Anda di halaman 1dari 11

BRONKOPNEUMONIA

Bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru, yang biasanya dimulai dari bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang

mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Salurann Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua.

ETIOLOGI Berdasarkan etiologinya, dikelompokkan atas : 1. Bakteri

a. Pneumokokus. Merupakan penyebab utama Pneumonia. Pada orang dewasa umumnya disebabkan oleh pneumokokus serotipe 1 sampai 8, sedang pada anak-anak disebabkan oleh serotipe 14, 1, 6 dan 9. insidens meningkat pada usia lebih kecil 4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur. b. Streptokokus. Sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti Varisela dan Morbili atau komplikasi penyakit kuman lain seperti Pertusis, Pneumonia oleh pneumokokus. c. Basil gram negatif, seperti Haemophillus influenzae, P. aeroginosa, tuberculosa. d. Staphilokokus. Lebih banyak terdapat pada anak-anak dan bersifat progesif, resisten terhadap pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi seperti abses paru, empiema atau tension pneumothorax.

2. Virus Virus influenza, adenovirus, virus respiratory syncytial, virus sitomegalik. 3. Aspirasi. Makanan, misalnya pada tetanus neonatorum, benda asing, kerosen (minyak tanah) dan cairan amnion.

4. Pneumonia Hipostatik. Penyakit ini disebabkan karena posisi tidur yang terlentang terlalu lama, misalnya pada anak sakit dengan kesadaran yang menurun atau penyakit lain yang mengharuskan istirahat yang lama di tempat tidur, sehingga terjadi kongesti pada paru bagian belakang. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita penyakit yang memerlukan istirahat lama seperti thypoid harus diubah-ubah posisinya.

5. Jamur. Histiplasmosis capsulatum, candida albicans, blastomikosis, kalsidioidomikosis, aspergilosis dan aktinomikosis.

6. Sindroma Loeffler. Pada foto rontgen tampak infiltrat yang dapat berpindah dari satu lobus ke lobus yang lain yang sebenarnya adalah infiltrat eosinofil, yang sering dianggap tbc miliaris. Pada umumnya infiltrat ini dianggap sebagai reaksi alergi terhadap protein asing yang di daerah tropis dihubungkan dengan migrasi larva-larva cacing seperti Ascaris lumbricoides dari usus ke peredaran darah dan paru-paru. Penyakit ini biasanya tidak berat dan dapat sembuh setelah beberapa hari sampai beberapa bulan. Pengobatannya terdiri dari antibiotika untuk mencegah pneumonia sekunder dan obat cacing.

EPIDEMIOLOGI

Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8, menyebabkan pneumonia orang dewasa umumnya lebih dari 80% sedangkan pada anak-anak disebabkan oleh serotipe 14, 1, 6 dan 9. Insidens tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi.

PATOGENESIS Pneumokokus masuk ke dalam paru melalui jalan pernapasan secara droplet. Proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu : 1. Stadium Kongesti Terjadinya pelebaran kapiler dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag. 2. Stadium Hepatisasi Merah Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti Hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat cepat.

3. Stadium Hepatisasi Kelabu Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.

4. Stadium Resolusi Eksudat sudah banyak berkurang, di dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dar pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan diakibatkan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikrorganisme dan lingkungan, sehingga

mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Pada pneumonia biasanya mikroorganisme masuk secara inhalasi atau aspirasi.

MAKROSKOPIK

Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pad kedua paruparu, lebih banyak pada bagian basal. Konsolidasi itu terdapat sekitar suatu bronkiolus. Paru- paru sekitarnya sebagian tampak normal, sebagian mengalami atelektasis dan sebagian mengalami emfisema kompensatorik. Kadang-kadang daerah konsolidasi itu menjadi lebar sehingga terjadi penggabungan, hal ini dinamai Bronchopneumonia confluens. Pleura biasanya tidak mengalami pleuritis seperti pada pneumonia lobaris. Kelenjar limfe bronkus membesar dan lunak.

MIKROSKOPIS

Reaksi radang tampak meliputi dinding bronkus/bronkiolus dan alveolus sekitarnya. Dinding bronkus/bronkiolus bersebukan sel radang akut, lumen terisi eksudat (pus) dan sel epitel rusak. Rongga alveolus sekitarnya penuh dengan netrofil dan sedikit eksudat fibrinosa. Alveolus yang agak jauh tampak sembab. Tampak pula daerah atelektasis dan emfisema. Penyembuhan biasanya tidak

sempurna. Dinding bronkus/bronkiolus yang rusak akan mengalami fibrosis dan pelebaran sehingga dapat menimbulkan bronkiektasis. Selain itu organisasi eksudat dapat terjadi karena absorpsi yang lambat.

GEJALA KLINIK

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 37-40 celcius dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, sesak napas dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomonik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada stadium awal sukar dibuat diagnosa dengan pemeriksaan fisik. Tapi dengan adanya frekuensi napas yang cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung serta sianosis hidung dan mulut harus dipikirkan kemungkinan pneumonia. Hasil pemeriksaan fisik tergantung daripada luas daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada auskultasi, suara napas vesikuler dan melemah. Terdapat ronkhi basah halus dan nyaring. Jika sering bronkopneumonia menjadi satu (confluens) mungkin pada perkusi terdengar keredupan dan suara napas mengeras.

PEMERISAAN PENUNJANG DAN LABORATORIUM

Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000-40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. LED meningkat. Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan pungsi paru untuk preparat langsung; biakan dan tes resistensi dapat menentukan

atau mencari etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin dilakukan karena sukar. Pada pungsi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan memasukkan kuman dari luar. Analisa gas darah (Astrup) dapat ditemukan asidosis respiratorik. Foto rontgen dilakukan untuk melihat: 1. Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis. 2. Luas daerah paru yang terkena. 3. Evaluasi pengobatan.

Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotokel, pneumotoraks, pneumodiastinum atau perikarditis.

PENATALAKSANAAN

Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya dan penatalaksanaanya dibagi berdasarkan usianya.

Pada neonatus diberikan: 1. Oksigen 2 liter/menit. 2. IVFD a. Jenis cairan adalah glukosa 5-10% : Natrium Bicarbonat dengan perbandingan 4:1. sebelum menentukan cairan, periksa gula darah. Bila kadarnya 0-45 mg% suntikkan glukosa 40% dengan dosis 2 cc/kgBB intravena. b. Berikan cairan dengan kebutuhan sebagai berikut : Umur (hari ke) 1 2 3 60 ml/kgBB/hari 70 ml/kgBB/hari 80 ml/kgBB/hari

4 5 6 7 8 9 10-14 >15

90 ml/kgBB/hari 100 ml/kgBB/hari 110 ml/kgBB/hari 120 ml/kgBB/hari 130 ml/kgBB/hari 140 ml/kgBB/hari 150 ml/kgBB/hari 160 ml/kgBB/hari

Setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius, kebutuhan akan cairan ditambah 12%. c. Tetesan dibagi rata dalam 24 jam : 1 ml : 15 tetes makrodrip 1 ml : 60 tetes mikrodrip 3. Pengobatan a. Dasar pengobatan antibiotika sebaiknya berdasarkan etiologi dan tes resistensi. Berhubung hal ini tidak selalu dapat dilakukan dan memakan waktu lama, maka dalam prakteknya diberikan pengobatan Penisillin prokain 50.000 unit/kgBB/hari dan polifarmasi : Kanamisin 15

mg/kgBB/hari dalam 2 dosis; atau ampisillin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis IV dan Gentamisin 5 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis IM. Preparat ampisillin : Ambiosin kalpicillin. b. Kortikosteroid. Kortison asetat 15 mg/kgBB/hari IM, diberikanbila ekspirasi memanjang atau lendir banyak sekali. Berikan dalam 3 kali pemberian. 4. Pemeriksaan Rutin a. Foto toraks. b. Astrup atas indikasi dan dilakukan evaluasi. c. Darah lengkap, urin dan feses. d. Kadar glukosa darah.

Pada bayi umur 1 bulan-2 tahun, diberikan : 1. Oksigen 2 liter/menit. 2. IVFD a. Jenis cairan adalah 2A KCl (1-2 meq/kgBB/hari atau KCl 6 meq/500 ml) b. Kebutuhan cairan adalah sebagai berikut: 3-10 kgBB 11-15 kgBB >15 kgBB 105 ml/kgBB/hari 85 ml/kgBB/hari 65 ml/kgBB/hari

Setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius kebutuhan akan cairan ditambah 12%. c. Tetesan dibagi rata dalam 24 jam 3. Pengobatan a. Antibiotika. Penisillin prokain 50.000 unit/kgBB/hari IM dan Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis IV dan Gentamicin 5 mg/kgBB/hari IM dalam 2 dosis sehari. b. Kortikosteroid. Pemberian dan indikasi sama dengan pada neonatus. 4. Pemeriksaan Rutin a. Foto toraks. b. Astrup atas indikasi c. Darah lengkap, urin dan feses d. Mantoux test 1/2000 hanya untuk bayi diatas 2 bulan e. Pemeriksaan lain atas indikasi, misalnya glukosa darah

Pada anak usia di atas 2 tahun, diberikan : 1. Bila dispnoe berat, berikan Oksigen 2. IVFD Cairan DG 10% aa atau cairan 24 KCl, glukosa 10% tetesan dibagi rata dalam 24 jam. 3. Pengobatan.

10

Penisillin prokain 50.000 unit/kgBB/hari dan Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis IV. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4-5 hari.

PROGNOSIS

Dengan penggunaan antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat diturunkan sampai kurang dari 1%. Anak dalam keadaan malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih tinggi.

11

Anda mungkin juga menyukai