Anda di halaman 1dari 5

http://qiandaoribao.

com/news/9234 Perkuat Eksistensi, Indonesia Ikuti Pameran Kelautan Internasional di Korsel 2012522 Jakarta, 21 Mei 2012 - Pemerintah Indonesia terus berupaya mempertahankan ekstensinya di mata dunia internasional sebagai sebuah negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia. Selain itu, potensi keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) diakui dunia. Pemerintah melihat perlunya strategi yang tepat untuk promosi potensi laut Indonesia, sambil merebut peluang pasar produk perikanan di dunia internasional. Sehingga Pemerintah melihat keikutsertaan Indonesia dalam perhelatan akbar Expo 2012 Yeosu, Korea Selatan sebagai salah satu strategi promosi. Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo yang diwakili oleh Inspektur Jenderal KKP, Andha Fauzie Miraza menghadiri dan merayakan National Day Indonesia (20/5) di Paviliun Indonesia. Andha mengatakan bahwa keikutsertaan Indonesia dalam ajang ini adalah untuk membangun sebuah hubungan dan jejaring kerja sama internasional. Semua unsur terkait industri perikanan dan kelautan terlibat di dalamnya. Kami berharap potensi sektor kelautan dan perikanan Indonesia dapat menjadi arus utama pertumbuhan ekonomi nasional dalam mendukung keamanan pangan, kata Andha. Ajang Yeosu tepat sebagai sebuah sarana efektif dan efisien di dunia kelautan dan perikanan, mempercepat laju pertumbuhan pariwisata bahari. Keikutsertaan Indonesia dalam ajang ini bertujuan mengangkat isu-isu kelautan ke kancah internasional. Pemerintah juga berusaha memperkuat kapasitas Indonesia sebagai suatu bangsa dengan potensi sumberdaya alam, terutama sumberdaya kelautan. Event yang akan berlangsung selama tiga bulan, dimulai tanggal 12 Mei hingga 12 agustus mendatang mengusung tema Keindahan Indonesia : Memelihara Keragaman Tropis (wonderful Indonesia : Sustaining Tropical Diversity). Dalam kesempatan tersebut, Indonesia kembali menegaskan komitmennya terhadap kebijakan baru pembangunan ekonomi nasional, blue economy. Blue economy merupakan kebijakan yang berbeda dengan green economy yang lebih menekankan aspek lingkungan. Dalam blue economy, sumberdaya laut yang diolah akan dimanfaatkan secara optimal sebagai mainstream pembangunan ekonomi nasional. Dalam blue ekonomy, diperlukan inovasi, teknologi, dan pengetahuan sehingga sektor ini meningkatkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dalam blue economy terdapat tiga pilar yang harus berjalan secara terintegrasi, yaitu ekosistem, ekonomi dan sosial sambung Andha. Dalam upaya mempercepat pembangunan kelautan, salah satu caranya yakni dengan menarik para investor luar negeri agar mau menanamkan investasinya di sektor pariwisata bahari. Tak hanya itu, melalui partisipasi Indonesia pada pameran skala dunia ini akan memperkuat peran kebijakan politik kelautan Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menekankan pentingnya keikutsertaan Indonesia dalam mengangkat konservasi sumberdaya kelautan dan pengembangan teknologi kelautan. Dalam event akbar kali pertama di dunia ini, Pemerintah Indonesia akan mengemas event secara menarik dan unik. Untuk menyemarakkan anjungan tersebut, akan dilengkapi dengan teater D-MAX yang memiliki kapasitas 150 kursi. Teater tersebut menampilkan film tentang kekayaan biodiversitas laut Indonesia. Para pengunjung dapat menikmati pengalaman audio visual tentang Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan terbesar di dunia, pada lintasan perairan strategis di kawasan asia pasifik. Berbagai kegiatan di anjungan Indonesia akan disesuaikan dengan visi Expo 2012 Yeosu. Dalam kegiatan ini, Paviliun Indonesia hingga hari ini telah dikunjungi sebanyak 28 ribu orang semenjak dibuka tanggal 12 Mei 2012 atau rata-rata pengunjung adalah 3-4 ribu orang per hari. Pemerintah menargetkan sebanyak 300 ribu orang yang akan berkunjung ke paviliun selama berlangsungnya pameran ini. Pameran berskala international yang diperkirakan dapat menampung hingga delapan juta pengunjung ini, diikuti lebih dari 130 negara. Tujuan pameran, untuk mengajak manusia agar dapat membina hubungan yang harmonis dengan laut dan ekosistem secara keseluruhan. Pameran internasional itu sangat potensial bagi pasar produk Indonesia yang memang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara lain. Sehingga tepat bila dikatakan ajang ini sebagai jendela bagi Indonesia yang dikenal memiliki potensi sumber daya kelautan dan perikanan kaya dan beranekaragam, agar dapat mendongkrak pemasaran produk unggulan kelautan dan perikanan yang dihasilkan sektor kelautan dan perikanan. Ciri khas anjungan Indonesia adalah Ikan purba Coelacanth sebagai maskot. Coecalanth dikenal dengan sebutan ikan raja laut yang terdaftar dalam spesies dilindungi pada CITES Appendix 1. Ikan raja laut diduga punah sejak 80 tahun lalu yang ditemukan di dekat Pantai Malalayang, Manado, Sulawesi Utara. Maskot

tersebut dipilih dalam rangka memperkenalkan keindahan alam laut, kekayaan samudera beserta ragam budayanya dan peninggalan tradisinya. Pameran berskala internasional ini juga dapat sebagai akses terhadap informasi pasar, teknologi, dan modal. Indonesia mampu memenuhi permintaan pasar khususnya pasar global. Pemerintah Indonesia akan bekerja sama melalui badan-badan riset di Indonesia dengan para pakar internasional yang memungkinkan alih teknologi dan konsolidasi nasional. Hal bisa mengembangkan kapasitas dan kepakaran bidang kelautan di seluruh tanah air. Indonesia juga berharap usai pelaksanaan expo ini, kerjasama kelautan Indonesia dengan dunia internasional, khususnya dengan Korea Selatan meningkat. Expo Yeousu 2012 di Korea Selatan diharapkan akan melahirkan Yeousu Declaration bersama komunitas international sebagai bentuk penegasan terhadap kesepakatan bersama untuk pertumbuhan yang berkelanjutan. Indonesia memiliki posisi sebagai produsen hasil perikanan sekaligus juga konsumen produk perikanan dunia. Posisi Indonesia sebagai negara konsumen besar ini, dengan penduduk yang saat ini sekitar 240 juta orang, potensial bagi pemasaran produk dunia, termasuk produk perikanan. Jaminan mutu dan peningkatan nilai tambah produk menjadi salah satu kunci dalam memenangkan persaingan di era perdagangan global. Produk perikanan nasional harus memiliki kualitas yang baik dan seragam, juga produk harus tersedia secara teratur, berkesinambungan dan dapat disediakan secara massal. Indonesia memiliki wilayah pesisir yang paling rumit (kompleks) di dunia, mulai dari geologi, oseanografi, sampai kekayaan keanekaragaman hayati. Partisipasi Indonesia dalam ajang ini sangat potensial sebagai tempat bertukar informasi dan teknologi kelautan untuk masa depan yang lebih canggih dan ramah lingkungan. Sejalan dengan itu, Indonesia berkesempatan untuk menjual produk-produk andalan. Ajang ini dapat menjadi kesempatan emas,. Pameran ini juga dapat menjadi sebuah media strategis dalam membangun citra positif bagi Indonesia sekaligus turut mendukung kelestarian di bidang kelautan dan pesisir dunia. Pada expo 2012 Yeosu, Anjungan Indonesia di blok pasifik memamerkan berbagai sisi kebaharian serta perkembangan kelautan Indonesia. Selain kekayaan kelautan dan perikanan, Indonesia kaya akan 500 ragam suku bangsa yang berbicara dalam 730 bahasa, keunikan budaya ini menjadi daya tarik serta menjadi identitas Indonesia di kancah dunia. Expo 2012 Yeosu Korea mempunyai tiga visi yakni, Visi Konservasi Samudera, Visi Pertumbuhan Hijau dan Visi Kerja sama internasionl. Pameran diadakan pada dataran seluas 2.71 juta meter persegi (670 hektar) dari kota pelabuhan selatan di negeri ginseng. 100 pertunjukan akan ditampilkan setiap hari. Pameran Yeousu merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif dengan para calon pembeli internasional. Para peserta terlibat di pasar global melakukan kontak dagang dengan para potensial buyers. Pemerintah Korea sendiri menargetkan penghasilan dari Expo 2012 Yeousu Korea sebesar 12,2 triliun USD dan dari produksi nasional negara Korea sebesar 5,7 triliun USD. Sedangkan Maskot yang dipilih yaitu Yeony dan Sunny. Yeo artinya Indah dan Su artinya air. Maskot ini adalah bentuk hidup dari plankton sebagai sumber makanan utama di laut. Biru Yeony melambangkan air laut dalam dan merah Sunny melambangkan organisme yang hidup di laut. Indonesia Day di Yeosu Expo 2012, dijadikan sebagai momentum untuk kebangkitan kelautan Indonesia. Dalam acara ini, disamping hadir Inspektur Jenderal KKP, Andha Fauzie Miraza yang mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan, juga hadir Duta Besar Indonesia untuk Korea, Nicholas Tandi Damen; Commissioner Expo 2012 Yeosu, Lee Joon-hee; Gubernur Jeollanam-do, Joon-yung, serta perwakilan negara peserta Yeosu Expo 2012. (Liu) http://www.rakyatmerdekaonline.com/read/2012/02/20/55332/iklan/iklan/Flash_Corporate_BRI.swf FROM MOSCOW WITH LOVE (37) Membumikan Bahasa Langit Oleh M. Aji Surya Senin, 20 Februari 2012 , 07:03:00 WIB Dinginnya kota Moskow di pertengahan Pebruari 2012 ini tidak menghalangi perhelatan pertemuan tingkat pejabat senior APEC. Meski salju terus berderai dan angin kutub utara menumbangkan ratusan penduduk di dataran Eropa, the show must go on. Ratusan pejabat silih berganti membicarakan soal liberalisasi perdagangan dan aneka isu terkait seperti korupsi dan terorisme.

Tanpa banyak yang menyangka, Delegasi Indonesia (Delri) tiba-tiba membuat para hadirin kepanasan. Itu garagara Delegasi kita meminta sidang mengamini sebuah konsep yang disebut inisiatif "blue economy". Dan agar tidak menjadi konsep langit yang sulit dipahami, Ketua Delri mengungkapkan bahwa yang dimaksud "blue" disini adalah laut, bukan langit, sehingga blue economy pastilah aneka aspek ekonomi yang terkait dengan laut. Kabarnya, terminologi dimaksud telah dibesut sedemikian rupa oleh tim APEC Indonesia sehingga memiliki makna yang lebih komprehensif. Diungkapkan, adalah kewajiban setiap negara untuk melakukan tindakan kongkrit terhadap manajemen kelautan serta sumber-sumbernya, khususnya yang menyangkut dengan keamanan pangan (food security), perubahan iklim (climate change), pemberantasan pencurian ikan, kerjasama bidang riset dan pengembangan, serta peningkatan kesadaran atas isu-isu kelautan. Untuk itu Indonesia mengusulkan tiga inisiatif di APEC, yakni penurunkan tingkat pengambilan ikan yang tidak menjamin kesinambungan, penanganan perubahan iklim dan coral reef, serta meningkatkan koneksitas antarkawasan, ujar Dirjen Aspasaf. Meskipun banyak negara sudah memberikan acungan jempol pada usulan Indonesia tersebut, namun mereka tetap meminta agar konsep ini diperjelas dan diperinci sehingga tidak menimbulkan salah pengertian. Agar tidak tumpang tindih dengan pembahasan serupa di fora internasional lainnya. Masalahnya, apakah konsep tersebut mampu dipahami oleh masyarakat Indonesia pada umumnya? Bukankah tim Apec yang dikirim ke Rusia tersebut pada dasarnya mewakili kepentingan penduduk Indonesia juga. Bisa jadi, meskipun sudah lumayan dirinci, tetapi bagi kebanyakan khalayak ramai, konsep tersebut masih bersifat langitan. Mengawang-awang dan jauh dari jangkauan. Mereka para petani dan nelayan misalnya, tidak sampai pada pemahaman bahwa delegasi Indonesia tersebut sebenarnya tengah berjuang untuk memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia secara umum. Maklumlah, perdebatan di fora internasional memang selalu bersifat langitan. Para peserta sidang, karena ketajaman pisau diplomasinya, biasanya sudah bisa mengemdus dan menafsirkan konsep tersebut secara membumi. Mampu membaca di balik ucapan. Reading behind the lines, atau kata orang Jawa tanggap ing sasmito alias tahu arah dan tujuannya. Sehingga untuk mendukung atau menolak, mereka tinggal mengukur apakah konsep dimaksud memberikan manfaat bagi negeri yang diwakili. Tetapi akar rumput di Indonesia yang terdiri antara lain dari abang becak dan pemulung, pastilah berhak juga mendapatkan pembumian konsep tersebut bagi kepentingan mereka. Tentulah ini sangat terkait dengan cara, pemilihan bahasa dan diksi yang tepat sehingga terjadi sebuah pemahaman yang sama dan melahirkan sebuah dukungan publik. Menciptakan sebuah ownership. Bila dijelaskan dalam kerangka nasional Indonesia, ekonomi biru pastilah sangat terkait dengan sebuah kenyataan bahwa sebagian besar wilayah negeri kita ini terdiri dari laut dan pulau-pulau yang jumlahnya beribu-ribu. Repotnya, mengamankan sumber daya alam laut yang demikian besar tidak semudah mengamankan RT dan RW. Meski "ronda" terus dilakukan secara intensif, namun maling masih terlalu bebas untuk menggasak harta kita. Maklumlah, jumlah armada patroli lautan Indonesia masih belum seimbang dengan luas lautan. Itulah sebabnya, jutaaan ton ikan misalnya, tiap tahun dicolong oleh kapal-kapal canggih asing dan begitu merapat ke daratan maka tangkapan mereka sudah dalam produk kaleng. Bukan hanya itu, aneka karang laut milik kita yang terkenal begitu indah dan esksotik juga digondol sehingga ikan-ikan kehilangan rumahnya dan hijrah ke daerah lain. Pesona wisata kita mengalami kerugian yang tanpa batas. Berbicara tentang lautan, juga pasti akan terkait dengan istilah perubahan iklim atau climate change. Maklumlah, lautan yang luas ditengarai merupakan berkah karena mampu meminimalisir membengkaknya perubahan iklim. Tentulah Indonesia ingin agar alamnya yang sedemikian rupa itu diakui dunia sebagai penyumbang kelestarian alam dan lingkungan. Indonesia tidak mau dicap sebagai penyumbang perubahan iklim yang ditengarai menimbulkan masalah kehidupan manusia jangka panjang. Oleh karenanya, pembicaraan soal laut dalam fora internasional merupakan sesuatu yang bersifat wajib ain bagi bangsa Indonesia. Kemampuan kita untuk menjaga dan memanfaatkan kekayaan laut sama sekali belum optimal sehingga harus dicari aneka mekanisme intenasional yang memungkinkan kekayaan kita itu tidak hilang, berkurang dan digasak oknum dari negara lain. Melalui kerjasama internasional yang disepakati maka aneka kelemahan kita dalam mengamankan dan memanfaatkan lautan akan jauh lebih ringan dan mudah disiasati. Perdagangan terkait soal kelautan akan

lebih tertata, negeri lain tidak seenak wudelnya menggaruk kekayaan kita, akan ada kerjasama dalam kerangka transfer teknologi, dan lain sebagainya. Dengan bahasa yang lebih mudah lagi, usulan blue economy itu sama dengan usulan "gotong royong" seorang petani desa yang sawahnya berhektar-hektar namun tidak mampu menjaga hasil proses pertaniannya. Si petani yang cerdik tersebut mengajak anggota asosiasi pemilik sawah untuk melakukan kerjasama dalam pengamanan lingkungan, pemberantasan hama sawah, pengairan, pemanenan hingga distribusi hasil. Dampaknya sungguh akan elok, sebab petani tersebut tidak perlu susah-susah untuk membentuk sekelompok centeng pengaman lahan padi, tikus sawah tetangga tidak akan masuk lahannya, pengairan jadi lancar serta semua proses produksi pertanian menjadi semakin efisien dan murah. Keuntungan menjadi lebih besar. Bahasa yang membumi sangat dibutuhkan oleh rakyat karena merekalah pemilik kedaulatan. Seorang petani dan nelayan yang buta huruf pada galibnya adalah juga memiliki hak mendapatkan informasi tentang sepak terjang Indonesia di fora internasional yang seringkali mengusung bahasa langitan. Kunci bahasa tersebut cuma satu: menyampakan pesan sesuai pengetahuan lawan bicara. Tentang pentingnya Indonesia dalam organisasi ASEAN misalnya, seorang Dirjen ASEAN pernah dengan piawai menerangkannya dengan bahasa "tawuran". Maklumlah, saat pertanyaan itu mengemuka, beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jakarta lagi marak perkelahian masal yang merugikan semua pihak. Pengambilan perumpamaan ini sangat tepat karena memang sedang menjadi hot issue sehingga akan mudah diterima oleh publik secara umum. Sang Dirjen pertama-tama bertanya seberapa besar kerugian yang ditimbulkan akibat tawuran di sebuah daerah. Dengan mudah audience memberikan penjelasan sesuai dengan pengetahuan dan kepetingannya. Yang jelas, tawuran akan membuat usaha dan dagang tidak lancar. Murid dan gurunya tidak benani hadir di sekolahan. Pengguna jalan harus bermacetria serta mengalihkan pejalanannya ke jalan memutar yang labih jauh. Terdapat rasa ketakutan dan seabreg alasan lainnya. Nah, lingkungan yang tawuran tersebut bisa terjadi tidak hanya dalam lingkungan RT, RW atau kecamatan. Sekelompok negara yang berdiam dalam suatu wilayah juga memiliki potensi tawuran atau dengan kata lainnya perang. Hal itu karena pertetanggaan beberapa negara juga tidak pernah absen dari masalah. Lalu siapakah yang menginginkan adanya tawuran diantara negara di ASEAN? Pastilah tidak ada yang berharap. Untuk memanage aneka perbedaan kepentingan tersebut, diperlukan sebuah organisasi yang namanya ASEAN. Memang sih, kalau keadaan adem ayem tidak banyak merasakan manfaatnya, apalagi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas regional terjaga. Persis seperti seorang baru memahami lagi arti kesehatan manakala badannya demam. Adapun makan malam keluarga bisa diibaratkan dengan pertemuan ASEAN yang begitu banyak. Makan malam keluarga sangat diperlukan karena itulah waktu paling baik untuk saling terbuka mengkritik serta memberikan penghargaan. Waktunya untuk menjewer dan menyampaikan hadiah. Waktu yang tepat untuk marah dan berbagi senyum ketulusan. Sebagaimana sebuah keluarga, bagi mereka yang masih bandel tidak akan ditendang keluar, tetapi kembali dinasehati saat makan malam berikutnya. Dengan adanya ASEAN, masyarakatnya kini menjadi relatif rukun. Tidak ada pertikaian yang setingkat tawuran. Ekonominya terus mengalami perbaikan dan beberapa diantaranya mencapai yang tertinggi di dunia. Bahkan, masyarakatnya mulai saling berkunjung tanpa harus mengurus visa. Mereka menjadi bersaudara. Sebuah keadaan yang kondusif dan mendatangkan banyak manfaat. Sayapun jadi teringat, seorang guru pernah menuturkan bahwa pembicara yang baik adalah mereka yang mampu menyampaikan materi pembicaraan dengan bahasa yang pas bagi para pendengarnya. Mampu menyampaikan konsep langit di forum langitan, dan membumikan konsep tersebut kepada masyarakat umum. (Penulis adalah WNI yang tinggal di Rusia, ajimoscovic@gmail.com) http://theindustrialpost.com/?p=10360 Indonesia Perlu Investor Bidang Energi By admin June 4, 2012 Menteri Energi Sumber Daya dan Mineral Jero Wacik mengajak investor asing, khususnya di bidang energi untuk melakukan investasi di Indonesia.

Di Indonesia masih masih cukup sumber daya energi yang belum tergarap dan dikelola dengan baik. Untuk itu kami mengajak investor di bidang energi berinvestasi, kata Jero Wacik. Pada acara pembukaan Coaltrans Asia Ke-18 itu, ia mengatakan, tak hanya sektor batu bara tetapi investor sumber energi lainnya untuk melakukan investasi di Indonesia. Karena banyak sekali sumber daya energi di Indonesia yang membutuhkan banyak investasi. Ia mengatakan, para investor yang menanamkan modalnya di Indonesia harus mematuhi konstitusi dan mentaati empat pilar pembangunan yang ada di Indonesia. Menurut dia, konstitusi yang dimaksud adalah Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Amanat UUD 1945 ini bukan berarti asing tidak boleh berinvestasi di Indonesia. Investor asing tetap diajak kerja sama dan berbuat bagi kemakmuran rakyat. Jadi kalau ada kebijakan yang tidak menuju kemakmuran rakyat maka investor pantas disalahkan, ujarnya. Selain amanat konstitusi, kata dia, investasi juga perlu memperhatikan empat pilar pembangunan di Indonesia. Ke empat pilar tersebut adalah pro pertumbuhan, pro pekerjaan, pro kemiskinan dan pro pertumbuhan lingkungan. Setiap investasi apa pun perlu memperhatikan empat pilar pembangunan tersebut. Bila ada investasi yang keluar dari empat pilar tersebut maka sudah harus dievaluasi atau dikaji lagi, ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai