Anda di halaman 1dari 3

Pasien dengan hepatic encephalopathy menunjukkan adanya perubahan mental dan status motorik dimana derajat keparahannya meliputi:

1. Stage I Euphoria /depresi, kebingungan ringan dan berfluktuasi, gangguan pembicaraan, gangguan ritme tidur. 2. Stage II Lambat beraksi, mengantuk, disorientasi, amnesia, gangguan kepribadian, asteriksis, reflex hipoaktif, ataksia 3. Stage III Tidur yang dalam, sangat pusing, reflex hiperaktif, flapping tremor. 4. Stage IV Tidak bereaksi pada rangsangan apapun, reflex okuler yang lemah, kekauan otot, kejang menyeluruh. Tremor metabolik Tremor metabolik merupakan tremor yang timbul akibat zat-zat metabolik yang bersifat kolinergik. Tremor pada kegagalan hepatik adalah kasar, di mana terutama tangan bergerak dorsofieksi dan volarfleksi secara berselingan di sendi pergelangan tangan, bagaikan melakukan gerakan menepuk-nepuk paha dan sering disebut flapping tremor. Cara memeriksanya ialah kedua lengan klien diluruskan. Penyebab lain sirosis hati meliputi: Infeksi kronis virus hepatitis B.
1

Hepatitis autoimun. Hepatitis autoimun adalah sistem kekebalan tubuh yang tidak terkendali sehingga membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan kerusakan dan sirosis. Penyakit yang menyebabkan penyumbatan saluran empedu sehingga tekanan darahterhambat dan merusak sel-sel hati. Sebagai contoh, sirosis bilier primer,primary sclerosing, dan masalah bawaan pada saluran empedu. Non-alcohol steato-hepatitis (NASH). Ini adalah kondisi di mana lemak menumpuk dihati sehingga menciptakan jaringan parut dan sirosis. Kelebihan berat badan (obesitas) meningkatkan risiko Anda mengembangkan non-alcohol steato-hepatitis. Reaksi parah terhadap obat dan jamu tertentu (Brandt dan Muckadell, 2005). Beberapa racun dan polusi lingkungan. Infeksi tertentu yang disebabkan bakteri dan parasit. Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah di hati. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati, sepertihemokromatosis (kondisi yang menyebabkan timbunan abnormal zat besi di hati dan bagian lain tubuh) dan penyakit Wilson (kondisi yang menyebabkan penumpukan abnormal zat tembaga di hati dan bagian lain tubuh).

Terapi Gizi Medis Penderita Sirosis Hati Pada pasien ini dilakukan diet tinggi protein dan tinggi kalori untuk memperbaiki status gizi pasien. Pemberian protein pada penderita sirosis disesuaikan dengan kompikasi keadaan pasien. Kelebihan protein dapat mengakibatkan peningkatan amonia darah yang berbahaya, sedangkan kekurangan protein akan menghambat penyembuhan sel hati. Pada sirosis hati terkompensasi diberikan diet tinggi kalori tinggi protein dengan maksud agar sel-sel hati dapat beregenerasi. Sedangkan untuk mengontrol tingkat amonia darah digunakan laktulosa dan atau suatu jenis antibiotik yang bernama neomisin. Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.

Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas sehari-hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan (hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari atau 3540 kcal/kgBB/hari dengan protein berkisar antara 1,2-1,6 g/kgBB bergantung pada derajat malnutrisi dan kondisi lain yang dialami pasien. Dalam preskripsi diet pasien sirosis hati, tidak ada pembatasan asupan karbohidrat walaupun pasien mengalami resistensi insulin (Tsiaousi, et.al., 2008). Pada pasien yang mengalami liver injury pada kasus yang akut dan kronik sering ditemukan balans nitrogen negative. Oleh karena itu, sering ditemukan adanya pemecahan protein oleh otot karena

sintesis protein atau pemecahan protein yang dilakukan oleh hati telah menurun fungsinya. Dalam memberikan treatment mengenai protein, yang perlu diperhatikan adalah menghindarkan pasien sirosis dari kejadian malnutrisi serta menghindarkan pasien dari encephalopathy hepar. Untuk itu, selain mengatur protein yang diberikan, asupan karbohidrat dan lemak juga perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya pemecahan yang mengakibatkan malnutrisi. Pada pasien sirosis, rasio asam amino rantai cabang (BCAA) misalnya isoleusin, leusin, dan valine) terhadap asam amino aromatic misalnya fenilalanin, triptofan, dan tirosin sering ditemukan abnormal terutama pada pasien yang mengalami malnutrisi. Menjaga resiko kedua macam asam amino ini dapat menghindarkan pasien dengan sirosis terhadap kejadan ensefalopathy hepatic (Lieber, 1999).

Spontaneous bacterial Peritonitis Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous bacterial Peritonitis (SBP) dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri. Mekanisme hepatorenal sindrom akibat dari sirosis hati atau penyakit hati akut lain dan bersama-sama dengan hipertensi portal akan mengakibatkan vasodilatasi arteri splanknik. Vasodilatasi ini akan mengakibatkan hipovolemi atau arteri sentral sehingga merangsang aktivasi system rennin angiostensis aldosteron, dan hormone antidiuretik yang secara keseluruhan akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal. Di ginjal seharusnya akan terjadi mekanisme kompensasi, namun dengan alasan yang belum jelas justru terjadi ketidakseimbangan mekanisme kompensasi ini, yaitu meningkatnya vasokontriktor disertai penurunan vasodilator.

Anda mungkin juga menyukai