Salasche SJ, Stingl G, editor. Dermatology. 1th ed London. Mosby. 2003. Chapter-13.p; 1.
16. Cameli Norma, Picardo Mauro. Seborrheic Dermatitis. Evidence-based dermatology. 2th

eds. Nottingham : Blackwell publishing. BMJ books; 2008. Chapter 20.p; 164.
17. Selden Samuel. Seboroik Dermatitis,(online)2010. Available From www.emedicine.com 18. Bandyopadhyay debabrata, Associate Professor and Head Departement of Dermatology,

(serial

online)

2010

(cited

2010

december

20)

available

from

http://www.tripodIndonesia.com

20

Anda mungkin juga menyukai