Bio Etika
Bio Etika
0027
Analisa:
Untuk mencapai ke suatu keputusan etik diperlukan 4 Kaidah Dasar Bioetika dan beberapa aturan lain di bawahnya. Keempat Kaidah Dasar Bioetik itu adalah Otonomi, Beneficence, Non Maleficence, dan Justice. Dalam kasus ini dibahas salah satu Kaidah Dasar Bioetik yaitu, Otonomi. Otonomi adalah prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian melahirkan doktrin inform consent. Melalui kasus ini akan ditunjukkan beberapa pelanggaran dari prinsip Otonomi. Pelanggaran-pelanggaran tersebut melawan beberapa kriteria dalam prinsip Otonomi, yaitu: 1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien Dalam kasus ini dokter tidak menghargai hak pasien untuk menentukan nasib sendiri. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban dokter yang berkata, Kalau Ibu tidak percaya saya, Ibu boleh pindah ke dokter lain kok. Sudahlah amputasi akan dilaksanakan besok jam 10 pagi. Hal ini menunjukkan bahwa dokter memaksa wanita tersebut untuk amputasi dan tidak mau mendengar alasan apapun darinya. 2. elektif) Dalam kasus ini dokter berulang kali mengintervensi pasien untuk melakukan amputasi. Meskipun pasien tidak mau melakukannya dengan alasan mmikirkan anak-anaknya tetapi dokter tidak mau tahu dan tetap menyuruh pasien untuk melakukan amputasi. 3. Menghargai rasionalitas pasien Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi
Dokter tidak menghargai raasionalitas pasien. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban dokter ketika pasien menanyakan lebih lanjut tentang penyakitnya serta kemungkinan lain untuk mengobatinya. Saat itu dokter menjawab, Sudahlah Ibu jangan banyak Tanya. Saya jauh lebih berpengalaman daripada Ibu. Mendingan
Daniel Hadinata Susanto 2007.04.0.0027 Ibu percaya saja sama saya. Jawaban ini jelas tidak menghargai pendapat pasien. Dokter malah memposisikan dirinya sebagai orang yang paling pintar dan berpengalaman. 4. Melaksanakan informed consent
Pada kasus ini dokter telah melakukan informed consent meskipun tidak berupa kontrak / perjanjian tertulis. Informed consent pada kasus ini ditunjukkan melalui penjelasan sekadarnya tentang resiko dan keuntungan menjalani amputasi. Tetapi yang sangat disayangkan adalah jawaban dokter pada saat si wanita menanyakan lebih lanjut tentang penyakitnya. Dokter tidak mau memberikan penjelasan lebih lanjut tentang penyakit yang diderita pasien. Kesalahan dokter adalah dia tidak mau memberikan keterangan lebih lengkap mengenai resiko dan keuntungankeuntungan setelah pasien menjalani amputasi. Sehingga ini dapat menimbulkan kesalahpahaman. 5. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
Dalam kasus ini pasien lebih banyak mengambil keputusan secara terpaksa karena desakan dan intervensi dari dokter. Bukan atas kehendaknya sendiri. 6. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien
Dalam kasus ini dokter berulang kali mengintervensi pasien untuk melakukan amputasi. Meskipun pasien tidak mau melakukannya dengan alasan mmikirkan anak-anaknya tetapi dokter tidak mau tahu dan tetap menyuruh pasien untuk melakukan amputasi. 7. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi Pada kasus ini dokter sangatlah tidak sabar ketika menunggu keputusan pasien. Ketika pasien shock, menangis dan tidak bisa memutuskan sang dokter malah emosi dan langsung memutuskan untuk melakukan amputasi keesokan harinya. Semestinya dokter dapat lebih sabar dalam menunggu keputusan pasien karena
Daniel Hadinata Susanto 2007.04.0.0027 wajar kalau pasien memerlukan waktu untuk berpikir tentang keadaannya. Mungkin ada beberapa hal yang mengganjal wanita ini untuk melakukan amputasi, misalnya tentang masa depan anak-anaknya. Oleh karena itu sangatlah wajar apabila ia memerlukan waktu untuk memutuskan.