HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv BAB I ...................................................................................................................... 3 PENDAHULUAN .................................................................................................. 3 1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................. 3 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH ........................................................................ 4 1.3 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 4 1.4 TUJUAN ....................................................................................................... 5 1.6 MANFAAT .................................................................................................. 5 BAB II ..................................................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 6 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 3.1 3.2 3.3 PENGERTIAN AIR BUANGAN ............................................................ 6 SISTEM DAN KARAKTERISTIK AIR BUANGAN ............................ 7 SISTEM PENGELOLAAN AIR BUANGAN ...................................... 13 DASAR PERENCANAAN ................................................................... 19 PRINSIP DALAM PENYALURAN AIR BUANGAN ........................ 23 PENEMPATAN PIPA ........................................................................... 28 TUJUAN PERENCANAAN ................................................................. 30 METODE PENGUMPULAN DATA .................................................... 30 DIAGRAM ALIR .................................................................................. 32
BAB IV ................................................................................................................. 33 GAMBARAN UMUM KECAMATAN SELOPAMPANG ................................ 33 4.1 4.2 4.3 4.4 GAMBARAN UMUM .......................................................................... 33 GAMBARAN FISIK ............................................................................. 34 GAMBARAN SOSIAL EKONOMI ..................................................... 35 SARANA DAN PRASARANA ............................................................ 36
BAB V................................................................................................................... 39 ANALISIS DAN PERHITUNGAN ..................................................................... 39 5.1 5.2 5.3 5.4 ASPEK PENENTUAN SISTEM PELAYANAN ................................. 44 PEMBAGIAN BLOK PELAYANAN AIR BUANGAN ..................... 46 PEMILIHAN PROFIL SALURAN ....................................................... 47 PERENCANAAN DIMENSI SALURAN ............................................ 47
BAB VI ................................................................................................................. 57 O&M SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN ............................................. 57 6.1 PROGRAM PEMELIHARAAN ................................................................ 57 6.2 PERMASALAHAN YANG TERJADI DAN PENANGANANNYA ....... 57 6.3 PEMELIHARAAN PENCEGAHAN ......................................................... 59 6.4 PEMELIHARAAN PERBAIKAN ............................................................. 59 BAB VII ................................................................................................................ 60 PENUTUP ............................................................................................................. 60 7.1 KESIMPULAN ........................................................................................... 60 7.2 SARAN ....................................................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Adanya peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan gedunggedung atau perumahan d i k e c a m a t a n S e l o p am p a n g K a b u p a t e n
T e m a n g gu n g, maka kebutuhan akan air semakin besar dan hasil dari penggunaan air tersebut pun akan semakin besar pula dengan kualitas air limbah yang sangat buruk dikarenakan adanya penggunaan zat-zat kimiawi yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan disekitarnya, sehingga
diperlukan pengaturan yang baik dalam pendistribusian air tersebut. Kebutuhan air yang semakin besar merupakan faktor utama meningkatnya debit. Dalam perencanaan dijumpai wilayah pemukiman di Kecamatan saluran-saluran
kesalahan perencanaan
mengakibatkan saluran
menampung debit puncak air buangan dari pemukiman tersebut. Hal ini disebabkan oleh karena adanya salah perhitungan besar debit puncak per rumah tangga dan data curah hujan serta diabaikannya faktor-faktor koefisien perhitungan kemungkinan akan berkembangnya lokasi pemukiman atau wilayah yang direncanakan. Kemudian dalam pengolahannya pun masih kurang direncanakan dengan baik dan hanya dilakukan dengan pengolahan sederhana yang dapat menghasilkan kualitas lingkungan disekitarnya. air limbah yang sangat buruk bagi
peruntukkannya), komplek perumahan ini masih instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik
sebagai
masyarakat secara terpusat, dengan direncanakannya suatu sistem penyaluran air buangan domestik diharapkan dapat: a. Mencegah penyebaran penyakit melalui media air buangan. b. Mencegah pencemaran terhadap lingkungan. c. Meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Dengan tercapainya hal-hal tersebut di atas maka dapat
menunjang tercipta lingkungan masyarakat di Kecamatan Selopampang yang sehat dan produktif. Daerah perencanaan di kecamatan Selopampang Kabupaten Temanggung diharapkan menjadi daerah yang memiliki sarana dan prasarana pengelolaan air buangan yang lebih baik. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH Pemakaian air bersih yang dari tahun ke tahun semakin meningkat, akan menimbulkan buangan yang meningkat pula. Debit air buangan tergantung pada pemakaian air bersih sehari-hari, sedangkan pemakaian air besarnya selalu meningkat sesuai dengan pertambahan penduduk, kemajuan teknologi dan tingkat social. Perlu adanya penanganan khusus yang harus direncanakan supaya tidak terjadi suatu masalah terhadap penanganna air buangan dari masyarakat. 1.3 RUMUSAN MASALAH
2.1
PENGERTIAN AIR BUANGAN Air buangan adalah limbah hasil buangan dari perumahan, bangunan
perdagangan, pertokoan dan sarana sejenisnya. Air limbah domestik juga diartikan sebagai air buangan yang tidak dapat digunakan lagi untuk tujuan semula baik yang mengandung kotoran manusia (tinja) atau dari kamar mandi, aktivitas dapur dan mencuci, yang kualitasnya antara 60%80% dari rata-rata pemakaian air bersih (Anomim, 1998). Air limbah adalah air bekas pemakaian, baik dari bekas pemakaian rumah tangga, maupun dari bekas pemakaian industri. Air bekas rumah tangga dapat disebut dengan Air Limbah Domestik berasal dari aktivitas sehari-hari manusia seperti bak cuci dapur maupun tangan, kamar mandi, kakus (WC atau peturasan) dan lain sebagainya. Air limbah domestik ini tidak hanya berasal dari rumah tinggal tetapi dapat juga berasal dari instansi-instansi seperti perkantoran, sekolahsekolah, rumah sakit, dan lain sebagainya serta dapat juga dari daerah komersil yaitu perhotelan, tempat hiburan, mall, pasar, dan lain lain-lain. Sedangkan air bekas pemakaian proses industri disebut dengan Air Limbah Industri. Sesuai dengan penggunaannya, setiap air bekas pemakaian pasti telah terkontaminasi oleh bahan-bahan yang dipakainya, yang kemungkinan bersifat fisik, air menjadi keruh, berbau, berwarna. Bersifat kimiawi, air mengandung bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kesehatan. Bersifat organo-biologis, air mengandung mikroba/zat organik yang bersifat pathogen dan lain sebagainya. Cemaran air limbah domestik umumnya bersifat organo-biologis, sedangkan air limbah industri lebih cenderung bersifat fisiko-kimiawi karena didalamnya terdapat bahan-bahan berbahaya dan beracun (B3) yaitu logam berat yang
2.2.1 Kuantitas Penentuan kuantitas air buangan secara tepat sangat sulit ditentukan, hal ini disebabkan karena faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi air buangan adalah (Moduto, 2000) : a. Jumlah air bersih yang dibutuhkan perkapita akan mempengaruhi jumlah air limbah yang dihasilkan. b. Keadaan masyarakat di daerah tersebut, yang dibedakan berdasarkan : - Tingkat perkembangan suatu daerah. Jumlah air limbah dikota lebih banyak dari pada di daerah pedesaaan. - Daerah yang mengalami kekeringan akan berbeda cara membuang limbahnya jika dibandingkan dengan daerah yang tidak mengalami kekeringan. - Pola hidup masyarakat, terutama cara membuang limbahnya. Besaran air buangan yang sering digunakan dalam perencanaan (Moduto, 2000) : Amerika Eropa Indonesia : 100200 liter/orang/hari : 40225 liter/orang/hari : 100150 liter/orang/hari
Untuk air limbah dari WC besaran yang sering digunakan dalam perencanaan tangki septik peresapan adalah 25 liter/orang/hari. Menurut Babbit (1969), kuantitas air limbah domestik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Jumlah Penduduk, semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah air limbah yang dihasilkan semakin tinggi karena 60%-80 % dari air bersih akan menjadi air limbah. b. Jenis aktifitas, semakin tinggi penggunaan air bersih dalam suatu kegiatan maka air limbah yang dihasilkan juga semakin banyak. c. Iklim, pada daerah beriklim trofis dan kuantitas hujannya tinggi cenderung menghasilkan air limbah yang lebih tinggi. POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2.2.2
Kualitas Menurut Babbit (1969) faktor yang mempengaruhi kualitas air limbah
adalah : a. Musim/Cuaca, negara yang mengalami 4 musim debit maksimum terjadi biasanya pada musim dingin, karena terjadi penggelontoran yang cukup besar untuk mencegah terjadinya pembekuan didalam pipa. b. Waktu harian, konsumsi air bersih tiap jamnya dalam sehari sangat bervariasi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap debit air limbah yang diterima oleh bangunan pengolah. Konsumsi air ini mengalami puncak rata-rata ada jam 06.00-08.00 dan jam 16.00 18.30. c. Waktu perjalanan, Waktu konsumsi puncak air belum tentu sama dengan waktu puncak timbulnya air limbah yang diterima oleh badan pengolahan, karena adanya waktu perjalanan dari sumber ke unit
pengolahan. Semakin dekat perjalanan maka semakin dekat perbedaan puncak konsumsi air dengan waktu puncak timbulnya air limbah. d. Jumlah Penduduk, semakin banyak populasi yang akan dilayani semakin besar pula debit air limbah yang timbul. e. Jenis aktifitas atau sumber penggunaan air bersih yang dihasilkan dari suatu tempat memiliki kualitas yang bermacam-macam. Misalnya air limbah dari pasar memiliki kandungan organik lebih tinggi dari pada air limbah dari perkantoran. POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
b. Karakteristik kimia Klasifikasi karakteristik kimia meliputi zat organik dan zat anorganik. POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
mendapatkan hasil yang lebih baik. Pada IPAL membentuk busa yang
pengelolan kualitas air dan pengendalian pencemaran air kisaran pH yang diperbolehkan adalah 6 9. Nitrogen, dalam pengolahan air limbah diperlukan zat hara dalam bentuk protein yang elemen utamanya adalah nitrogen, phospor, dan zat besi. Nitrogen yang terkandung dalam tubuh mahluk hidup diuraikan oleh bakteri menjadi ammonia, tetapi ada juga yang mengambil bentuk urea dalam air kencing yang diuraikan menjadi ammonia. Phosfor, bila kandungannya dalam air permukaan tidak terkontrol maka phosfor merupakan nutrien bagi tumbuhan seperti eceng gondok, ganggang sehingga permukaan air itu dipenuhi tumbuhan air. Hal ini menganggu kegiatan pelayaran, perikanan. Kandungan phospor dibatasi antara 4 15 mg/liter. Logam berat dan senyawa beracun, seperti Hg, Pb, Ni, Cr, dan lainlain. Kehadiran unsur ini perlu untuk menunjang kehidupan biota, dan ganggang. Namun kadar yang tinggi dapat menebarkan zat beracun. Crom dan Nikel sebaiknya tidak melebihi kadar 500 mg/liter. POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
H2SO4
H2SO4 yang terbentuk dapat merusak mahkota pipa yang terbuat dari beton, asbes, dan besi. Gas H2S yang tercampur bersama gas CH4 dan gas CO2 bersifat sangat korosif terhadap pipa dan bila terbakar dalam mesin dapat menimbulkan letupan yang dapat merusak mesin tersebut. Klorida Masuknya klorida dalam air limbah bisa berasal dari intrusi air laut yang berinfiltrasi ke dalam pipa, tinja manusia yang mengandung 6 gram/orang/hari. Pengolahan air limbah tidak dapat menurunkan kadar klorida. Sehingga pencegahan dini masuknya klorida lebih bermanfaat daripada mengeluarkan klorida yang ada.
c. Karakteristik biologi Aspek biologi ini mencakup mikroorganisme yang ditemukan pada air limbah. Organisme ini digunakan sebagai indikator polusi dan untuk mengetahui metode pengolahan yang tepat. Setiap manusia mengeluarkan 100-400 milyar coliform/hari. Coliform digunakan sebagai indikator mikroorganisme pathogen (Anomin, 1998). Beberapa macam mikroorganisme yang banyak terdapat dalam air limbah domestik adalah : Jamur, membutuhkan zat asam dan mendapatkan makanan dari mahluk yang telah mati. Tugas utamanya menguraikan senyawa karbon bila di alam ini tidak ada jamur maka siklus senyawa karbon akan terhenti dan zat organik akan menumpuk.
Sistem perpipaan merupakan saluran yang tertutup, sehingga terhindar dari gangguan terhadap lingkungan di sekitarnya dan saluran tidak terganggu oleh kegiatan di sekitarnya
Air bekas dibuang dari pemukiman penduduk agar tidak mengganggu keindahan dan kesehatan lingkungan yang ditimbulkan oleh proses penguraian maupun lalat dan binatang lain yang mungkin hidup sehingga harus disalurkan ke pengolahan.
Waktu pengaliran air buangan dari titik terjauh ke lokasi pengolahan tidak boleh lebih dari 18 jam untuk menghindari terjadinya proses penguraian dalam saluran
Penyaluran air buangan dilakukan dengan cara gravitasi dalam saluran tidak bertekanan
Tabel 2.1 Jarak Minimum Bangunan dengan Tangki Septik dan Peresapan No. Jarak 1 2 3 Bangunan peresapan Sumur Pipa air bersih Tangki Septik 1,5 m 10,0 m 3,0 m Banguan Peresapan 1,5 m 10,0 m 3,0 m
DAPUR KAKUS
PRASARANA TRANSPORT AIR LIMBAH DARI KAKUS KE TANGKI SEPTIK TANGKI SEPTIK
SANITASI SETEMPAT
CUBLUK
DAPAT DIKOSONGKAN DENGAN TRUK "VACUM" MANUAL SEMENTARA CUBLUK DIKOSONGKAN CUBLUK TIDAK BISA DIGUNAKAN
DIKOSONGKAN MANUAL SEMENTARA SATU CUBLUK DIKOSONGKAN YANG LAIN BISA DIGUNAKAN
Gambar 2.1 Sistem Pembuangan Air Limbah On-Site Sumber : Anonim , 1999 Pemakaian Sistem ini terdapat kelebihan dan kekurangan antara lain: Kelebihan sistem pengelolaan air limbah setempat yaitu : Menggunakan teknologi sederhana Memerlukan biaya yang rendah Masyarakat dan tiap-tiap keluarga dapat menyediakan sendiri Pengoperasian dan pemeliharaan oleh masyarakat Kekurangan sistem pengelolaan air limbah setempat yaitu : Tidak dapat diterapkan pada tiap daerah, bergantung pada sifat permeabilitas tanah, tingkat kepadatan, dan lain-lain Fungsi terbatas hanya dari buangan kotoran manusia, tidak melayani air limbah kamar mandi dan air bekas mesin cuci Operasi dan pemeliharaan sulit dilaksanakan (Dept. KimPrasWil, 2003 ) 2.3.3 Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat ( Off Site System ) Sistem pengelolaan air limah terpusat adalah sistem pengelolaan air limbah dengan menggunakan suatu sistem jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat untuk selanjutnya diolah. Sistem penyaluran terpusat adalah fasilitas sanitasi yang berada duluar persil. Contoh sistem ini adalah sistem penyaluran air limbah yang kemudian dibuang ke suatu POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2.3 Small Bore Sewerage Sistem ini merupakan penyaluran air limbah dengan menggunakan saluran berdiameter kecil. Saluran ini digunakan untuk menerima air limbah dari kamar mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki septik (bukan tinjanya) serta bebas dari benda padat. Sistem ini cocok diterapkan untuk daerah pelayanan yang relatif lebih kecil dari jaringan saluran konvensional sewerage. Sistem ini tepat untuk menangani pembuangan air limbah domestik di daerah kepadatan penduduk tinggi, kemiringan tanah di daerah tersebut > 1%, rumah yang sudah dilengkapi dengan tangki septik tetapi tidak mempunyai cukup lahan untuk bidang resapan atau bidang resapan tidak efektif atau karena permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat.
PADAT ( PUPUK )
DAPUR
CAIR ( SUNGAI )
Gambar 2.2 Sistem Pembuangan Air Limbah Off-Site Sumber : Anonim , 1999
Pemakaian Sistem ini terdapat kelebihan dan kekurangan antara lain: Kelebihan sistem pengelolaan air limbah terpusat yaitu : menyediakan pelayanan yang terbaik sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
pemeliharaannya. Strategi nasional juga telah mengklasifikasikan tingkat kepaatan sebagai berikut : - tingkat kepadatan sangat tinggi - tingkat kepadatan penduuk tinggi - tingkat kepadatan sedang - tingkat kepadatan rendah : 500 jiwa/Ha : 300-400 jiwa/Ha : 150-300 jiwa/Ha : < 150 jiwa/Ha
Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat pencemaran yang dapat ditimbulkan pada air permukaan. kepadatan rendah 100 jiwa/Ha kepadatan sedang 100-300 jiwa/Ha kepadatan tinggi 300 jiwa/Ha = BOD 0-30 mg/L = BOD 30-80 mg/L = BOD 80-200 mg/L
b. Sumber Air yang Ada Merupakan faktor penting dalam perencanaan pemakaan sewerage terutama yang diencanakan membawa buangan padat disamping limbah airnya. Pemakaian sewerage lebih disarankan untuk daerah yang mempunyai jaringan air bersih dengan pemakaian > 60 liter/orang/hari c. Permeabilitas Tanah Kisaran permeabilitas yang efektif adalah 2,7 x 10-4 L/m2/dt 4,2 x 10-3 L/m2/dt d. Kedalaman Muka Air Tanah Perlu dipertimbangkan untuk menghindari kemungkinan
pencemaran air tanah oleh fasilitas sanitasi yang diperlukan e. Kemiringan Tanah Daerah dengan kemiringan 1 % lebih memberikan biaya ekonomis dalam pembangunannya dibandingkan dengan aerah yang datar f. Kemampuan Membiayai Adanya potensi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan ( Dept. KimPrasWil, 2003 ) 2.4.2 Proyeksi Jumlah Penduduk
Pt Pi tf ti
= jumlah penduduk akhir tahun proyeksi = jumlah penduduk awal tahun proyeksi Ka = konstanta aritmatik
tf - ti = jumlah tahun proyeksi b. Metode Geometrik Jika metode yang digunakan adalah metode geometrik, maka pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus : log Pt = log Pi + Kg (tf ti) Kg = Dimana : Pt Pi Kg = jumlah penduduk akhir tahun proyeksi = jumlah penduduk awal tahun proyeksi = konstanta geometrik
log pf log pi tf ti
tf - ti = jumlah tahun proyeksi d. Metode Least Square Aritmatic Jika metode yang digunakan adalah metode Least Square Aritmatic , maka pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus : y = a + bx a+b
x - y = 0
n n
2
x a+b
n
xy = 0
n
Dimana :
e. Metode Least Square Geometric Jika metode yang digunakan adalah metode Least Square Geometric, maka pertambahan penduduk dapat dihitung dengan rumus : log y = a + bx Dimana : y = laju pertumbuhan (%) x = jumlah populasi tahun ke-n Pemilihan metode proyeksi penduduk daerah perencanaan dilakukan dengan cara pengujian statistik, yaitu dengan koefisien korelasi. Metode proyeksi yang paling tepat adalah metode yang memberikan nilai R 2
v
p/g z Ha Hl
/ 2 g p / g z
Ha v 2 / 2 g p / g z
Hl
v2/2g = head kecepatan (m) = head tekanan (m) = ketinggian saluran dari datum (m) = energi tambahan (m) = kehilangan energi (m) (Moduto, 2000)
c. Persamaan Aliran dari Manning Persamaan Manning dapat dipergunakan baik dalam aliran penuh maupun aliran tidak penuh. Manning menampilkan formulasi sebagai berikut :
v R S N
= kecepatan aliran rata-rata (m/dt) = jari-jari hidrolis saluran (m) = slope saluran (m/m) = koefisien kekasaran Manning Penggunaan persamaan Manning dalam perhitungan disederhanakan
dalam bentuk nomogram. Nomogram hanya dipakai dalam mengecek hasil perhitungan atau memperkirakan dimensi. (Moduto, 2000) 2.6 DEBIT AIR BUANGAN Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyaluran air buangan, yaitu : sumber atau asal air buangan besar atau prosentase air buangan dari air minum besarnya curah hujan Dalam air buangan dikenal beberapa istilah debit, yaitu : debit rata-rata (Qr), debit hari maksimum (Qmd), debit minimum (Qmin), debit infiltrasi (Qinf), debit puncak (Qpeak), dan debit air buangan non domestik (Qx). a. Debit Rata-Rata Air Buangan (Qr) Debit rata-rata air buangan adalah debit air buangan yang berasal dari rumah tangga, bangunan umum, bangunan komersial, dan bangunan industri. Dari berbagai sarana di atas, tidak semua air yang diperlukan untuk kegiatan seharihari terbuang ke saluran pengumpul, hal ini disebabkan beragamnya kegiatan. Berkurangnya jumlah air yang terbuang sebagai air buangan disebabkan kegiatankegiatan seperti mencuci kendaraan, mengepel lantai, menyiram tanaman, dan lain-lain. (Moduto, 2000) b. Debit Hari Maksimum (Qmd) Debit hari maksimum adalah debit air buangan pada keadaan pemakaian air maksimum. Besar debit hari maksimum merupakan perkalian faktor peak kali debit air buangan rata-rata. Harga faktor peak merupakan rasio debit maksimum POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
fp
18 p 2.5 4 p 0.5
sedangkan debit maksimum dirumuskan sebagai : Qmd = fp. Qab Dimana : Qmd Fp Qab P = debit hari maksimum (l/dt) = faktor peak = debit air buangan rata-rata (l/dt) = jumlah penduduk dalam ribuan (jiwa) (Moduto, 2000) c. Debit Minimum (Qmin) Debit minimum adalah debit air buangan pada saat minimum. Debit minimum ini berguna dalam penentuan kedalaman minimum, untuk menentukan apakah saluran harus digelontor atau tidak. Persamaan untuk menghitung debit minimum adalah :
Q min 0,2 p 1, 2 qr (l / det)
d.
Debit Inflow / Infiltrasi (Qinf) Debit infiltrasi adalah debit air yang masuk saluran air buangan yang
berasal dari air hujan, infiltrasi air tanah, dan air permukaan. Infiltrasi air dari sumber-sumber di atas biasanya masuk melalui jalur pipa dan sambungan rumah. Infiltrasi dari sumber-sumber yang disebutkan di atas tidak dapat dihindari, hal ini disebabkan oleh: pekerjaan sambungan pipa kurang sempurna jenis bahan saluran dan sambungan yang dipergunakan kondisi tanah dan air tanah adanya celah-celah pada tutup manhole Besar debit infiltrasi/inflow ditentukan berdasarkan : luas daerah pelayanan panjang saluran POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
= 5 p 0,8 qmd q inf low Qp p Qmd Cr qr qinf = debit puncak (l/dt) = jumlah penduduk dalam ribuan = debit satuan hariam maksimum (l/dt.1000 jiwa) = koefisien infiltrasi di daerah persil = debit satuan harian rata-rata (l/dt.1000 jiwa) = debit infiltrasi saluran (l/dt.km) (Moduto, 2000) f. Debit Air Buangan Non Domestik (Qx) Debit air buangan non domestik adalah debit air buangan yang berasal dari bangunan komersial, bangunan industri, bangunan umum/institusi, dan bangunan pemerintahan. Debit air buangan non domestik tergantung dari pemakaian air dan jumlah penghuni bangunan-bangunan tersebut. Kecuali air buangan yang berasal dari bangunan industri, semua air buangan yang berasal dari non domestik dilayani sistem penyaluran air buangan, dengan alasan karakteristik air buangannya mempunyai kesamaan dengan air buangan domestik. Dalam perhitungan debit puncak, debit air buangan yang berasal dari bangunan non domestik diekivalenkan dengan jumlah penduduk yang dilayani pada daerah domestik. Perhitungan ekivalen debit air buangan non domestik adalah :
pek
pek
qx qr
b.Service = 0,6 meter c. Lateral = 1,00 1,20 meter 2. Kedalaman akhir pemasangan pipa Kedalaman akhir pemasangan pipa air buangan diisyaratkan tidak melebihi 7 meter, jika penanaman pipa sudah melebihi 7 meter harus dipergunakan pompa untuk menaikkan air buangan untuk mendapatkan kedalaman galian yang disyaratkan. 2.9 PEMILIHAN BAHAN PIPA Pemilihan bahan pipa harus diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Harus mengalirkan air buangan sebaik mungkin POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam perletakan saluran, diantaranya adalah sebagai berikut: kedalaman saluran minimum adalah 1.00 meter pada awal penanamannya (untuk pipa servis) dan paling dalam 7.0 meter pada akhir saluran apabila kedalaman ujung saluran telah mencapai 7.00 m, maka aliran air buangan dalam saluran harus dinaikkan dengan menggunakan pompa, sehingga aliran secara gravitasi dapat berlangsung lagi apabila kedalaman ujung saluran kurang dari 1.00 m (akibat kemiringan muka tanah lebih besar dari kemiringan saluran) perlu diperbesar, yaitu dengan bangunan drop manhole penempatan saluran dapat di tengah jalan jika badan jalan tidak terlalu lebar dan lalu lintas kendaraan tidak terlalu ramai bila beban penerimaan air limbah dari kanan dan kiri jalan tidak sama, saluran ditempatkan di tepi jalan di bagian yang bayak memberikan air buangan bila beban penerimaan air limbah dari kanan dan kiri jalan sama dan badan jalan cukup lebar, arus lau lintas cukup padat, maka saluran ditempatkan di kanan dan kiri jalan di daerah pemukiman, bila terdapat Brandgang, maka saluran ditempatkan di brandgang belakang rumah (Anonim, 2003)
3.2.2 Metode Pengumpulan Data Sekunder Metode pengumpulan data sekunder meliputi kegiatan pengumpulan data sebagai penunjang data primer. Data-data sekunder yang diperlukan meliputi: 1. Data fasilitas umum Kecamatan Selopampang 2. Data Kependudukan atau monografi Kecamatan Selopampang 3. Peta administrasi 4. Peta Topografi 5. Peta wilayah dan perencanaan
3.3
Pengambilan Data
Data Kependudukan Data Fasilitas Umum Peta Wilayah dan Perencanaan Peta Topografi
Data Primer
Data Sekunder
Pengolahan dan Analisis Data Proyeksi Penduduk Proyeksi Debit Air Buangan Hasil Analisis Perencangan dan Pengembangan Sistem PAB On Site dan Off Site
Proyeksi Fasilitas
Selesai
4.1
GAMBARAN UMUM Untuk merencanakan sistem penyaluran air buangan suatu wilayah,
dibutuhkan pengetahuan tentang kondisi riil dilapangan. Data mengenai kondisi riil daerah perencanaan diperoleh dari studi literatur. Pada bagian ini akan dibahas secara umum kondisi daerah perancangan Kecamatan Selopampang ditinjau dari aspek fisik dan sosial ekonomi yang ada di Kecamatan Selopampang.
4.2
GAMBARAN FISIK 4.2.1 Geografi Kecamatan Selopampang adalah salah satu dari 20 kecamatan di wilayah
Kabupaten Temanggung, Jarak dari Kota Temanggung 14 Km dengan luas 1.729 Ha. Dengan rincian Lahan Sawah 790 Ha dan Bukan Lahan Sawah 939 Ha. 4.2.2 Administrasi
Kabupaten Temanggung mempunyai batas wilayah sebagai berikut : Utara Selatan Barat Timur = Kab. Kendal dan Kab. Semarang = Kab. Magelang = Kab. Wonosobo = Kab. Semarang dan Kab. Magelang
Kecamatan Selopampang sebagai daerah perencanaan mempunyai batasbatas wilayah sebagai berikut : Utara = Kecamatan Tembarak Selatan = Kecamatan Windusari Barat = Kecamatan Tlogomulyo Timur = Kecamatan Kranggan
Kecamatan Selopampang Kabupaten Temanggung dalam pembagian wilayah Administrasi terbagi menjadi 12 Desa, 41 Dusun, 129 RT, 52 RW. dengan jumlah Kades 12, perangkat desa 147 dan anggota BPD 80.
Ada 12 Desa di kecamatan Selopampang antara lain : POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
4.2.3
Topografi
Kecamatan Selopampang terletak di ketinggian rata-rata 800 meter dari permukaan laut (mdpl). Desa dengan tofografi tertinggi adalah Tanggulanom yaitu 1.040 mdpl, sedangkan yang terrendah adalah Plumbon yang berada 460 meter diatas permukaan laut.
4.2.4
Klimatologi
Kecamatan Selopampang mempunyai iklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun 22 mm. Kecamatan Selopampang mempunyai suhu udara maksimum 29oC dan suhu udara minimum 19oC. Kondisi curah hujan di daerah studi dapat dipantau dari beberapa stasiun di sekitarnya.
4.3
GAMBARAN SOSIAL EKONOMI 4.3.1 Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Selopampang dapat dikatakan
belum termasuk daerah yang padat penduduk, karena jumlah penduduk masih dibawah 20.000 jiwa. Jumlah penduduk Kecamatan Selopampang untuk Tahun 2007-2011 dilihat pada tabel di bawah ini :
4.3.2
Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk untuk setiap km2 menunjukkan besarnya kepadatan penduduk di daerah tersebut. Kepadatan penduduk di daerah Kecamatan Selopampang dari tahun 2007-2011 diperlihatkan pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.2 Kepadatan Penduduk di Daerah Kecamatan Selopampang Tahun 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Kepala Keluarga 4530 4875 5174 5282 5298 Kepadatan Penduduk 785 804 831 837 846
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung 2007-2011 4.4 SARANA DAN PRASARANA 4.4.1 Fasilitas Pendidikan Fasilitas yang ada di Kecamatan Selopampang meliputi Taman KanakKanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah Pertama. Data mengenai fasilitas tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung 2011 4.4.2 Fasilitas Peribadatan
Masyarakat Selopampang sebagian besar baragama Islam. Yang menganut agama selain Islam memiliki jumlah yang sangat sedikit. dari data tahun 2009, diketahui bahwa hanya 10 jiwa dari 18.153 jiwa yang beragama selain Islam, yaitu beragama Kristen. Untuk medukung fasilitas peribadatan di kecamatan Selopampang, dibagun beberapa fasilitas ibadah. Data mengenai fasilitas peribadatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.4 Fasilitas Peribadatan Tahun 2011 No 1 2 3 4 Masjid Gereja Mushola Vihara Fasilitas Peribadatan Jumlah 39 50 -
Sumber : BPS Semarang, Kecamatan Selopampang, Kabupaten Temanggung 2011 4.4.3 Fasilitas Kesehatan
Fasilitas-fasilitas kesehatan di Kecamatan Selopampang antara lain Puskesmas, Klinik KB, Posyandu, dan PKD. Data selengkapnya mengenai fasilitas kesehatan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.5 Fasilitas Kesehatan Tahun 2011 POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
5.1
PERHITUNGAN
SISTEM
PENYALURAN
AIR
BUANGAN
KECAMATAN KARANGGAYAM Banyaknya debit air buangan yang dihasilkan oleh manusia pada dasarnya merupakan sisa dari penggunaan air bersih dalam berbagai aktivitas. Secara umum hal-hal penting yang dipakai dalam perhitungan perencanaan adalah : 1.Proyeksi Jumlah Penduduk selama periode perencanaan 2.Proyeksi Jumlah Penduduk yang akan dilayani oleh sistem PAB yang direncanakan 3.Tingkat pemakaian air oleh konsumen / masyarakat 4.Presentase air buangan yang dihasilkan terhadap kebutuhan air bersih
5.1.1
penduduk, diantaranya yaitu metode Aritmatika, Geometrik, dan Eksponensial. Untuk menentukan metode yang tepat dalam memproyeksi jumlah penduduk, yaitu dengan membandingkan nilai regresi linier dari tiap-tiap metode dalam perhitungan pertumbuhan penduduk. Nilai regresi yang paling besar menunjukkan bahwa perhitungan pertumbuhan penduduk menggunakan metode tersebut paling mendekati linier, maka proyeksi penduduk tahun 2010 2031 akan menggunakan metode tersebut. Berikut rumus untuk memproyeksikan jumlah penduduk dari tiga metode : 1. Metode Aritmatik Pn = Po + rn Dimana Pn Po n r : jumlah penduduk pada tahun n : jumlah penduduk pada awal perhitungan : periode perhitungan : rasio pertambahan penduduk/tahun
Apabila rumus di atas diubah dalam bentuk regresi, menjadi : POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Apabila rumus di atas diubah dalam bentuk regresi, menjadi : log Pn y Dimana : = rn + log Po = ax + b log Pn = y Log Po = b n=x r=a 3. Metode Eksponensial Pn = e rn + Po Dimana : Pn Po n r : jumlah penduduk pada tahun n : jumlah penduduk pada awal perhitungan : periode perhitungan : rasio pertambahan penduduk/tahun : jumlah penduduk pada tahun n : koefisien : tahun jumlah penduduk yang akan dihitung : koefisien x
Dimana :
n Pn = y Ln Po = b
Table 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Selopampang 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 Jumlah Penduduk (Jiwa) 17857 17923 18153 18153 18201
Setelah mendapatkan nilai logaritma dan eksponensial dari jumlah penduduk yang ada, maka untuk proyeksi penduduk di tahun-tahun berikutnya dapat dihitung dengan metode aritmatik, geometrik dan eksponensial melalui grafik yang ditunjukkan pada gambar 5.1.
Gambar 5.1 Grafik dan Persamaan Proyeksi Penduduk Metode Aritmatik, Geometrik, dan Eksponensial
Dari Grafik dan mentode proyeksi di atas, dapat disimpulkan bahwa metode yang akan digunakan untuk mendapatkan proyeksi penduduk kecamatan Selopampang adalah metode Geometri karena dengan menghitung menggunakan standar deviasi, maka diperoleh nilai R yang paling mendekati 1 adalah metode Geometri. Nilai R2 yang semakin besar ini menunjukkan semakin tingginya tingkat ketelitian dari perhitungan dengan metode tersebut. Proyeksi penduduk dengan metode geometrik dapat dilihat di tabel 5.2. POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
18340
18348 18393
18491 18548 18597 18641 18680 18715 18747 18777 18830 18854 18876 18897 18917 18936 18954 18972 18988 19004 19019
5.1.2
Parameter Penentuan Sistem Pelayanan Sistem terpusat (off site) didasari pada sistem dimana air limbah dari
seluruh daerah pelayanan dikumpulkan dalam saluran riol pengumpul, kemudian dialirkan dalam riol kota menuju ke tempat pembuangannya yang aman, baik melalui bangunan pengolahan air buangan atau dengan pengenceran tertentu untuk memenuhi baku mutu agar bisa dibuang ke badan air. Sistem setempat (on site) yaitu sistem dimana pada daerah itu tidak ada riol kota. Air limbah ditangani setempat dengan bangunan cubluk atau tanki septik. Penentuan kedua sistem pelayanan ini memerlukan beberapa kriteria POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Mampu/kurang Mampu -
penduduk -
peremajaan kota
5.2
ASPEK PENENTUAN SISTEM PELAYANAN Aspek-aspek yang berperan dalam penentuan sistem pelayanan air
5.3 PEMBAGIAN BLOK PELAYANAN DAN PENGALIRAN AIR BUANGAN Pembagian blok daerah pengaliran ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan, dengan melihat peta dan kemudian menganalisanya. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain : 1) Topografi Daerah Dalam hal ini dapat diketahui kondisi topografi daerah dan dapat diperkirakan bahwa air akan cenderung mengalir dari daerah yang
berelevasi tinggi menuju daerah berelevasi rendah dengan kemiringan tanah yang paling tajam. 2) Luas Daerah Blok daerah pengaliran dapat dibatasi yaitu dengan melihat daerah yang luas pengalirannya dapat tertampung pada saluran dengan panjang tertentu, karena luas daerah akan menentukan debit yang dialirkan pada saluran.
3) Jarak Pengaliran Dalam hal ini berhubungan dengan daerah, untuk suatu titik yang terlalu jauh dengan jarak inlet, lebih baik dibuat blok aliran yang baru, yang lebih dekat dengan titik tersebut. Sebab hal ini akan memperlama waktu pengaliran. Pengaliran dilakukan dengan metode gravitasi mengikuti topografi yang ada, mengingat metode ini lebih mudah kontrol dan perhitungannya dan biaya konstruksi dibandingkan dengan sistem yang menggunakan pompa.
5.4
saluran tertutup. Sebab jika digunakan saluran terbuka untuk penyaluran air buangan, akan timbul efek-efek negative yang berakibat pencemaran bau dan udara yang membahayakan kesehatan masyarakat, dan juga akan merusak estetika dari lingkungan sendiri. Dengan digunakannya saluran tertutup yang ditanam di dalam tanah, diharapkan efek-efek tersebut dapat dicegah dan penyaluran air buangan menjadi lebih aman. Dengan saluran bawah tanah, lahan yang dibutuhkan menjadi lebih hemat, dan tidak mengganggu aktivitas manusia terutama jika saluran melewati kawasan yang padat baik pemukiman, perkantoran maupun niaga. Saluran air buangan ini direncanakan dengan satu penyaluran, tanpa adanya perencanaan untuk penyaluran selain air buangan. Saluran yang digunakan untuk penyaluran dipilih berbentuk lingkaran dengan pertimbangan : 1.) Pembuatan saluran bentuk ini relative lebih mudah dibanding bentuk saluran lain 2.) Dapat menyalurkan air buangan dengan debit yang cukup besar dengan sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil. 3.) Biaya pembuatan dan pemeliharaan murah dan praktis.
5.5
PERENCANAAN DIMENSI SALURAN Dalam perencanaan dimensi saluran diusahakan mengikuti kriteria-kriteria
utama, yaitu :
5.6 BANGUNAN PELENGKAP SISTEM PENYALURAN AIR BUANGAN Perencanaan yang baik untuk suatu sistem penyaluran air buangan harus menyertakan bangunan-bangunan pelengkap selain sistem perpipaan sebagai pendukung berjalannya sistem. Pada kecamatan Karanggayam adapun bangunan pelengkap yang diperlukan adalah : 1. Manhole 2. Drop Manhole 3. Bangunan Penggelontor 4. Sambungan rumah 5. Terminal Clean Out 6. Fitting-fitting pipa yang diperlukan pada belokan, transition dan junction 5.7 PERHITUNGAN PEMAKAIAN AIR Dalam merencanakan system penyaluran, perlu diketahui berapa banyak
pemakaian air bersih dalam area perencanaan tersebut, sehingga jumlah air buangannya dapat diperkirakan. Pemakaian air bersih ini mencakup domestik dan non domestik. Disini diasumsikan 80 % dari pemakaian air bersih total. Dalam perhitungan ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah : 1. Tingkat pelayanan PDAM, diasumsikan sudah mencapai 80 %, dan fasilitas-fasilitas sosial niaga juga bertambah. 2. Jumlah penduduk, dihitung berdasarkan kepadatan penduduk dan luas blok yang ada, dengan pemakaian air = 130 l/org/hari. POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
5.8 CONTOH DAN ANALISIS PERHITUNGAN DEBIT AIR BUANGAN Penentuan total air bersih yang digunakan, perlu diketahui kebutuhan air domestik serta kebutuhan air non-domestik. Kebutuhan non-domestik sendiri contohnya berasal dari kebutuhan air dari pasar, industri, sarana peribadatan, kantor, rumah makan, dan lain sebagainya. Contoh perhitungan pada pipa lateral terakhir pada blok 1 : Berdasarkan perhitungan proyeksi, pada tahun 2031 jumlah orang pada pipa 1 yang dilayani adalah sebesar 28,076 Ha. Penggunaan air/org/hari = 130 L/org/hari 1. Q total (l/s) Qtotal = Qdom + Qnon-dom Qtotal = {(130 L x jumlah penduduk terlayani) / 86400} + {(Unit per Jenis Fasilitas x Kebutuhan Air per unit fasilitas)/86400} Qtotal = 3.874 L/detik 2. Q Air Buangan Rata - rata (l/s) Q ab (l/s) = 80% x Q total kebutuhan air = 80% x 3.874 L/detik = 3.099 L/detik 5. Q Harian maksimum (l/s) Q max (l/s) = 1,25 x Q ab = 1,25 x 3.099 L/detik = 3.874 L/detik 6. Q Minimum Q min (l/s) = 0,2 x [ = 0,2 x [ ]0,2 x Qabr ]0,2 x 69,168 L/detik
= 2.925 L/detik 7. Q Infiltrasi Q inf (l/s) = faktor infiltrasi x Q ab POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
5.9
CONTOH DAN ANALISIS PERHITUNGAN DIMENSI Perhitungan Penentuan Dimensi pipa dan Debit Penggelontoran
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran. Sebagai contoh, Blok 1 pipa 2. Dari perencanaan awal diketahui bahwa : Jenis Pipa = Lateral Slope = 0.0033 Q total = 0.0010m3/s (dari tabel pembebanan Blok A) d/D = 0,7 (Asumsi) , maka nilai Qp/Qfull = 0.8371m3/dt (dari tabulasi Nilai Sebanding Sebagian Penuh Pengoperasian Pipa Dengan Kecepatan dan Pembuangan) 1. Q Full (m3/s) Q Full (m3/s) = Qtotal /(Qp/Qfull) = 0,001 / 0,8371 = 0.00121 m3/s 2. Diameter (m) d (m) = ((Qfull x n) / (0.3117 x Slope0.5)) 0.375 d (m) = 0.0714 m D pipa terpilih adalah 0,2 m (200mm) 3. Q full (m3/s) dari Diameter Pasaran Q full (m3/s) = 0,3117 x (Diameter 2.667/n) x (slope0.5) Q full (m3/s) = 0.0188
5.10 CONTOH PENANAMAN PIPA Penanaman pipa dari Blok 1, Nomor pipa 2. Dengan data- data : Panjang pipa = 283.58 m Elevasi Tanah Awal = 1163 m Elevasi Tanah Akhir = 1125 m Standar Penanaman Pipa = 0,80 meter Slope = 0.0033 Diameter Pipa = 0.2 meter 1. hf POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Bila tangki septik hanya menerima dari kakus saja (sistem terpisah) maka q merupakan gabungan dari limbah tinja dan air penggelontoran yang besarnya antara 5-40 liter/orang/hari
Gambar 4.4 Zona-Zona dalam Tangki Septik Sumber : SNI 03-2398-2002 Zona stabilisasi adalah zona yang disediakan untuk proses stabilisasi lumpur yang baru mengendap melalui proses pencernaan secara anaerobic (anaerobic digestion). Volume zona ini ditentukan berdasarkan kecepatan stabilisasi lumpur dan jumlah pemakai tangki
Sehingga Vstabilisasi untuk sistem perencanaa gedung adalah : Vstabilisasi = Rs x p = 0,0425 m3/orang x 5 orang = 0.2125 m3 Zona lumpur merupakan zona tempat terakumulasinya lumpur yang lebih stabil dan harus dikuras secara berkala. Volume zona lumpur bergantung pada kecepatan akumulasi lumpur, periode pengurasan, dan jumlah pemakai tangki septik. Volume zona (Vlumpur) ini dapat diketahui dengan persamaan berikut. Vlumpur = Rlumpur x N x P dimana : Rlumpur = kecepatan akumulasi lumpur matang = (0,03-0,04) m3/orang/tahun N P = kecepatan pengurasan (2-3 tahun) = jumlah pemakai (orang)
Sehingga untuk perencanaan diatas (Rlumpur = 0,04 m3/orang/tahun), volume untuk zona lumpur adalah : Vlumpur = Rlumpur x N x P = 0,04 m3/orang/tahun x 2 tahun x 5 orang = 0.4 m3 Maka, volume tangki septik komunal Vpengendapan + Vstabilisasi + Vlumpur = 0,0675 m3 + 0.2125 m3+ 0.4 m3 = 24.9947 m3 = 0.68 m3 1 m3
6.1 PROGRAM PEMELIHARAAN Tujuan utama program pemeliharaan adalah untuk memanfaatkan modal investasi yang telah ditanamkan dalam pembangunan sistem roil sesuatu kota itu, agar dapat dioperasikan dengan efisiensi dan kinerja yang optimum. Jenis-jenis program pemeliharaan yang penting diantaranya adalah sebagai berikut : a. Pemeliharaan Pencegahan (Preventive Maintenance) Jadual operasi pemeliharaan harus direncanakan yang rapid an ketat, agar dapat memperkecil gangguan dan memperbaiki kemacetanserta
memperlancar operasi setempat agar umur efektifnya panjang. b. Pemeliharaan Perbaikan(Corrective Maintenance) Reparasi atau mengganti alat-alat atau perlengkapan yang telah rusak. c. Pemeliharaan Urusan Rumahtangga(House keeping Maintenance) Menjaga kebersihan dan keindahan semua unit fasilitas yang ada. d. Pendataan dan Pelaporan Pendataan dan pelaporan perlu dilaksanakan dengan jadual waktu yang periodik dan disusun yang rapi serta informative.
6.2 PERMASALAHAN OPERASI YANG SERING TERJADI DAN PENANGANANNYA 6.2.1 Permasalahan Hidrolis Eksisting air penggelontor sangat kecil, sehingga transportasi tinja tidak selalu dapat berenang hanyut, melainkan sebagian kandas, tertinggal dan lengket di dasar saluran, mengakibatkan kekasaran pipa menjadi besar dan mengecilnya ruang di dalam pipa. Di samping itu, emisi gas H2S tinja busuk tidak dapat dihindari. Alternatif penanganannya antara lain : 1. Sistem Flushing di tiap WC distandardisasi, misal > 15 L. POSO NASUTION/ 21080110110031 TEKNIK LINGKUNGAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
menurunkan, menggeser ke kanan ke kiri, dan mungkin mengakibatkan pasangan pipa lepas atau pipa patah. b) Masuk ke dalam celah-celah sambungan, oleh akr serabut yang halus, sehingga mengakibatkan kebocoran pipa serta menggangu jalannya aliran yang mungkin bisa terjadi penyumbatan. Alternatif penanganannya : 1. Dilarang menanam pohon terlalu dekat dengan lajur saluran pipa roil, terutama untuk jenis pohon yang berakar panjang dan berserabut. 2. Pemeliharaan rutin. Bila terjadi, dibersihkan dengan alat Root Cutting Saw. 6.3 PEMELIHARAAN PENCEGAHAN Program kerja pemeliharaan pencegahan meliputi pekerjaan rutin terjadwal pengawasan dan pemeliharaan saluran. Dimulai dengan pengawasan mula-mula(Pre-inspection). Dari pengawasan mula, diperoleh metoda dan jenis pemeliharaan pencegahan berikutnya, sehingga dapat diketahui peralatan yang diperlukan. 6.4 PEMELIHARAAN PERBAIKAN Perbaikan perbaikan meliputi normalisasi pada pipa roil, reparasi mesin-mesin pompa dan alt-alat mekanik lainnya. Adapun pemeliharaan urusan rumah tangga(Housekeeping maintenance) dan pendataan dan pelaporan (Recods an Reports), sudah jelas seperti yang diuraikan di atas.
7.1 KESIMPULAN 1. Perencanaan saluran air buangan dilakukan dengan mempertimbangkan kepadatan penduduk, topografi, dan keadaan sarana-prasarana kota sehingga sistem yang digunakan dalam perencanaan penyaluran air buangan adalah dengan sistem off site 2. Alternatif pengaliran yang digunakan adalah alternatif 3 dengan
mempertimbangkan jarak total dan jumlah manhole, dimana letak BPAB berada di desa 3. Debit rata-rata air buangan Kecamatan Selopampang adalah sebagai berikut : NO 1 2 3 4 5 6 Pipa Lateral Blok 1 Lateral Blok 2 Lateral Blok 3 Lateral Blok 4 Lateral Blok 5 INDUK Debit (l/detik) 5.683 11.661 22.766 27.869 36.621 44.509
4. Perencanaan saluran air buangan dilakukan berdasarkan garis topografi sehingga diharapkan pengaliran secara gravitasi tanpa pemompaan dan tinggi galian tidak lebih dari 7 meter. 5. Debit air buangan merupakan kumulatif dari saluran-saluran sebelumnya. Q
induk merupakan gabungan Q lateral, Q lateral berasal dari Q service. 6. Dengan debit dan dimensi saluran yang ada, diperkirakan saluran dapat menampung kapasitas tampungan dengan tepat.
Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah. 2003. Pedoman Pengelolaan Air Limbah Perkotaan. Jakarta. Depertemen Pekerjaan Umum. 1989. Small Towns Sanitation Project. Bandung. Departemen PU. 1989. Tata Cara Perencanaan Tangki Septik Tata cara Perencanaan Bangunan MCK Umum. Bandung: Yayasan LPMB Soedjono, DR. Ir. Edy Setiadi, MSc. 2001. Diktat Kuliah : Sistem Penyaluran Air Buangan. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan ITS. Surabaya. Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta. Van Der Zwan. J. T. Blockland. M. W. 1989. Water Transport and distributin part 1 Planning and Desain of Network Sistem. IHE DELFT : Netherland.