Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1.
a.
Fisiologi Kala IV Persalinan kala IV dimulai sejak plasenta lahir sampai dengan 2 jam sesudahnya, adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus sampai uterus kembali dalam bentuk normal. Hal ini dapat dilakukan dengan rangsangan taktil (masase) untuk merangsang uterus berkontraksi baik dan kuat. Perlu juga dipastikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada yang tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar-benar dijamin tidak terjadi perdarahan lanjut (Sumarah, 2008).
b.
Evaluasi uterus: konsistensi, atonia Perlu diperhatikan bahwa kontraksi uterus mutlak diperlukan untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian uterus kebentuk normal. Kontraksi uterus yang tak kuat dan terus menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri yang dapat mengganggu keselamatan ibu. Untuk itu evaluasi terhadap uterus pasca pengeluaran plasenta sangat penting untuk diperhatikan. Untuk membantu uterus berkontraksi dapat dilakukan dengan masase agar tidak menjadi lembek dan mampu berkontraksi dengan kuat. Kalau dengan usaha ini uterus tidak mau berkontraksi dengan baik dapat diberikan oksitosin dan harus diawasi sekurang-kurangnya selama satu jam sambil mengamati terjadinya perdarahan post partum.
c.
Pemeriksaan serviks, vagina dan perineum Hal ini berguna untuk mengetahui terjadinya laserasi (adanya robekan) yang dapat diketahui dari adanya perdarahan pasca persalinan, plasenta yang lahir lengkap serta adanya kontraksi uterus. Segera setelah kelahiran bayi, servik dan vagina harus diperiksa secara menyeluruh untuk mencari ada tidaknya laserasi dan dilakukan perbaikan lewat pembedahan kalau diperlukan. Servik, vagina dan perineum dapat diperiksa lebih mudah sebelum pelepasan plasenta karena tidak ada perdarahan rahim yang mengaburkan pandangan ketika itu. Pelepasan plasenta biasanya dalam waktu 5 sampai 10 menit pada akhir kala II. Memijat fundus seperti memeras untuk mempercepat pelepasan plasenta tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan kemungkinan masuknya sel janin ke dalam sirkulasi ibu. Setelah kelahiran plasenta perhatian harus ditujukan pada setiap perdarahan rahim yang dapat berasal dari tempat implantasi plasenta. Kontraksi uterus yang mengurangi perdarahan ini dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin. Dua puluh unit oksitosin rutin ditambahkan pada infus intravena setelah bayi dilahirkan. Plasenta harus diperiksa untuk memastikan kelengkapannya. Kalau pasien menghadapi perdarahan masa nifas (misalnya karena anemia, pemanjangan masa augmentasi, oksitosin
pada persalinan, kehamilankembar atau hidramnion) dapat diperlukan pembuangan plasenta secara manual, eksplorasi uterus secara manual atau kedua-duanya.
d. 1.
Pemantauan dan evaluasi lanjut Tanda Vital Pemantauan tanda-tanda vital pada persalinan kala IV antara lain: Kontraksi uterus harus baik Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genitalia lainnya. Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap. Kandung kencing harus kosong. Luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik dan tidak terjadi hematoma. Bayi dalam keadaan baik. Ibu dalam keadaan baik. Pemantauan tekanan darah pada ibu pasca persalinan digunakan untuk memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok akibat banyak mengeluarkan darah. Adapun gejala syok yang diperhatikan antara lain: nadi cepat, lemah (110 kali/menit atau lebih), tekanan rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg, pucat, berkeringat atau dingin, kulit lembab,nafas cepat (lebih dari 30 kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau tidak sadar serta produksi urin sedikit sehingga produksi urin menjadi pekat, dan suhu yang tinggi perlu diwaspadai juga kemungkinan terjadinya infeksi dan perlu penanganan lebih lanjut.
a. b. c. d. e. f. g.
2.
Kontraksi uterus
Pemantauan adanya kontraksi uterus sangatlah penting dalam asuhan kala IV persalinandan perlu evaluasi lanjut setelah plasenta lahir yang berguna untuk memantau terjadinya perdarahan. Kalau kontraksi uterus baik dan kuat kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil. Pasca melahirkan perlu dilakukan pengamatan secara seksama mengenai ada tidaknya kontraksi uterus yang diketahui dengan meraba bagian perut ibu serta perlu diamati apakah tinggi fundus uterus telah turun dari pusat, karena saat kelahiran tinggi fundus uterus telah berada 1-2 jari dibawah pusat dan terletak agak sebelah kanan sampai akhirnya hilang dihari ke-10 kelahiran. 3. Lochea Melalui proses katabolisme jaringan, berat uterus dengan cepat menurun dari sekitar 1000gr pada saat kelahiran menjadi sekitar 50gr pada saat 30 minggu masa nifas. Serviks juga kahilangan elastisitasnya dan menjadi kaku seperti sebelum kehamilan. Selama beberapa hari pertama setelah kelahiran sekret rahim (lochea) tampak merah (lochea rubra) karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lochea menjadi lebih pucat (lochea serosa) dan di hari ke-10 lochea tampak putih atau putih kekuningan (lochea alba). Lochea yang berbau busuk diduga adanya suatu di endometriosis. 4. Kandung Kemih Pada saat setelah plasenta keluar kandung kencing harus diusahakan kosong agar uterus dapat berkontraksi dengan kuat yang berguna untuk menghambat terjadinya perdarahan lanjut yang berakibat
fatal bagi ibu. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan ibu dianjurkan untuk selalu mengosongkannya jika diperlukan, dan ingatkan kemungkinan keinginan berkemih berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih,bantu dengan menyiramkan air bersih dan hangat pada perineumnya atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih scara spontan. Kalau upaya tersebut tidak berhasil dan ibu tidak dapat berkemih secara spontan maka perlu dan dapat dipalpasi maka perlu dilakukan kateterisasi secara aseptik dengan memasukkan kateter Nelaton DTT atau steril untuk mengosongkan kandung kemih ibu, setelah kosong segera lakukan masase pada fundus untuk menmbantu uterus berkontraksi dengan baik. 5. Perineum Terjadinya laserasi atau robekan perineum dan vagina dapat diklarifikasikan berdasarkan luas robekan. Robekan perineum hampir terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan cara menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin akan lahir jangan ditekan terlalu kuat dan lama. Apabila hanya kulit perineum dan mulosa vagina yang robek dinamakan robekan perineum tingkat satu pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot diafragma urogenetalis pada garis menghubungkan otot-otot diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka. Sedang pada tingkat tiga atau robekan total muskulus sfringter ani ekstrium ikut terputus dan kadang-kadang dinding depan rektum ikut robek pula. Jarang sekali terjadi robekan yang mulai pada dinding belakang vagina diatas introitus vagina dan anak dilahirkan melalui robekan itu, sedangkan perineum sebelah depan tetap utuh (robekan perineum sentral). Pada persalinan sulit disamping robekan perineum yang dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan dan keregangan muskulus puborektalis kanan dan kiri serta hubungannya di garis tengah. Robekan perineum yang melebihi robekan tingkat satu harus dijahit, hal ini dapat dilakukan sebelum plasenta lahir tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara manual lebih baik tindakan itu ditunda sampai plasenta lahir. Perlu diperhatikan bahwa setelah melahirkan kandung kemih ibu harus dalam keadaan kosong, hal ini untuk membantu uterus agar berkontraksi dengan kuat dan normal dan kalau perlu untuk mengosongkan kandung kemih perlu dilakukan dengan kateterisasi aseptik. e. Perkiraan darah yang hilang Perkiraan darah yang hilang sangat penting untuk keselamatan ibu, namun untuk menentukan banyaknya darah yang hilang sangatlah sulit karena sering kali bercampur cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap kain, handuk atau sarung. Sulitnya menilai kehilangan darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung, karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Mengumpulkan darah dengan wadah atau pispot yang diletakkan dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya. Cara yang baik untuk memperkirakan kehilangan darah adalah dengan menyiapkan botol 500 ml yang digunakan untuk menampung darah dan dinilai berapa botol darah yang telah digunakan untuk menampung darah, kalau setengah berarti 250 ml dan kalau 2 botol sama dengan 1 liter. Dan ini merupakan salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Kalau menyebabkan lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan lebih dari 500ml. Kalau ibu
mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kahilangan darah 50% dari total darah ibu (2000-2500 ml). Perdarahan pascapersalinan sangat penting untuk diperhatikan karena sangat berhubungan erat dengan kondisi kesehatan ibu. Akibat banyaknya darah yang hilang dapat menyebabkan kematian ibu. Perdarahan terjadi karena kontraksi uterusyang tidak kuat dan baik, sehingga tidak mampu menjepit pembuluh darah yang ada disekitarnya akibatnya perdarahan tak dapat berhenti. Perdarahan juga dapat disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan vagina dan untuk menghentikan perdarahannya maka harus dilakukan penjahitan.
Sumber: : http://jurnalbidandiah.blogspot.com/2012/07/asuhan-kebidanan-pada-kala-iv.html#ixzz2JL3V1WaH
v Perdarahan dalam kala IV Jika ada perdarahan dalam kala IV dan kontraksi rahim kurang baik, segera suntikkan 0,2 mg ergonovin atau metil ergovin intrakuskular, uterus ditekan untuk mengeluarkan gumpalan darah dan dilakukan masase. Seandainya perdarahan belum berhenti juga ditambah dengan suntikan metil ergovin lagi, tetapi sekarang intravena dan dipasang oksitosin drip 10 unit dalam 500 cc glukosa, selama tindakan ini masase diteruskan. Jika masih ada perdarahan, dilaksanakan kompresi bimanual secara hamilton, yaitu satu tangan masuk ke dalam vagina dan tangan ini dijadikan tinju dengan rotasi merangsang dinding depan rahim, sedangkan tangan luar menekan dinding perut diatas fundus hingga dapat merangsang dinding belakang rahim. Syok Syok merupakan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera dan intensif. Penyebab syok pada kasus gawat darurat obstetri biasanya adalah perdarahan (syok hipovelemik), sepsis (syok septik), Gagal jantung (syok kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenik), alergi (syok anafilatelik). Curigai atau antisipasi syok jika terdapat satu atau lebih kondisi berikut ini : Perdarahan pada awal kehamilan Perdarahan pada akhir kehamilan Perdarahan setelah melahirkan Infeksi Trauma Tanda dan Gejala Diagnosis syok jika terdapat atau gejala berikut : - Nadi cepat dan lemah (110 kali permenit atau lebih) - Tekanan darah yang rendah (sostolit kurang dari 90 mm Hg). Tanda dan gejala lain dari syok meliputi : - Pucat (khususnya pada kelopak mata bagian dalam) - Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lambat - Pernafasan yang cepat (30 kali per menit atau lebih) - Gelisah, bingung atau hilangnya kesadaran - Urin yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam) Penanganan Prinsip dasar penanganan syok Tujuan utama pengobatan syok ialah melakukan penanganan awal dan khusus untuk - menstabilkan kondisi pasien - memperbaiki volume cairan sirkulasi darah - mengefisiensikan sistem sirkulasi darah Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok
3 0
Advertisement
Sesaat setelah bayi anda baru terlahir ke dunia, apa yang pertama yang harus dilakukan baik oleh pembantu persalinan maupun si ibu itu sendiri? ya melakukan Inisiasi Dini. Apa gerangan yang dimaksud dengan inisiasi dini? merupakan suatu prosedur langkah awal yang harus dilakukan antar ibu dan bayi. Inisiasi dini dilakukan dengan cara membiarkan kulit ibu melekat pada kulit bayi (skin to skin) segera setelah persalinan. Kontak kulit ini dibiarkan setidaknya selama satu jam atau sampai menyusui awal sekali. Terdapat lima tahapan perilaku bayi sebelum menyusu. Pertama, dalam 30 menit pertama bayi akan istirahat siaga, sekali-kali melihat ibunya, menyesuaikan dengan lingkungan. Kedua, pada menit ke 3040, bayi akan mengeluarkan suara, melakukan gerakan mengisap dan memasukan tangan ke mulut. Ketiga, bayi akan mengeluarkan air liur. Keempat, kaki bayi akan menekan-nekan perut ibu untuk bergerak kearah payudara, dan kelima, bayi akan menjilat-jilat kulit ibu, menyentuh puting susu dengan tangannya, menghentak kepala kedada ibu, menoleh kekanan dan kekiri, menemukan puting susu, dan menjilat, mengulum, membuka mulut lebar-lebar, dan melekat dengan baik. Ya, sebuah kebesaran Tuhan dimana bayi baru lahir sebetulnya sudah bisa mencari jalan sendiri untuk menemukan kehidupannya dimulai dengan mencari puting susu ibunya. Biarkan ibu dan bayi berinteraksi dalam menit-menit pertama setelah bayi lahir. Ibu mendekap bayinya agar hangat, mengelus punggungnya dan menyajaknya bicara. Saat itu bayi tidak dipaksakan menyusu. Jangan cepat-cepat meletekan mulut bayi pada payudara ibu. Pada usia beberapa menit, bayi dapat merangkak kearah payudara ibu dan mencari-cari sendiri puting payudara ibu. Beberapa saat kemudian bayi akan mengangkat kepalanya, menoleh kekiri dan kekanan, kemudian dalam waktu kurang dari 25 menit bayi akan berusaha mencari puting susu ibunya
Inisiasi menyusui dini dapat membantu merangsang produksi ASI, sehingga meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Bayi yang lahir normal namun dipisahkan dari ibunya, ternyata 50% diantaranya tidak bisa menyusu sendiri. Bayi yang lahir dengan obat-obatan dan tidak dipisahkan dari ibu, tidak semua dapat menyusu, namun bayi yang lahir dengan obat-obatan atau tindakan dan dipisahkan dari ibunya, ternyata 100% tidak dapat menyusu sendiri.
Sumber : Bayi Baru Lahir - Inisiasi Dini Bayi Baru Lahir http://bidanku.com/index.php?/inisiasi-dini-sesaat-bayibaru-lahir#ixzz2JL3qGMa6 Follow us: @bidanku on Twitter | bidanku on Facebook
TEMPO.CO, Jakarta - Inisiasi menyusu dini bukan dengan menjejalkan puting susu ibu ke mulut bayi. Lebih baik jika bayi dibiarkan menjilati kulit ibu, lalu menemukan sendiri puting susu ibunya. Bayi itu bergerak aktif di perut ibunya. Tak ada sehelai kain pun yang memisahkan antara kulit bayi dan kulit ibu. Si bayi yang baru saja lahir itu terlihat menciumi aroma ibunya, lalu membuka mulut. Lidahnya menjilati kulit sang ibu. Sekitar 40 menit kemudian, mulutnya bergerak ke bagian dada untuk mencari puting si ibu. Hap, akhirnya puting susu ibu ketemu, dan si bayi tampak lahap mengisap air susu ibunya. Dalam dekapan dada ibu, kontak kulit ini berlangsung hingga satu jam. Inilah contoh bayi yang mendapatkan inisiasi menyusu dini secara benar, kata Utami Roesli, dokter spesialis anak, saat menjelaskan cuplikan video tentang inisiasi menyusu dini di Kementerian Kesehatan, Jumat lalu. Video itu dipresentasikan Utami dalam temu media memperingati Pekan ASI Sedunia, 1-7 Agustus. Di cuplikan video lain, seorang bayi juga tampak berada di dada ibunya. Tapi, bukannya bergerak
aktif, bayi tersebut justru tertidur. Sang ibu yang berharap puting susunya dihisap si bayi hanya diam terpaku. Menurut Utami, inisiasi menyusu dini pada bayi kedua ini terlambat. Setelah tiga jam, baru mau dilakukan inisiasi menyusu dini. Ini terlambat. Bayinya juga sudah lelah, katanya. Semestinya, Utami menegaskan, inisiasi dilakukan segera setelah bayi lahir. Begitu tali plasenta dipotong dan bayi dilap untuk dibersihkan, segera dia diletakkan tengkurap di dada atau di perut ibu sehingga kulit bayi menempel pada kulit ibu. Selanjutnya, itu tadi, biarkan bayi menemukan sendiri puting susu ibu dan mengisap air susunya. Menurut Utami, inti inisiasi menyusui dini bukanlah memberikan air susu ibu dengan segera. Karena itu, keliru jika memaknai inisiasi menyusu dini dengan menjejalkan puting susu pada bayi. Inti dari inisiasi adalah adanya kontak kulit dini (early skin-to-skin contact) minimal satu jam antara bayi dan ibu. Dalam satu jam pertama daya refleks bayi menghisap puting susu dibangun dengan optimal. Karena itu, tenaga kesehatan, baik dokter maupun bidan, seharusnya tidak memisahkan bayi dan ibu pada satu jam pertama dengan berbagai kegiatan, seperti memandikan, menimbang berat, maupun mengukur panjang bayi. Ada sejuta manfaat dari inisiasi menyusu dini. Saat bayi menjilati kulit ibunya, bakteri baik yang terdapat di kulit ibu akan masuk ke dalam usus yang sangat bermanfaat bagi pencernaan si bayi. Sedangkan persentuhan kulit ibu dengan bayi akan memberikan kehangatan bagi bayi. Alhasil, hubungan emosional antara ibu dan bayi akan lebih erat terjalin. Saat bayi menciumi aroma tubuh sang ibu, sebenarnya dia sedang mengenali dan merekam bau tubuh ibu buat selamanya. Utami mengaku pernah ada seorang ibu yang bercerita kepadanya. Begitu anak ditaruh di dada, si anak mendongak ke ibu. Matanya menatap sang ibu. "Saya pandangi dia seolah-olah tidak ada orang lain selain saya dan anak saya," kata Utami, menirukan ungkapan si ibu, "Begitu indahnya inisiasi menyusu dini." Keuntungan lain pemberian inisiasi menyusu dini adalah masa menyusui anak lebih panjang. Menurut Utami, pada bayi yang diberi inisiasi (kontak kulit minimal satu jam), sebanyak 59 persen bayi akan tetap menyusu hingga usia enam bulan. Namun, jika tidak dilakukan inisiasi, hanya 18 persen bayi yang masih menyusui pada usia tersebut. Data lain, saat umur satu tahun, bayi yang diberi inisiasi ada sebanyak 38 persen yang masih menyusu, sedangkan yang tidak diberi inisiasi tinggal delapan persen saja. Utami meminta setiap orangtua memberikan inisiasi menyusu dini pada bayinya. Tidak perlu malu atau takut untuk bilang ke dokter atau bidan untuk melakukan hal itu. Sebab, selain banyak bermanfaat, inisiasi ini merupakan hak yang dijamin dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang ASI Eksklusif.
Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Slamet Riyadi Yuwono mengatakan peraturan pemerintah tersebut merupakan penjabaran dari Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 129 undang-undang ini disebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab menetapkan kebijakan dalam rangka menjamin hak bayi untuk mendapatkan air susu ibu secara eksklusif, kata Slamet.
The Apgar score was devised in 1952 by the eponymous Dr. Virginia Apgar as a simple and repeatable method to quickly and summarily assess the health of newborn children immediately after birth.[1][2] Apgar was an anesthesiologist who developed the score in order to ascertain the effects ofobstetric anesthesia on babies. The Apgar score is determined by evaluating the newborn baby on five simple criteria on a scale from zero to two, then summing up the five values thus obtained. The resulting Apgar score ranges from zero to 10. The five criteria are summarized using words chosen to form a backronym (Appearance,Pulse, Grimace, Activity, Respiration).
Contents
[hide]
[edit]Criteria
Pulse rate
Absent
<100
100
Pulse
Reflex irritability
no response to stimulation
Grimace
Muscle tone
none
some flexion
Activity
Breathing
absent
Respiration
[edit]Interpretation
of scores
The test is generally done at one and five minutes after birth, and may be repeated later if the score is and remains low. Scores 7 and above are generally normal, 4 to 6 fairly low, and 3 and below are generally regarded as critically low. A low score on the one-minute test may show that the neonate requires medical attention[3] but is not necessarily an indication that there will be long-term problems, particularly if there is an improvement by the stage of the five-minute test. If the Apgar score remains below 3 at later times such as 10, 15, or 30 minutes, there is a risk that the child will suffer longer-term neurologicaldamage. There is also a small but significant increase of the risk of cerebral palsy. However, the purpose of the Apgar test is to determine
quickly whether a newborn needs immediate medical care; it was not designed to make long-term predictions on a child's health.[1] A score of 10 is uncommon due to the prevalence of transient cyanosis, and is not substantially different from a score of 9. Transient cyanosis is common, particularly in babies born at high altitude. A study comparing babies born in Peru near sea level with babies born at very high altitude (4340 m) found a significant difference in the first but not the second Apgar score. Oxygen saturation (see Pulse oximetry) also was lower at high altitude.[4] [edit]Backronym Some ten years after the initial publication, a backronym for APGAR was coined in the US as a mnemonic learning aid:Appearance (skin color), Pulse (heart rate), Grimace (reflex irritability), Activity (muscle tone), and Respiration. In German, the words Atmung, Puls, Grundtonus, Aussehen, Reflexe were used; in Spanish, Apariencia, Pulso, Gesticulacin, Actividad,Respiracin; and, in French, Apparence, Pouls, Grimace, Activit, Respiration. Another case where Dr. Apgar's name is eponymous for a backronym is American Pediatric Gross Assessment Record. Another mnemonic devised for the test is to use the phrase How Ready Is This Child, which summarizes the test criteria as Heart rate, Respiratory effort, Irritability, Tone, and Color. [edit]See
also
Glasgow Coma Scale Pediatric Glasgow Coma Scale Ballard Maturational Assessment Bishop score
[edit]References
1. 2. 3.
^ a b Apgar, Virginia (1953). "A proposal for a new method of evaluation of the newborn
infant". Curr. Res. Anesth. Analg. 32 (4): 260267. PMID 13083014. ^ Finster M; Wood M. (April 2005). "The Apgar score has survived the test of
time". Anesthesiology 102 (4): 855857. doi:10.1097/00000542-200504000-00022. PMID 15791116. ^ Casey BM; McIntire DD, Leveno KJ (February 15, 2001). "The continuing value of the Apgar
score for the assessment of newborn infants". N Engl J Med. 344 (7): 467 471.doi:10.1056/NEJM200102153440701. PMID 11172187.
4.
^ Gonzales GF, Salirrosas A (2005). "Arterial oxygen saturation in healthy newborns delivered at
term in Cerro de Pasco (4340 m) and Lima (150 m)". Reproductive Biology and Endocrinology : RB&E 3: 46. doi:10.1186/1477-7827-3-46. PMC 1215518. PMID 16156890.
[hide]
Admission
PE (incl. intimate)
Vital signsT HR BP RR
Other: Jugular venous pressure Abdominojugular test Carotid bruit Peripheral vascular (Ankle br
DigestiveLiver span Rectal Murphy's sign Bowel sounds Abdominal UrinaryMurphy's punch sign
Extremities/JointBack (Straight leg raise) Knee (McMurray test) Hip Wrist (Tinel sign, Phalen maneuver) Should
L/ILabs (Electrolytes, ABG, LFT) Medical imaging (EKG, CXR, CT, MRI)
Progress
SOAP note
Medical privacy