Anda di halaman 1dari 7

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Masalah kesehatan gigi dan mulut, menjadi perhatian yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya kelompok anak usia sekolah terhadap gangguan kesehatan gigi. Kesehatan mulut dan gigi telah mengalami peningkatan pada abad terakhir, tetapi prevalensi terjadinya karies gigi pada anak tetap merupakan masalah klinik yang signifikan.1 Hasil laporan Studi Morbiditas tahun 2001, menunjukkan bahwa kesehatan gigi dan mulut di Indonesia merupakan hal yang perlu diperhatikan, karena penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit tertinggi yang dikeluhkan oleh masyarakat yaitu sebesar 60%.1 Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi meluas ke arah pulpa. Karies gigi dapat terjadi pada setiap orang yang dapat timbul pada suatu permukaan gigi dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi.2 Kerusakan gigi (karies) disebabkan oleh empat komponen yang saling berinteraksi dalam menyebabkan karies. Komponen pertama yaitu tuan rumah adalah keadaan gigi dan saliva, merupakan tuan rumah untuk mikroorganisme yang ada dalam mulut. Komponen kedua adalah mikroorganisme dalam mulut, komponen ketiga adalah substrat (makanan), dan pada saat yang sama berfungsi sebagai makanan untuk manusia dan mikroorganisme. Sedangkan

komponen keempat adalah waktu. Keempat komponen ini sering digambarkan sebagai empat lingkaran yang mempengaruhi karies gigi.3,4 Pola makan mempengaruhi karies gigi dalam hal frekuensi mengkonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Diantara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terbentuk lubang pada gigi.5 Kecenderungan terjadinya karies merupakan ciri-ciri nyata anak dengan kondisi oral higiene buruk, sering dijumpai penumpukan plak dan deposit-deposit lainnya pada permukaan gigi karena pada anak lebih sulit menjaga kebersihan mulut. Kondisi oral higiene akan semakin buruk pada keadaan gigi yang berjejal dan adanya kelainan lengkung rahang, sehingga risiko karies menjadi meningkat.5 Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2004, prevalensi karies di Indonesia mencapai 90,05% dan ini tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Data dari Bank WHO (2000) yang diperoleh dari enam wilayah WHO (AFRO, AMRO, EMRO, EURO, SEARO, WPRO) menunjukkan bahwa rerata pengalaman karies (DMFT) pada anak usia 12 tahun berkisar 2.4. Indeks karies di Indonesia sebagai salah satu Negara SEARO (South East Asia Regional Offices) saat ini berkisar 2,2 untuk kelompok usia yang sama.5

Kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh sikap dan perilaku hidup sehat. Kemampuan untuk memelihara diri agar dapat mencapai tingkat higiene mulut yang memadai adalah, kondisi yang memacu tinggi atau rendahnya status kesehatan gigi dan mulut. Kemampuan ini sangat dipengaruhi oleh perkembagan sosial budaya dan tingkat ekonomi masyarakat yang bersangkutan.6 Menurut Bahar salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut penduduk di Negara Berkembang adalah perilaku. Perilaku merupakan hal penting yang dapat mempengaruhi status kesehatan gigi individu atau masyarakat. Perilaku yang dapat mempengaruhi perkembangan karies adalah kebiasaan makan dan pemeliharaan kebersihan mulut, dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor. 1 Data Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 menunjukkan perilaku masyarakat tentang pemeliharaan kesehatan gigi masih rendah, sebagian besar penduduk Indonesia (61,5%) menyikat gigi kurang sesuai dengan anjuran program menyikat gigi yaitu setelah makan dan sebelum tidur, bahkan 16,6% tidak menyikat gigi. Laporan riset kesehatan dasar tahun 2007-2008 propinsi Sulawesi Tengah, proporsi penduduk di Sulawesi Tengah yang menggosok gigi setiap hari lebih banyak (89,7%) dari pada yang tidak (10,3%) namun lebih banyak menggosok gigi dengan cara yang salah (91,7%).7 Usia sekolah merupakan masa untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia yang berkualitas dan kesehatan merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Peran sekolah sangat diperlukan dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut anak, karena faktor lingkungan yang

salah satunya adalah sekolah, memiliki kekuatan besar dalam menentukan perilaku. Penentuan perilaku dalam hal ini adalah dihasilkannya kebiasaan menyikat gigi pada anak, yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada perasaan terpaksa.1 Salah satu kegiatan untuk mengatasi masalah kesehatan gigi pada anak adalah melalui program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS).1 UKGS yaitu salah satu program pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas. UKGS memberikan pelayanan dalam bentuk peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang ditujukan bagi anak usia sekolah binaan dengan maksud agar mendapatkan generasi yang sehat.1 Menurut WHO, kelompok usia 12 adalah usia yang penting, karena pada usia tersebut anak akan meninggalkan sekolah dasar dan merupakan kelompok yang mudah dijangkau melalui sistem UKGS, dan pada usia tersebut anak dapat lebih mudah diajak komunikasi. Menurut SKRT tahun 1995 anak usia 5-14 tahun, jumlah anak yang sama sekali tidak menyikat gigi sebanyak 23,4% dan jumlah anak yang menyikat gigi pada waktu yang tepat sebanyak 5,6%. Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada anak usia sekolah ternyata pengetahuan mengenai waktu penyikatan yang benar masih rendah, sehingga Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) masih perlu ditingkatkan lagi.8 Banyak orang tua tidak pernah membayangkan bahwa masalah gigi dan mulut anak dapat berpengaruh pada perkembangan anak. Maka, orang tua harus memberikan perhatian terhadap kesehatan gigi dan mulut anak. Orang tua harus mengajari anaknya cara merawat gigi dengan baik, yaitu dengan memberi contoh cara

menyikat gigi yang benar.9 Proses penyikatan gigi pada anak dengan frekuensi yang tidak optimal dapat disebabkan karena anak tidak dibiasakan melakukan penyikatan gigi secara dini oleh orang tua, sehingga anak tidak mempunyai kesadaran dan motivasi untuk memelihara kebersihan dan kesehatan gigi dan mulutnya.10 Kemampuan menyikat gigi secara baik dan benar, penggunaan alat, metode penyikatan gigi, lamanya menyikat gigi, serta frekuensi dan waktu penyikatan yang tepat merupakan faktor yang cukup penting untuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.11 WHO menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan gigi pada kelompok usia 12 tahun, karena merupakan kelompok usia yang kritis terhadap kesehatan gigi. Oleh karena itu, subjek penelitian adalah murid SMP yang diperkirakan berusia 12-15 tahun yang baru saja meninggalkan Sekolah Dasar, sehingga diharapkan anak dapat menerapkan pengetahuan kesehatan gigi yang diperoleh dari SD pada tingkat SMP. Tempat penelitian yang dipilh adalah SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah karena sekolah tersebut lebih mudah dijangkau oleh peneliti dan adanya kerja sama dari pihak sekolah tersebut dalam kelangsungan penelitian ini.

1.2

Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies dan indeks oral higiene pada anak SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah Medan?

1.3

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui indeks oral higiene pada anak SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah Medan. 2. Mengetahui pengalaman karies pada anak SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah Medan. 3. Menganalisis hubungan antara perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan indeks oral higiene pada anak SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah Medan. 4. Menganalisis hubungan antara perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut dengan pengalaman karies pada anak SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah Medan.

1.4 1.

Manfaat Penelitian Sekolah dan UKGS

Sebagai masukan untuk meningkatkan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut murid. 2. Guru

Sebagai masukan untuk lebih memperhatikan kesehatan gigi dan mulut murid. 3. Ilmu Pengetahuan

Sebagai sumber informasi penelitian Ilmu Kedokteran Gigi Anak. 4. Peneliti

Sebagai pengalaman dalam belajar melakukan penelitian.

1.5

Hipotesa Penelitian

Ada hubungan perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut dengan pengalaman karies dan indeks oral higiene pada anak SMP Yayasan Perguruan Nurul Hasanah Medan.

Anda mungkin juga menyukai