Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I REKAM MEDIS

IDENTIFIKASI Nama Umur Alamat : Ny S.H : 29 tahun : Jl. Pelita GG sentosa II sekip ujung RW 23 RW 06 Palembang Agama Status Pendidikan Pekerjaan MRS : Islam : Menikah : SMA : Ibu rumah tangga : 24-10-2012, pukul 10.00WIB

ANAMNESIS Anamnesis Umum (Tanggal 24-10-2012) Riwayat Obstetri : G1P0A0 Riwayat kehamilan sekarang Haid Lamanya Banyaknya HPHT Taksiran persalinan Lama hamil Nafsu makan Miksi Defekasi : teratur, siklus 28 hari :7 hari : biasa : 8-1-2012 : 15-10-2012 : 41-42 minggu : baik : normal : normal

Gerakan anak dirasakan: 5 bulan yang lalu Periksa hamil : kontrol kehamilan ke Bidan (5 kali)

Riwayat Persalinan Dikirim oleh His mulai sejak tanggal Darah lendir sejak tanggal : datang dengan rujukan bidan tanpa surat pengantar : 24-10-2012 : 24-10-2012 jam 06.00 jam 06.00 jam (-) jam 21.00

Rasa mengedan sejak tanggal : (-) Ketuban belum / sudah pecah : sudah 23-10-2012

Riwayat Perkawinan Riwayat Sosial ekonomi Riwayat gizi

: 1 x masih menikah selama 2 tahun : sedang : sedang

Anamnesis Khusus Keluhan Utama : Mau melahirkan dengan keluar air-air Riwayat Perjalanan Penyakit : 13 jam SMRS os mengeluh keluar air dari kemaluan, banyaknya 3x ganti kain basah, riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat (+), riwayat keluar darah lendir (+), riwayat trauma (-), riwayat perut diurut-urut (-), riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat demam(-), riwayat sakit gigi (-). Os lalu ke bidan, lalu os dirujuk ke RSMH. Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan.

PEMERIKSAAN FISIK Status Present Keadaan umum Kesadaran Tekanan darah Nadi Frekuensi pernafasan Suhu Berat badan : baik : compos mentis : 110/70 mmHg : 84 x/mnt : 20 x/mnt : 36,7 oC : 65 kg

Tinggi badan Habitus

: 155 cm : athletikus

Konjunctiva palpebra pucat : -/Sklera ikterik Gizi Payudara hiperpigmentasi Jantung Paru-paru Hati dan lien Edema pretibia Varises Refleks fisiologis Refleks patologis : -/: sedang : (+/+) : gallop (-), murmur (-) : bising nafas vesikuler N, wheezing (-), ronkhi (-) : sulit dinilai : (-/-) : (-/-) : (+/+) : (-/-).

Status Obstetri Pemeriksaan Luar: Tanggal : 24 Oktober 2012, pukul 10.00 wib Palpasi : Leopold I : 3 jari bawah proccesus xiphoideus (30 cm) Leopold II : Letak memanjang, punggung kiri. Leopold III : Terbawah kepala Leopold IV : Penurunan 4/5 His : 2 kali / 10 menit, lamanya 25 detik, kualitas sedang DJJ : 128 x/menit Taksiran berat janin : 2635 gram

Pemeriksaan Dalam (Tanggal 24 Oktober pukul 10.00 WIB)

Inspekulo : Portio livide, OUE tertutup, flour (-), fluxus (+) darah tidak aktif, Erosi/Laserasi/Polip (-), Lakmus (+) merah menjadi biru

Vaginal Toucher : Portio konsistensi lunak, posisi posterior, pendataran 80%, pembukaan kuncup, ketuban (-) / 13 jam, jernih, bau (-).

Pemeriksaan Panggul: Promontorium KD KV Linea innominata Sakrum Spina ishiadica Arcus pubis Dinding samping Kesan panggul Bentuk PAP DKP : tidak teraba : >13 cm :>11 cm : teraba 1/3-1/3 : konkaf : tak menonjol : >90o : lurus : luas : ginekoid : (-)

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 24 Oktober 2012 Darah Rutin -

Hb Eritrosit Hematokrit Leukosit Trombosit Diff. count

: 10,5 gr/dl : 4.040.000/mm3 : 30 gr% : 19.600/mm3 : 493.000/mm3 : 0/0/1/90/5/4

Kimia Klinik BSS Ureum Kreatinin : 91 mg/dl : 16 mg/dl : 0,5 mg/dl

Protein total Albumin Globulin

: 7,4 g/dl : 3,4 g/dl : 4,0 g/dl : 0,28 mg/dl : 0,16 mg/dl : 0,12 mg/dl : 13 U/I : 6 U/I : 144 mmol/L : 4,5 mmol/L : 5,0 mg/dl : (-) : <5 mg/ml

- Bilirubin Total - Bilirubin Direk - Bilirubin Indirek - SGOT - SGPT - Natrium - Kalium As. Urat CRP

CRP kuantitatif

Urinalisa Protein Glukosa Keton Darah/Hb Bilirubin : (-) : (-) : (+) : (-) : (-)

Urobilinogen : (+) Nitrit Sel epitel Leukosit Eritrosit Mucus Bakteri LEA : (-) : (+++) : 0-3 /lpb : 0-1 /lpb : (++) : (+) : (-)

DIAGNOSA KERJA G1P0A0 Hamil Aterm dengan KPSW 13 jam belum Inpartu Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala

PROGNOSIS Ibu : dubia

Anak : dubia

PENATALAKSANAAN Observasi His, DJJ, TVI dan tanda-tanda inpartu IVFD : RL gtt XX/m Injeksi ceftriaxon 2x1 gram iv, skin test Rencana partus pervaginam Rencana induksi dengan drip oksitosin

LAPORAN PERSALINAN Tanggal 25-10-2012 jam 02.25 WIB tampak parturien ingin mengejan kuat. Pada pemeriksaan didapatkan : portio tidak teraba pembukaan lengkap (10 cm) ketuban (-), jernih, bau (-) terbawah kepala H III+ penunjuk di UUK kiri depan

D/: G1P0A0 hamil aterm dengan KPSW 29 jam inpartu kala II, janin tunggal hidup presentasi kepala T/: pimpin persalinan episiotomi mediolateral

Pukul 2.30 WIB, lahir spontan hidup neonatus laki-laki dengan berat badan 3400 gram panjang badan 48 cm Apgar Score 8/9 FTAGA Pukul 2.35 WIB, plasenta lahir lengkap berat plasenta 580 gram, panjang tali pusat 5.0 cm, ukuran plasenta 18x19 cm. Dilakukan manajemen aktif kala III: -injeksi oksitosin 10 IU -penegangan tali pusat terkendali -masase fundus uteri Setelah dilakukan epsiotomi tidak didapatkan perluasan luka episiotomi, luka episiotomi dijahit secara satu-satu dengan chromic cat gut 2.0. KU ibu post partum baik. Perdarahan aktif (-).

Follow Up (25 Oktober 2012) S : Habis melahirkan : baik TD : 120/70 Nadi : 84 x/mnt RR : 20 x/mnt T : 36,5C

Status present : KU

Sens : CM Status obstetri :

PL: Tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat, kontraksi baik, darah tak aktif, lokia rubra (+), vulva tenang, luka episiotomi tenang

Diagnosis kerja : P1 A0 post partus spontan neonatus hidup laki-laki BB 3400 gram PB 39 cm, skor APGAR 8/9, FTAGA Penatalaksanaan: Observasi keadaan umum dan perdarahan Mobilisasi dini ASI on demand Vulva hygiene Perawatan luka episiotomi Obat-obatan : Cefadroxil 2x1, vitamin B kompleks 3x1, asam mefenamat 3x500 mg

BAB II PERMASALAHAN

2.1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat? 2.2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat? 2.3. Apakah penyebab terjadinya KPSW pada penderita ini?

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Ketuban pecah sebelum waktunya adalah ketuban yang pecah spontan yang terjadi pada sembarang usia kehamilan sebelum persalinan di mulai (William,2001). Sarwono menyebutkan ketuban dinyatakan pecah sebelum waktunya bila terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.ketuban pecah sebelum waktunya di sebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intra uteri atau kedua faktor tersebut, berkurangnya kekuatan membrane disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina servik.1

II. Etiologi dan faktor resiko Walaupun banyak publikasi tentang KPSW, namun penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktorfaktor yang berhubungan erat dengan KPSW, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Beberapa faktor risiko dari KPSW adalah :2 1. Inkompetensi serviks (leher rahim) 2. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 3. Riwayat KPD sebelumnya 4. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban 5. Kehamilan kembar 6. Trauma 7. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23minggu 8. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis Faktor risiko yang memicu ketuban pecah sebelum waktunya :3 1. kehamilan multipel : kembar dua (50%), kembar tiga (90%) 2. riwayat persalinan preterm sebelumnya 3.perdarahan pervaginam

10

4. pH vagina di atas 4.5 5.Kelainan atau kerusakan selaput ketuban. 6.flora vagina abnormal 7.fibronectin > 50 mg/ml 8.kadar CRH (corticotropin releasing hormone) maternal tinggi misalnya pada stress psikologis, dsb, dapat menjadi stimulasi persalinan preterm 9.Inkompetensi serviks (leher rahim) 10.Polihidramnion (cairan ketuban berlebih) 11.Riwayat KPSW sebelumya 12.Trauma 13. Servix tipis / kurang dari 39 mm, Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu 14.Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis

III. Epidemiologi Dalam keadaan normal, 8 hingga 10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah sebelum waktunya. Ketuban pecah sebelum waktunya terjadi pada 1% kehamilan.1 Mengikut referensi Ilmu Kebidanan, kejadian Ketuban pecah sebelum waktunya pada umur kehamilan sebelum 34minggu, kejadiannya sekitar 4%.2 Dikemukan bahwa kejadian ketuban pecah sebelum waktunya, 5 %diantaranya segera diikuti oleh persalinan dalam 5-6 jam, sekitar 95 % diikuti oleh persalinan dalam 7-95 jam, dan selebihnya memerlukan tindakan konservatif atau aktif dengan menginduksi persalinan atau operatif.3 Menurut jurnal Acta Medice Iranica 2003, berlaku perbedaan insiden mengikut ras yaitu, berlaku peningkatan drastic pada wanita kulit hitam yaitu dari 5.1% ke 12.5% dan pada wanita kulit putih dari 1.5% menjadi 2.2%. Sosioekonomi rendah belum dapat dijadikan parameter yang mempengaruhi Ketuban pecah sebelum waktunya.4 Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Antaranya, 65% adalah disebabkan komplikasi dari Ketuban pecah sebelum waktunya.4

11

IV. Patofisiologi Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000-1500 cc. Air putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin, urea, asamurik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.5 Dijumpai lecitin spingomyelin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah janin sudah mempunyai paru-paru yang matang. Sebab peningkatan kadar lecitin pertanda bahwa permukaan paru-paru diliputi zat surfaktan. Ini merupakan syarat bagi paru-paru untuk berkembang dan bernapas. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau pada letak sungsang akan kita jumpai warna ketuban keruh kehijau-hijauan, karena telah bercampur dengan mekonium.Asal air ketuban dari (1) kencing janin (fetal urin), (2)transudasi dari darah ibu, (3) sekresi dari epitel amnion dan (4) asal campuran (mixed origin). 5,6 Fungsi air ketuban adalah: 6 1. 2. 3. 4. 5. Untuk proteksi janin. Untuk mencegah perlengketan janin dengan amnion. Agar janin dapat bergerak dengan bebas. Regulasi terhadap panas dan perubahan suhu. Mungkin untuk menambah suplai cairan janin, dengan cara diminumyang kemudian dikeluarkan melalui kencing janin. 6. 7. Meratakan tekanan intrauterin dan membersihkan jalan lahir bila ketuban pecah. Peredaran air ketuban dengan darah cukup lancar dan perputarannya cepat, kirakira 350-500 cc. ditelan atau

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus danperegangan berulang.Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahanbiokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh. 6 Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkanselaput ketuban pecah. Faktro resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah berkurangnya asam askorbat sebagai komponen kolagen serta kekurangan tembaga dan asam

12

askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok. Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease (TIMP-1). Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat men jelang persalinan. Pada penyakit periodontitis dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi ketuban pecah dini.6

Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Ketuban Pecah Sebelum Waktunya

Sumber: NEJM (2012)7

13

V. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang 1. Riwayat: bocornya cairan dari vagina, dapat dijelaskan sebegai keluarnya cairan dengan cepat dan tiba-tiba, atau dengan lambat dan konstan. Dapat juga ditemui gejala sekret dari vagina, perdarahan per vaginam, atau tekanan pada pelvis dengan tidak adanya kontraksi persalinan. Dapat juga ditemui tanda-tanda infeksi seperti nyeri tekan abdomen, demam, spotting vagina, sekrete berbau, dan takikardia bila terjadi infeksi. 2. Pemeriksaan fisik: Hindari pemeriksaan dalam (vaginal toucher) Gunakan pemeriksaaan in spekulo, dapat dijumpai cairan

amnion yang berkumpul di belakang serviks atau visualisasi lewatnya cairan dari kanalis servikalis. 3. pH test: Digunakan untuk mengkonfirmasi adanya cairan amnion, ambil cairan amnion dari forniks posterior, dengan kapas lidi atau pipet setetes cairan amnion diaplikasikan ke Nitrazine pH paper, yang akan berubah menjadi biru-hijau bila positif. 4. Ferning: Dibuat apusan cairan amnion, dibiarkan kering, dan dilihat di bawah mikroskop, protein dari cairan amnion akan menunjukkan pola seperti daun pakis 5. Pemeriksaan sitologi untuk melihat verniks kaseosa: a. b. c. Cat Papanicolaou Cat Pinasianole Zat warna Nile Blue Sulfate

6. Pemeriksaan ultrasound: amniotic fluid index untuk menilai banyaknya air ketuban (oligohidramnion), berat fetus, usia gestasional, presentasi fetus 7. Ultrasound-guided transabdominal instillation dengan tinta indigo carmine diikuti dengan pengamatan mengalirnya cairan biru dari vagina 8. Penilaian presentasi fetus, usia gestasional, dan kondisi fetus. 9. Pemantauan denyut jantung janin (cardiotocography) dan akitivitas uterus untuk menilai status fetus.

14

10.

Tes darah ibu dapat dilakukan untuk menentukan ada tidaknya

leukositosis yang mungkin dapat menandakan kemungkinan terjadinya infeksi. 11. Kultur serviks mencakup Chlamydia trachomatis dan Neisseria

gonorrhoeae dan kultur anovaginal untuk Streptococcus agalactiae harus diperoleh. 12. Amniocentesis dengan bantuan ultrasound diperlukan untuk menguji maturitas paru paru fetus dan untuk mengidentifikasi infeksi.8,9 VI. Tatalaksana secara umum10,11,12 1. Manajemen ekspektatif atau konservatif (usia kehamilan >28 minggu, <37 minggu) Bila tak didapatkan komplikasi (yaitu suhu >38C, leukosit >15000/mm3, air ketuban berbau, kental, dan hijau kuning) Pada kondisi tertentu, dibutuhkan manajemen aktif berupa

terminasi kehamilan, yaitu chorioamnionitis, advanced labor, fetal distress, dan placental abruption dengan hasil surveilans fetus yang buruk Tokolitik (belum ada konsensus dan masih kontroversial) Antenatal corticosteroids Pemberian kortikosteroid antenatal dosis tunggal pada usia

kehamilan 24-34 minggu (RCOG) untuk mengurangi risiko respiratory distress syndrome (RDS), mortalitas periperinatal, dan morbiditas lainnya Angka kejadian respiratory distress syndrome (RDS), necrotizing

enterocolitis, dan intraventricular hemorrhage lebih rendah saat diberikan 12 mg betamethasone IM 2 kali sehari dalam interval 24 jam atau dexamethasone 6 mg q12h diberikan sebanyak 4 dosis.

Rekomendasi ACOG: Pemberian kortikosteroid dosis tunggal direkomendasikan untuk

wanita hamil usia gestasi 24-34 minggu yang berisiko lahir prematur dalam 7 hari.

15

Pemberian kortikosteroid dosis tunggal direkomendasikan untuk

wanita dengan PROM sebelum usia gestasi 32 minggu untuk mengurangi risiko respiratory distress syndrome, mortalitas perinatal, dan morbiditas lainnya.

Jika terdapat imaturitas paru, pemberian kortikosteroid pada usia

gestasi 32-33 minggu dapat bermanfaat.

Penggunaan kortikosteroid sebelum usia viabilitas fetus tidak

direkomendasikan

Kortikosteroid

dosis

tungggal

(rescue

course)

dapat

dipertimbangkan jika tatalaksana diberikan lebih dari 2 minggu sebelumnya, usia gestasional kurang dari 32 6/7 minggu, dan ibu diperkirakan oleh klinisi akan bersalin dalam 1 minggu ke depan. Namun, pemberian yang terjadwal secara berulang atau lebih dari 2 kali berturutturut tidak direkomendasikan.

Diperlukan riset lebih lanjut terkait risiko dan manfaat, dosis

optimal, dan kapan pemberikan dosis tunggal (rescue) steroid diperlukan

Antibiotik profilaksis atau terapeutik: Pemberian antibiotik ampicillin 2 g q6h dan erythromycin 250 mg

q6h intravena selama 48 jam diikuti dengan amoxicillin 250 mg q8h dan erythromycin-base (enteric-coated) 333 mg q8h selama 5 hari (studi NICHD)

2.Manajemen Aktif Bila didapatkan komplikasi, usia gestasi >37 minggu/ <28 minggu,

janin mati, indeks tokolitik >8 Berikan antibiotika Terminasi Pervaginam bila: usia gestasi <28 minggu, janin mati

16

Perabdominam bila: kontraindikasi tetes pitosin, letak

lintang, persentasi lain yang tidak mungkin pervaginam

Gambar 2. Algoritma manajemen pasien dengan preterm PROM

Sumber: AAFP (2006)11

17

Tabel 1. Manajemen Ketuban Pecah Sebelum Waktunya secara Kronologis

Sumber: RCOG (2009)9 Manajemen 37 minggu (aterm)

Induksi persalinan dengan infus oksitosin untuk mengurangi risiko

chorioamnionitis.11 Manajemen PPROM 34 37 minggu. fetus Induksi persalinan Dilarang periksa dalam Antibiotika profilaksis (infeksi streptococcus grup B). Awasi tanda-tanda infeksi Antibiotika yang sesuai bila terjadi chorioamnitis.11 Pertimbangkan pemberian steroid bila ada imaturitas paru-paru

18

Manajemen PPROM 32-33 minggu Manajemen ekspektatif bila tidak ada kontraindikasi maternal atau

fetus hingga paru-paru fetus matur dan pertimbangkan terminasi kehamilan 48 jam kemudian, atau lakukan penilaian kondisi fetus, observasi ada tidaknya infeksi intra amnion, dan lakukan persalinan pada usia 34 minggu Induksi persalinan dapat dilakukan bila paru-paru fetus sudah Kortikosteroid dan antibiotik bila paru-paru fetus belum matang.11

matur (terdokumentasi)

Manajemen PPROM 24-31 minggu

Dokter sebaiknya menunda kehamilan sampai usia gestasi 34

minggu jika tidak ada infeksi intra amnion. Kontraindikasi terapi konservatif mencakup chorioamnionitis,

abruptio placentae, dan hasil pemeriksaan fetus yang tidak baik. Dokter sebaiknya memberikan terapi kortikosteroid dan antibiotik

dan melakukan penilaian status fetus dengan pemantauan fetus atau USG. Dokter sebaiknya megobservasi dengan ketat ada tidaknya

takikardia fetus atau maternal, temperatur oral melebihi 100.4F (38C), kontraksi teratur, nyeri tekan uterus, atau leukositosis, yang mungkin merupakan indikator amnionitis.11

VII. Komplikasi11 Komplikasi yang dapat terjadi akibat KPSW antara lain sebagai berikut: Kelahiran prematur Respiratory distress syndrome Kompresi tali pusat Korioamnionitis

19

Solusio plasenta Kematian fetus antepartum

VIII. Prognosis Sekitar 70%-80% wanita yang mengalami pecah ketuban antara 28-36 minggu akan mengalami persalinan dalam waktu 4 hari. Semakin dekat dengan periode aterm, semakin cepat (rata-rata) progresnya menuju persalinan. Jika fetus matur atau mendekati matur, semakin baik prognosisnya. Sebaliknya jika terjadi KPSW bersama dengan fetus yang lahir prematur, prognosis semakin buruk, timbul morbiditas fetus yang signifikan, dan mortalitas fetus dapat mencapai 10%.8

20

BAB IV ANALISA KASUS

Pada tanggal 24 Oktober 2012, Ny. SH, berusia 29 tahun, alamat dalam kota, kebangsaan Indonesia, pekerjaan ibu rumah tangga, datang ke RSMH dengan keluhan mau melahirkan dengan keluar air-air dari kemaluan 13 jam yang lalu, banyaknya 3x ganti kain basah, riwayat perut mules yang menjalar ke pinggang hilang timbul, makin lama makin sering dan kuat (+), riwayat keluar darah lendir (+), riwayat trauma (-), riwayat perut diurut-urut (-), riwayat minum obat atau jamu (-), riwayat demam (-), riwayat sakit gigi (-). Os mengaku hamil cukup bulan dan gerakan anak masih dirasakan. Dari anamnesis didapatkan HPHT tanggal 8 Januari 2012 dan dari pemeriksaan fisik didapatkan tinggi fundus uteri 3 jari di bawah processus xifoideus (30 cm). Kehamilan cukup bulan dan sudah berusia 41-42 minggu dengan taksiran persalinan 15 Oktober 2012. His reguler 2 kali dalam 10 menit selama 25 detik, pembukaan kuncup. Detak jantung janin 128 kali/menit teratur. Letak janin memanjang, punggung kiri, terbawah kepala, penurunan 4/5, taksiran berat janin 2635 gram. Berdasarkan hal di atas maka dapat disimpulkan pasien belum memasuki tahap in partu. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya pembukaan (kuncup). Namun dari pemeriksaan dalam diketahui selaput ketuban sudah pecah dengan pembukaan kuncup, dari pemeriksaan in spekulo didapatkan fluxus berupa keluarnya air dari OUE yang merupakan cairan ketuban, dibuktikan dengan hasil tes lakmus yang (+), dan dari anamnesis didapatkan riwayat keluar air-air 13 jam yang lalu. Dengan demikian dapat disimpulkan kasus ini merupakan ketuban pecah sebelum waktunya, karena selaput ketuban sudah pecah sebelum pembukaan 3 cm (sebelum fase aktif, masih dalam fase laten). Penderita didiagnosis dengan G1P0A0 Hamil Aterm dengan KPSW 13 jam belum Inpartu Janin Tunggal Hidup Presentasi Kepala. Diagnosis janin tunggal hidup presentasi kepala diketahui dari pemeriksaan Leopold I-III. Untuk mengetahui apakah janin

21

masih hidup digunakan Doppler untuk mendengar DJJ dan didapatkan DJJ 128 x/menit. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah observasi His, DJJ, TVI dan tandatanda inpartu, IVFD : RL gtt XX/m, injeksi ceftriaxon 2x1 gram iv (setelah skin test), rencana partus pervaginam, rencana induksi dengan drip oksitosin. Terapi yang dipilih adalah terapi aktif berupa terminasi kehamilan karena usia kehamilan aterm (>37 minggu), didapatkan leukosit >15000/mm3, serta indeks tokolitik >8, sehingga persalinan diinduksi dengan drip oksitosin (karena pasien belum in partu). Dipilih persalinan per vaginam karena janin presentasi kepala, tidak ada kontraindikasi terhadap oksitosin, serta tidak ada disproporsi kepala pelvis. Diberikan injeksi ceftriaxon sebagai antibiotika profilaksis terhadap infeksi. Etiologi dari KPSW pada pasien ini masih belum dapat dipastikan, kemungkinan dapat terjadi karena berbagai faktor seperti defisiensi gizi atau vitamin C, terpapar asap rokok, faktor keturunan, infeksi, atau trauma yang menimbulkan perubahan tekanan intra uterine yang mendadak. Dari aspek yang berhubungan dengan obstetri dan ginekologi tidak ditemukan faktor risiko pasti, antara lain pasien bukan multigravida, melainkan primigravida dengan tidak adanya riwayat KPSW, tidak hamil ganda, tidak ada polihidramnion, perdarahan antepartum (-), malposisi (-), DKP (-), serta umur 20-35 tahun (29 tahun). Belum terjadi korioamnionitis pada pasien ini karena tidak ditemukan peningkatan suhu >38C, air ketuban juga jernih dan tidak berbau. Namun didapatkan peningkatan leukosit >15.000/mm3 sehingga faktor risiko infeksi tetap harus diwaspadai dan diberikan antibiotik sebagai profilaksis.

22

BAB V KESIMPULAN

5.1.

Diagnosis pada kasus ini sudah tepat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan penunjang. 5.2. Penyebab KPSW pada pasien ini tidak diketahui, kemungkinan

berhubungan dengan berbagai faktor seperti defisiensi gizi atau vitamin C, terpapar asap rokok, faktor keturunan, infeksi, atau trauma yang menimbulkan perubahan tekanan intra uterine yang mendadak. 5.3. Penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.

23

DAFTAR PUSTAKA

1.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. In Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga:Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. CetakanKedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Pp 677-82.

2.Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan ObstetriGinekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221-225.

3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar KuliahObstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini. CetakanPertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 45660.

4. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes.Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.

5. Danielsson.. Preterm Premature Rupture of the Membranes (PPROM). [Online] 17 Desember 2009 : [Cited 2009 on January 15]: [3 sreens].

6.Soewarto S. Ketuban Pecah Dini dalam Prawirohardjo S.(ed.) Ilmu Kebidanan. Bagian Ketiga:Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat. CetakanKedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. Pp677-82.

7.Parry and Strauss III. 2012. Premature Rupture of Fetal Membrane. New England Journal of Medicine, 338:10 [Online] 5 March 2009: [Cited 2012 on October 22; downloaded from: www.nejm.org]

8.MD Guidelines. 2010. PROM. (http://www.mdguidelines.com/prematurerupture-of-membranes, diunduh 18 Oktober 2012)

9.Allahyar Jazayeri. 2010. PROM. (http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview#aw2aab6b8, diunduh 19 Oktober 2012)

24

10.RCOG. 2006. PROM. (http://www.rcog.org.uk/files/rcogcorp/GTG44PPROM28022011.pdf, diunduh 19 Oktober 2012)

11.AFP. 2011. PPROM. (http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html, diunduh tanggal 18 Oktober 2012)

12. ACOG. 2007. PROM. (http://guidelines.gov/content.aspx?id=10915, diunduh tanggal 18 Oktober 2012)

Anda mungkin juga menyukai