Anda di halaman 1dari 31

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Manusia dalam perspektif merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah moral, spirual dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan spiritualnya dalam kondisi optimal. Sebagai seorang manusia, manusia memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Berdasarkan hakikat tersebut, maka perkembangan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural dan spiritual. Tidak terpenuhinya kebutuhan manusia pada salah satu diantara dimensi di atas akan menyebabkan ketidaksejahteraan atau keadaan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat dipahami mengingat dimensi fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan kultural merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera. Kesadaran akan pemahaman tersebut melahirkan keyakinan dalam psikologi perkembangan anak bahwa pemberian asuhan spiritual hendaknya bersifat komprehensif atau holistik, yang tidak saja memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan kultural tetapi juga kebutuhan spiritual manusia. Sehingga, pada nantinya manusia akan dapat merasakan kesejahteraan yang tidak hanya terfokus pada fisik maupun psikologis saja, tetapi juga kesejateraan dalam aspek spiritual. Kesejahteraan spiritual adalah suatu faktor yang terintegrasi dalam diri seorang individu secara keseluruhan, yang ditandai oleh makna dan harapan. Spiritualitas memiliki dimensi yang luas dalam kehidupan seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik dari psikologi sehingga mereka dapat mengaplikasikannya dalam pemberian asuhan psikologi kepada manusia.

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

B. Rumusan Masalah 1. Apakah makna moral itu ? 2. Bagaimana karakteristik moral ? 3. Teori teori tentang perkembangan moral ? 4. Tahap tahap perkembangan moral ? 5. Apakah pengertian spiritual itu ? 6. Dimensi dimensi spiritual ? 7. Bagaimana proses perkembangan spiritual peserta didik ? 8. Karakteristik perkembangan spiritual peserta didik ? 9. Implikasi perkembangn moral spiritual terhadap pendidikan ?

C. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembangan peserta didik yang dibina oleh Drs. Yusuf Suharto. 2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui makna tentang moral. 2. Untuk mengetahui karakteristik moral. 3. Untuk mengetahui teori tentang moral. 4. Untuk mengetahui tahap tahap perkembangan moral. 5. Untuk mengetahui pengertian spiritual. 6. Untuk mengetahui dimensi dimensi spiritual. 7. Untuk mengetahui proses perkembangan spiritual peserta didik. 8. Untuk mengetahui karakteristik perkembangan spiritual peserta didik. 9. Untuk mengetahui bagaimana implikasi perkembangan moral dan spiritual terhadap pendidikan.

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

BAB II PEMBAHASAN

A. Makna Moral Istilah moral berassal dari kata latin mores yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan (Gunarsa,1986). Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi (Shaffer, 1979). Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dalam kelompok social dan masyarakat. Moral merupakan standart baik / buruk yang ditentukan bagi individu oleh nilai nilai sosial budaya dimana individu sebagai anggota sosial (Rogers, 1985). Dalam sistem moralitas, baik dan buruk dijabarkan secara kronologis mulai yang paling abstrak hingga yang lebih operasional.Nilai merupakan perangkat moralitas yang paling abstrak. Nilai merupakan suatu perangkat keyakinan atupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak kusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan dan prilaku (syahidin dkk.2009:239). Moral dapat berbentuk formula, peraturan, atau ketentuan pelaksanaan, misalnya saja etika belajar, etika mengajar dan lain sebagainya.Dilihat dari sumber nilai ataupun moral dapat diambil dari wahyu ilahiataupun dari budaya. Dengan demikian dapat diartikanbahwa, moral sama saja dengan akhlak manakala sumber atau produk budayasesuai dengan prinsipprinsip akhlak (syahidin dkk.2009:239).

B. Karakteristik Moral Karakteristik yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berpikir perasional formal, yaitu mulai mampu berpikir abstrak dan mampu memecahkan masalah-masalah yang bersifat hipotesis maka pemikiran remaja

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

terhadap suatu permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu, tempat dan situasi, tetapi juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka (Gunarsa,1989). Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya sebagai suatu yang bernilai, walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara pribadi(Monks, 1989). Micheal mengemukakan 5 perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja yaitu sebagai berikut : a. Pandangan moral individu makin lama menjadi lebih abstrak. b. Keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah. c. Penilaian moral yang semakin kognitif mendorong remaja untuk berani mengambil keputusan terhadap berbagai masalah moral yang dihadapinya. d. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral menimbulkan ketegangan emosi.

C. Teori Psikoanalisa tentang perkembangan moral Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikologi analalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia atas 3, yaitu id, ego, superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek biologis, yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas psikologi, yaitu subsistem ego yang rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yang berisikan system nilai dan moral, yang benar benar memperhitungkan benar dan salahnya sesuatu. Menurut teori psikoanalisa klasik Freud, semua orang mengalami konflik Oedipus. Konflik ini akan menghasilkan pembentukan struktur kepribadian yang dinamakan Freud sebagai superego. Ketika anak mengalami konflik Oedipus ini, maka perkembangn moral mulai. Slah satu alas an mengapa anak mengatasi konflik Oedipus adalah perasaan khawatir akan kehilangan kasih saying orang tua dan ketakutan akan dihukum karena keinginan seksual mereka yang tidak dapat diterima terhadap orang tua yang berbeda jenis kelamin. Untuk mengurangi

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

kecemasan, menghindari hukuman, dan mempertahankan kasih saying orang tua, anak anak membentuk suatu superego dengan mengidentifikasikan diri dengan orang tua yang sama jenis kelamin, menginternalisasi standart standart benar dan salah orang tua. Struktur superego ini mempunyai 2 komponen, yaitu ego ideal kata hati (conscience). Kata hati menggambarkan bagian dalam atau kehidupan mental seseorang, peraturan peraturan masyarakat, hokum, kode, etika, dan moral. Pada usia kira kira 5 tahun perkembangan superego secara khas akan menjadi sempurna ketika ini terjadi, maka suara hati terbentuk. Ini berarti bahwa pada usia sekitar 5 tahun orang sudah menyelesaikan perkembangan moralnya (Lerner & Hultsc, 1983).

Teori Belajar Sosial tentang Perkembang Moral Teori belajar social melihat tingkah laku moral sebagai respon atas stimulus. Dalam hal ini, proses proses penguatan, penghukuman, dan peniruan, digunakan untuk menjelaskan perilaku moral anak anak.

Teori Kognitif Piaget tentang Perkembangan Moral Menurut Piaget, remaja mengembangkan moralitas kerja sama, pada usia 10 tahun atau lebih tua.Sebagai pemuda mengembangkan moralitas kerja sama mereka menyadari bahwa untuk membuat orang masyarakat koperasi harus bekerja sama untuk memutuskan apa yang dapat diterima, dan apa yang tidak. Piaget percaya bahwa remaja pada usia ini mulai memahami bahwa moral merupakan perjanjian sosial antara orang dan dimaksudkan untuk mempromosikan kebaikan bersama. Selain itu, mereka mengenali orang mungkin berbeda dalam cara mereka memahami dan mendekati situasi moral atau masalah. Mereka juga mulai memahami bahwa perbedaan antara benar dan salah tidak mutlak melainkan harus memperhitungkan variabel perubahan seperti konteks, motivasi, kemampuan, dan niat. Kontras ini untuk remaja muda yang percaya aturan dan hukum yang diciptakan oleh terbantahkan, otoritas bijaksana dan percaya bahwa aturan-aturan yang ditetapkan oleh otoritas ini tidak pernah bijaksana seharusnya ditantang atau diubah. Selain itu, Piaget percaya muda pada usia ini mulai memahami bahwa moralitas

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

keputusan tidak beristirahat semata-mata pada hasil keputusan itu. Sebagai contoh, remaja pada usia ini menyadari bahwa menjalankan tanda berhenti yang salah, terlepas dari apakah atau tidak seseorang menerima tilang, atau menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Selain itu, remaja mulai mengerti manfaat timbal balik pengambilan keputusan moral, yaitu, suatu keputusan moral menciptakan solusi optimal untuk semua orang yang terlibat, bahkan ketika hanya dua orang yang terpengaruh. Pemuda mulai menyadari bahwa ketika situasi ditangani dengan cara yang tampaknya adil, wajar, dan / atau bermanfaat bagi semua pihak, menjadi lebih mudah bagi orang untuk menerima dan menghormati keputusan. Konsep keadilan disebut timbal balik. Awalnya pemahaman pemuda 'timbal balik bisa sangat literal dan sederhana. Sebagai contoh, pekan lalu Terrell, usia 11, meminjamkan permainan merek video baru untuk teman Randy baiknya. Minggu ini, itu adalah Randy yang memiliki permainan video baru. Terrell cenderung bersikeras bahwa Randy harus memungkinkan dia meminjam video game baru karena dari perspektif Terrell itu, "itu hanya adil" karena ia anggun memungkinkan Randy untuk meminjam permainan barunya minggu sebelumnya. Terrell percaya keadilan yang simplistically ditentukan oleh timbal balik yang tepat. Oleh pemula remaja tengah memperluas pemahaman mereka tentang keadilan untuk memasukkan timbal balik yang ideal. Timbal balik yang ideal mengacu pada jenis keadilan melampaui timbal balik sederhana dan mencakup pertimbangan kepentingan orang lain terbaik. Hal ini digambarkan oleh pepatah akrab, "Lakukan kepada orang lain seperti Anda ingin mereka lakukan kepadamu" yang banyak orang tahu sebagai Golden Rule.Remaja yang telah mencapai timbal balik yang ideal akan membayangkan masalah dari perspektif orang lain dan mencoba untuk menempatkan dirinya dalam orang lain "sepatu," sebelum membuat keputusan moral. Konsep ini diilustrasikan dengan contoh berikut:

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Misalkan Maria, usia 14, sedang melihat ke luar jendela ruang satu hari dan terjadi untuk melihat kakaknya, Ava, mendukung mobil keluarga keluar dari jalan masuk. Saat ia sedang menonton, Maria melihat Ava sengaja bertabrakan dengan kotak surat seperti dia menarik keluar ke

jalan. Selanjutnya, Maria melihat Ava keluar dari mobil dan memeriksa kerusakan pada mobil dan kotak surat. Tapi, bukannya kembali ke rumah untuk memberitahu orangtuanya, Ava hanya melaju pergi. Pada usia yang lebih muda, Maria akan segera kabur untuk memberitahu orangtuanya tentang kecelakaan Ava karena dia tahu itu salah untuk Ava untuk mengusir tanpa memberitahu orang tuanya apa yang terjadi. Sebaliknya, jika Maria telah mencapai timbal balik yang ideal dia akan menahan diri dan membayangkan apa pengalaman pasti seperti untuk Ava. Dia mungkin menyadari bahwa jika dia berada di sepatu Ava, dia mungkin telah melakukan hal yang sama karena dia akan malu dan takut untuk memberitahu orang tuanya tentang kecelakaan itu. Selain itu, dia mungkin memutuskan bahwa Ava mungkin akan lebih suka untuk memberitahu orang tuanya tentang kecelakaan sendiri, daripada harus adiknya "mengadu" pada dirinya. Oleh karena itu, Maria akan menunggu sampai Ava pulang sehingga ia dapat berbicara dengan Ava. Selama diskusi ini Maria akan mendorong Ava pergi ke orang tuanya dengan kebenaran dalam rangka untuk membuat hal yang benar. Dengan demikian, timbal balik yang ideal akan memungkinkan Maria untuk memeriksa masalah dari perspektif kakaknya dan untuk membuat keputusan moral yang didasarkan pada "Golden Rule." Menurut Piaget, timbal balik yang ideal sekali telah mencapai perkembangan moral telah selesai. Namun, sekarang kita tahu bahwa banyak pemuda akan terus menyempurnakan moral mereka proses pengambilan keputusan baik ke awal masa dewasa. Jadi meskipun Piaget merintis pemahaman awal kita tentang perkembangan moral, penelitian ini tidak selalu dapat mengkonfirmasi bagian-bagian tertentu dari teorinya. Misalnya, tidak hanya remaja terus memperbaiki kriteria mereka untuk keputusan moral

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

menjadi dewasa, tetapi mereka juga terus meningkatkan kemampuan mereka bertindak sesuai dengan kriteria tersebut. Dengan kata lain, kompas moral mereka beroperasi untuk memandu pilihan mereka dan untuk mengarahkan perilaku mereka. Piaget juga di bawah-memperkirakan usia di mana anakanak dapat mempertimbangkan niat moral yang orang lain. Piaget percaya bahwa kemampuan ini tidak berkembang sampai masa kanak-kanak akhir, atau awal masa remaja. Namun, penelitian yang lebih baru menunjukkan bahwa kemampuan ini berkembang cepat bahwa Piaget pernah

percaya. Anak-anak muda mampu mengenali pentingnya niat seseorang ketika mengevaluasi moralitas keputusan, tetapi, anak-anak muda cenderung sangat naif dalam keyakinan mereka bahwa niat orang terbaik akan menentukan pilihan yang sebenarnya orang membuat. Meskipun kelemahankelemahan, kontribusi Piaget yang sangat signifikan karena mereka sangat dipengaruhi karya kemudian Lawrence Kohlberg yang mempublikasikan teorinya tentang perkembangan moral selama 1950-an. Teori Kohlberg tentang Perkembangn Moral Teori Kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modofikasi, dan redefeni atas teori Piaget. Teori ini didasarkan atas analisisnya terhadap hasil wawancara dengan anak laki-laki usia 10 hingga 16 tahun yang dihadapkan pada suatu dilema moral, dimana mereka harus memilih antara tindakan mentaati peraturan atau memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang bertentangan dengan peraturan. Berdasarkan pertimbangan yang diberikan atas pertanyaan kasus dilematis yang dihadapi seseorang, Kohlberg mengklasifikasikan perkembangan moral atas tiga tingkatan (level), yang kemudian dibagi lagi menjadi enam tahap (stage). Kohlberg setuju dengan Piaget yang menelaskan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari pengalaman. Tetapi, tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan dari anak-anak. Anak-anak memang berkembang melalui interaksi social, namun interaksi ini memiliki corak khusus, dimana faktor pribadi yaitu aktivitas-aktivitas anak ikut berperan.

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral daalm arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral seseorang, akan semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawab dari perbuatan-perbuatannya. Penalaran Moral Apa yang disebut dengan moral menurut Kohlberg adalah bagian dari penalaran (reasoning), sehingga ia pun menamakannya dengan penalaran moral (moral reasoning). Penalaran atau pertimbanganberkenaan dengan keluasan wawasan mengenai relasi antara diri dan orang lain, hak dan kewajiban. Relasi diri dengan orang lain ini didasarkan atas prinsip equality, artinya orang lain sama derajatnya dengan diri. Jadi, antara diri dan diri orang lain dapat dipertukarkan. Ini disebut prinsip reciprocity. Moralitas pada hakikatnya adalah penyelesaian konflik antara diri dan diri orang lain, antara hak dan kewajiban (etiono, 1994) Dengan demikian orang yang bertindak sesuai dengan moral adlah orang yang mendasrkan tindakannya atas penilaian baik-buruknya sesuatu. Karena leb ih bersifat penalaran, maka perkembangan moral menurut Kohlberg sejalan denga perkembangan nalar sebagaimana yang dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan Piagettersebut, makin tinggi pula tingkatan moralnya. Dengan penekanan pada penalaran ini, berarti Kohlberg ingi melihat struktur proses kognitif yang mendasari jawaban atau pun perbuatan-perbuatan moral.Sesuai dengan tahaptahap perkembangan moral menurut Kohlberg, tingkat penalaran remaja berada pada tingkat konvensional. Hal ini adalah karena dibandingkan dengan anakanak, tingkat moralitas remaja sudah lebih matang. Mereka sudah mulai mengenal konsep-konsep moralitas seperti kejujuran, keadilan , kesopanan, kedisiplinan dan sebagainya. Walaupun anak remaja tidak selalu mengikuti prinsip-prinsip moralitas mereka sendiri. Namun riset menyatakan bahwa prinsip-

Pendidikan Geografi Off L 2012

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

prinsip tersebut menggambarkan keyakinan yang sebenarnya dari pemikiran moral konvensional.

D. Tahap Tahap Perkembangan Moral Dalam konteks perkembangan moral ini, ada sejumlah tahap tahap perkembangan moral yang sangat terkenal, yaitu yang dikemukakan oleh john dewey yang kemudian dijabarkan oleh Jean Peaget, dan Lawrence Kohlberg (1995). Tahap tahap perkembangan moral tersebut adalah : 1. Menurut John Dewey yang kemudian dijabarkan oleh Jean Peaget mengemukakan 3 tahap perkembangan moral. a. Tahap Pramoral Ditandai bahwa anak belum menyadari keterikatannya pada aturan. b. Tahap Konvensional Ditandai dengan berkembangnya kesadaran akan ketaatan pada kekuasaan. c. Tahap Otonom Ditandai dengan berkembangnya keterikatan pada aturan yang didasarkan pada resiprositas. 2. Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut : Tingkat Satu : Penalaran Prakonvensional. Penalaran Prakonvensional adalah : tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal. Dengan kata lain aturan dikontrol oleh orang lain (eksternal) dan tingkah laku yang baik akan mendapat hadiah dan tingkah laku yang buruk mendapatkan hukuman. Tahap I. Orientasi hukuman dan kepatuhan

Pendidikan Geografi Off L 2012

10

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Yaitu : tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Tahap II. Orientasi relativis-instrumental Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)dan kepentingan sendiri. Anak-anak taat bila mereka ingin taat dan bila yang paling baik untuk kepentingan terbaik adalah taat. Apa yang benar adalah apa yang dirasakan baik dan apa yang dianggap menghasilkan hadiah. Tingkat Dua : Penalaran Konvensional Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana seseorang tersebut menaati stndarstndar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati stndar-stndar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat. Tahap III. Orientasi kesepakatan bersama antara pribadi atau disebut orientas anak manis Yaitu : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbanganpertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai yang terbaik. Tahap IV. Orientasi hukum dan ketertiban Yaitu : dimana suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban. Tingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional Yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode.

Tahap V. Orientasi kontrak sosial legalitas Yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.

Pendidikan Geografi Off L 2012

11

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Tahap VI. Orientasi prinsip dan etika universal Yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia universal. Dalam artian bila sseorang itu menghadapi konflik antara hukum dan suara hati, seseorang akan mengikuti suara hati.

Pada perkembangan moral menurut Kohlberg menekankan dan yakin bahwa dalam ketentuan diatas terjadi dalam suatu urutan berkaitan dengan usia. Pada masa usia sebelum 9 tahun anak cenderung pada prakonvensional. Pada masa awal remaja cenderung pada konvensional dan pada awal masa dewasa cenderung pada pascakonvensional. Demikian hasil teori perkembangan moral menurut kohlberg dalam psikologi umum. Ketika kita khususkan dalam memandang teori perkembangan moral dari sisi pendidikan pada peserta didik yang dikembangkan pada lingkungan sekolah maka terdapat 3 tingkat dan 6 tahap yaitu : Tingkat Satu : Moralitas Prakonvensional Yaitu : ketika manusia berada dalam fase perkembangan prayuwana mulai dari usia 4-10 tahun yang belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial.Yang man dimasa ini anak masih belum menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial. Pada tingkat pertama ini terdapat 2 tahap yaitu : Tahap 1. Orientasi kepatuhan dan hukuman. Adalah penalaran moral yang yang didasarkan atas hukuman dan anak-anak taat karena orang-orang dewasa menuntut mereka untuk taat. Dengan kata lain sangat memperhatikan ketaatan dan hukum. Dalam konsep moral menurut Kohlberg ini anak menentukan keburukan perilaku berdasarkan tingkat hukuman akibat keburukan tersebut. Sedangkan perilaku baik akan dihubungkan dengan penghindaran dari hukuman. Tahap 2. Memperhatikan Pemuasan kebutuhan. Yang bermakna perilaku baik dihubungkan dengan pemuasan

Pendidikan Geografi Off L 2012

12

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

keinginan dan kebutuhan sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Tingkat Dua: Moralitas Konvensional Yaitu ketika manusia menjelang dan mulai memasuki fase perkembangan yuwana pada usia 10-13 tahun yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tradisi sosial. Pada Tingkat II ini terdapat 2 tahap yaitu : Tahap 3. Memperhatikan Citra Anak yang Baik Maksudnya: anak dan remaja berperilaku sesuai dengan aturan dan patokan moral agar dapat memperoleh persetujuan orang dewasa, bukan untuk menghindari hukuman. Semua perbuatan baik dan buruk dinilai berdasarkan tujuannya, jadi ada perkembangan kesadaran terhadap perlunya aturan. Dalam hal ini terdapat pada pendidikan anak. Pada tahap 3 ini disebut juga dengan Norma-Norma Interpernasional ialah: dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian, dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Anak-anak sering mengadopsi standar-standar moral orang tuanya sambil mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagi seorang anak yang baik. Tahap 4. Memperhatikan Hukum dan Peraturan. Anak dan remaja memiliki sikap yang pasti terhadap wewenang dan aturan. Hukum harus ditaati oleh semua orang. Tingkat Tiga: Moralitas Pascakonvensional Yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pascayuwana dari mulai usia 13 tahun ke atas yang memandang moral lebih dari sekadar kesepakatan tradisi sosial. Dalam artian disini

Pendidikan Geografi Off L 2012

13

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

mematuhi peraturan yang tanpa syarat dan moral itu sendiri adalah nilai yang harus dipakai dalam segala situasi. Pada perkembangan moral di tingkat 3 terdapat 2 tahap yaitu : Tahap 5. Memperhatikan Hak Perseorangan. Maksudnya dalam dunia pendidikan itu lebih baiknya adalah remaja dan dewasa mengartikan perilaku baik dengan hak pribadi sesuai dengan aturan ddan patokan sosial. Perubahan hukum dengan aturan dapat diterima jika ditentukan untuk mencapai hal-hal yang paling baik. Pelanggaran hukum dengan aturan dapat terjadi karena alsanalasan tertentu. Tahap 6. Memperhatikan Prinsip-Prinsip Etika Maksudnya : Keputusan mengenai perilaku-pwerilaku sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip moral, pribadi yang bersumber dari hukum universal yang selaras dengan kebaikan umum dan kepentingan orang lain. Keyakinan terhadap moral pribadi dan nilai-nilai tetap melekat meskipun sewaktu-waktu berlawanan dengan hukum yang dibuat untuk menetapkan aturan sosial. Contoh : Seorang suami yang tidak punya uang boleh jadi akan mencuri obat untuk menyelamatkan nyawa istrinya dengan keyakinan bahwa melestarikan kehidupan manusia merupakan kewajiban moral yang lebih tinggi daripada mencuri itu sendiri.

E. Makna Spirirtual Kata Spiritualitas berasal dari bahasa Inggris yaitu Spirituality, kata dasarnya spirit yang berarti roh, jiwa, semangat (echols & shadily, 1997) Kata Spirit sendiri berasal dari kata latin Spiritus yang berarti : luas atau dalam (breath, keteguhan hati atau keyakinan (courage), energy atau semangat (vigor), dan kehidupan (Ingersoll, 1994). Kata sifat spiritual berasal dari kata latin spiritualis yang berarti off the spirit (kerohanian).

Pendidikan Geografi Off L 2012

14

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Ingersoll (1994) mengartikan spiritualitas sebagai wujud dari karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar. Belakangan, definisi tentang spirituallitas meliputi komunikasi dengan tuhan (fox, 1983) dan upaya seseorang untuk bersatu dengan tuhan (magill dan Mc.Greal, 1988). Tillich (1959) menulis bahwa spiritualitas merupakan persoalan pokok manusia dan pemberi makna substansi dari kebudayaan. Witmer (1989) mendefinisikan spiritualitas sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu yang lebih agung dari diri sendiri. Bollinjer (1969) menggambarkan kebutuhan spiritual sebagai kebutuhan terdalam dari diri seseorang yang apabila dipenuhi individu akan menemukan identitas makna hidup yang penuh arti. Booth (1992) menjelaskan bahwa spiritualitas adalah suatu sikap hidup yang member penekanan pada energi, pilihan kreatif dan kekuatan penuh bagi kehidupan serta menekankan pada upaya penyatuan diri dengan suatu kekuatan yang lebih besar dari individual, serta cocreatorship dengan tuhan. May (1988) menyebutkan bahwa spirit manusia is the source of our yearning as well as our very live. Schaef (1992 menyamakan spiritualitas dengan ketenangan hati (Sobriety) dan hidup dalam proses (Living in process), yang diartikan sebagai perjalanan, proses dan kelang sungan hidup kita.

1. Spiritualitas dan Religius Menurut estimasi Naisbitt dan Arburdene, masyarakat masa depan akan cenderung mengabaikan agama dan lebih mendalamispiritualitas.karena itu, perbedaan keduanya akan semakin tajam, meskipun keduanya sama-sama berkaitan dengan kebutuhanmnausia yang paling mendasar. Menurut kedua futurolog tersebut,berdasarkan hasil-hasil pengumpulan pendapat, ada indikasi menaiknyaspiritualitas di kalangan masyarakat Amerika, lebih tinggi dari masamasa sebelumnya. Sebagian besar mereka percaya bahwa Tuhan adalah kekuatan spiritual yang aktif dan positif meskipun gejala itu disertaidengan menurunnya peran agama-agama formal. Kalangan muda yang terpelajar di sekolah-sekolah tinggi pertama-tama bersikap sangat kritis terhadap agama-agama formal. Mereka menilai bahwa gereja dan sinagogsibuk dalam masalah-masalah keorganisasian dengan mengesampingkan isu-isu theologis dan spiritual. Karena itu kata

Pendidikan Geografi Off L 2012

15

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Naisbitt dan Aburdene, mereka kaum muda itu bukan manusia beragama (religious), melainkan berkerohanian (spiritual). Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia ini. Secara etimologi, religion (agama) berasal dari bahasa Latin religio, yang berarti suatu hubungan antara manusia dan Tuhan. Istilah Latin ini merupakan transformai dari kata religare, yang berarti to bind togheter (menyatukan). Berdasarkan akar kata ini, Ingersoll (1994) mendefinisikan religion sebagai: an expression of beliefsin conduct and rituel, the basic for a medium of organized worship becomes apparent. Berbeda dengan agama, spiritualitas lebih banyak melihat aspek dalam lubuk hati, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal yang bagi banyak orang merupakan misteri, karena intimitas jua. Dalam hal ini, spiritualitas mencakup citra rasa totalitas kedalaman pribadi manusia. berdasarkan pemahaman ini spiritualitas tampak lebih ekstem, lrbih dalam dari agama yamg cenderung lebih eksoterik formal dan kaku. Untuk lebih memberi pemahaman tentang istilah spiritualitas dna religiusitas, ad baiknya dikutip penjelasan Aliah B. Purwakania Hsan (2006), seorang ahli psikologi dari UI: Istilah spiritual dan religius seringkali dianggap sama, namun banyak pakar yang menyatakan keberatannya jika kedua istilah ini dipergunakan salingsilang. Spiritualitas kehidupan adalah inti dari kehidupan. Spiritualitas adalah kesadaran tentang diri, dan kesadaran individu tentang asal tujuan, dan nasib. Agama adalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik di tas dunia. Agama merupakan serangkaian praktik perilaku tertentu yang dhubungkan dengan keprcayaan yang dinyatakan oleh intitusi tettentu dan dianut oleh anggota-anggotanya. Aagama memiliki kesaksian iman, komunitas dan kode eetik. Dengan kata lain, spiritualitas memberikan jawaban siapa dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran), sedangkan agama meberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (perilaku atau tindakan). Seseorang busa saja mengikuti agama tertentu namun tetap memiliki spiritualitas. Orang-orang juga dapat menganut agma yang sama, namun belum tentu memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang sama. Perbedaan juga harus dibuat antara spiritualita yang berbeda dengan agama dan spiritualitas dalam agama.

Pendidikan Geografi Off L 2012

16

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Meskipun keduanya (agama dan spiritualitas) terlanjur dipisahkan, namun untuk pemenuhan makna hidupmanusia yang sejati, nampaknya harus ada upaya pemaduan antara spiritualitas dan agama. Agama memang tidak sama dengan spiritaulitas, namun agama merupakan bentuk spiritualitas yang hidup dalam peradaban, dengan pernyataan William Irwin Thompson (dalam Aliah B. Purwakania Hasan, 2006). Bahkan Micley et al (dalam Achir Yani S. Hamid, 2000), menyebutkan bahwa agama merupakan salah satu dimensi dari spiritaulitas, disamping dimensi eksistensial. Dimensi eksistensial dari spiritualitas berfokus pada tujuan dan makna hidup, sedangkan dimensi agama dari spiritualitas berfokus pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Penguasa.

2. Wacana Spiritualitas dalam Psikologi Kontemporer Wacana tentang spiritulitas semakin meningkat, terutama sejak John Naisbitt dan patrisia Aburdene memandang zaman sekarang ini sebagai New Age (zaman baru) yang dicirikan dengan pesatnya perhatian manusia modern terhadap dunia spiritual. Terjadinnya peningkatan penggunaan kata spiritualitas dalam disiplin akademis dan literatur-literatur populer, telah menjelmakan suatu konsep spiritualitas untuk menggambarkan bermacam-macam kapasitas. Meskipun literatur dalam ilmu-ilmu sosial lainnya sepeti sosiologi (morberg,1979) dan theologi kontempirer (Schneiders, 1989) telah meninjukan adanya perhatian dalam menjelaskan konsep spiritualitas, namun dalam bidang psikologibelum terlihat adanya riset yang mendalam yang bisa diterima sebagaai subjek teoritis atau klinis yang penting. Bakan menurut Ingersoll (2004), dalam literatur terapeutik maslah spirituakitas cenderung diabaikan. Setidaknya terdapat dua alasan mengapa spirituakitas kurang mendapatkan perhatian dalam kajian-kajian psikologi umumnya, yaitu: pertama, sebagaimana dinyatakan oleh Safranske dan Gorsuch (19840, relatif kurangnya perhatian terhadap studi tentang spiritual dalam psikologi mungkin dapat dilacak pda akar historis profesi tersebut yng berusaha memisahkan diri dari disiplin filosofis non-empirik. Hal ini diperburuk oleh fakta bahwa konsep spiritual sendiri bersifat dinamis dan secara historis telah mengalami banyak perubahan bentuk dalam kaitannya dengan institusi religius, struktur politik, dan prgerakan sosial.

Pendidikan Geografi Off L 2012

17

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Kedua, dalam hubungan dengan praktik klinis, diskusi tentang spiritualitas yang terjadi dalam konseling sering berhadapan dengan kenyataan bahwa kerangka acuan yang digunakan therapist sering bertentangan dengan apa yang dialami olek klien. Meskipun demikian, para profesional dalam bidang psikologi mengambil secara serius Riset Bergin's(1990) mengenai dampak penilaian konselor dalam psikoterapi, suatu usaha bertanggun jawab yang harus dilakukan untuk menjelaskan bagaiamana pemahaman tentang spiritual mempengaruhi penilaian tersebut. Seperti apa yang dikemukakan oleh Tjeltveit(1989) bahwa kegagalan dalam memahami semua model manusia (termasuk model spiritual) merupakam suatu bentuk pengabaian resiko aspek kunci dari pengalaman dan perilaku manusia. Sayangnya, problem yang banyak muncul dari data-data yang ada adalah di sekitar konsep yang telah dinyatakan dalam suatu konseptual, versus kuantitatif, bentuk keragu-raguan ilmiah yang terus dipromosikan. 3. Spiritualitas dalam Psikologi Humanistik Psikologi humanistic muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamik dan behavioristik. Keduanya dianggap telah mereduksi manusia sebagai mesin atau makhluk rendah. Psikoanalisis berkutat pada insting insting hewani dan memahami manusia dari perilaku kasian. Para teoritikus humanistic, seperti Carl Rogers (1902-1987) dan Abraham Maslow (1908-1970) meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengkondisian (Conditioning) yang sederhana. Teori ini melihat manusia sebagai actor dalam drama kehidupan, bukan reactor terhadap insting atau tekanan lingkungan. Aliran Humanistik berhubungan erat dengan aliran filosofis Eropa yang disebut sebagai Eksistensialisme. Para Ekstistensialis, seperti Filsuf Martin Heidegger (1889-1976) dan Jean-Paul Sartre (1905-1980), memfokuskan perhatian pada pencarian arti dan pentingnya pilihan pada eksistensi manusia. Psikologi Humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi potensi yang baik, minimal lebih banyak lebihnya dari pada buruknya. Disamping itu, psikologi humanistic memandang manusia

Pendidikan Geografi Off L 2012

18

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

sebagai makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupan dirinya sendiri. Ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan hamper segalanya. Para teoritikus humanistik mempertahankan bahwa manusia memiliki kecenderungan bawaan untuk melakukan selv-actualization untuk

berjuang menjadi apa yang mereka mampu. Setiap manusia memiliki serangkaian perangai dan bakat bakat yang mendasari perasaan dan kebutuhan individual serta memberikan perspektif yang unik dala hidup kita. Logoterapi merupakan aliran psikologi yang mengakui adanya dimensi kerohanian atau spiritualitas disamping dimensi dimensi ragawi, kejiwaan, dan lingkungan social budaya. Frankl beranggapan bahwa keinginan yang paling fundamental dari manusia adalah keinginan untuk memperoleh makna bagi eksistensinya, yang dalam bahasa Frankl disebut sebagai Kehendak akan makna (The Will to Meaning). Konsep dasar yang melandasi logoterapi adalah konsep tentang manusia sebagai makhluk spiritual yang keberadaannya memiliki makna intrinsic. Dimensi Spiritual, yang disebut Frankl sebagai Noos merupakan dimensi yang menjadi sumber kekuatan dan kesehatan bagi manusia dalam melakukan terapi secara baik. Di dalam dunia spirit, kita tidak dipandu, tetapi kita adalah pemandu pengambil keputusan. Reservoir kesehatan ada pada setiap orang, apapun agama dan keyakinanya. Kebanyakan dari reservoir ini terdapat di alam tak sadar kita; adalah tugas seorang logo terapis untuk menyadarkan kita akan perbendaharaan kesehatan spiritual ini (farby, 1950). Menurut Frankl, pengertian spiritual disini sama sekali tidak mengandung konotasi agama, tetapi dimensi ini dianggap sebagai ini kemanusiaan dan merupakan sumber makna hidup dan potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi.

Pendidikan Geografi Off L 2012

19

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

4. Spiritualitas dalam Psikologi Transpersonal Psikologi Transpersonal sebenarnya merupakan kelanjutan atau lebih tepatnya pengembangan dari psikologi humanistic. Aliran Psikologi ini disebut aliran keempat psikologi. S.I. Shapiro dan Denise H. Lajoie (1992) menggambarkan psikologi transpersonal sebagai berikut : Transpersonal psychology is concerned with the study of humanitys highest potential, and with the recognition, understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness. Unsur penting dari rumusan tersebut yaitu potensi potensi luhur (the highest potentials) dan fenomena kesadaran (state of consciousness) manusia. Psikologi transpersonal memfokuskan perhatian pada dimensi spiritual dan pengalaman pengalaman rohaniah manusia. Psikologi transpersonal berawal dari penelitian penelitian psikologi kesehatan yang dilakukan oleh Abraham maslow dalam tahun 1960-an. Ditemukan bahwa orang orang yang mengalami pengalaman pengalaman puncar merasa lebih terintegrasi, lebih bersatu dengan dunia, lebih menjadi raja atas diri mereka sebdiri, lebih spontan, kurang menyadari ruang dan waktu, lebih cepat dan mudah menyerap sesuatu, dan sebagainya. Maslow menyimpulkan bahwa pengalaman keagamaan adalah peak experience, plateau dan farthes reaches of human nature. Oleh sebab itu kata maslow, psikologi belum sempurna sebelum difokuskan kembali dalam pandangan spiritual dan transpersonal. Psikologi transpersonal menunjukkan bahwa diluar alam kesadaran biasa terdapat ragam dimensi lain yang luar biasa potensialnya serta mengajarkan praktik praktik untuk mengajarkan manusia pada kesadaran spiritual, diatas Id, Ego, dan Superego-nya Freud. Sejak tahun 1969, ketika Journal of transpersonal psychology terbit untuk pertama kalinya psikologi mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Psikologi transpersonal, seperti halnya psikologi humanistic menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia ternyata mengandung berbagai potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi kontemporer. Bedanya adalah ; psikologi

Pendidikan Geografi Off L 2012

20

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

humanistic lebih memanfaatkan potensi potensi ini untuk peningkatan hubungn antar manusia, sedangkan psikologi transpersonal lebih tertari untuk meneliti pengalaman subjektif-transendental, serta pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini (Bastaman, 1997). Psikologi transpersonal menunjukkan bahwa aliran ini mencoba untuk menjajaki dan melakukan telaah ilmiah terhadap suatu dimensi yang sejauh ini lebih dianggap sebagai bidang garapan kaum kebatinan, rohaniawan, agamawan, dan mistukus.

F. Dimensi Spiritual Meskipun para peneliti tentang spiritual yang sehat mencatat bahwa spiritual harus dipahami dalam multi dimensional, namun Ingersoll (1994) menggambarkan spiritualitas dalam tujuh dimensi. 1. Meaning atau Makna Merupakan dimensi terpenting dari spiritualitas. Makna dapat dipahami sebagai sesuatu yang dialami individu yang membuat kehidupannya lebih bernilai atau berharga. Manusia memiliki perangkat atau alat untuk mencapai makna ini, yang berkembang sesuai dengan pengalaman yang mengasah dirinya. 2. Conception of Divinity atau Konsep Tentang Ketuhanan. Fox (1983) mengategorikan konsep individu tentang Tuhan atas teistik, atheistik, pantheistic, atau panetheistik. Secara teistikal individu berhubungan dengan kekuatan atau wujud transenden yang utama. Secara atheistic seseorang menyangkal atau menolak konsepsi tentang ketuhanan. Secara pantheistic individu berhubungan dengan suatu kekuatan absolute yang bersemayam dalam semua keberadaan. Dalam pantheistic, kekuatan atau wujud ketuhanan meliputi (flows) seluruh yang ada dan secara paradok melebihi semua yang ada 3. Relationship atau Hubungan Hubungan ini mencangkup bagaimana individu berhubungan dengan konsepnya tentang ketuhanan dan dengan orang lain. Burns (1989)

Pendidikan Geografi Off L 2012

21

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

kemudian mengembangkan gagasan tentang hubungan dalam spiritualitas dengan mendefinisikannya sebagai suatu perjuangan untuk dan penyatuan dengan realitas dari interkoneksi antar diri, orang lain, dan dengan zat yang maha kuasa (infine) atau yang bersifat ketuhanan (difine). 4. Mystery Merupakan salah satu dimensi spiritualitas yang penting. Banks (1950), mencatat bahwa spiritualitas merupakan dimensi yang secara tipikal dirassakan sebagai sesuatu yang tidak bisa dipahami dan tidak bisa dilukiskan. Misteri dan toleransi baginya merupakan bagian dari semua dimensi spiritual. 5. Experience atau Pengalaman Campbell (dalam cousineau, 1990) menekankan pentingnya pengalaman spiritual, dimana orang menceritakan tentang pencarian makna hidup; apa yang sesungguhnya mereka cari tidak lain adalah pengalaman hidup. Maslow menyatakan bahwa elemen spiritual dari peak experiences dipengaruhi oleh nilai nilai yang berkembang di dunia secular dan kerinduan akan makna (yearing of meaning). 6. Dimentional Integration atau Dimensi Integrasi Dimensi dimensi spiritual sebenarnya tidak berdiri sendiri melainkan saling berintegrasi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dapat dipahami bahwa spiritualitas sesungguhnya merupakan gabungn dari semua dimensi. 7. Play atau Permainan

G. Proses Perkembangan Spiritual Peserta Didik Teori Fowler mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan dapat berkembang hanya dalam lingkup perkembangan intlektual dan emosional yang dicapai oleh seseorang. Dan ketujuh tahap perkembangan agama itu adalah :

Pendidikan Geografi Off L 2012

22

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

1. Tahap prima faith. Tahap keprcayaan ini terjadi pada usia 0-2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Kepercayaan ini tumbuh dari pengalaman relasi mutual. Berupa saling memberi dan menerima yang diritualisasikan dalam interaksi antara anak dan pengasuhnya. 2. Tahap intuitive-projective. Tahap ini berlangsung antara usia 2-7 tahun. pada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil pengajaran dan contohcontoh signivikan dari orang dewasa, anak kemudian berhasil merangsang, membentuk, menyalurkan dan mengarahkan perhatian seponten serta gambaran intuitif dan proyektifnya pafda ilahi. 3. Tahap mythic-literal faith Dimulai dari usia 7-11 tahun. pada tahap ini, sesuai dengan tahap kongnitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya. Gambaran tentang tuhan diibaratkan sebagai seorang pribadi, orangtua atau penguasa, yang bertindak dengan sikap memerhatikan secara konsekuen, tegas dan jika perlu tegas. 4. Tahap synthetic-conventional faith. Tahap ini terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Sistem kepercayaan remaja mencerminkan pola kepercayaan masyarakat pada umumnya, namun kesadaran kritisnya sesuai dengan tahap operasional formal, sehingga menjadikan remaja melakukan kritik atas ajaran-ajaran yang diberikan oleh lembaga keagamaan resmi kepadanya.Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan yang transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggap sacral.Symbol-simbol identik kedalaman arti itu sendiri.Allah dipandang sebagai pribadi lain yang berperan penting dalam kehidupan mereka.Lebih dari itu,

Pendidikan Geografi Off L 2012

23

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Allah dipandang sebagai sahabat yang paling intim, yang tanpa syarat. Selanjutnya muncul pengakuan bahwa allah lebih dekat dengan dirinya sendiri. Kesadaran ini kemudian memunculkan pengakuan rasa komitmen dalam diri remaja terhadap sang khalik 5. Tahap individuative- reflective faith, Tahap ini terjadi pada usia 19 tahun atau pada masa dewasa awal, pada tahap in8i mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Pengalaman personal pada tahap ini memainkan peranan penting dalam kepercayaan

seseorang.Menurut Fowler pada tahap ini ditandai dengan. a. Adanya kesadaran terhadap relativitas pandangan dunia yang

diberikan orang lain, individu mengambil jarak kritis terhadap asumsiasumsi sistem nilai terdahulu. b. Mengabaikan kepercayaan terhadap otoritas eksternal dengan munculnya ego eksekutif sebagai tanggung jawab dalam memilih antara prioritas dan komitmen yang akan membantunya membentuk identitas diri. 6. Tahap Conjunctive-faith Tahap ini disebut juga paradoxical-consolidation faith, yang dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Tahap ini ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan symbol-simbol, ritual-ritual dan keyakinan agama. Dalam tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangan-pandangan yang paradoks dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran akan keterbatasan dan pembatasan seseorang. 7. Tahap universalizing faith, Tahap berkembang pada usia lanjut. Perkembangan agama pada masa ini ditandai dengan munculnya sisitem kepercayaan transcendental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentransasi diri dan pengosongan diri.Pristiwa-prisiwa konflik tidak selamanya dipandangan sebagai paradoks, sebaliknya, pada tahap ini orang mulai

Pendidikan Geografi Off L 2012

24

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

berusaha mencari kebenaran universal. Dalam proses pencarian kebenara ini, seseorang akan menerima banyak kebenaran dari banyak titik pandang yang berbeda serta berusaha menyelaraskan

perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang masuk dalam jangkauan universal yang paling lua.

1. Karakteristik Perkembangan Spiritual Peserta Didik 1. Teori Perkembangan spiritual Fowler Konsep tentang spiritualitas dan kepercayaan yang digunakan fowler merujuk pada apa yang dikemukakan oleh Wilfred Cantwell Smith, bahwa kepercayaan eksistensional merupakan kualitas pribadi, yaitu suatu orientasi kepribadian seseorang yang menanggapi nilai dan kekuasaan tresenden, orientasi terhadap dirinya, sesamanya dan alam semesta yang dilihat dan dipahami lewat bentuk bentuk tradisi kumulatif. Fowler (1978) menyebut kepercayaan sebagai sesuatu yang universal, cirri dari seluruh hidup, tindakan pengertian diri semua manusia, entah mereka menyatakan diri sebagai diri orang yang percaya dan orang yang beragamaan atau sebagai orang yang tidak percaya pada apapun. Fowler mengusulkan tahap perkembangan spiritual dan keyakinan yang dibangun atas dasar teori teori perkembangan dari Erikson, Piaget, Kohlberg, Perry, Gilligan, dan Lefinson. Tahap primal faith. Terjadi padsa usia 0-2 tahun yang ditandai dengan rasa percaya dan setia anak pada pengasuhnya. Tahap intuitive-projective fait, berlangsung antara usia antara 2-7 tahun kepada tahap ini kepercayaan anak bersifat peniruan, karena kepercayaan yang dimilikinya masih merupakan gabungan hasil pengajaran dan contoh contoh signifikan dari orang dewasa. Tahap mythic-literal fait, Dimulai usia 7-11 tahun pada tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya. Tahap synthetic-conventional fait, terjadi pada usia 12-akhir masa remaja atau awal masa dewasa ditandai dengan adanya kesadaran tentang

Pendidikan Geografi Off L 2012

25

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

simbiolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan Yang Transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggapnya sacral. Tahap Individuative-reflective fait, terjadi pada usia 11 tahun atau pada masa dewasa awal. Pada tahap ini mulai muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan tersebut. Tahap cunjunctive fait, disebut juga paradoksical-consolidation fait, dimulai usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir. Ditandai dengan perasaan perasaan terintegrasi deng symbol-simbol, ritual dan keyakinan agama. Pada tahap ini seseorang juga lebih terbuka terhadap pandangn pandangan yang paradox dan bertentangan, yang berasal dari kesadaran dan keterbatasan dan pembatasan seseorang. Tahap universalizing fait, Berkembang pada usia lanjut. Ditandai dengan munculnya system kepercayaan transcendental untuk mencapai perasaan ketuhanan, serta adanya desentrasasi diri dan pengosongan diri.

2. Karakteristik Perkembangan Spiritualitas Anak usia Sekolah Pada tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai dapat berpikir logis dan mengatur dunia dengan kategorikategori baru. Fowler menjelaskan bahwa orientasi pada hal yang naratif dan cerita menjadi orientasi pokok tahap ini. Anak anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahamannya mengenai konsep-konsep konkret anthropoforfis, yang mempunyai perwujudan riil serta memiliki sifat sifat pribadi seperti manusia. Namun seiring perkembangan kognitifnya, konsep ketuhanan yang bersifat konkret ini mulai berubah menjadi abstrak. 3. Karakteristik Perkembangan Spiritualitas Anak Remaja Perkembangan yang cukup berarti. Mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Dalam suatu studi yang dilakukan Goldman (1962) tentang

Pendidikan Geografi Off L 2012

26

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

perkembangan pemahaman agama anak-anak dan remaja dengan latar belakang teori perkembangan kognitif piaget, ditemukan bahwa perkembangan pemahaman agama remaja berada pada tahap 3 yaitu, formal operational religious thought, dimana remaja memperlihatkan pemahaman agama yang lebih abstrak dan hipotetif. Mengacu pada teori perkembangan spiritualitas fowler, remaja berada dalam tahap synthetic-conventional faith, tahap dimana remaja mulai bersifat konfornitis dan melakukan penyesuaian-penyesuaian diri dengan harapan-harapan social. Pada tahap ini, remaja juga mulai mencapai pengalaman bersatu dengan Yang Transenden melalui symbol dan upacara keagamaan yang dianggapnya sacral. Disamping menunjukkan minat yang kuat terhadap hal hal spiritual, fenomena keberagamaan remaja juga sering ditandai dengan keraguan beragama (religious doubt). Kegagalan individu untuk meraih kematangan dalam beragama disebabkan kegagalan mengatasi krisis pada tahap sebelumnya. Pada setiap tahap perkembangan kehidupan, seseorang akan dihadapkan pada 2 titik ekstrim sebagaimana dipaparkan oleh erikson (1993) pada setiap tahap selalu terjadi krisis antara 2 posisi ekstrim, positif dan negative dan indifidu akan melakukan komitmen komitmen tertentu dalam usaha menyelesaikan konfliknya. Kegagalan mengenai krisis internal di atas, bila bertemu dengan lingkungan eksternal yang tidak mendukung perkembangan kepercayaan, akan menjadikan remaja terseret dalam pengaruh lingkungan. Faktor terakhir yang oleh fowler (1988) diidentifikasikan berpengaruh terhadap perkembangan kepercayaan eksistensial adalah keanggotaan dalam kelompok biasanya setiap individu akan memiliki referencen group yang menjadi pusat aktivitas bagi dirinya. Begitu juga dalam aktivitas beragamanya, kelompok akan mempengaruhi cara seseorang beragama Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anakanak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan

Pendidikan Geografi Off L 2012

27

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

dan eksistensi.Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus, pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya (significant others) dan dengan mayoritas lainya.

H. Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan

Sekolah sebagai lembaga pendidikan dituntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious. Berikut ini akan dikemukakan beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik. 1. Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi (hidden curriculum), yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan. Tanpa adanya modal tingkah laku yang baik dari guru maka pendidikan moral dan agama yang diberikan di sekolah tidak akan efektif menjadi peserta didik sebagai seorang yang moralis dan religious. 2. Memberikan pendidikan formal langsung (direct moral education), yakni pendidikan moral denga pendekatan pada nilai dan juga sifat selama jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai nilai dan sifat sifat tersebut kepada kurikulum. 3. Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai (values clarification), yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk dicari.

Pendidikan Geografi Off L 2012

28

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

4. Menjadikan pendidikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan. 5. Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parenting, seperti: 1. Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari. 2. Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari. 3. Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta. 4. Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).

Pendidikan Geografi Off L 2012

29

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

BAB III KESIMPULAN

Dari penjelasan makalah di atas dapat di simpulkan sebagai berikut : 1. Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (Santroch, 1995). 2. Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran Prakonvesional, Penalaran Konvensional, Penalaran Pascakonvensional 3. spiritualitas didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu kekuatan atau suatu yang lebih agung dari dirisendiri (Witmer 1989). 4. Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi: Kepercayaan, Pemaafan, Cinta dan hubungan, Keyakinan, kreativitas dan harapan, Maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan. 5. Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan diantaranya sebagai berikut : Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kerikulum, Memberikan pendidikan moral langsung, Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, Menjadikan pendidikan sebagai wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parenting.

Pendidikan Geografi Off L 2012

30

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

RUJUKAN http://faqihhunaini.blogspot.com/2012/01/perkembangan-moral-dan-spiritual.html
http://asasin-casas.blogspot.com/2011/12/proses-perkembangan-moral-danspiritual.html http://www.sevencounties.org/poc/view_doc.php?type=doc&id=41173&cn=1310

http://www.psikologizone.com/teori-perkembangan-moral-kohlberg/06511736 http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg http://yuanitaresti.blogspot.com/2011/01/bab-i-pendahuluan.html Ali,Mohammad.mohammad Asrori.2004.Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik.Jakarta:PT. Bumi Aksara Danim,Sudarman.2010.Perkembangan Peserta Didik.Bandung:CV. Alfabeta. Desmitha,2010.Psikologi perkembangan peserta didik.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Fatimah,Enung.2008.Psikologi Perkembangan(Perkembangan Peserta Didik).Bandung:CV. Pustaka Setia.

Pendidikan Geografi Off L 2012

31

Anda mungkin juga menyukai