Anda di halaman 1dari 15

Pemeriksaan Pembantu Diagnosis dan Terapi Sifilis

Disusun oleh :

Citra Novi Muliana

1110221036 UPN Veteran jakarta

Penguji: dr. Ketut. SpKK

Kepaniteraan Klinik Departemen Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Bhayangkara Jakarta

Periode 4 Juni Juli 2012


1

Pemeriksaan Pembantu Diagnosis


1. Uji Laboratorium Diagnostik untuk Treponema Pallidum A. Spesimen Cairan jaringan dikeluarkan dari lesi permukaan dini untuk menunjukkan spiroketa, serum darah untuk serologi
B. Pemeriksaan Kamar Gelap (dark field)

Lesi sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serumdiperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. Treponema pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Harus hati-hati membedakannya denganTreponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena didalam mulut banyak dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan darirongga mulut tidak dapat digunakan. C. Mikroskop flouresensi Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton,sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapatmemberi hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaanlapangan gelap.

2. Pemeriksaan Treponema Pallidum Cara pemeriksaan adalah dengan cara mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat dalam bentuk dan pergerakannya dengan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-turut. Jika hasil pada hari I dan II negatife. Sementara itu lesi di kompres dengan larutan garam faal. Bila negatife bukan selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis, munglkin kumannya terlalu sedikit. Treponema tampak berwarna putih pada latar belakang gelap. Pergerakannya memutar terhadap sumbunya, bergerak perlahan-lahan melintasi
2

lapangan pandangan, jika tidak bergerak cepat seperti Borrelia vincetii penyebab stomatitis. Selain itu juga bisa dengan Pewarnaan Burri (tinta hitam) tidak adanya pergerakan Treponema,, T. pallidum telah mati kuman berwarna jernihdikelilingi oleh lapangan yang berwarna hitam. 3. Tes Serologik Sifilis (T.S.S.) T.S.S. atau Serologic Test for Syphilis (S.T.S) merupakan pembantu diagnosis yang penting bagi sifilis. Pada tulisan ini akan dijelaskan hasil intepretasinya. Sebagai ukuran untuk mengevaluasi tes serologi ialah sensitivitas dan spesifisitas. Sensitivitas adalah kemampuan untuk bereaksi pada penyakit sifilis. Sedangkan spesifisitas berarti kemampuan nonreaktif pada penyakit bukan sifilis. Makin tinggi sensitivitas suatu tes, makin baik tes tersebut dipakai untuk screening. Tes dengan spesifisitas yang tinggi sangat baik untuk diagnosis. Makin spesifik suatu tes, makin sedikit member hasil semu positif. S I pada ,ulanya member hasil T.S.S. negative (seronegatif), kemudian menjadi positif (seropositif) dengan titer rendah, jadi positif lemah. Pada S II yang masih dinin reaksi menjadi positif agak kuat, yang akan menjadi sangat kuat pada S II lanjut. Pada S III reaksi menurun lagi menjadi positif lemah atau negative. T.S.S. dibagi menjadi dua berdasarkan antigen yang dipakai: 1. Nontreponemal (tes regain) 2. Treponemal
1. Tes Non-Treponemal

Pada

tes

ini

digunakan

antigen

tidak

spesifik

yaitu

kardiolipin

yang

dikombinasikandengan lesitin dan kolesterol, karena itu tes ini dapat memberi reaksi Biologik Semu (RBS)atau Biologic Fase Positive (BFP). Tes ini mendeteksi antibodi IgG dan IgM antilipid yang dibentuk yang dibentuk oleh tubuh sebagai respons terhadap lipid yang terdapat pada permukaan sel treponema. Karena sifat l i p i d d a r i antigen atau sifat antibodi yang tidak biasa,kompleks antigena n t i b o d i t e t a p berbentuk suspensi, sehingga yang terjadi reaksi flokulasi dan bukan
3

reaksi aglutinasi atau presipitasi. Dalam tes nontreponemal antigen dicampur dengan serum pasien dan digoyang atau diputar selama beberapa menit, kemudian dilihat ada tidaknya flokulasi. Pada penggunaan reagens yang baru, hasil reaksi flokulasi jauh plasma reagin). Disini bukannya antigen yang melekat pada partikel arang, melainkan partikel arang yang terjebak dalam jalinan ikatan antigen-antibodi dan hal ini dapat terjadi jika antigen dan antibodi yang ada dalam rekasi cocok satu sama lain. Tes nontreponemal untuk diagnosis sifilis dapat berupa tes flokulasi yang menggunakankar diolipin, lesitin dan kholesterol sebagai antigen. Salah satu tes nontreponemal, misalnyaVDRL memakai formula antigen yang terdiri dari kardiolipin 0,03%, kholesterol 0,9% dan lesitin 0,21%. Tes VDRL dimanfaatkan untuk penapisan atau screening dan untuk menilai h a s i l pengobatan. Selain hasil reaktif, nonreaktif atau reaktif lemah, tes V D R L j u g a memberikan hasil kuantitatif, yaitu dalam bentuk titer, misalnya , , 1/8, 1/16 dan seterusnya. Hasil positif palsu pada tes nontreponemal dalam populasi masyrakat umum lebih mudah dilihat, karena adanya penambahan charcoal dalam reagens, misalnya pada RPR (rapid

mencapai 1-2%, sedangkan dalam lingkungan pemakai narkotik intravena, hasil positif palsu mencapai lebih dari 10%. Biasanya 90% kasus positif palsu tersebut titernya kurang dari 1/8. Tetapi harus diingat bahwa pada sifilis laten dan lanjut juga dapat dijumpai titer yang rendah. Dalam populasi dengan resiko rendah, semua hasil tes reaktif harus dikonfirmasi dengan tes treponemal, karena dalam populasi ini 50% dari hasil tes yang dinyatakan reaktif ternyata positif palsu. Contoh tes nontreponemal : 1.Tes fiksasi komplemen : Wasserman (WR), Kolmer. 2.Tes flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories), Kahn, RPR (RapidPlasma Reagin), ART (Automated Reagin Test) dan RST (Reagin Screen Test). Di antara tes-tes tersebut, yang dianjurkan ialah VDRL dan RPR secara kuantitatif, karena secara teknis lebih mudah dan lebih cepat daripada tes fiksasi komplemen, lebih sensitif dari pada tes Kolmer/Wasserman dan baik untuk menilai respon terapi.
4

Tes RPR dilakukan dengan antigen VDRL. Kelebihan RPR ialah flokulasi dapat dilihat secara makroskopik, lebih sederhana serta dapat dibaca setelah sepuluh menit sehingga dapatdipakai untuk screening. Apabila terapi berhasil, maka titer VDRL cepat menurun, dalam enam minggu titer akan menjadi normal. Tes ini dipakai secara rutin, termasuk untuk tes screening. Jika titer seperempat atau lebih tersangka penderita sifilis, mulai positif setelah dua sampai empat minggu sejak S I timbul. Titer akan meningkat hingga mencapai puncaknya pada S II lanjut (1/64 atau 1/128) kemudian berangsur-angsur menurun dan menjadi negatif. Pada tes flokulasi dapat terjadi reaksi negatif semu karena terlalu banyak regain sehingga flokulasi tidak terjadi. Reaksi demikian disebut reaksi prozon. Jika serum diencerkandan dites lagi, hasilnya menjadi positif 2. Tes Treponemal Tes ini menggunakan fragmen atau seluruh bagian T. pallidum sebagai bahan antigen. Dibandingkan dengan tes non-treponemal, tes ini lebih tidak praktis untuk dikerjakan. Akantetapi, tes ini memiliki sensitivitas yang lebih tinggi pada fase primer dan lanjut serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi. Tes ini digunakan secara luas untuk mengkonfirmasi hasil tes non-treponemal yang reaktif . Tes ini bersifat spesifik dan dapat digolongkan menjadi empat kelompok : a.Tes imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Imobilization Test) b.Tes fiksasi komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test) c.Tes imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Test) ada 2 yakni IgM dan IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption Double Stainin Test). d.Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Asssay); 19s IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay); HATTS (Hemagglutination TreponemalT e s t Syphilis); MHA-TP (Microhemagglutination Assay for t o Treponemal pallidum). TPI merupakan tes yang paling spesifik, tetapi mempunyai kekurangan; biayanya mahal, teknis sulit, membutuhkan waktu banyak. Selain itu juga reaksinya lambat, baru positif pada
5

for

Antibodies

akhir stadium primer, tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan, hasil dapat negatif pada sifilis dini dan sangat lanjut. RPCF sering digunakan untuk tes screening karena biayanya murah; kadang-kadang didapatkan reaksi positif semu. FTA-Abs merupakan tes antibodi imunofluoresensi tidak langsung. Serum yang akandites diencerkan 1/5 dalam sorben, yaitu ekstrak hasil kultur T. pallidum strain Reiter. Sorbenakan menyerap antibodi treponema nonpatogen yang diperkirakan ada dalam serum pasien.Kemudian serum diteteskan pada gelas objek yang pada permukaannya telah terfiksasi antigen T.pallidum. Terakhir diteteskan konjugat berupa globulin anti human yang telah dilabel dengan fluoresin. Jika di dalam serum pasien terdapat antibodi spesifik terhadap T. pallidum, maka kuman akan terlihat bersinar dibawah mikroskop fluoresensi. Tes ini sangat sensitif, sehinggamemerlukan kontrol. FTA-Abs paling sensitif (90%), terdapat 2 macam yaitu untuk IgM dan IgG yang sudah positif pada waktu timbul kelainan S I. IgM sangat reaktif pada sifilis dini, pada terapi yang berhasil titer IgM cepat turun, sedangkan IgG lambat. IgM penting untuk mendiagnosis sifiliskongenital. Tes FTA-ABS adalah tes serologis yang paling sensitif pada s i f i l i s p r i m e r , d a n reaktivitasnya mulai muncul pada minggu ketiga infeksi. Namun microhemaglutination assay dengan antigen T. pallidum, yang lebih murah dan lebih mudah, merupakan tehnik yang lebih populer. Pada kebanyakan pasien dengan tes treponemal yang reaktif, reaktivitasnya akan tetap ada seumur hidup bahkan setelah mendapatkan terapi yang berhasil. Hanya 1525% tes yang menjadi tidak reaktif setelah 2 hingga 3 tahun mendapatkan terapi terhadap sifilis primer. Tesini sangat spesifik dan sensitive selama fase sekunder dan fase lanjut sifilis. TPHA merupakan tes treponemal yang menerapkan teknik h e m a g l u t i n a s i t i d a k langsung untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap T. pallidum. Dalam tes ini dipakai sel d a r a h m e r a h u n g g a s y a n g d i l a p i s i d e n g a n k o m p o n e n T. pallidum.Jika serum pasien m engandung antibodi spesifik terhadap T. pallidum, maka akan terjadi hemaglutinasi dan membentuk pola yang khas pada pelat mikrotitrasi. Tes ini dimulai dengan titer 1/80, 1/160,1/320 dan seterusnya. IgS IgM SPHA merupakan tes yang relative baru. Sebagai anti serum ialah cincin spesifik u dan regain TPHA. Secara teknis lebih mudah daripada FTA-Abs IgM. Maksud tes ini ialahuntuk mendeteksi

secara cepat IgM yang spesifik terhadap T. Pallidum dan memegang peranan penting untuk membantu diagnosis neurosifilis. Jika titernya melebihi 2560, artinyamenyokong diagnosis aktif.

Teknik pengikatan IgM.Cara ini dipakai untuk diagnosis sifilis awal dan kongenital.IgM sifilis dilacak dengan antigen T. pallidum yang dilabel enzim peroksidase horseradish. Hasilnya ternyata sebanding dengan hasil tes FTA-Abs IgM yang menggunakan serum terfraksi (19S). Penggunaan serum yang telah terurai dalam fraksi pada tes FTA-Abs IgM dimaksudkan untuk meningkatkan sensitivitas dan spesifitasnya. Menurut Notowics (1981) urutan sensitivitas untuk S I sebagai berikut : FTA-Abs,RPR, RPCF, VDRL, Kolmer, TPI. Pada sifilis laten lanjut urutan berkurangnya sensitivitas lainialah : FTA-Abs, RPCF, RPR, VDRL dan Kolmer. ONeil membandingkan tes FTA-Abs IgG/IgM, TPHA dan VDRL. Y a n g c e p a t bereaksi ialah FTA-Abs, yakni satu minggu setelah afek primer. Disusul oleh FTA-Abs IgG, kemudian TPHA bersama-sama VDRL. Pada pengobatan yang paling cepat menurun berturutturut ialah VDRL, FTA-Abs IgM, FTA-Abs IgG, sedangkan titer TPHA masih tetap tinggi. Pemakaian tes treponemal untuk tes penapisan dapat m e n i m b u l k a n k e s a l a h a n interpretasi. Dalam populasi umum terdapat 1% menunjukkan hasil positif palsu dengan testreponemal. Tes FTA-Abs merupakan tes yang paling sensitif di antara berbagai tes treponemal namun juga merupakan tes dengan kemungkinan kesalahan laboratorium yang terbesar. Bila hasil tes serologik tidak sesuai dengan klinis, tes tersebut perlu diulangi karena mungkin terjadi kesalahan teknis. Kalau perlu di laboratorium lain. Demikian pula jika hasil tes yang satu dengan yang lain tidak sesuai, misalnya titer VDRL rendah (1/4) sedangkan titer TPHA tinggi (1/1024).

Interpretasi hasil tes serologik


Semua serum untuk diagnosis sifilis harus diperiksa dengan tes nontreponemal. Hasil tes reaktif berarti sedang ada infeksi atau pernah terkena infeksi, sementara pengobatan adekuat mungkin sudah diberikan, mungkin juga belum. Hasil tes reaktif dapat pula berarti positif palsu. Hasil tes nonreaktif dapat berarti tidak ada infeksi, masih dalam masa inkubasi atau telah mendapat pengobatan secara efektif. Pada umumnya kenaikan titer sampai 4
7

kali lipat berarti ada infeksi, reinfeksi atau kegagalan dalam pengobatan, sebaliknya penurunan titer sampai 4 kali lipat menunjukkan bahwa telah mendapat pengobatan secara adekuat. Kesalahan i n t e r p r e t a s i d a l a m t e s nontreponemal biasanya terjadi sebagai akibat kesulitan dalam menentukan titer, berkaitan dengan jenis tes serologik yang dipakai atau kesulitan dalam m e m a s t i k a n hasil pengobatan. Tes treponemal terutama digunakan untuk konfirmasi tes nontreponemal atau untuk pemeriksaan pasien dengan gejala-gejala sifilis lanjut tanpa melihat bagaimanapun hasil tesnontreponemal nya. Tes treponemal reaktif biasanya menunjukkan terkena infeksi treponema patogen. Pada kebanyakan kasus, sekali tes treponemalreaktif, akan tetap resktif seumur hidup. Namun jika pengobatan telah diberikan pada sifilis awal, maka 10% diantaranya akan menjadi nonreaktif dalam waktu 2 tahun. Pada umumnya hasil tes nonreaktif menunjukkan tidak adanya infeksi di masa lalu atau pada saat ini, perludiingat bahwa dalam masa inkubasi hasil tes masih nonreaktif karena belum terbentuk antibodi. reaktivitas hasil tes.Kesalahan interpretasi p a d a u m u m n y a t e r j a d i k a r e n a digunakannya lebih dari 1 jenis tes nontreponemal dalam memantau

Positif Semu Biologik (P.S.B.) P.S.B. atau Biologic False Positive (BFP) atau yang sering disebut positif semu saja adalah suatu keadaan penderita tanpa menderita sifilis atau treponematosis yang lain, akan tetapi pada pemeriksaan serum memberi reaksi positif, terutama dengan tes nontreponemal. Serum seseorang tanpa menderita treponematosis dapat mengandung sedikit antibodi treponemal. Jika mendapat infeksi dengan berbagai mikroorganisme, antibodi tersebut
8

dapat bertambah hingga memberi hasil tes nontreponemal positif, biasanya titernya rendah. Hal tersebut dapat terjadi pula pada penyakit autoimun, sesudah vaksinasi, selama kehamilan dan obat narkotik. P.S.B. dibagi menjadi 2 macam; akut dan kronis. Disebut kronis jika menderita lebihdari 6 bulan. P.S.B. akut C i r i k h a s p a d a P . S . B . a k u t hasil tes nontreponemal positif lemah, tidak ada persesuaian antara kedua tes, berakhir dalam beberapa hari/minggu, jarang melebihi enam bulan sesudah penyakitnya sembuh. P.S.B.Kronis Pada bentuk ini tes treponemal akan memberikan reaksi positif yang berulang dalam beberapa bulan/tahun. Hasil tes likuor serebrospinalis negatif. Berbagai penyakit yang member P.S.B. kronis ialah : Lepra terutama tipe LL, penyakit autoimun (misalnya lupus eritematosa sistemik/diskoid, skleroderma, anemia hemolitik autoimun), rheumatic heart disease, multiple sclerosis like neuropathy, sirosis hepatis, poliarteritis nodosa, psikosis, nefritis kronis, adiksi heroin, sklerosis sistemik dan penyakit vaskular perifer. Tes yang dianjurkan untuk menyingkirkan P.S.B. ialah TPI, karena tes tersebut mempunyai spesifisitas yang tinggi. Pada P.S.B. biasanya VDRL positif dengan titer rendah, maksimum . Positif Sejati Positif sejati (true positive) pada T.S.S. ialah penyakit t r e p o n e m a t o s i s y a n g menyebabkan tes nontreponemal dan tes treponemal positif. Penyakit tersebut ialah penyakit tropis/subtropis seperti frambusia. Tes serologik yang dapat membedakan sifilis dengan infeksi oleh treponema yang lain belum ada. Menilai T.S.S. harus berhati-hati, harus ditanyakan apakah penderita berasal dari daerah frambusia, di samping diperiksa apakah terdapat tanda-tanda frambusia atau bekasnya

T.S.S. dan kehamilan


Prenatal care harus diawali dan diakhiri dengan tes serologi sifilis. Dalam populasi resiko tinggi juga harus dilakukan tes antara, yaitu pada awal trimester 3 atau masa kehamilan 28 minggu. Meskipun ada dugaan hasil tes positif palsu pada seorang calon ibu dengan tes nontreponemal dan treponemal reaktif, jika penyebabnya tidak dapat segera dijelaskan, maka pengobatan harus diberikan. Pada saat kehamilan, ada kecenedrungan titer tes nontreponemalsetelah pengobatan meningkat kembali tanpa adanya reinfeksi .Sifilis kongenital pada neonatus dipastikan dengan menemukan T. pallidum dalam sekret hidung atau dalam spesimen yang berasal dari lesi kulit. Pada fetus yang terkena sifilis, T. pallidum juga banyak ditemukan dalam organ hati. Jika tidak dapat menemukan treponema,diagnosis didasarkan atas hasil tes serologi. Tes nontreponemal positif yang dikonfirmasi dengan tes treponemal positif dianggap sebagai sifilis, sampai terbukti sesuatu yang lain. Untuk membedakan kemungkinan transfer IgG pasif dari ibu, perlu dilakukan penentuan IgM total dan IgM antibodi antitreponema dengan tes TFA-Abs. Seperti diketahui IgM tidak dapat melewati sawar plasenta, namun jika sampai terjadi kontaminasi darah fetus dengan IgM ibu akibat kerusakan plasenta, maka IgM ini akan menghilang secara cepat dari peredaran darah begitu bayi lahir. Akan tetapi IgM yang disintesis secara aktif dalam semester ketiga oleh fetusyang terkena infeksi, akan menetap dalam darah selama masih ada infeksi. Dalam waktu 5 hari setelah bayi lahir, kadar IgM akan meningkat sebagai respons terhadap kolonisasi bakteri,sehingga untuk dapat menyatakan adanya kenaikan, kadarnya harus lebih dari 50 mg/dl. Adanya kenaikan kadar IgM bersamaan dengan hasil tes nontreponemal dan treponemal positif menunjukkan petunjuk kuat adanya sifilis.

T.S.S. pada neurosifilis

10

Hasil tes VDRL pada cairan serebrospinalis tidak dapat dipercaya karena nonreaktif pada 30-57% kasus neurosifilis aktif. R e a k t i v i t a s d e n g a n t e s t r e p o n e m a l , t e r u t a m a F T A - A b s d a n / a t a u T P H A , d a p a t disebabkan oleh transudasi IgG dari serum pada penderita yang telah diobati secara adekuat. Jadi tidak selalu berarti terdapat neurosifilis yang aktif. Sebaliknya, jika hasilnya nonreaktif dapat menyingkirkan diagnosis neurosifilis. Tes yang berguna untuk mendiagnosis neurosifilis ialah 19S IgM SPHA, karena adanya IgM dalam cairan serebrospinalis yang merupakan indicator tepat bagi neurosifilis.

Pemeriksaan yang lain


Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada S II, S III dan sifilis congenital. Juga pada sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihar aneurismea aorta. Pada neurosifilis, tes koloidal emas suda tidak diapaki lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada liquor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal ialah 0-3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total adalah 20-40 mg/100mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan.

Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri atas infiltrate perivaskular tersusun atas sel-sel limfoit dan sel-sel plasma. Pada SII lanjut dan SIII juga terdapat infitral granulomatosa terdiri atas epiteloid dan sel-sel raksasa.

Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, danselama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksudmencegah proses lebih lanjut. Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain. 1. PENISILIN
11

Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yangterinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis. Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selamasepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hariuntuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak. Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin: a.Penisilin G prokain dalam akua : dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat kerja singkat. b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lamakerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang. c.Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum duasampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan.Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanyasetiap minggu.. Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam serumdapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hariseperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G benzatin memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberiannya kepada bayi. Demikian pula PAM memberi rasanyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang digunakan.
12

Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G benzatin 9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 jutaunit sehari, diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.2Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m.,setiap hari selama 10 hari. 2. ANTIBIOTIK LAIN Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin. Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atauaeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil,efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin,yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%. Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yangdiberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan. Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mgsehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v.selama 15 hari. Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yangsedang berkembang untuk menggantikan penisilin. Dosisnya 500 mg sehari sebagai dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk.Penyembuhannya mencapai 84,4%. tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk., penyembuhannyamencapai 84,4%.

Sifilis Dini Infeksi HIV tidak mengubah respons sifilis dini terhadap terapi, sehingga CDC tetap merekomendasikan penisilin benzatin 2,4 juta unit, intramuskular (IM), dosis tunggal,4,32,34,45 atau dapat diberikan penisilin prokain 750.000 unit, IM, setiap hari, selama 10 hari.34 Terdapat beberapa kasus individu HIV-positif dengan S I dan S II yang diterapi dengan penisilin benzatin memiliki progresivitas cepat menjadi neurosifilis. Penemuan klinis ini didukung dengan menetapnya treponema di dalam CSS pada pasien terinfeksi HIV setelah terapi. Sehingga di beberapa tempat berpedoman bahwa terapi minimal
13

untuk S I dan S II tanpa keterlibatan neurologis pada pasien terinfeksi HIV sebaiknya dengan penisilin benzatin 2 dosis, masing-masing 2,4 juta unit, interval 1 minggu, dan dosis ketiga dapat dipertimbangkan. Dapat pula diberikan terapi penisilin prokain 1,2 juta unit, IM, setiap hari, selama 10 hari.28,32 Bordon dkk.44 melaporkan pemberian penisilin benzatin 2,4 juta unit, tiga kali seminggu, memberikan respons yang baik terhadap klinis dan serologis pasien sifilis stadium dini dengan infeksi HIV. Alternatif pada kondisi alergi penisilin adalah: Doksisiklin, 100mg, oral, 2x/hari, selama 14 hari. Eritomisin, 500 mg, oral, 4x/hari, selama 14 hari. Tetrasiklin, 500mg, oral, 4x/hari, selama 14 hari. Namun, terapi ini terdapat kegagalan dalam menormalkan kembali CSS, sehingga tidak direkomendasikan. Ceftriakson, 1g, IM atau intravena (IV), setiap hari, selama 8-15 hari. Azitromisin, 2g, dosis tunggal, dilaporkan angka kegagalan terapi tinggi. Rejimen ini sebaiknya digunakan hanya jika pilihan lain tidak dapat digunakan dan dilakukan pemantauan yang ketat. Sifilis laten lanjut Kira-kira 5-30% pasien terinfeksi HIV dengan titer RPR 1:8 tanpa gejala klinis sifilis, dan mempunyai CSS abnormal yang sesuai dengan neurosifilis.32 Jika pemeriksaan CSS normal maka diterapi dengan penisilin benzatin, 2,4 juta unit, IM, setiap minggu, selama 2 atau 3 minggu. Dosis total 7,2 juta unit.4,32,45 Atau dapat diberikan penisilin prokain 750.000 unit, IM, setiap hari, selama 17 hari. Pada alergi penisilin dapat dilakukan desensitisasi penisilin. Sebagai alternatif, diberikan doksisiklin 100mg, oral, 2x/hari, selama 28 hari.4,35 Jika hasil CSS positif, terapi sesuai dengan neurosifilis. Kofoed dkk. melaporkan bahwa doksisiklin dapat menjadi pilihan terapi yang baik untuk S I, S II, S laten dini dan S laten lanjut pada pasien sifilis dengan koinfeksi HIV. Namun, angka kegagalan terapi masih tetap terjadi. Respons serologis untuk sifilis sebaiknya dimonitor dengan baik. Neurosifilis
14

Terapi ini diterapkan pada semua stadium sifilis dengan gejala neurologis dan okular atau pemeriksaan CSS neurosifilis. Idealnya pasien dirawat dan diberikan penisilin IV dalam pengawasan ketat. Pasien dengan alergi penisilin jika memungkinkan dilakukan desensitisasi. Terapi lini pertama adalah penisilin prokain, 2-2,4 juta unit, IM, sekali sehari, ditambahkan probenesid 500mg, oral, 4x/hari, selama 10-17 hari.4,35,45 Rejimen alternatif dapat diberikan kristal penisilin G dalam aqua, 18-24 juta unit perhari (3-4 juta unit setiap 4 jam, atau infus kontinu), selama 10-14 hari.4, Dapat juga diberikan benzil penisilin, 1,8-2,4 juta unit perhari (0,3-0,4 juta unit setiap 4 jam, atau infus kontinu), selama 17 hari. Lini kedua adalah doksisiklin 200mg, oral, 2x/hari, selama 28 hari atau amoksisilin 2g, oral, 3x/hari ditambahkan probenesid 500mg, oral, 4x/hari, selama 28 hari. Seluruh pasien dengan neurosifilis dipertimbangkan untuk pemberian kortikosteroid pada awal terapi untuk menghindari reaksi Jarisch-Herxheimer. Bordon dkk.44 melaporkan bahwa penisilin merupakan terapi efektif untuk pasien sifilis dengan infeksi HIV pada semua stadium. Setelah terapi, seluruh pasien menjadi asimtomatik dan titer tes RPR menjadi negatif atau menurun. Pencegahan

Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda Gunakan kondom ketika berhubungan sexual lSifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungans exual.

Refferensi:
Baiq. 2012. Refrat Tes Serologis Sifilis. http://www.scribd.com/doc/95198213/tesserologi-sipilis. Diakses tanggal 8 Juli 2012 Adhi ,J. (2007). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia. Siregar, R (2005). Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

15

Anda mungkin juga menyukai