Anda di halaman 1dari 39

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL TERHADAP KINERJA PELAYANAN DENGAN BUDAYA KERJA DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI

VARIABEL MODERASI (Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon)

Victor Pattiasina (Mahasiswa Magister Sains Akuntansi) Made Sudarma (Universitas Brawijaya Malang) Sutrisno (Universitas Brawijaya Malang)

ABSTRACT

Victor Pattiasina: Economics Graduate School, Brawijaya University, 01 February 2011. The Effect of Transformational Leadership Style on Service Performance with Working Culture and the Implementation of Good Corporate Governance as Moderating variables: a Study on Hospitals in Ambon City. Supervisor: Rosidi, cosupervisor: Ali Djamhury.

This research examined the effect of transformational leadership style

with working culture and the implementation of good corporate governance (GCG) as moderating variables. The study was conducted at hospitals in Ambon. The population of this research was the staff personals and patients. The information gained through the completion of questionnaires which were distributed and filled by 86 respondents. The sampling used was purposive sampling. Data was collected using direct survey. The hypothesis was tested by empirically using Moderated Regression Analysis (MRA).
The results showed that the transformational leadership style had positive effect on service performance. This result indicated that transformational leadership had important role to increase performance. Yet, working culture as moderating variable did not have effect on relationship between leadership style and service performance. The result also showed that implementation of good corporate governance had significant effect on service performance. This result indicated that the implementation of GCG increase the relationship between leadership style and service performance. Keywords : Transformational leadership style, working culture, good corporate governance, service performance.

ABSTRAK

Victor Pattiasina: Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 01 Februari 2011. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional terhadap Kinerja Pelayanan dengan Budaya kerja dan Penerapan Good Corporate Governance sebagai Variabel Moderasi: Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon. Ketua Pembimbing: Rosidi, Komisi Pembimbing: Ali Djamhuri

Penelitian ini menguji pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan dengan budaya kerja dan implementasi Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel moderasi. Studi ini dilakukan di Rumah Sakit di Kota Ambon. Populasi dari penelitian ini adalah semua unsur pimpinan dan pasien Rumah Sakit di Kota Ambon. Pengujian dilakukan pada sampel sebanyak 86 responden. Metode sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan survei langsung. Pengujian hipotesis diuji secara empiris menggunakan Moderated Regression Analysis (MRA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh positif terhadap kinerja pelayanan. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan berperan dalam pencapaian kinerja yang lebih baik. Akan tetapi, budaya kerja sebagai variabel moderasi tidak memiliki pengaruh terhadap hubungan antara gaya kepemimpinan dan kinerja pelayanan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa implementasi GCG berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pelayanan. Hal ini mengindikasikan bahwa implementasi GCG memperkuat hubungan antara gaya kepemimpinan dengan kinerja pelayanan.

Kata Kunci:

Gaya Kepemimpinan Transformasional, Budaya Kerja, Implementasi GCG, Kinerja Pelayanan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuntutan terselangaranya good governance dalam Implementasi penerapan otonomi daerah, tidak sekedar tuntutan yuridis formil, tetapi lebih dari itu adalah bukti nyata adanya tuntutan atas peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini telah berdampak pada pergeseran paradigma manajemen sektor publik (pemerintah), khususnya di pemerintah daerah yang telah mengarah kepada perwujudan pemerintahan yang demokratis, responsive, akuntabel, serta peningkatan kinerja organisasi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Substansi reformasi paradigma pelayanan publik adalah pergeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik dari yang semula berorientasi pemerintah sebagai penyedia menjadi pemerintah sebagai pelayan yang berfokus kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat sebagai pengguna. Konsekwensi penting bagi pemerintah dalam menyikapi pergeseran pola penyelenggaraan pelayanan publik ini adalah pemerintah harus mendengarkan suara publik dengan memberikan ruang bagi partisipasi masyarakat. Sejalan dengan itu pemerintah telah mengeluarkan beberapa regulasi yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi pelayanan pemerintah dalam mendorong pelayanan publik yang prima, seperti : 1. Surat Keputusan Menpan No. 81/1993 Tentang Peningkatan Pelayanan Publik. 2. Instruksi Presiden No. 1/1995 tentang Peningkatan Mutu Pelayanan Bagi Masyarakat. 3. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/7/M.PAN/2003 Tentang

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Meskipun telah banyak peraturan dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah dalam mendorong terciptanya pelayanan publik yang prima, namun secara umum kinerja pelayanan publik yang dihasilkan oleh organisasi publik di Indonesia relatif belum prima dan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Kenyataan empirik membuktikan bahwa pelayanan publik yang diberikan pihak pemerintah maupun swasta saat ini terutama di Indonesia masih bersifat minta dilayani (to be served), sehingga banyak menimbulkan ketidakpuasan masyarakat tentang pelayanan yang diberikan (Sudrajat,2004). Model pelayanan publik yang diberikan saat ini relatif tidak berdasar ukuran kebutuhan masyarakat yang posisinya sebagai pengguna jasa layanan, tetapi model ini lebih berorientasi pada pelaksanaan program yang telah dirumuskan pimpinan (relatif tidak diawali dengan studi yang mengidentifikasi hal apa yang diinginkan masyarakat). Fenomena tersebut relevan dengan hasil kajian empirik Mita (2000) yang membuktikan bahwa pelaksanaan pelayanan publik di negara berkembang terlalu tersentralisasi. Salah satu alasan yang mendasari fenomena tersebut adalah pengambilan keputusan yang tersentralisasi dan terkesan kurang menyentuh kebutuhan pelayanan masyarakat. Brackertz (2006) membuktikan bahwa keberhasilan terlaksananya pelayanan publik yang baik sangat tergantung pada seberapa besar kapasitas sarana prasarana yang dimiliki oleh sebuah organisasi dalam memberikan pelayanan. Sedangkan

untuk mengukur efektifitas pelayanan publik senyatanya dapat diukur dengan membandingkan perbedaan antara harapan (expectations) dan kinerja yang dirasakan (perceived performance). Harapan aktual pelayanan publik, khususnya terhadap pelayanan rumah sakit sebagai salah satu organisasi sektor publik (dalam penelitian ini sebagai objek studi) adalah agar dalam pengelolaannya harus dilakukan dengan transparan dan akuntabel. Fungsi umum rumah sakit sebagai lembaga pelayanan sosial kesehatan masyarakat harus dipertahankan, yakni kegiatan utamanya adalah memberikan pelayanan kesehatan masyarakat, dan terbuka 24 jam, dalalm memberikan pelayanan kepada pasien baik berupa rawat inap, rawat darurat maupun rawat jalan, baik yang mengalami penyakit berat maupun penyakit ringan tanpa diskriminatif. Proses pelayanan kesehatan kepada masyarakat bukan hal yang mudah, proses tersebut membutuhkan ketelitian dan kesabaran serta keihklasan dalam pelayanan, kehadiran rumah sakit tidak berpihak pada pasien tertentu tetapi pelayanannya harus di lakukan secara merata sesuai dengan kebutuhan pasien (non-diskriminatif). Tuntutan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan menjadi penting terkait bervariasinya kebutuhan pelayanan kesehatan oleh masyarakat dan pertumbuhan usaha jasa kesehatan yang semakin berkembang yang memungkinkan terjadinya persaingan pelayanan, konsukwensi aktualnya adalah bahwa rumah sakit yang dapat memberikan kualitas layanan kesehatan terbaik (secara spesifik dalam hal kualitas pelayanan administrasi, kualitas pelayanan perawat, pelayanan

kebersihan, kualitas pelayanan dokter, pelayanan gizi dan pelayanan pasca rawat inap) secara maksimal kepada masyarakat (pasien), maka rumah sakit itu akan dapat berkembang. Realita umumnya menunjukan tingkat kualitas layanan kesehatan yang dihasilkan rumah sakit di Indonesia belum prima dan belum mencapai tujuan yang diharapkan. Kebanyakan pelayanan publik dalam bidang kesehatan tersebut masih berorientasi pada organisasi dan pribadi internal organisasi sehingga sering menimbulkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan (Sudarajat, 2004). Secara empiris hasil penelitian Ani dkk. (2001), Lamiri dan Iman (1998) membuktikan bahwa ratarata pelayanan dan tranparansi pelayanan rumah sakit relatif masih belum dapat menjamin kepuasan pasien. Hasil kajian empiris tersebut membuktikan secara umum bahwa pengelolaan rumah sakit relatif belum sesuai dengan apa yang menjadi harapan masyarakat (pasien), hal tersebut merupakan gambaran secara umum kondisi masyarakat yang relatif belum mendapatkan pelayanan kesehatan dari rumah sakit yang maksimal sesuai harapannya. Hasil penelitian Ratnasari (2001) menyimpulkan bahwa kinerja pelayanan rumah sakit dipengaruhi oleh peningkatan fasilitas dan peralatan, citra, faktor human resources, harga dan lokasi. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa faktor yang paling penting dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yaitu interaksi antara pasien dengan penyedia jasa pelayanan kesehatan. Secara umum pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang kompleks yang tidak terfokus secara mutlak pada suatu faktor, hal tersebut relative sangat

terkait dengan karakterisik objek pelayanan yakni mengobati kondisi kesahatan manusia. Pelayanan kesehatan membutuhkan kolektifitas pendukung baik dari aspek medis dan non medis dalam penangganan kesehatan mengindikasikan aktivitas kerja pelayanan kesehatan cenderung merupakan aktivitas kerja tim, bukan aktivitas kerja individu hal ini memerlukan suatu pengetahuan yang lebih menekankan pada kerja sama dan koordinasi semua elemen organisasi. Muluk (2009) mengungkapkan bahwa kunci dari sejumlah masalah yang tersisa tersebut menunjuk pada nilai, kepercayaan, dan norma institusional dan dibarengi pula dengan sikap-sikap individual. Hal ini mengarah pada substansi budaya organisasi dan bagaimana mengubah budaya tersebut. Nilai-nilai yang sudah ditanamkan kepada karyawan dalam memberikan pelayanan kepada konsumennya tadi dapat terungkap dari pandangan mereka bahwa justru konsumenlah orang terpenting dalam pekerjaan mereka. Pasien adalah raja yang mana semua karyawan bergantung padanya bukan pasien yang bergantung pada karyawan. Pasien bukanlah pengganggu pekerjaan karyawan namun merekalah tujuan karyawan bekerja. Karyawan bekerja bukan untuk menolong pasien, namun kesadaran pasienlah yang menolong karyawan karena pasien tersebut telah memberikan peluang kepada karyawan untuk memberikan pelayanan. Pada kenyataannya pelayanan kesehatan publik dapat berhasil, berkinerja tinggi dan berkualitas serta berorientasi konsumen dalam kondisi lingkungan yang dinamis dibutuhkan dukungan nilai-nilai, keyakinan bersama atau kesepakatan-kesepakatan seluruh anggota organisasi yang

berfokus pada harapan publik. Diasumsikan bahwa nilai-nilai atau kesepakatan-kesepakatan seluruh anggota organisasi yang berfokus pada tujuan organisasi merupakan manefestasi budaya organisasi yang berpotensi dapat mengantarkan organisasi menuju kepada kinerja tinggi. Nilai-nilai atau kesepakatankesepakatan seluruh anggota organisasi dikaitkan dengan mutu kerja, maka akan membentuk budaya kerja organisasi tersebut. Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pendangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja (Trigono dalam Prasetya, 2001). Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan masyarakat yang dilayani (Kepmenpan No.25/Kep/M.Pan/04/2002). Secara umum hasil kajian empirik Xenikou dan Simosi (2006), menunjukkan bahwa budaya mempunyai pengaruh terhadap kinerja. Merujuk pada teori kebutuhan Maslow menjelaskan bahwa budaya kerja yang baik mampu menjadi supporting system bagi kerja. Hasil kajian empirik Tobing (2006) mendukung pendapat Maslow dengan menyatakan bahwa budaya kerja berpengaruh positif langsung terhadap kinerja. Secara spesifik hasil kajian Zebua (2009) menemukan bahwa secara parsial terdapat pengaruh signifikan budaya kerja dan insentif

terhadap kinerja staf rekam medik di RSUP H. Adam Malik Medan, hasil kajian ini menjustifikasi bahwa budaya kerja berpengaruh terhadap kinerja pelayanan kesehatan. Berdasarkan hasil kajian teoritis dan kajian empiris tersebut dapat diasumsikan secara umum bahwa pencapaian kinerja pelayanan yang maksimal pada sektor publik, khususnya pada bidang pelayanan kesehatan dipengaruhi juga oleh peningkatan budaya kerja. Peran penting pimpinan transformasional dalam aktivitas palayanan rumah sakit didasarkan paradigma jasa pelayanan kesehatan rumah sakit dewasa ini sudah mengalami perubahan yang mendasar dan merupakan sebuah badan usaha yang mempunyai banyak unit bisnis strategis. Perubahan lingkungan secara alamiah akan mendorong rumah sakit menjadi organisasi yang berciri multiproduk dan mixed output, sehingga membutuhkan penanganan dengan konsep manajemen yang tepat. Rumah saki sebenarnya adalah sebuah badan usahana yang mempunyai berbagai macam unit usaha strategis. Misalnya instalasi rawat inap, anstalasi laboratorium, gawat darurat, gizi dan lain-lain. Dengan demikian, rumah sakit secara keseluruhan dapat dianggap sebagai suatu lembaga usaha yang mempunyai berbagai unit bisnis (unit usaha) strategis. Untuk itu pimpinan rumah sakit haruslah mampu membaca perubahan paradigma tersebut. Dengan ketajaman dan kejelian sebagai seorang pemimpin rumah sakit tersebut diharapkam akan mampu mengambil keputusan yang tepat dalam memimpin dan menjalankan fungsi pelayanan kesehatan rumah sakitnya, sebagaimana yang diharapkan dalam misi dan visi rumah sakit tersebut.

Pendapat Darmawati, dkk. (2004) menjustifikasi arguman tersebut dengan menyatakan bahwa faktor penting dalam hal penataan organisasi publik guna pencapaian kinerja pelayanan yang maksimal sesuai dengan dinamisasi lingkungan adalah menerapkan good corporate governance. Dalam perkembangannya, good corporate governance semakin mempunyai peranan yang sangat penting bagi organisasi, yakni sebagai alat control manajemen dalam meningkatkan kinerja perusahaan dan upaya menciptakan organisasi yang sehat. Secara umum good publik and corporate governance memiliki manfaat yang positif guna mendukung kinerja suatu organisasi. Argumen ini didukung oleh hasil kajian empirik Day report (1994) dalam Kusumawati, dkk. (2005) mengemukakan bahwa corporate governance yang efektif dalam jangka panjang akan dapat meningkatkan kinerja perusahaan dan mengutungkan pemegang saham. Peningkatan ini tidak hanya untuk pemegang saham tetapi juga untuk kepentingan publik secara umum. Senada dengan penelitian di atas Darmawati, dkk (2004) mengemukakan bahwa implementasi GCG mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan. Kondisi fasilitas rumah sakit yang beragam, ada pula sebagian rumah sakit memiliki fasilitas berkurang dan relatif terbatas sebagai akibat dampak kerusuhan, hal tersebut membentuk karateristik kinerja pelayanan masingmasing rumah sakit. Hasil laporan UNDP (2006) menyimpulkan bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat di kota Ambon pasca konflik horizontal mengalami peningkatan dengan indikator tingkat kepuasan konsumen. Hasil penelitian

Wairisal (2008) mengungkapkan bahwa responsibity, jaminan dan kewajaran merupakan dimensi dominan yang mempengaruhi tingkat pelayanan dan kepuasan pasien rawat inap pada rumah sakit umum swasta di kota Ambon. Selanjutnya hasil kajian Wairisal (2005) mengungkapkan bahwa rata-rata persepsi para medis menyatakan bahwa mengutamakan penanganan pasien dari pada administrasi pasien, hasil kajian tersebut mengungkapkan pelayanan kesehatan rumah sakit di kota Ambon masih dengan pendekatan sosial. Sahertian (2010) melakukan kajian dengan prespektif yang berbeda dalam mengungkapkan determinan kualitas jasa pelayanan kesehatan dengan menyimpulkan bahwa organizational citizenship behavior mempengaruhi kualitas jasa pelayanan kesehatan rumah sakit umum di kota Ambon. Gambaran realita dan hasil kajian empiris tersebut mengungkapakan kompleksitas determinan yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik khususnya dalam bidang kesehatan, hasil-hasil kajian tersebut juga mengungkapkan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan rumah sakit di kota Ambon walaupun fasilitas pendukung relatif minim. Gambaran kondisi realita tersebut bertolak belakang dengan hasil kajian Brackertz (2006); Lamiri dan Iman (1998); Ratnasari (2001) yang menyimpulkan bahwa peningkatan kinerja pelayanan publik bidang kesehatan sangat dipengaruhi oleh peningkatan fasilitas atau sarana prasarana. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah : Pertama, Jabnoun dan Rasasi (2005) melakukan penelitian di rumah sakit United Arab Emirat (UAE) pada

penelitian ini peneliti menekankan gaya kepemimpinan transformasional, dan kinerja pelayanan kepada pasien sedangkan penelitian ini menekankan pada kinerja pelayanan dengan menghubungkan gaya kepemimpinan transformasional, budaya kerja dan GCG. Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Xenikou dan Simosi (2006), pada penelitian ini menekankan pada gaya kepemimpinan transformasional, budaya organisasi dan kinerja dan dilakukan disektor bisnis, maka peneliti ini menambahkan satu variable yaitu good corporate governance (GCG) dan dilakukan di Rumah Sakit, dan lebih menekankan pada kinerja pelayanan. Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Temalagi (2009) menganalisis gaya kepemimpinan terhadap penerapan good corporate governance (GCG) melalui budaya organisasi sebagai variable intervening. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Temalagi (2009) atas saran penelitian dengan menambahkan variabel lain yakni kinerja pelayanan. Perbedaan penelitian ini dengan studi sebelumnya antara lain, dari sisi metodologi; peneliti sebelumya telah memetahkan pola hubungan langsung variabel kepemimpinan, terhadap penerapan good corporate governance dengan budaya sebagai variabel intervening. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti menggunakan pola interaksi. Dari sisi teori; peneliti sebelumnya mencoba untuk menganalisis dua teori kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan karismatik. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan gaya kepemimpinan transformasional dipadukan dengan kinerja pelayanan. Objek Penelitian; peneliti sebelumnya melakukan penelitian pada beberapa

rumah sakit swasta dan pemerintah di kota malang sedangkan penelitian ini pada kota ambon. Penelitian ini dilakukan guna mengkaji peningkatan kinerja pelayanan kesehatan pada rumah sakit di kota Ambon. Pengembangan kajian dilakukan dengan berfokus pada analisis faktor non fisik, yakni kepemimpinan transformasional, budaya kerja dan disertakan kajian implementasi prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) terhadap tingkat kinerja pelayanan publik dalam hal ini pelayanan kesehatan. Motivasi Penelitian Motivasi penelitian ini antara lain: pertama, penelitian ini dilakukan pada organisasi rumah sakit, untuk menguji apakah budaya kerja dan penerapan Good corporate governance (GCG) memoderasi pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan rumah sakit. Penerapan GCG pada rumah sakit khususnya di Kota Ambon belum banyak penelitian yang lebih mendalam untuk melihat implikasi dari penerapan GCG tersebut terhadap perbaikan kinerja pelayanan rumah sakit. Kedua, budaya kerja yang juga bertindak sebagai variabel moderating dalam memoderasi pengaruh antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan, pada penelitian ini mencoba menguji beberapa teori pengembangan sumber daya manusia yaitu budaya dan kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan dengan melakukan analisis Moderating regresi analisis (MRA). 1.3. Perumusan Masalah Bedasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut : 1) Apakah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh 1.2.

terhadap kinerja pelayanan rumah sakit? 2) Apakah pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan dimoderasi oleh budaya kerja? 3) Apakah pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan dimoderasi oleh penerapan GCG? 1.4. Tujuan Penelitian Bedasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut : 1) Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan rumah sakit. 2) Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan dimoderasi oleh budaya kerja. 3) Untuk menganalisis dan membuktikan pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan dimoderasi oleh penerapan GCG. 1.5. Kontribusi Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi baik secara praktis maupun teoritis. 1. Kontribusi Teoritis: a. Hasil studi ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahun dibidang akuntansi keperilakuan (behavioral accounting), terutama peranan variabel-variabel gaya kepemimpinan transformasional, budaya kerja, penerapan good corporate governance dalam menjelaskan keberhasilan kinerja pelayanan bagi organisasi sektor publik

2.

khususnya organisasi rumah sakit. b. Memperkaya khasanah ilmu akuntansi, khususnya akuntansi dalam pengelolaan sumber daya manusia terutama kajian yang yang didasarkan pada perspektif berbasis sumberdaya manusia (resourcebasedperspective) yang menekankan keunggulan layanan yang unik, bernilai dan sulit ditiru yang dimiliki oleh organisasi yang dihasilkan melalui keselarasan antar semua sumberdaya organisasi, dimana sumber daya manusia menjadi faktor kunci dalam proses tersebut. c. Pada bidang/ilmu akuntansi, dapat memberikan masukan bagi pengembangan ilmu akuntansi keprilakuan mengenai perilaku pimpinan dalam menyusun dan menyampaikan informasi akuntansi, yang dalam hal ini berhubungan dengan prinsip GCG (transparansi, akuntabilitas, independensi, responsibility, dan fairness), serta memberikan masukan bagi pengembangan akuntansi sektor publik mengenai gaya kepemimpinan terhadap budaya kerja dan pelaksanaan good governance dalam rangka peningkatan kinerja pelayanan Rumah Sakit di Kota Ambon. d. Bagi para peneliti/akademisi, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk pengembangan penelitianpenelitian lebih lanjut. Kontribusi Praktis: a. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi

pihak lembaga, agar mampu mensosialisasikan gaya kepemimpinan transformasional, budaya kerja serta implementasi Good Corporate Governance (GCG) terhadap bawahan sebagai upaya untuk dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja pelayanan ke arah yang lebih baik di masa mendatang. b. Temuan ini dapat menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi serta masukan dalam mendukung pelaksanaan pengelolaan rumah sakit untuk meningkatkan kinerja pelayanan yang baik lewat penerapan good governance maupun gaya kepemimpinan tansformasional. c. Bagi organisasi Rumah Sakit di Kota Ambon, memberikan informasi sesuai hasil penelitian tentang pengaruh gaya kepemimpinan transformasional, kinerja pelayanan, budaya kerja dan implementasi GCG. 3. Kontribusi Kebijakan Bagi pembuat kebijakan atau regulasi, penelitian ini mendukung kebijakan pemerintah sehubungan dengan pelaksanaan GCG di sektor publik sesuai dengan Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004 tentang pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan SubKomite Korporasi, mengingat pelaksanaan GCG oleh dunia usaha tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa adanya good publik governance dan partisipasi masyarakat, sehingga penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengembangan dan

peningkatan kualitas standar peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan berkaitan dengan kemampuan manajer untuk mempengaruhi dan menggerakan tindakan seseorang atau sekelompok orang pada sebuah organisasi dalam upaya pendayagunaan sumberdaya manusia, sumber daya keuangan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi secara efektif (Sujak, 1990). Gaya kepemimpinan menurut Luthans (2005) adalah deal white the way leader influence follower. Gaya kepemimpinan berkenan dengan cara-cara yang digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi bawahannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seorang manajer pada saat ia mempengaruhi perilaku bawahannya. Para pemimpin transformasional, mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi yang kuat dan indentifikasi dengan pemimpin tersebut, namun mereka dapat juga mentransformasi para pengikut dengan bertindak sebagai seorang pelatih, guru atau mentor. Para pemimpin transformasional mencoba untuk memberi kekuasaan dan meninggikan para pengikut. Para pemimpin transformasional dapat ditemukan dalam organisasi mana saja pada tingkatan dimana saja. Kepemimpinan transformasional juga berperilaku sebagai super leaders. Artinya seorang pemimpin transformasional dapat mengembangkan setiap orang menjadi self leadership. Kepemimpinan

transformasional adalah seorang pemimpin yang mempimpin orang lain untuk memimpin diri mereka sendiri. 2.1.2 Budaya Organisasi Hofstede dalam Sobirin (1997) mengemukakan bahwa budaya adalah pemograman mental kolektif. Sebagai pemograman mental kolektif, maka budaya sukar berubah. Kalau memang terjadi perubahan pola pikir, perubahan tersebut akan terjadi perlahan-lahan, karena telah terkristalisasi kedalam lembaga yang mereka bangun bersama. Hofstede juga berpendapat bahwa elemen budaya terdiri lapisan dalam yang merupakan core value dan lapisan luar berupa artifacts. The core of culture adalah value yang dimanifestasikan dalam bentuk practices dan terdiri dari symbols, heroes, dan ritual. 2.1.2.1 Budaya Kerja Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pendangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja (Trigono dalam Prasetya, 2001). Budaya kerja adalah cara kerja sehari-hari yang bermutu dan selalu mendasari nilai-nilai yang penuh makna, sehingga menjadi motivasi, memberi inspirasi, untuk senantiasa bekerja lebih baik dan memuaskan masyarakat yang dilayani (KEPMENPAN NO.25/KEP/M.PAN/04/2002). Setiap fungsi dan proses kerja harus mempunyai perbedaan dalam cara bekerjanya, yang mengakibatkan berbedanya pula nilai-nilai yang sesuai untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Seperti nilai-nilai apa saja

10

yang sepatutnya dimiliki, bagaimana perilaku setiap orang akan dapat mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti budaya kerja yang merupakan suatu proses tanpa akhir. 2.1.3 Good Corporate Governance (GCG) Pengertian governance berkaitan dengan pengelolaan kewenangan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana mencapai tujuan organisasi untuk kepentingan bersama, dan bagaimana agar sumber daya organsasi tidak disalahgunakan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Kerangka kerja governance harus memberikan suatu struktur atau proses yang memastikan terjadinya pengendalian dan pembagian kekuasaan yang seimbang dalam proses tata pamong, sehingga sasaran organisasi dapat dicapai dengan cara yang paling optimal. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa corporate governance adalah suatu sistem yang mengatur bagaimana suatu perusahaan atau organisasi dijalankan (operasi) dan dikontrol atau sebagai tata kelola perusahaan (organisasi). Sistem ini mengatur secara jelas dan tegas hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan. Menurut Moeljono (2005:19), lima karakteristik dari good corporate governance meliputi : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan; 2. Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak mana pun yang

3.

4.

5.

tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsipprinsip korporasi yang sehat; Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsipprinsip korporasi yang sehat; Kewajaran, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangundangan dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

2.1.4 Kinerja Pelayanan Rumah Sakit 2.1.4.1 Pengertian Kinerja Organisasi Sektor Publik Kinerja adalah hasil yang dicapai atau sesuatu yang dikerjakan berupa produk maupun jasa yang diberikan oleh sesorang atau sekelompok orang, dengan demikian kinerja dapat dilihat dari dua sisi yaitu individu dan organisasi. Bernadin and Russel (1993) menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan perolehan yang dihasilkan dari dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu. Pencapaian kinerja organisasi, termasuk organisasi publik terkait dengan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi kinerja suatu organisasi, hal tersebut meliputi upaya manajemen dalam menterjemakan dan menyelaraskan tujuan organisasi, budaya organisasi, kualitas sumber daya manusia yang dimiliki dan kepemimpinan yang efektif (Yuwono dkk, 2002:53). Konsep teoritis tersebut menunjukan tiga elemen yang berpengaruh pada kinerja organisasi

11

yakni karakteristik organisasi, kapamimpinan dan sumber daya manusia teraplikasi dalam pencapaian tujuan organisasi. Namun kondisi kemajuan teknologi pada saat ini juga memiliki kontribusi penting dalam pencapaian kinerja organisasi. Hal tersebut sesuai pendapat Ruky (2001:158-159) dalam Tangkilisan (2007:176) yang mengidentifikasi faktorfaktor yang berpengaruh langsung terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi adalah: (1) faktor teknologi, (2) faktor kualitas input, (3) kualitas lingkungan fisik, (4) faktor budaya organisai, (5) faktor kepemimpinan dan (6) factor sumber daya manusia. 2.1.4.2 Pelayanan Publik Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi layanan publik sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Seiring dengan tumbuhnya iklim demokrasi dan berkembangnya civil society, tuntutan masyarakat terhadap akuntabilitas dan transparansi organisasi layanan publik semakin meningkat. Layanan publik harus mampu memberikan pelayanan yang memiliki bebrapa kriteria yaitu: profesional, efektif, sederhana, transparan, terbuka, efisien, responsif, dan adaptif, Widodo (2001). 2.1.4.3 Kualitas pelayanan Rumah Sakit Kualitas pelayanan (service quality) atau sering juga disebut mutu pelayanan, menurut Parasuraman dkk (1988) dan Soetjipto (1997) kualitas pelayanan adalah seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas pelayanan yang mereka terima atau peroleh. Harapan merupakan keinginan para

pelanggan dari pelayanan yang mungkin diberikan oleh perusahaan. Kualitas selalu berfokus pada pelanggan. Dengan demikian produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi keinginan pelanggan. Kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang memuaskan pelanggan dan yang menentukan pelanggan, maka suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik serta dihasilkan dengan cara yang baik dan benar. Perilaku pelayanan prima sektor publik dapat diimplementasikan apabila aparat pelayan berhasil menjadikan kepuasan pelanggan sebagai tujuan utamanya. Selain itu aparat pelayan juga dituntut untuk mengetahui dengan pasti siapa pelanggannya. Kualitas yang mengarah pada kepuasan total pelanggan ini juga tidak terlepas dari sumber daya keuangan dan peralatan dalam suatu organisasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Soeprapto (2005) yang dikutip dari Gaspersz (1997) bahwa ketidakcukupan sumber daya merupakan salah satu penghambat dalam menerapkan sistem kualitas yang berfokus pada pelanggan. 2.2 Tinjauan Empiris 2.2.1 Penelitian Terdahulu Jabnoun dan Rasasi (2005) melakukan penelitian di rumah sakit United Arab Emirat (UAE) dan menemukan bahwa pasien secara umum terpuaskan dengan jasa kualitas rumah sakit, karyawan rumah sakit memberikan penilaian rendah terhadap para pemimpin mereka dalam kaitan dengan kepemimpinan transformasional. jasa kualitas secara positif berhubungan dengan semua

12

dimensi kepemimpinan transformasional. Xenikou dan Simosi (2006) dengan menggunakan analisis path dalam penelitiannya, menunjukkan bahwa prestasi dan adaptasi orientasi budaya mempunyai pengaruh langsung terhadap kinerja. Kepemimpinan transformasional dan orientasi humanistic mempunyai pengaruh positif yang tidak langsung terhadap kinerja melalui orientasi prestasi. Popper dan Zakkai (1994) dalam penelitiannya menemukan adanya perbandingan di antara gaya kepemimpinan karismatik dan transformasional. Tobing (2006) menemukan bahwa budaya organisasi berpengaruh positif langsung terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja, terdapat keterkaitan antara budaya dan komitmen organisasi baik langsung maupun tidak langsung. Kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja dan komitmen dan berpengaruh negatif terhadap kinerja. Terdapat keterkaitan antara kepuasan kerja terhadap komitmen dan kinerja organisasi baik langsung maupun tidak langsung. Prasetyono dan Kompyurini (2008) menemukan bahwa budaya organisasi, komitmen organisasi dan akuntabilitas publik secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja RSD dalam kategori kuat. Secara parsial budaya organisasi dan komitmen organisasi berpengaruh positif dalam kategori rendah dan signifikan terhadap kinerja RSD, namun akuntabilitas publik berpengaruh positif dalam kategori rendah dan tidak signifikan terhadap kinerja RSD. Akuntabilitas publik (salah satu prinsip GCG) tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja.

Trisnaningsih (2007) dalam penelitiannya di KAP menemukan bahwa pemahaman good governance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Secara implisit pemahaman good governance dapat meningkatkan kinerja. Gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan dalam KAP sebagai faktor yang dominan dalam menentukan dan pembentukan karakter perusahaan. Selanjutnya karakter perusahaan akan mempengaruhi output dari kinerja auditor. Budaya organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Temalagi (2010) menunjukan bahwa kepemimpinan karismatik dan kepemimpinan transformasional yang telah diterapkan oleh manajer rumah sakit yang lebih dominan adalah kepemimpinan transformasional. Sedangkan para manejer rumah sakit telah mengenal budaya organisasinya dengan baik, dan turut mempengaruhi budaya organisasi rumah sakit tersebut. Demikian pula dengan penerapan prinsip GCG, dapat diketahui bahwa rata-rata manajer rumah sakit di kota Malang menginginkan dan telah menerapkan prinsip GCG.

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN Kerangka konseptual bertujuan agar penelitian ini dapat terarah secara sistimatis dalam suatu alur metode penelitian yang baik, sesuaui dengan rumusan masalah dan tujuan yang aka dicapai. Kerangka konsep penelitian secara komprehensip perlu dibangun dengan mendasarkan kepada fakta

13

masalah yang ada, keterkaitan variabel variabel secara teoritis, Kajian penelitian-penelitian sebelumnya, metodologi, metode analisis dan dengan keselarasan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Berdasarkan pada teori dan penelitian terdahulu, masalah dan tujuan penelitian maka dibuat kerangka konsep proses berfikir dalam penelitian ini yang diadopsi dari Sugiono, (2002: 78) secara komprehensip sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasioanal terhadap Kinerja Pelayanan dengan Budaya Kerja dan Penerapan good corporate governance (GCG) sebagai variabel moderasi (Studi pada Rumah Sakit di Kota Ambon)

3.1. Model Hubungan Antar Variabel Gambaran hubungan antar variabel dalam penelitian ini secara substansial, yang menjelaskan alur hubungan variabel pengaruh gaya kepemimpinan transformasioanal terhadap kinerja pelayanan dengan budaya kerja dan penerapan good corporate governance (GCG) sebagai variabel moderasi pada Rumah Sakit di

Kota Ambon. Berdasarkan kerangka konseptual, yang telah diuraikan, dan untuk menjawab permasalahan penelitian ini, maka secara operasional kerangka konseptual tersebut dijabarkan dalam kerangka alur hubungan antar variabel dan hipotesis seperti yang ditampilkan pada gambar berikut ini : Gambar 3.2 Model Hipotesis

14

H1

H2

H3

Sumber : penelitian ini

Dikembangkan

dalam

3.2. Pengembangan Hipotesis 3.2.1. Pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan. Day dan Lord (1988) menyatakan bahwa kepemimpinan berperan besar dalam mencapai sasaran dan tujuan kerja, dimana sasaran atau tujuan yang ingin dicapai adalah berupa prestasi atau kinerja. Senada dengan pendapat tersebut Penelitian terhadap keterkaitan antara kepemimpinan terhadap kinerja kerja pernah dilakukan Elonkov, (2000), Borrill, et al (2005), Waldman et al, (2005), dan Ogbonna and Harris, (2000) yang menyimpulkan hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap kinerja kerja. Berdasarkan uraian konseptual teoritis dan hasil kajian empiris yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Hihotesis 1: Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap Kinerja Pelayanan

Pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan dimoderasi oleh budaya kerja. Kepemimpinan transformasional juga berperilaku sebagai super leaders. Artinya seorang pemimpin transformasional dapat mengembangkan setiap orang menjadi self leadership. Kepemimpinan transformasional adalah seorang pemimpin yang mempimpin orang lain untuk memimpin diri mereka sendiri. Kepemimpinan transformasional lazimnya menguasai budaya kerja yang ada dalam suatu organisasi jika ingin mempengaruhi anggota organisasi secara total, karena bagaimanapun juga, anggota organisasi hidup dalam suatu budaya yang melekat secara utuh dalam organisasi tersebut. Hasil kajian empirik Devidson (2003), Carl and Denison (2000), Moeljono (2003); Onken (1998) menyatakan budaya kerja berpengaruh kuat terhadap kinerja kerja. Budaya kerja yang kuat akan mendorong terciptanya kinerja organisasi yang tinggi. Lebih lanjut budaya juga akan melekat pada diri individu pemimpin yang secara langsung meningkatkan kinerja, dengan demikian budaya kerja

3.2.2.

15

dapat memperkuat pengaruh kepemimpinan terhadap peningkatan prestasi kerja. Berdasarkan uraian konseptual teoritis dan hasil kajian empiris yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Hihotesis 2: Budaya kerja memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan. 3.2.3. Pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan dimoderasi oleh GCG. Corporate Governance adalah sistem tata kelola yang diselenggarakan dengan mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhi proses institusional termasuk faktor yang berkaitan dengan fungsi regulator (Siahaan, 2000). Lanjutnya Siahaan berpendapat bahwa pengelolaan SDM individu (termasuk didalamnya perilaku) di instansi pemerintah sangat penting dalam rangka penerapan GCG yang nantinya akan berdampak pada penguatan kinerja. Konsep governance berkaitan dengan pengelolaan kewenangan. Hal ini berkaitan dengan bagaimana mencapai tujuan organisasi untuk kepentingan bersama, dan bagaimana agar sumber daya organsasi tidak disalahgunakan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Kerangka kerja governance harus memberikan suatu struktur atau proses yang memastikan terjadinya pengendalian dan pembagian kekuasaan yang seimbang dalam proses tata pamong, sehingga sasaran organisasi dapat dicapai dengan cara yang paling optimal.

Hasil kajian empirik Subekti (2008), menunjukkan secara kualitatif bahwa beberapa dimensi/prinsip good Corporate Governance yaitu transparansi, kemandirian, keadilan, dan akuntabilitas. Berpengaruh pada kinerja Kerja pelayanan Publik. Namun demikian kewenangan sebagai faktor yang melekat pada konsep good corporate governance tentunya mempertimbangkan faktor kepemimpinan sebagai salah satu unsur penentu keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Dengan kata lain, kepemimpinan akan meningkatkan kinerja, jika memiliki kewenangan yang baik yang terbentuk dalam unsur transparansi, kemandirian, keadilan, dan akuntabilitas. Suatu sistem corporate governance yang efektif seharusnya mampu mengatur kewenangan pimpinan, yang bertujuan menjaga agar pimpinan untuk tidak menyalahgunakan kewenangan tersebut dan untuk memastikan bahwa pimpinan bekerja semata-mata untuk kepentingan organisasi. Menurut Jang bahwa isu seputar corporate governance tidak hanya berkaitan dengan masalah bisnis dan ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan soal sosial-politik. Jang melihat corporate governance sangat membantu mendorong transparansi dan akuntabilitas para pengelola organisasi. Hal ini memberi keuntungan secara keseluruhan bagi masyarakat karena adanya pengaruh transparansi dan akuntabilitas di sektorsektor publik (Surya dan Yustiavandana, 2006:8-9). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep corporate governance dapat memperkuat pengaruh kemepimpinan terhadap pencapaian kinerja pimpinan. Berdasarkan uraian konseptual teoritis dan hasil kajian empiris yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang

16

dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Hihotesis 3: Good corporate governance memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan.

cross-sectional, dimana data hanya sekali dikumpulkan, dalam periode satu bulan atau data dari satu periode waktu (Sekaran, 2006:177). Unit Analisis, Populasi dan Sampel Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu, yakni unsur pimpinan (wakil direktur, kepala bagian/kepala bidang dan kepala sub bagian/kepala sub bidang) dan pasien. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah unsur pimpinan (wakil direktur, kabag/kabig dan kasubag/kasubig) dan pasien RS di Kota Ambon yang berjumlah 8 (delapan) rumah sakit (data pemerintah kota Ambon tahun 2010). Berdasarkan survey dari delapan rumah sakit tersebut terdapat 120 orang yang menduduki jabatan sebagai unsur pimpinan (wakil direktur, kabag/kabid, dan kasubag/kasubid), sedangkan pasien pengguna jasa rumah sakit satu bulan terakhir dipilih sebanyak 120 orang sesuai dengan jumlah unsur pimpinan yang ada. Pengambilan sampel untuk unsur pimpinan dan pasien dilakukan dengan menggunakan purposive sampling, dengan criteria sebagai berikut : 1. Pegawai rumah sakit yang menduduki jabatan sebagai unsur pimpinan kecuali direktur. 2. Unsur pimpinan termasuk wakil direktur, kabag/kabid dan kasubag/kasubid yang telah menduduki jabatan minimal 2 (dua) tahun. 3. Pasien yang telah menggunakan jasa pelayanan kesehatan minimal 5 4.3.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menguji pengaruh antara variabel gaya kepemimpinan transformasinal terhadap kinerja pelayanan Rumah Sakit di Kota Ambon dengan dimoderasi oleh variabel budaya kerja dan penerapan GCG. Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian penjelasan (exsplanatory), penelitian ini berupaya menjelaskan hubungan antara variabel-variabel dan pengaruhnya dengan pengujian hipotesis (Sugiono,2005). Pendekatan dalam penelitian ini termasuk dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian ini dilakukan menguji jalur empiris dan pengukuran berdasarkan teori yang ada. Model penelitian ini adalah model penelitian survei dengan menggunakan instrument kuesioner. Metode penelitian survei dilakukan untuk mendapatkan data opini individu responden (Hartono, 2008:2). Lokasi dan Waktu Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian, lokasi penelitian dilakukan di wilayah Kota Ambon. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan rumah sakit di Kota Ambon dengan dimoderasi oleh variabel budaya kerja dan penerapan GCG. Horizon waktu penelitian adalah 4.2. 4.1.

17

Adapun jumlah sampel yang hari dan berada pada kondisi digunakan dalam penelitian ini pemulihan serta bersedia dijadikan disajikan pada tabel dibawah ini: sebagai responden dalam penelitian. Tabel 4.1 Jumlah Sampel Penelitian No. Keterangan Jumlah 120 Jumlah populasi 1. ( 21 ) Tidak memenuhi kriteria 2. 99 Jumlah yang didistribusikan (7) Kuisioner yang tidak kembali 3. 92 Jumlah (6) Kuisioner yang tidak lengkap 4. Kuisioner yang di olah Sumber: Data diolah , 2010 4.4. Definisi Operasional Variabel 4.4.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepemimpinan transformasional adalah tipe pemimpin yang dapat mentransformasi para pengikut dengan bertindak sebagai seorang pelatih, guru atau mentor. Para pemimpin transformasional mencoba untuk memberi kekuasaan dan meninggikan para pengikut. Indikator kepemimpinan transformasional mengacu pada Bass dan Avolio (1994) yang terdiri atas empat komponen yaitu : Idealized influenced, inspiration motivation, intellectual stimulation, individualized consideration (dilihat pada table 4.2). Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 5 poin, 4.4.2 Budaya Kerja Budaya kerja merupakan suatu falsafah yang didasari oleh pendangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau kerja yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Variabel budaya kerja diukur dengan menggunakan item120 itemyang dikembangkan oleh Mangkuprawira (2009) yang terdiri atas lima komponen yaitu : Kejujuran, ketekunan, kreativitas, kedisiplinan, iptek (dilihat pada table 4.3). 4.4.3 Penerapan Good Corporate Governance (GCG) Good Corporate Governance menurut World Bank dalam Emirzon (2007:91) adalah kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para stakeholders. Variabel dependen dalam penelitian ini diukur menggunakan item-item yang terbagi dalam lima prinsip GCG, yakni transparansi, akuntabilitas, responsibility, independensi, dan fairness (dilihat pada tabel 4.4). Indikator ini dipakai karena dianggap mewakili aspek-aspek yang tercantum dalam pedoman GCG yang dikeluarkan oleh KNKG yang diperoleh dari website www.fcgi.or.id. Pengukuran variable ini menggunakan skala likert 5 poin.

18

4.4.4

Kinerja Pelayanan Rumah Sakit Kinerja pelayanan. yang dimaksud dengan kinerja pelayanan adalah kinerja dalam konteks kualitas pelayanan rumah sakit yang didasarkan atas persepsi pengguna jasa pada kualitas pelayanan dilingkup kerja rumah sakit yang ada di Kota Ambon. indikator kinerja pelayanan rumah sakit mengacu pada Zeithmalh et al (1990). 4.5 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 4.5.1 Sumber Data Data dalam penelitian ini adalah data primer. Sumber data primer diperoleh dari responden (manager dan pasien), melalui pengisian kuesioner yang disebarkan atau dibagikan secara langsung kepada responden. 4.5.2 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode penelitian lapangan (field research) dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut : v Penyebaran dan pengisian kuesioner, sistem penyampaian kuesioner atau daftar pertanyaan terstruktur dilakukan secara langsung (tidak melalui pos atau email). v Kuesioner yang disampaikan kepada responden berisikan pertanyaan tertutup. v Kuesioner diisi sendiri oleh responden, dan akan dikumpulkan pada saat itu juga. Kuesioner untuk pasien, diberikan kepada pasien yang telah berada pada proses pemulihan kesehatan. 4.6 Metode Analisis Data 4.6.1 Uji Instrumen Penelitian 4.6.1.1 Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat validitas atau kesahihan suatu instrumen, sebuah

instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukurnya atau dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud (Arikunto, 2002). Validitas menunjukan sejauhmana alat pengukur untuk mengukur apa yang diukur (Singarimbun dan Efendi, 2006). Sedangkan menurut Sugiyono (2008), hasil penelitian yang valid apabila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Uji validitas menggunakan pengujian construct validity yang dilakukan dengan teknik korelasi antar skor butir pertanyaan dalam suatu variabel yang diamati dengan skor totalnya, dengan menggunakan rumus korelasi product moment dengan level signifikansi 5% dari nilai kritisnya. Bila probabilitas hasil korelasi lebih kecil dari 0,05 (5%) maka dikatakan valid dan sebaliknya tidak valid (Arikunto,2002). 4.6.1.2 Uji Reliabilitas Sebuah instrumen dikatakan reliabel, jika selalu mendapatkan hasil yang sama dari gejala pengukuran yang tidak berubah yang dilakukan pada waktu yang berbeda-beda (Imam, 2005). Menurut Malhotra (2005), Reliability adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Peneliti melakukan uji reliabilitas dengan menghitung Cronbachs alpha dari masing-masing instrumen dalam suatu variabel. Cronbachs Alpha dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas tes yang menggunakan skala likert.

19

Sekaran (2008) memberikan kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas yaitu sebesar nilai Cronbachs Alpha. Jika nilai Cronbachs Alpha sebesar 0,8-1 menunjukkan reliabilitas baik, nilai sebesar 0,6-0,75 berarti reliabilitas diterima, dan jika nilai Cronbachs Alpha < 0,6 menunjukkan reliabilitas kurang baik. 4.6.2 Uji Asumsi Klasik 4.6.2.1 Uji Normalitas Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabelvariabel penelitian memiliki distribusi normal atau tidak. Variabel yang memiliki distribusi normal adalah apabila modelnya dapat memberi estimasi bahwa Y sama atau mendekati dengan nilai asal Y. Uji normalitas bertujuan untuk menguji kenormalan distribusi variabel dependen dan variabel independen. Uji normalitas data pada penelitian dilakukan dengan menggunakan grafik normal probability plot dengan melihat kecenderungan sebaran data terhadap garis regresi (Santoso, 2000:206). 4.6.2.2 Homoskedastisitas / Non Heteroskedastisitas Tujuan uji homoskedastisitas pada prinsipnya untuk menguji apakah varian semua variabel adalah konstan (sama), dalam arti tidak terjadi hubungan antara variabel penggangu dengan variabel bebasnya. Ini berarti bahwa variasi nilai-nilai Y disekitar rataratanya tersebut adalah konstan untuk semua X. Jika varian sama, maka dikatakan ada homoskedastisitas. Sedangkan jika varian tidak sama maka dikatakan terjadi heteroskedastisitas (Santoso, 2004:208). Untuk mendeteksi

ada atau tidaknya gejala homoskedastisitas dapat dilakukan dengan cara melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID (Ghozali, 2005:10 5).Uji asumsi heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi varian dari residual dari pengamatan lain (Santoso, 2000:209). Jika varian dari residual tersebut berbeda, maka terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah model yang bebas dari gejala heteroskedastisitas. 4.6.3 Analisis Data 4.6.3.1 Teknik Analisis Data Untuk menjawab permasalahanpermasalahan penelitian disesuaikan dengan model hipotesis, dimana untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan Analisis regresi moderasi (Moderated Regression Analysis). Model Analisis regresi moderasi (Moderated Regression Analysis) adalah untuk mengetahui pengaruh antara variabel independent terhadap variabel dependent dan disertakan variabel moderating. Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan variabel independent terhadap variabel dependent (Ghozali, 2009). Variabel independent dalam penelitian ini yaitu : Gaya kepemimpinan transformasional, sedangkan variabel dependent yaitu kinerja pelayanan rumah sakit. Adapun model analisis dalam penelitian ini dijelaskan dalam gambar dibawah ini :

20

Gambar 4.1 Model Analisis


Budaya Kerja (X2)

Gaya Kepemim pinan Transfor masional (X1)

Kinerja Pelayan an (Y)

Implemen tasi Good Corporate Governan ce (X3 )

Bentuk rumusan persamaan matematis dari analisis Analisis regresi moderasi (Moderated Regression Analysis) yang digunakan adalah sebagai berikut : Model Persamaan pengujian Hipotesis 1: Y = 1X1 + e Model Persamaan pengujian Hipotesis 2: Y = 1X1 + 2X2 + 3X1*X2 + e Model Persamaan pengujian Hipotesis 3: Y = 1X1 + 2X3 + 3X1*X3 + e Keterangan : X1 = Gaya kepemimpinan transformasional X2 = Budaya kerja (variabel moderasi) X3 = Good corporate governance X1*X2 = Interaksi antara Kepemimpinan dengan Budaya X1*X3 = Interaksi antara Kepemimpinan dengan GCG Y = Kinerja Pelayanan 1 = Koofisien Regresi Sederhana pengujian hipotesis 1 2 = Koofisien MRA pengujian hipotesis 2 3 = Koofisien MRA pengujian hipotesis 3 e = Error

4.6.3.2 Pengujian Hipotesis Adapun pengujian hipotesis dilakukan dengan asumsi sebagai berikut : Pengujian Hipotesis : Ha diterima jika 10, dengan kata lain ada pengaruh variabel independent terhadap variabel dependent. H0 diterima jika 1=0, dengan kata lain variabel independent tidak berpengaruh terhadap variabel dependent. Pengujian ini dilakukan dengan derajat bebas/degree of freedom 95% = 0,05.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Kota Ambon Kota Ambon merupakan ibukota propinsi kepulauan Maluku. Dengan sejarah sebagai wilayah perdagangan rempah terkenal, membentuk pengembangan kota sebagai penghubung dan pusat perdagangan, pendidikan, budaya dan pengembangan. Kota Ambon berdiri pada tahun 1500-1600 setelah Benteng Nossa Seinhora da Annunciada didirikan oleh bangsa Portugis. Belanda kemudian mengambil alih pada tahun 1602 dan mengubah menjadi Benteng Kasteel Victoria dengan melakukan pembangunan kembali dan perluasan, hingga seperti sekarang. Masyarakat Kepulauan Maluku merasa aman untuk tinggal dan bekerja di sekitar benteng hingga sekarang, kota Ambon atau "Ambon Manise" yang berarti " Ambon yang Cantik". Kota Ambon adalah Ibu Kota Propinsi Maluku, memiliki luas wilayah luas wilayah Kota Ambon

21

sebesar 377 km per segi, dengan luas 5.2. Deskripsi Karakteristik Responden Daratan sekitar (km2) 359,45 Km, Dibawah ini disajikan tabel sedangkan Luas Wilayah Laut (km2) hasil dari pengumpulan kusioner yang seluas 17,55 Km, dengan jumlah telah di isi oleh responden dapat dilihat penduduk (jiwa) 330.355 jiwa (Sensus pada tabel berikut : Penduduk 2010). Letak Kota Ambon Tabel 5.1 berada sebagian besar dalam wilayah Pengiriman dan tingkat pengembalian pulau Ambon, dan secara geografis kuisioner terletak pada posisi: 3o-4o Lintang Selatan dan 128o-129o Bujur Timur. No Keterangan Kuisioner 1. Kuisioner yang didistribusikan 99 2. Kusioner yang kembali 86 3. Kusioner yang tidak kembali 7 4. Kusioner yang rusak/tidak lengkap 6 5. Kusioner yang diolah 86 Respon rate 71,6 % Sumber : Data primer diolah (2010) setelah dilakukan proses tabulasi data 5.1.1 Karakteristik Responden maka diperoleh gambaran bahwa Berdasarkan Jenis Kelamin jumlah responden berdasarkan jenis Adapun hasil penelitian kelamin responden dapat dilihat pada terhadap 86 responden yang terdapat Tabel 5.2. sebagai berikut: pada rumah sakit se-Kota Ambon, Tabel 5.2 Karakteristik Responden berdasarkan Jenis Kelamin Presentase Keterangan Jenis Kelamin Total (%) Laki-Laki 37 43 Unsur Pimpinan Perempuan 49 57 Jumlah 86 100 Laki-Laki 45 52 Pasien Perempuan 41 48 Jumlah 86 100 Sumber : Data primer diolah (2010) 5.1.2 Karakterisrik Responden Berdasarkan Usia Setelah dilakukan tabulasi terhadap keseluruhan responden maka diperoleh gambaran responden berdasarkan usia tampak pada tabel berikut :

22

Tabel. 5.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Jumlah Responden Persentase Pasien (%) 10 31 23 42 29 24 9 02 15 100 86

Unsur Pimpinan 15 24 tahun 25 - 35 tahun 27 36 - 45 tahun 36 46 - 55 tahun 21 > 55 tahun 2 Total 86 Sumber : Data primer diolah (2010)

Usia (Tahun)

Persentase (%) 12 27 34 10 17 100

Tingkat pendidikan responden pada Rumah Sakit Umum se-Kota 5.1.3 Karakteristik Responden Ambon yang menjadi responden dalam Berdasarkan Tingkat Pendidikan penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 5.4 Tingkat Pendidikan Responden Jumlah Responden Tingkat Pendidikan Persentase Pasien Persentase Manajer (%) (%) Setingkat SLTA 8 9 56 65 D3 41 48 9 10 S1 30 35 16 19 S2 7 08 5 06 Total 86 100 86 100 bagian/bidang (middle manager) Sumber : Data Primer diolah (2010) sebanyak 33 orang (38%), kepala sub 5.1.4 Karakteristik Responden bagian/sub bidang (low manager) 45 Berdasarkan Jabatan orang (52%). Data mengindikasikan Berdasarkan status jabatan bahwa jabatan unsur pimpinan rumah responden diperlukan dalam penelitian sakit sesuai dengan struktur organisasi, ini karena dengan menduduki jabatan dan tentunya garis pertanggungjawaban struktural pimpinan/unsur pimpinan sesuai dengan job description. Hal ini (kabag dan kabid, maka akan akan sangat berpengaruh pada gaya berpengaruh terhadap pengambilan kepemimpinan terhadap kinerja keputusan. Tabel 5.5 menunjukkan data pelayanan. responden yang menduduki jabatan struktural pada Rumah Sakit yang ada di kota Ambon. Tabel 5.5 menunjukkan responden yang sementara menduduki jabatan wakil direktur (top manager) sebanyak 8 orang (8%), Kepala

23

Tabel 5.5 Responden berdasarkan Jabatan Jabatan Wakil Direktur (Top Manager) Kabag/kabid (middle manager) Kasubag/kasubid (Low Manager) Total Sumber : Data Primer diolah (2010) 5.2 Deskripsi Hasil Penelitian 5.2.1 Gaya Kepemimpinan Transformasional (X1) Gaya kepemimpinan tranformasional merupakan suatu tipe pemmpin yang dapat memtransformasi para pengikut dengan bertindak sebaga pelatih, guru atau mentor. Gaya kepemimpinan transformasional diukur dengan 4 indikator, yaitu pengaruh ideal, perilaku pemimpin, stimulasi intelektual dan pertimbangan individu. Gaya kepemimpinan tranformasional di
Item Pertanyaan X1.1.1 Pemimpin menyampaikan misi dengan antusias X1.1.2 Pemimpin membuat misi organisasi terlihat penting) X1.2.1 X1.2.2

Jumlah 8 33 45 86

Persentase (%) 8 38 52 100

ukur dengan menggunakan skala likert dengan skala 1 sampai 5. Berikut ini adalah disajikan rata-rata item jawaban untuk setiap indikator pada variabel gaya kemimpinan tranformasional yang nampak pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Variabel Gaya Kepemimpinan Transformasional


Frekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban Responden RataSTS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Rata F % F % F % F % F % 0 0,00 0 0,00 0 0 0,00 0,00 3 5 3,49 35 40,70 35 40,70 4,37 5,81 45 52,33 36 41,86 4,36 4,37 48 55,81 16 18,60 3,93 23 26,74 20 23,26 3,70 3,82 41 47,67 33 38,37 4,24 35 40,70 9 10,47 3,56 38 44,19 36 41,86 4,24 4,01 28 32,56 16 18,60 3,60 38 44,19 15 17,44 3,77 3,69 3,97

X1.3.1 X1.3.2 X1.3.3

X1.4.1 X1.4.2

Mean X1.1 Pemimpin membangkitkan sikap positif bagi bawahan 0 0,00 0 0,00 22 25,58 Pemimpin menanamkan sikap setia bagi organisasi 0 0,00 3 3,49 40 46,51 Mean X1.2 Pemimpin memberi petunjuk dan sasaran yang akan dicapai pada bawahan 0 0,00 0 0,00 12 13,95 Pemimpin menstimulasi/memberikan kesempatan 0 0,00 5 5,81 37 43,02 untuk bawahan mengembangkan ide-ide Pemimpin mengembangkan kreativitas dan ide-ide 0 0,00 3 3,49 9 10,47 baru Mean X1.3 Pemimpin fokus pada kemampuan individu 1 1,16 6 6,98 35 40,70 bawahan Pemimpin menghargai pertimbangan bawahan 0 0,00 2 2,33 31 36,05 dalam penyelesaian masalah Mean X1.4 Rata-rata variabel Gaya KepemimpinN Trasformasional (X1)

Sumber : Data primer diolah 2010

24

Nilai rata-rata 3,97 jawaban responden dari angka ini menjelaskan bahwa pemimpin setuju dengan gaya kepemimpinan transformasional yang diterapkan pimpinan rumah sakit dengan indikator Idealized Influenced (X1.1), Inspiration Motivation (X1.2), Intelectual Stimulation (X1.3), Individualized Consideration (X1.4).

kebiasaan tersebut dinamakan budaya atau mengingat hal ini dikaitkan dengan mutu kerja, maka dinamakan budaya kerja. Budaya kerja (X2) diukur dengan lima indikator yaitu kejujuran (X2.1), ketekunan (X2.2), Kreativitas (X2.3), kedisiplinan (X2.4), ilmu pengetahuan dan teknologi (X2.5) dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

5.2.2 Budaya Kerja (X2) Budaya kerja berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dari perilaku yang menjadi kebiasaan. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat-istiadat, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinan pada diri pelaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang menjadi Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Variabel Budaya Kerja
Frekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban Responden RataSTS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Rata F % F % F % F % F % Sikap dan moral yang terpuji 0 0,00 0 0,00 10 11,63 60 69,77 16 18,60 4,07 4,07 Mean X2.1 Teliti serta mendalami satu pekerjaan 0 0,00 0 0,00 9 10,47 44 51,16 33 38,37 4,28 4,28 Mean X2.2 Menciptakan ide-ide baru dalam pekerjaan 0 0,00 1 1,16 13 15,12 59 68,60 13 15,12 3,98 Memberikan penghargaan bagi pegawai yang kreatif 0 0,00 1 1,16 17 19,77 55 63,95 13 15,12 3,93 Mean X2.3 3,96 Tidak menentang aturan atau orma-norma yang berlaku 0 0,00 0 0,00 12 13,95 53 61,63 41 47,67 4,10 Penegakan hukum yang tegas dengan sanksi yang jelas 2 2,33 6 6,98 13 15,12 62 72,09 3 3,49 3,67 3,89 Mean X2.4 Penguasaan Teknologi 0 0,00 2 2,33 8 9,30 60 69,77 16 18,60 4,05 4,05 Mean X2.5 Rata-rata variabel Budaya Kerja (X2) 4,05 Item Pertanyaan

X2.1 X2.2 X2.3.1 X2.3.2

X2.4.1 X2.4.2

X2.5

Sumber : Data primer diolah 2010 Nilai rata-rata 4,05 jawaban responden dari angka ini menjelaskan bahwa pemimpin dan bawahan mengenal budaya kerja masing-masing organisasi dengan baik, dan turut mempengaruhi budaya organisasi rumah sakit. 5.2.3 Implementasi Good ccorporate Governance (GCG) (X3) Corporate governance adalah suatu sistem yang dipakai Board

untuk mengarahkan dan mengendalikan serta mengawasi (directing, controlling, and supervising) pengelolaan sumber daya organisasi secara efisien, efektif, ekonomis, dan produktif (E3P) dengan prinsip-prinsip transparan, accountable, responsible, independent, dan fairness (TARIF) dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Implementasi good corporate governance (GCG) diukur dengan lima indikator yaitu : transparansi (X3.1), akuntabilitas (X3.2), responsibility (X3.3),

25

independensi (X3.4), dan Fairness (X3.5) dapat dilhat pada tabel di bawah ini : Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Variabel Implementasi Good Corporate Governance (GCG)
Item Pertanyaan Frekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban Responden RataTS (2) N (3) S (4) SS (5) STS (1) Rata F % F % F % F % F % 19,77 12 13,95 3,06 29,07 10 11,63 3,15 3,11 25,58 20 23,26 4,36 22,09 15 17,44 3,10 18,60 18 20,93 3,07 3,51 27,91 15 17,44 3,19 3,19 26,74 16 18,60 3,30 3,30 26,74 15 17,44 3,03 3,03 3,23

X3.1.1 Keterbukaan informasi baik keuangan maupun non keuangan 9 10,47 18 20,93 30 34,88 17 X3.1.2 Pengkomunikasian informasi 8 9,30 16 18,60 27 31,40 25 Mean X3.1 X3.2.1 Kejujuran 4 4,65 26 30,23 14 16,28 22 X3.2.2 Standar kinerja 13 15,12 14 16,28 25 29,07 19 X3.2.3 sistem pemngendalian internal 11 12,79 24 27,91 17 19,77 16 Mean X3.2 X3.3 Patuh terhadap aturan 9 10,47 20 23,26 18 20,93 24 Mean X3.3 X3.4 Pengkomunikasian informasi 5 5,81 19 22,09 23 26,74 23 Mean X3.4 X3.5 memberikan masukan dalam rekrutmen karyawan 13 15,12 24 27,91 11 12,79 23 Mean X3.5 Rata-rata variabel Implementasi Good Corporate Governance (X3)

5.2.4 Kinerja Pelayanan (Y1) Sumber : Data primer diolah 2010. Kinerja pelayanan dapat Nilai rata-rata 3,25 jawaban diartikan sebagai suatu prestasi atau responden dari angka ini menjelaskan kemampuan seseorang dalam bahwa pemimpin dan bawahan telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Kinerja menerapkan kelima prinsip GCG pelayanandiukur dengan 7 indikator namun perlu untuk lebih yakni : realibel (Y1.1), responsiveness ditingkatkatkan lagi terutama (Y1.2), competence (Y1.3), courtese (Y1.4), pengengungkapan informasi dengan credibility (Y1.5), security (Y1.6) dan lebih transparan lagi sehingga pihak understanding the customer (Y1.) dapat luar yang berkempentingan juga dapat dilihat pada table dibawah ini : mengakses informasi tersebut dengan mudah. Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Variabel Kinerja Pelayanan
Item Pertanyaan Frekwensi (F) dan Persentse (%) Jawaban Responden RataSTS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Rata F % F % F % F % F % 9 10,47 18 20,93 30 34,88 17 19,77 12 13,95 3,06 27 21 14 25 31,40 24,42 16,28 29,07 25 21 22 19 29,07 24,42 25,58 22,09 10 14 20 15 11,63 16,28 23,26 17,44 3,15 3,08 3,33 3,10

Y1.1 Memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan Y1.2 Tanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan 8 9,30 16 18,60 Y1.3 Memilki kreatifitas dalam bekerja 12 13,95 18 20,93 Y1.4 Sikap sopan dalam bekerja dan melayani 4 4,65 26 30,23 Y1.5 Sikap jujur dalam melakukan pelayanan 13 15,12 14 16,28 Y1.6 Menjamin keamanan terhadap jasa pelayanan 11 12,79 24 27,91 yang diberikan Y1.7 Mendengan dan mempertimbangkan masukan 5 5,81 19 22,09 yang diberikan Rata-rata variabel Kinerja Pelayanan (Y1)

17 19,77 16 18,60 18 20,93 3,07 23 26,74 23 26,74 16 18,60 3,30 3,16

Sumber : Data primer diolah 2010 Rerata (mean) frekuensi jawaban responden terhadap variabel kinerja pelayanan (Y1) yakni sebesar

3,16 angka tersebut menjelaskan bahwa pimpinan dan bawahan rumah sakit mempunyai kinerja yang baik dalam memberikan pelayanan kepada pasien hal ini jelas terlihat pada nilai mean dari

26

masing-masing indicator 1) reliable 2) responsiveness 3) competence 4) courtesy 5) credibility 6) security 7) understanding the costumer. 5.4.3 Uji Asumsi Klasik

5.4.4 Uji Heteroskedastisitas Untuk lebih jelasnya hasil uji heteroskedastisitas tersebut disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 5.1 Hasil Pengujian Scatterplot untuk Kinerja Pelayanan Gambar di atas menerangkan bahwa diperoleh pola yang acak pada scatter plot nilai residual dan prediksi. Pola acak in mengindikasikan bahwa pada hasil penaksiran koefisien MRA tidak mengandung masalah heteroskedastisitas. 5.4.5 Uji Normalitas Berikut ini hasil pengujian kenormalan data pada lima variabel penelitian.

Kenormalan data dapat diditeksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar pengambilan keputusan: a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model penelitian memenuhi asumsi normalitas, atau dengan kata lain data berdistribusi normal. b) Sebaliknya, jika data menyebar jauh dari garus diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model penelitian tidak memenuhi asumsi normalitas, atau dengan kata lain data tidak berdistribusi normal (Santosa, 2000:214). Dari garfik di atas, terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka model regresi layak dipakai untuk memprediksi variabel endogen berdasarkan masukan dari variabel exogen-nya. 5.5 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan 5.5.1 Pengujian Hipotesis 1 Tabel 5.15 Pengujian Hipotesis 1
Variabel independen X1 Beta 0,071 t hitung 6,508 Sig 0,000

Variabel dependen: Kinerja Pelayanan R Square : 0,283

Gambar 5.2. Diagram plot untuk model dengan empat variabel penelitian

Hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja pelayanan. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai t hitung sebesar 6,508 dengan signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai p value 0,05 sehingga H0 ditolak artinya koefisien jalur signifikan.

27

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh terhadap kinerja pelayanan. 5.5.2 Pengujian Hipotesis 2 Tabel 5.16 Pengujian Hipotesis 2
Variabel independen X1*X2 Beta 0,438 t hitung 0,329 Sig 0,743

Variabel dependen : Kinerja Pelayanan R Square : 0,213

3,469 dengan signifikansi 0,000 lebih kecil dari nilai p value 0,05 sehingga H0 ditolak artinya koefisien jalur signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan GCG memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan. Jawaban terhadap masalah penelitian tersebut dapat dirinkas pada tabel dibawah ini: Tabel 5.18 Hasil Analisis MRA
Korelasi X1Y X1*X2Y Koefisien MRA 0,071*) 0,438 T Statistik 6,508 0,329 R Square 0,283 0,213 0,856 Keterangan Signifikan Tidak sigifikan Signifikan

Hipotesis kedua yang diajukan dalam penelitian ini adalah budaya kerja memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai t hitung sebesar 0,329 dengan signifikansi 0,743 lebih besar dari nilai p value 0,05 sehingga H0 diterima artinya koefisien jalur tidak signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa budaya kerja tidak memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional kinerja pelayanan. 5.5.3 Pengujian Hipotesis 3 Tabel 5.17 Pengujian Hipotesis 3
Variabel independen X1*X3 Beta 0,148 t hitung 3,469 Sig 0,006

X1*X3Y 0,148*) 3,469 *) Signifikan pada alpha 5%

Berdasarkan hasil estimasi yang digambarkan pada model dengan pendekatan Moderasi di atas, maka dapat dibuat hasil persamaan moderasi sebagai berikut : 1. Model Persamaan pengujian Hipotesis 1: Y = 0,071X1 + e 2. Model Persamaan pengujian Hipotesis 2:
Y = 0,435X1 + 0,054X2 + 0,438X1*X2 + e

3.

Model Persamaan Hipotesis 3:

pengujian

Y = 0,030X1 + 0,884X 3 + 0,148X1*X3 + e

Variabel dependen: Kinerja Pelayanan R Square : 0,856

Hasil pengujian analisis MRA ini menghasilkan koefisien regresi yang digambarkan pada model penelitian sebagai berikut :
Budaya Kerja (X2)

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian ini adalah good corporate governance memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa nilai t hitung sebesar

0,43
Gaya Kepemimpina n

0,071*)

Kinerja Pelayanan (Y)

0,
Penerapan GCG (X3)

Gambar 5.3. Model Penelitian dengan koefisien MRA pada masing-masing

28

Pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa semakin tinggi gaya kepemimpinan transformasional maka akan meningkatkan kinerja pelayanan. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elonkov, (2000), Borrill, et al (2005), Waldman et al, (2005), dan Ogbonna dan Harris, (2000) yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan. Demikian pula dengan penelitian Jabnoun dan Rasasi (2005) yang menemukan bahwa pasien secara umum terpuaskan dengan jasa kualitas rumah sakit, karyawan rumah sakit memberikan penilaian rendah terhadap para pemimpin mereka dalam kaitan dengan kepemimpinan transformasional. Jasa kualitas secara positif berhubungan dengan semua dimensi kepemimpinan transformasional. Trisnaningsih (2007) dalam penelitiannya di KAP menemukan bahwa Gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan dalam KAP sebagai faktor yang dominan dalam menentukan dan pembentukan karakter perusahaan. Selanjutnya karakter perusahaan akan mempengaruhi output dari kinerja auditor. Budaya organisasi tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Begitupula dengan Xenikou dan Simosi (2006) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional dan orientasi humanistic mempunyai

5.5.4

pengaruh positif yang tidak langsung terhadap kinerja melalui orientasi prestasi. Kepemimpinan berperan besar dalam mencapai sasaran dan tujuan kerja, dimana sasaran atau tujuan yang ingin dicapai adalah berupa prestasi atau kinerja. Lebih lanjut Burns dalam Haryono (2002) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional merupakan upaya para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ke tingkat moralitas dan memotivasi yang lebih tinggi pada tatanan pekerjaan. Para pemimpin tersebut mencoba menimbulkan kesadaran dari pengikut dengan menyerukan cita-cita yang lebih tinggi dan nilai-nilai moral seperti kemerdekaan, keadilan dan kemanusian. Pemimpin transformasional mendesain dan mengimplementasikan system dan mengerjakan kepada karyawan untuk menjadi self leader. Pendekatan ini merupakan perluasan dari seperangkat perilaku yang seluruhnya diharapkan dapat menyediakan formula kepada para pengikut perilaku dan ketrampilan kognitif yang diperlukan untuk melatih mereka menjadi self leadership. Self leadership ini dipandang sebagai suatu peluang kekuatan untuk mencapai kinerja yang tinggi daripada suatu tantangan terhadap control dari luar dan kewenangan. 5.5.5 Pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan dimoderasi oleh budaya kerja. Hasil pengujian pengujian menunjukkan bahwa budaya kerja tidak memoderasi hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan kinerja pelayanan. Hal ini dapat diinterpretasi bahwa budaya kerja tidak

29

dapat meningkatkan kinerja pelayanan rumah sakit. Hasil ini tidak sejalan dengan temuan Temalagi (2010) yang menunjukan bahwa para manejer rumah sakit telah mengenal budaya organisasinya dengan baik, dan turut mempengaruhi budaya organisasi rumah sakit tersebut. Tobing (2006) menemukan bahwa budaya organisasi dapat meningkatkan kepuasan kerja, komitmen organisasi dan kinerja, terdapat keterkaitan antara budaya dan komitmen organisasi yang mampu mendukung gaya kepemimpinan dalam mendukung tercapainya peningkatan kinerja pelayanan. Penelitian ini menemukan gap riset yang menyatakan bahwa adanya budaya kerja rumah sakit ternyata tidak akan memperkuat hubungan gaya kepemimpinan terhadap peningkatan kinerja pelayanan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain: a) Budaya diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi, namun ternyata untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat dalam diri anggota organisasi. Ini yang relatif sulit dilakukan pada organisasi Rumah Sakit di Kota Ambon yang memiliki budaya relative panatik, yang sulit untuk menyesuaikan dengan budaya yang datang dari luar. Proses adaptasi memerlukan waktu yang relative lama, sehingga keberadaan budaya belum mampu memperkuat hubungan gaya kepemimpinan dengan kinerja pelayanan. b) Budaya kerja dibangun dan dipertahankan berdasarkan filsafat

c)

pendiri atau pimpinannya yang memang memahami budaya lokal secara maksimal. Tindakan pimpinan akan sangat berpengaruh terhadap perilaku yang dapat diterima, baik dan yang tidak. Namun pada kenyataan sebagian besar pimpinan Rumah Sakit tidak menguasai budaya lokal sebagai landasan yang dominan dalam membentuk budaya kerja pada Rumah Sakit di Kota Ambon, sehingga budaya kerja belum mampu memperkuat hubungan gaya kepemimpinan dengan kinerja pelayanan. Secara teoritis budaya akan melekat pada diri individu pemimpin yang secara langsung meningkatkan kinerja. Namun ada faktor penghambat, kenapa budaya tidak dapat mendukung pemimpin meningkatkan kinerja, hal tersebut adalah kecocokan untuk situasi atau lingkungan. Kotter dan Heskett dalam (Ndraha, 2003 ) menyimpulkan betapa pun kuatnya budaya dan cocok untuk situasi atau lingkungan, tetapi tidak untuk situasi lainnya sehingga diperlukan dimensi lain yaitu ketepatan dan kecocokan. Budaya yang kuat namun pelaksanaannya tidak sesuai dengan situasi sesungguhnya dapat mengakibatkan orang berperilaku menghancurkan, sehingga hanya budaya kerja yang mendukung satuan kerja atau organisasi untuk mengantisipasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkunganlah yang dapat menunjukan kinerja yang tinggi (Ndraha, 2003:124).

5.5.6 Pengaruh Gaya kepemimpinan transformasional terhadap Kinerja Pelayanan dimoderasi oleh GCG.

30

Hasil pengujian model ketiga di atas, nilai koefisien MRA untuk variabel penerapan GCG sebesar 0,148, koefisien tersebut menunjukkan besarnya pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan pimpinan rumah sakit yang dimoderasi oleh penerapan GCG. Secara statistik hasil penelitian ini penerapan GCG memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja pelayanan. Hasil ini sejalan dengan temuan Subekti (2008) yang menunjukkan secara kualitatif bahwa beberapa dimensi/prinsip Good Copporate Governance yaitu transparansi, kemandirian, keadilan, dan akuntabilitas berpengaruh pada kinerja Organisasi Layanan Publik. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa secara umum pelayanan publik dikatakan baik, ketika masyarakat dengan mudah mendapatkan pelayanan dengan prosedur yang tidak panjang, biaya murah, waktu pelayanan cepat, dan sedikit atau tidak ada keluahan masyarakat atas pelayanan yang diterimanya. Namun temuan ini tidak sejalan dengan penelitian Trisnaningsih (2007) yang menyatakan bahwa di KAP pemahaman good governance tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Secara implisit pemahaman good governance dapat meningkatkan kinerja. Gaya kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa gaya kepemimpinan dalam KAP sebagai faktor yang dominan dalam menentukan dan pembentukan karakter perusahaan. Selanjutnya karakter perusahaan akan mempengaruhi output dari kinerja auditor. Budaya organisasi

tidak berpengaruh langsung terhadap kinerja auditor. Isu seputar corporate governance tidak hanya berkaitan dengan masalah bisnis dan ekonomi, tetapi juga berkaitan dengan soal sosial-politik. Corporate governance sangat membantu mendorong transparansi dan akuntabilitas para pengelola organisasi. Hal ini memberi keuntungan secara keseluruhan bagi masyarakat karena adanya pengaruh transparansi dan akuntabilitas di sektor-sektor publik (Surya dan Yustiavandana, 2006:8-9). Prinsip-prinsip good corporate governance meliputi transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi serta kewajaran dan kesetaraan (fairness) diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Prinsip transparansi untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, organisasi harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Prinsip akuntabilitas adalah bahwa organisasi harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Prinsip dasar responbilitas adalah organisasi harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat

31

pengakuan sebagai good corporate citizen. Prinsip dasar kemandirian adalah untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, organisasi harus dikelola secara independen sehingga masing-masing bagian dalam organisasi tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Prinsip dasar kewajaran dan kesetaraan adalah bahwa dalam melaksanakan kegiatannya, rumah sakit harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemilik dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsep corporate governance dapat memperkuat pengaruh kemepimpinan terhadap pencapaian kinerja pelayanan pimpinan pada organisasi Rumah Sakit di Kota Ambon. PENUTUP 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dengan mengacu pada beberapa teori dan hasil penelitian sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Gaya kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan. Hal ini menjelaskan bahwa gaya kepemimpinan transformasional yang dicirikan dengan pengaruh ideal, motivasi inspirasi, stimulasi intelektual dan pertimbangan individu yang diterapkapkan oleh pemimpin organisasi rumah sakit berperan besar dalam mencapai sasaran dan tujuan kerja, dimana sasaran atau tujuan yang ingin dicapai adalah berupa prestasi atau kinerja terhadap pelayanan yang diberikan. 2) Budaya kerja tidak memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan

transformasional terhadap kinerja pelayanan. Hasil studi ini menjelaskan bahwa budaya kerja yang diterapkan oleh organisasi di kota Ambon tidak dapat meningkatkan kinerja pelayanan. Hal ini disebabkan oleh upaya untuk merubah sebuah budaya harus pula merubah paradigma orang yang telah melekat dalam diri anggota organisasi. Ini yang relatif sulit dilakukan pada organisasi Rumah Sakit di Kota Ambon yang memiliki budaya relatif panatik, yang sulit untuk menyesuaikan dengan budaya yang datang dari luar. 3) Penerapan Good Corporate Governance memoderasi pengaruh gaya kepemimpinan transformasional terhadap kinerja pelayanan. Hasil studi ini menjelaskan bahwa prinsip Good Corporate Governance yang di bentuk oleh transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, kesetaraan dan kewajaran berpengaruh pada peningkatan kinerja pelayanan rumah sakit. Hal ini menjelaskan bahwa umumnya pelayanan publik dikatakan baik, ketika masyarakat dengan mudah mendapatkan pelayanan dengan prosedur yang tidak panjang, biaya murah, waktu pelayanan cepat, dan sedikit atau tidak ada keluhan masyarakat atas pelayanan yang diterimanya. Keterbatasan Berdasarkan verifikasi sampel dan hasil pengujian terhadap hipotesis, maka beberapa keterbatasan atau faktorfaktor yang tidak dapat diantisipasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 6.2

32

1.

2.

3.

4.

Penelitian ini menggunakan penentuan sampel secara purposive, sehingga tidak memungkinkan setiap elemen (unit) dalam polulasi menjadi responden. Sebagai tambahan penentuan responden dilakukan dengan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian sehingga tidak dapat diperoleh tingkat rendom yang tinggi sebagai syarat generalisasi yang baik. Penelitian ini dilakukan hanya di wilayah Propinsi Maluku, yaitu Kota Ambon sehingga hasil penelitian belum dapat digeneralisir ke semua objek. Dengan kata lain validitas eksternal dari hasil penelitian ini masih rendah. Kuisioner yang dibagikan tidak semuanya terkumpul dan sebagian tidak lengkap, hal ini disebabkan karena ketidaksediaan beberapa manajer rumah sakit untuk menjadi responden. Kurangnya pemahaman dari responden terhadap pertanyaanpertanyaan dalam kuisioner serta sikap kepedulian dan keseriusan dalam menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada. Masalah subjektivitas dari responden dapat mengakibatkan hasil penelitian ini rentan terhadap biasnya jawaban responden.

1.

Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas, maka ada beberapa saran yang perlu ditindaklanjuti, baik untuk pengembangan pengetahuan bagi peneliti selanjutnya terutama dibidang akuntansi sektor publik maupun bagi manajemen rumah sakit. Adapun yang dapat disarankan dari penelitian ini, sebagai berikut:

6.3

2.

Bagi penelitian selanjutnya disarankan, a. Untuk menguji pengaruh variabel lainnya dengan menggunakan budaya organisasi sebagai variabel moderating agar dapat diketahui pengaruh kontijensi variabel tersebut terhadap peningkatan kinerja pelayanan pimpinan rumah sakit. b. Untuk mencoba mengeneralisasikan penelitian ini pada organisasi rumah sakit yang berada di kota atau daerah lain, ataupun di organisasi nonrumah sakit. baik swasta, BUMN, maupun dalam organisasi pemerintahan. Mengingat penelitian ini dilakukan pada rumah sakit di kota Ambon, yang mana secara tidak langsung gaya kepemimpinan dan budaya organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor geografis, ekonomi, sosial dan budaya. c. Untuk memperluas kajian di bidang analisis regresi moderasi mengingat alat analisis ini penting untuk mengukur suatu teori sebagai dasar guna mengembangkan wawasan keilmuan. Walaupun analisis regresi moderasi bukan untuk menurunkan teori, tetapi setidaknya alat ini mampu membuktikan akan kebenaran suatu teori yang sering digunakan. Bagi unsur pemimpin rumah sakit dalam melaksanakan tugasnya dapat mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional mengingat gaya kepemimpinan ini merupakan new leadership dalam melakukan transformasi agar

33

3.

kinerja pelayanan dapat terbentuk dengan baik sesuai dengan keinginan seluruh anggota organisasi (manajer dan karyawan). Bagi pengelola rumah sakit, diharapkan dapat mendukung pelaksanaan otonomi daerah dalam meningkatkan kinerja yang baik melalui penerapan good corporate governance di rumah sakit dengan memasukkan aspek-aspek yang terkait dengan good corporate governance serta memberikan acuan untuk mengetahui tingkat kemampuan budaya organisasi dalam mendorong pelaksanaan good corporate governance untuk mendukung peningkatan kinerja pelayanan.

Implikasi Penelitian Hasil temuan penelitian ini memiliki beberapa implikasi, baik untuk pengembangan teori maupun untuk kepentingan manajerial rumah sakit, antara lain sebagai berikut: 6.4.1 Implikasi Teoritis Hasil penelitian dapat memberikan implikasi dan kontribusi bagi pengembangan teoritis dan ilmu pengetahuan, antara lain sebagai berikut : 1. Hasil temuan ini memberikan kontribusi atas kajian teori kepemimpinan transformasional, yang dapat mempengaruhi para pengikut dengan menimbulkan emosi yang kuat dan indentifikasi dengan pemimpin tersebut, namun mereka dapat juga mentransformasi para pengikut dengan bertindak sebagai seorang pelatih, guru atau mentor. Pemimpin transformasional mendesain dan mengimplementasikan sistem yang ditujukan kepada karyawan untuk menjadi self leader, khususnya pada

6.4

organisasi rumah sakit, yang memiliki berbagai unit organisasi. 2. Hasil temuan ini memberikan kontribusi atas kajian teori Budaya yang diartikan juga sebagai seperangkat perilaku, perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi. Budaya dalam penelitian ini bertindak sebagai faktor yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja pelayanan, walaupun dalam hasil penelitian ini budaya tidak memberikan efek moderasi. 3. Hasil temuan ini memberikan kontribusi atas kajian konsep good corporate governance yang merupakan suatu sistem yang mengatur bagaimana suatu perusahaan atau organisasi dijalankan (operasi) dan dikontrol atau sebagai tata kelola perusahaan (organisasi). Good corporate governance dalam penelitian ini bertindak sebagai faktor yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja pelayanan. Hasil penelitian menunjukkan bawha GCG memperkuat hubunngan antara kepemimpinan dengan kinerja pelayanan. Pemimpinan rumah sakit telah menggunakan prinsip-prinsip GCG dalam aktifitas organisasi, sehingga tercapai kinerja pelayanan yang maksimal. 6.4.2 Implikasi Praktis Hasil penelitian dapat memberikan implikasi dan kontribusi bagi praktik di organisasi rumah sakit, antara lain sebagai berikut: 1. Upaya untuk mencapai kinerja pelayanan salah satunya adalah dengan cara menerapkan gaya

34

kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional merasa adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan hormat terhadap pemimpin dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih daripada yang awalnya diharapkan. Pemimpin tersebut mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan : 1) membuat mereka lebih sadar mengenai pentingnya hasilhasil suatu pekerjaan; 2) mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi atau tim daripada kepentingan diri sendiri dan 3) mengaktifkan kebutuhankebutuhan mereka pada yang lebih tinggi. Dalam upaya untuk mencapai kinerja pelayanan yang maksimal, pemimpin organisasi rumah sakit harus menerapkan perinsip-perinsip good corporate governance. Prinsipprinsip good corporate governance yang meliputi transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi serta kewajaran dan kesetaraan (fairness) diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).

DAFTAR PUSTAKA
Ani, S.L dan Werdati, S dan Utarini, A. 2001. Harapan Konsumen Terhadap Pelayanan Keperwatan : Penelitian Kualitatif di RSU Dharma Yadnya Depansar Bali. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 04 (01) : 13-17. Achsin. M. 1999. Analisis Dimensi Kualitas Layanan Yang Mempengaruhi Kepuasan

Berdasarkan Presepsi Pasien Pada Rumah Sakit Muhammadiyah Jawa Timur, Tesis, Universitas Brawijaya Malng. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Rineka Cipta, Jakarta. Bass, B.M. 1996. A new paradigm of leadership; An inquiry into transformasional leadership. Alexandria, VA:U.S, Army Research Instutute for Behavioral and Social Sciences. Bass, B.M dan Avolio, B.J. 1994. Improving Organizational Effectiveness Thorugh Transformasional Leadership. Thousand Oaks SAGE Publication, San Diego, CA. Bernardin, H.J dan Russel, J.C.A. 1993. Human Resources Management : AnExperimental Approach. Mc. Graw Hill Inc. Singapore. Borrill, C.S dan Dawson, J.F. 2005. The Relationship Between Leadership and Trust Performance, Aston Buiness School Aston University Birmingham B4 7 ET. Brackertz. N. 2006. Relating Physical And Service Performance In Local Government Community Facilities, Academy of Management Journal, 24 (8) 779801. Burns, J.M.G. 1978. Transactional and Transformational Leadership. (In Hickman GR). Leading Organization Perspective for a New Era. Sage Publication London. Daniri, M.A. 2005. Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia. Ray Indonesia, Jakarta. Day, D.V dan Lord, R.G. 2001. Executive Leadership and Organizational

35

Performance : Sugestions for New Theory and Methodology, Journal of Management. (14) 453464. Darmawati, K dan Rika, G.R. 2005. Hubungan Corporate Governance dan Kinerja Perusahaan, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, IAI, Yogyakarta. (08) : 15-35. Denison, D.R. 1990. Corporate Culture and Organization Effectiveness, John Welly dan Sons, New York. Dwiyanto, A., R. Partini, W. Bambang, T. Wini, K. Bevaola dan N. Muhamad, 2002. Reformasi Birokrasi Publik Di Indonesia. Yogyakarta: Galang Printika. Elenkov, D.S. 2000. Effects of leadership on Organizational Performance in Russian Companies. Journal of management, 7 : 17-26. Emirzon, J. 2007. Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance: Paradigma Baru Dalam Praktik Bisnis Indonesia. Penerbit Genta Press. Yogyakarta. Forum For Corporate Governance In Indonesia (FCGI). 2006. Good Corporate Governance. Publication. http://www.fcgi.or.id. 2 April 2009 Gaspersz. V.1997. Manajemen Kualitas, Penerapan Konsep-Konsep Kualitas Dalam Manajemen Bisnis Total, Cetakan Kedua, Edisi Pertama. Penerbit Yayasan Indonesia Emas dan PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ghozali, I. 2005. Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan Program AMOS Ver 5.0, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hartono, J. 2008. Metodologi Penelitian Bisnis, Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. BPFE

Univ. Gadjah Mada, Edisi 2007, Cetakan Pertama, Yogyakarta. Hofstede, G.H. 1997. Culture and Organization: Software of the Mind. Dalam Sobirin, Achmad. 1997. Organizational Culture: Konsep, Kontroversi, dan Manfaatnya untuk Pengembangan Organisasi. JAAI, (1) : 152-173. Jabnoun, N dan A.J. AL Rasasi. 2005. Transformational Leadership and Service Quality in UAE Hospitals. Managing Service Quality.15 (1) : 70-81. Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Good Corporate Governance. Lamiri. Sunartini dan Iman. 1998. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan, Minat Perilaku Penderita Rawat Inap Di Rumah Sakit Islam Samarinda. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 01 (01): 3542. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2000. Akuntabilitas dan good governance. Modul, Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah (AKIP). Malhotra, N. K. (2005). Riset Pemasaran, Pendekatan Terapan, Edisi Keempat. Penerbit Indeks, Jakarta. Manz, C.C dan Sims, H.P. 1990. Super Leadership ; Leading Others to Lead Themselves. Berkley Books, New York. Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta. Maskur, 2010. Analisis Kualitas sumber Daya Manusia, Kualitas Kepemimpinan Terhadap

36

Fleksibilitas Organisasi dan Kinerja Pelayanan Pada Kantor Kecamatan Di Wilayah Kota Makassar. Tesis Ilmu Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Mita. R. 2007. Tuntutan Improvisasi Manajemen Sektor Publik . Jurnal Administrasi Negara. IV (3): 13-23. Moeljono, J.S. 2005. Good Corporate Culture Sebagai Inti Dari Good Corporate Governance, Gramedia, Jakarta. Muluk, M.R.K. 2005. Budaya Organisasi Pelayanan Publik, Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 08 (1) : 8-20. Ndraha, T. 2003. Budaya Organisasi. Edisi 2, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Newstorm, J.W dan Davis, K. 1993. Organisational Behavior : Human Bahavior at Work. 9 th Edition. McGraw-Hill, Inc. New York. Ogbanna. E dan Lioyd. H.C. 2000. Leadership Style, Organizational Culture and Performance : Emperical Evidence From UK Componies, The International Journal of Human Resources Management Taylor. Prancis LPD. Onken. M.H. 1998. Tempo ral Element of Organizational Culture and Impact of Firm Performance, Florida Gulf Coas Univercity, Fort Myers, Florida, USA. Osborne, D dan Plastrik, P. 1996. Banishing Bereucracy ; The Five Strategies for Reinventing Government, Addison-Wesley Publishing Company, Massachusetts. Parasurman, A.Z.V.A dan Barry, L.L. 1988. A Multiple Item Scale for Service Measuring Consumer

Perceptions of Service Quality, Journal of Retailing, (08) : 12-40. Prasetya. 2001. Mengenal Program Budaya Kerja. Buletin 01 Januari : 12. Surabaya. Prasetyono dan Kompyurini N. 2008. Analisis kinerja rumah sakit daerah berdasarkan Budaya organisasi, komitmen organisasi dan akuntabilitas publik. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak. Popper, M. dan Zakkai, E. 1994. Transactional, Charismatic and Transformational Leadership: Conditions Conducive to their Predominance. Leadership & Organization Development Journal, 6 (6) ; 3-7. Ralahalu. K. A. 2006. Otonomi Daerah di Tengah Konflik Merancang Success story Implementasi Otonomi Daerah di Provinsi Maluku. Cetakan Pertama. PEMDA Provinsi Maluku. Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi : Konsep Kontraversi, Aplikasi, ED Alexmedia Konputinso. Ratnasari. 2001. Analisis Sistem Pengendalian Intern atas Persediaan pada RSUD Dr. Soedono Madiun. Tesis Ilmu Manajemen. Program Pascasarjana Universitas Muhamadiyah Malang. Sahertian. O. 2010. Pengaruh Kepemimpinan, Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap OCB (studi pada tenaga perawat di RSUD Dr. Haulussy Ambon). Tesis Ilmu Manajemen, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Santoso, S. 2000. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional.

37

Cetakan Kedua. Elex Media Computindo, Jakarta. Scein, E. H,. 2002. Organization Cultur And Leadership. 2nd edition. Jossey-Bas Publishers, San Fransisco. Sekaran. U, 2006, Research Methods For Business, Buku 1, Edisi 4, Penerjemah Kwan Men Yon, Penerbit Salemba Empat. Sekaran U, 2006, Research Methods For Business, Buku 2, Edisi 4, Penerjemah Kwan Men Yon, Penerbit Salemba Empat. Siahaan, R. P. 2004. Pengelolaan SDM Dalam Rangka Penerapan Good Corporate Governance. Workshop GCG bagi Pegawai Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian. Bogor. http://google.com. 02 Mei 2010. Simamora, H. 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia. Edisi Ke-2. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, YKPN. Yogyakarta. Sinambela, L.J. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Bumi Aksara. Jakarta. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1999. Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta. Sofo, F. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Edisi 1Airlangga, Surabaya. Sudrajat, A. 2004. Membangun Model Pelayanan Publik Yang Dapat Memenuhi Keinginan Masyarakat, Jakarta: Direktorat Aparatur Negara, Bappenas. Soeprapto, R. 2004. Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Menuju Good Governance. Jurnal Administrasi Negara. ISSN1411-6324.

Sugiono, 2008. Statistik Untuk Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Alfabeta, Bandung. Sujak, A. 1990. Kepemimpinan Manajer : Konsep Dasar dan Implikasi. Cetakan ke-5 Rajawali Jakarta. Surya, I. dan Yustiavandana. 2006. Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha. Kencana. Jakarta. Susilo, L.J. dan K. Simarmata. 2007. Good Corporate Governance pada Bank: Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Melaksanakannya. Penerbit PT Hikayat Dunia, Bandung. Tangkilisan, H.N.S. 2003. Mengelola Kredit Berbasis GCG.Balairung & Co, Yogyakarta. Temalagi, S. 2010. Analisis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Penerapan Good Corporate Governance Dengan Budaya Organisasi Sebagai Varibel Intervening (Studi pad Rumah Sakit di Kota Malang). Tesis Ilmu Akuntansi, Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Tjiptono, F. 2005. Pemasaran Jasa. Edisi Pertama Cetakan Pertama, Diterbitkan oleh Bayumedia Publishing. Tobing, S.J.L. 2006. Pengaruh Budaya Organisasi, Kepuasan Kerja, dan Motivasi Terhadap Komitmen Organisasi dan Kinerja. Disertasi. Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Trigono, 2004. Budaya Kerja : Menciptakan Lingkungan ang Kondisif Untuk Meningkatkan Produktifitas Kerja, Ed. PT.Golden Trayon Press, Jakarta.

38

Trinaningsih, S. 2007. Independensi Auditor dan Komitmen Organisasi Sebagai Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar. Wairisal L. P. 2008. Pengaruh Budaya Perusahaan Terhadap Komitmen dan Kinerja Karyawan. Jurnal Akuntansi Bisnis & Manajemen 15 (2):1-14. Xenikou, A & Simosi, M. 2006. Organizational Culture and Transformational Leadership as Predictor of Business Unit Performance. Journal of Managerial Psychology. 21 (6) : 566-579. Yukl, G. 2007. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Edisi Indonesia (kelima). Cetakan kedua. Penerbit PT Indeks, Jakarta. Zauhar. S. 2001. Reformasi Birokrasi. Universitas Brawijaya Malang. Zebua, J. 2009. Pengaruh Budaya Organisasi dan Insentif Terhadap Kinerja Staf Rekam Medik Rumah Sakit Umum Pusat Adam Malik Medan Tahun 2008. Tesis Ilmu Manajemen, Program pascasarjana Universitas sumatera utara Medan. Zeithaml, V.A. et. Al. 1991. Delivering Quality Service : Balancing Customer Perseptions and Expectation. The Free Press. New York.

39

Anda mungkin juga menyukai