Anda di halaman 1dari 17

II.

LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka

1. Madu Madu adalah cairan manis yang berasal dari nektar tanaman yang diproses oleh lebah menjadi madu dan tersimpan dalam sel-sel sarang lebah. Madu merupakan hasil sekresi lebah tetapi tidak berarti kotoran lebah, karena madu ditempatkan dalam bagian khusus di perut lebah yang disebut perut madu yang terpisah dari perut besar. Nektar yang dihisap madu mengandung 60% air sehingga lebah harus menurunkan menjadi 20% atau lebih rendah lagi untuk membuat madu. Penurunan kadar air ini melalui proses fisika dan kimia. Proses fisika penurunan kadar air mulai terjadi saat lebah menjulurkan lidahnya (proboscis) untuk memindahkan madu dari perut madu ke sarang lebah. Di sarang, kadar air terus diturunkan melalui putaran sayap-sayap lebah yang menyirkulasikan hawa hangat ke dalam sarang lebah. Sedangkan proses kimianya terjadi di dalam perut lebah dimana enzim invertase mengubah sukrosa (disakarida) menjadi glukosa dan fruktosa yang keduanya merupakan monosakarida. Pada madu murni kandungan glukosa agak dominan (Anonim, 2006). Madu bahan makanan yang bersumber dari alam ini telah lama digunakan oleh salah satu bahan makanan yang istimewa. Madu tidak sekadar untuk pemanis makanan atau minuman, tetapi lebih dari itu madu dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Madu pada umumnya memiliki rasa manis, nilai gizinya tinggi, dan sangat berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit. Setiap orang dapat mengonsumsi madu, baik anak-anak, orang dewasa, maupun manula. karena khasiatnya yang tinggi ini, banyak bahan makanan atau minuman lain yang dicampur dengan madu untuk meningkatkan khasiat makanan atau minuman tersebut. penggunaan madu juga tidak terbatas sebagai bahan pangan, tetapi dapat digunakan untuk tujuan lainnya. sejak zaman dahulu, madu

tela digunakan sebagai obat tradisional. madu juga sering digunakan untuk perawatan tubuh dan kecantikan (Suranto, 2004). Di Indonesia jenis lebah yang paling banyak digunakan sebagai penghasil madu adalah lebah lokal (Apis cerana), lebah hutan (Apis dorsata) dan lebah Eropa (Apis melifera). Ada banyak jenis madu menurut karakteristiknya. Karakteristik madu dap at dibedakan berdasarkan sumber nektar, letak geografi, dan teknologi pemrosesannya. Jenis madu berdasarkan sumber nektarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu monoflora dan poliflora. Madu monoflora merupakan madu yang diperoleh dari satu tumbuhan utama. Madu ini biasanya dinamakan berdasarkan sumber nektarnya, seperti madu kelengkeng, madu rambutan dan madu randu. Madu monoflora mempunyai wangi, warna dan rasa yang spesifik sesuai dengan sumbernya. Madu monoflora juga disebut madu ternak, karena madu jenis ini pada umumnya diternakkan. Sedangkan madu poliflora merupakan madu yang berasal dari nektar beberapa jenis tumbuhan bunga. Lebah cenderung mengambil nektar dari satu jenis tanaman dan baru mengambil dari tanaman lain bila belum mencukupi. Contoh dari madu jenis ini adalah madu hutan. Madu hutan adalah madu yang diproduksi oleh lebah liar. Madu ini berasal dari lebah liar yang bernama Apis Dorsata. Sumber pakan dari lebah ini adalah tumbuh-tumbuhan obat yang banyak tumbuh di dalam hutan hujan tropis di Indonesia. Madu hutan juga sangat baik untuk kesehatan karena mengandung antibiotik alami yang diproduksi oleh lebah-lebah liar (Suranto, 2007). Madu juga bisa dicirikan sesuai dengan letak geografis dimana madu tersebut diproduksi, seperti madu Timur Jauh, madu Yaman, dan madu Cina. Selain itu, jenis madu berdasarkan teknologi perolehannya dibedakan menjadi madu peras (diperas langsung dari sarangnya) dan madu ekstraksi (diperoleh dari proses sentrifugasi) (Suranto, 2007). Terdapat beberapa perbedaan antara madu ternak dan madu hutan. Menurut Anonim ( 2007) perbedaan itu diantaranya adalah : a. Jenis lebah

Lebah madu hutan dari jenis Apis dorsata sedangkan madu ternak dari jenis Apis cerana atau Apis melifera. Sehingga jenis sarang yang dihasilkan juga berbeda. Sarang tersebut menempati jenis tanaman yang berbeda, sehingga nektar yang akan dihisap oleh lebah juga akan berbeda. Jenis nektar yang berbeda tersebut pada akhirnya akan memberikan perbedaan rasa dan warna madu yang mereka hasilkan. b. Perlakuan Madu hutan didapat dari jenis lebah liar yang sampai saat ini belum bisa ditangkarkan, sedangkan madu ternak berasal dari madu yang telah ditangkarkan. c. Kadar air Karena lebah hutan membuat sarang di tempat terbuka (batang pohon, batu karang), sehingga sarang lebah hutan lebih terpengaruh oleh perubahan musim dibanding sarang lebah ternak yang berada di dalam kotak. Kadar air madu hutan sekitar 24% sedangkan kadar air madu ternak sekitar 21%. Komposisi yang tepat pada madu bervariasi berdasarkan jenis tanaman yang digunakan oleh lebah, tetapi kandungan utamanya sama pada semua madu. Komposisi rata-rata pada madu ditampilkan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Komposisi rata-rata madu Komponen Rata-rata (%) Kadar air 17.1 Fruktosa 38.5 Glukosa 31.0 Sucrose 1.31 Maltose 7.2 Kalsium 4.8 Magnesium 2.0 Kadar abu 0.2 Sumber: Honey A Reference Guide to Natures Sweetener (Browning, 2010)

Karbohidrat madu termasuk tipe sederhana. Rata-rata komposisi madu adalah 17,1 persen air; 82,4 persen karbohidrat total; 0,5 persen protein, asam amino, vitamin, dan mineral. Karbohidrat tersebut utamanya terdiri dari 38,5 persen fruktosa dan 31 persen glukosa. Sisanya, 12,9 persen karbohidrat yang terbuat dari maltose, sukrosa, dan gula lain (Anonim, 2006). Kandungan mineral dan vitamin madu sangat rendah yaitu 0,02 % dari beratnya dan memberikan konsumsi nutrisi yang tidak memberikan keuntungan yang signifikan bagi manusia. Mineral yang terkandung dalam madu antara lain seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin C, B1, B2, B3, dan B6 (Winarno, 1982 dalam Ratnayani dkk., 2008). Menurut Insan (2010) keunggulan madu juga dapat dilihat dari sifat fisisnya. Adapun sifat fisis dari madu antara lain: 1. Kekentalan (Viskositas) Madu yang baru diekstrak berbentuk cairan kental. Kekentalannya tergantung dari komposisi madu, terutama kandungan airnya. Viskositas adalah ukuran yang menyatakan kekentalan suatu cairan, kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat dengan hambatan untuk mengalir. Viskositas sangat dipengaruhi oleh suhu, viskositas akan turun dengan naiknya suhu, konsentrasi dari suatu larutan juga mempengaruhi viskositas, semakin tinggi konsentrasi larutan maka viskositas semakin tinggi. Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Kebanyakan viskometer mengukur suatu kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), bila cairan itu mengalir cepat, maka berarti viskositas dari cairan itu rendah. Dan cairan itu mengalir lambat, maka cairan itu memiliki viskositas tinggi.

Penentuan viskositas sesuai persamaan Poiseuille berikut:

dengan t ialah waktu yang diperlukan cairan bervolume V, yang mengalir melalui pipa kapiler dengan panjang l dan jari-jari r. Tekanan P merupakan perbedaan tekanan aliran kedua ujung pipa viskosimeter dan besarnya diasumsikan sebanding dengan berat cairan. Pengukuran viskositas yang tepat dengan cara di atas sulit dicapai. Hal ini disebabkan harga r dan l sukar ditentukan secara tepat. Kesalahan pengukuran terutama r, sangat besar pengaruhnya karena harga ini dipangkatkan empat. Untuk menghindari kesalahan tersebut dalam prakteknya digunakan suatu cairan pembanding. Cairan yang paling sering digunakan adalah air. Untuk dua cairan yang berbeda dengan pengukuran alat yang sama, berlaku:

Jadi, bila h dan r cairan pembanding diketahui, maka dengan mengukur waktu yang diperlukan untuk mengalir kedua cairan melalui alat yang sama dapat ditentukan h cairan yang sudah diketahui rapatannya. Satuan dalam persamaan tersebut adalah Ns/m2 (Sutiah dkk, 2008). 2. Kepadatan (Densitas) Densitas madu dinyatakan dalam berat madu persatuan volume, bila densitas suatu bahan dibandingkan dengan berat air pada volume sama pada suatu temperatur tertentu disebut berat jenis. Sifat ini dipengaruhi oleh temperatur pengukuran dan kandungan air madu. Semakin tinggi kadar air dalam madu maka berat jenis madu semakin

rendah. Madu memiliki ciri khas yaitu kepadatannya akan mengikuti gaya gravitasi sesuai berat jenis. Bagian madu yang kaya akan air akan berada di atas bagian madu yang lebih padat dan kental. 3. Sifat menarik air (Higroskopis) Madu bersifat menyerap air sehingga akan bertambah encer dan akan menyerap kelembaban udara sekitarnya. Madu matang yang sudah dikeluarkan dari selnya akan segera menyerap air dari udara sekelilingnya sampai mencapai keseimbangan. Hal ini dikarenakan madu merupakan larutan sangat jenuh dan tidak stabil (Gojmerac, 1983 dalam Wahyuni, 2005). 4. Tegangan Permukaan (Surface Tension) Madu memiliki tegangan permukaan yang rendah sehingga sering digunakan sebagai campuran kosmetik. Sifat tegangan permukaan yang rendah dan kekentalan yang tinggi membuat madu memiliki ciri khas membentuk busa. 5. Suhu Madu memiliki sifat lambat menyerap suhu lingkungan, tergantung dari komposisi dan derajat pengkristalannya. Dengan sifat yang mampu menghantarkan panas dan kekentalan yang tinggi menyebabkan madu mudah mengalami overheating (kelebihan panas) sehingga pengadukan dan pemanasan madu haruslah dilakukan secara hati-hati. 6. Warna Warna madu bervariasi dari transparan hingga tidak berwarna, dari warna terang hingga hitam. Warna dasar madu adalah kuning kecoklatan. Warna madu dipengaruhi oleh sumber nektar, usia madu dan penyimpanan. 7. Aroma Aroma madu yang khas disebabkan oleh kandungan zat organiknya yang mudah menguap (volatil). Aroma madu bersumber dari zat yang dihasilkan sel kelenjar bunga yang tercampur dalam

nektar dan juga karena proses fermentasi dari gula, asam amino dan vitamin selama pematangan madu. Aroma madu cenderung tidak menetap karena zat ini akan menguap seiring waktu, terutama bila madu tidak disimpan dengan baik. 8. Rasa Rasa madu yang khas ditentukan oleh kandungan asam organik dan karbohidratnya, juga dipengaruhi oleh sumber nektarnya. Kebanyakan madu rasanya manis dan agak asam. Manisnya madu ditentukan oleh rasio karbohidrat yang terkandung dalam nektar tanaman yang menjadi sumber madu. Rasa madu bisa berubah bila disimpan pada kondisi yang tidak cocok dan suhu yang tinggi yaitu menjadi kurang enak dan masam. 9. Sifat mengkristal (Kristalisasi) Madu cenderung mengkristal pada proses penyimpanan di suhu kamar. Banyak orang berfikir bila madu mengkristal berarti kualitas madu buruk atau sudah ditambahkan gula. Madu yang mengkristal merupakan akibat dari pembentukan kristal glukosa monohidrat, tergantung dari komposisi dan kondisi penyimpanan madu. Makin rendah kandungan airnya dan makin tinggi kadar glukosanya, makin cepat terjadi pengkristalan. 10. Memutar optik Pengaruh sudut putar optik salah satunya adalah suhu. semakin tinggi suhunya maka sudut putar yang terlihat semakin besar, hal ini karena pengaruh panas, dimana jika suhu naik maka massa jenisnya berubah sehingga sudut putar pada skala pembacaan polarimeter juga berubah. Madu memiliki kemampuan mengubah sudut putaran optiki. Kemampuan ini disebabkan kandungan zat gula yang spesifik dalam madu. 11. Fermentasi
Menurut

Wahyuni (2005), fermentasi merupakan proses

perubahan -perubahan kimia dalam suatu substrat organik yang

berlangsung karena aksi katalisator biokimia, yaitu enzim yang dihasilkan oleh mikroba, sehingga fermentasi dapat berlangsung. Fermentasi merupakan proses biokimia yang umum terjadi pada madu yang disimpan. Penyebabnya adalah sejenis khamir dari genus Zygosaccharomyces yang tahan terhadap konsentrasi gula tinggi, sehingga dapat hidup dan berkembang dalam madu, sel khamir akan mendegradasi hexosa dalam madu menjadi alkohol (etanol) dan karbondioksida.

2. Evaporasi
Di dalam industri pangan, sering suatu bahan mentah atau bahan pangan yang sangat penting mengandung jumlah air yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan pada hasil akhir. Apabila bahan berbentuk bahan cair, cara yang paling mudah untuk memindahan air adalah dengan memberikan panas untuk menguapkan air tersebut. Dengan demikian, penguapan adalah proses yang sering digunakan oleh ahli pengolahan pangan (Earle, 1969). Menurut Earle (1969) faktor dasar yang mempengaruhi laju penguapan adalah: a. Laju panas pada waktu dipindahkan ke bahan cair. b. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan setiap pound air. c. Suhu maksimum untuk bahan cair. d. Tekanan pada saat penguapan terjadi. e. Perubahan lain yang mungkin terjadi di dalam bahan selama proses penguapan berlangsung. Evaporasi atau penguapan merupakan pengambilan sebagian uap air yang bertujuan utuk meningkatkan konsentrasi padatan dari suatu bahan makanan cair. Salah satu tujuan lain dari operasi ini adalah untuk mengurangi volume dari suatu produk sampai batas-batas tertentu tanpa menyebabkan kehilangan kandungan gizi. Pengurangan volume produk, akan meningkatkan umur simpan dan meningkatkan pengawetan, atas dasar berkurangnya jumlah

air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk berkembang

(Sholeh, 2010) Dalam proses evaporasi, bahan mengalami beberapa perubahan baik yang diinginkan maupun yang tak diiinginkan. Perubahan yang terjadi pada umumnya merupakan perubahan sifat fisik larutan itu sendiri seperti terjadinya peningkatan viskositas yang merupakan dampak dari penurunan Aw dan peningkatan kadar padatan, terbentuknya kerak didasar alat, perubahan warna karena browning dan peningkatan konsentrasi, penurunan kualitas sensoris, serta terbentuknya beberapa komponen volatil (Praptiningsing, 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi diantaranya adalah suhu evaporasi. Suhu evaporasi berpengaruh pada kecepatan penguapan. Makin tinggi suhu evaporasi maka penguapan yang terjadi semakin cepat. Namun, penggunaan suhu yang tinggi dapat menyebabkan beberapa bahan yang sensitif terhadap panas mengalami kerusakan. Untuk memperkecil resiko kerusakan tersebut maka suhu evaporasi yang digunakan harus rendah. Suhu evaporasi dapat diturunkan dengan menurunkan tekanan evaporator. Makin tinggi suhu evaporasi maka penguapan yang terjadi semakin cepat. Semakin lama evaporasi yang terjadi maka semakin banyak zat gizi yang hilang dari bahan pangan. Suhu evaporasi seharusnya dilakukan serendah mungkin dan waktu proses juga dilakukan sesingkat mungkin (Wirakartakusumah, 1989). Menurut Winarno (2007) suhu evaporasi sangat berpengaruh terhadap warna larutan. Semakin tinggi suhu evaporasi maka warna akan semakin pudar. Operasi penguapan yang mungkin digunakan untuk suatu produk sangat bervariasi, hal ini tergantung pada karakteristik bahan produk. Dalam banyak kasus, karakteristik bahan ini berpengaruh pada design evaporator (alat penguap). Adapun contoh dari karakteristik bahan adalah kekentalan bahan dan kepekatan bahan terhadap suhu serta kemampuan bahan untuk membuat alat mengalami korosi. Menaikkan konsentrasi dari fraksi padatan di dalam produk bahan makanan cair adalah dengan

menguapkan air bebas yang ada didalam produk. Proses penguapan ini dilakukan dengan menaikkan temperatur produk sampai titik didih dan menjaganya untuk beberapa waktu sampai konsentrasi yang diinginkan (Nugraha, 2010). Menurut Rahmad dkk (2010) beberapa faktor zat cair yang di evaporasikan adalah: 1. Konsentrasi Jika konsentrasi meningkat, maka densitas dan viskositasnya meningkat bersamaan dengan kandungan zat padatnya, hingga larutan menjadi jenuh, atau jika tidak menjadi terlalu lamban sehingga tidak dapat melakukan perpindahan kalor secara memadai. Jika zat cair jenuh di panaskan terus menerus maka akan terjadi pembentukan kristal, dan kristal-kristal ini harus dipisahkan karena dapat menyebabkan tabung evaporator tersumbat. Titik didihpun semakin bertambah jika kandungan zat padat bertambah, sehingga suhu didih larutan jenuh mungkin jauh lebih tinggi dari titik didih air pada tekanan yang sama. 2. Pembentukan busa Beberapa bahan tertentu, terutama zat organik, membusa pada waktu di uapkan. Busa yang stabil akan ikut keluar evaporator bersama uap. Dalam hal dimungkinkan juga terdapat bahan yang meluap, sehingga ikut keluar dalam saluran penguapan (uap yang keluar)

3.

Kepekaan terhadap suhu Beberapa bahan kimia farmasi, dan bahan makanan dapat rusak bila di panaskan pada suhu sedang, selama waktu singkat saja. Dalam mengkonsentrasikan bahan-bahan seperti itu diperlukan teknis khusus untuk mengurangi suhu zat cair dan menurunkan waktu pemanasan. Pada kasus madu, saat proses penguapan yang kurang tepat dan terjadinya overheating (kelebihan panas) menyebabkan madu terbentuk caramel yang mengindikasikan sifat madu menjadi rusak.

4.

Kerak Beberapa larutan tertentu menyebabkan pembentukan kerak pada permukaan pemanasan. Hal ini menyebabkan proses penuapan yang terhambat, sehingga perlu menghentikan operasi pada evaporator itu untuk membersihkannya. Bila kerak itu keras dan tidak dapat larut, maka perlu waktu yang lama dan biaya yang mahal untuk membersihkannya.

5.

Bahan konstruksi Kita perlu menentukan bahan konstruksi dari evaporator, bila mungkin evaporator di buat dari baja. Akan tetapi, banyak larutan yang merusak bahan-bahan besi, atau menjadi terkontaminasi oleh bahan itu. Karena itu digunakan bahan konstruksi khusus, seperti tembaga, nikel, baja tahan karat, aluminium, grafit tak tembus, dan timbal. Tetapi bahan-bahan ini relatif mahal, oleh karena itu laju perpindahan kalor harus cepat/ tinggi agar dapat menurunkan biaya pokok peralatan.

3.

Vakum evaporator Evaporator adalah alat yang banyak digunakan dalam industri

kimia untuk memekatkan suatu larutan. Terdapat banyak tipe evaporator yang dapat digunakan dalam industri kimia. Umumnya evaporator dioperasikan pada kondisi vakum untuk menurunkan temperatur didih larutan. Cara lain untuk menurunkan temperatur didih larutan adalah dengan mengalirkan gas inert (udara) panas yang berfungsi untuk menurunkan tekanan parsial uap, sehingga menurunkan temperatur didih larutan. Hal ini menggantikan prinsip evaporasi secara vakum yang memungkinkan untuk menurunkan penguapan temperatur dengan penguapan temperatur yaitu rendah. cara Namun sistem vakum memerlukan biaya tinggi, ada cara lain dengan menurunkan tekanan parsial uap air didalam fase gas dengan cara pengaliran udara (Puspa, 2010). Untuk penguapan bahan cair yang dipengaruhi oleh suhu tinggi, lebih baik mengurangi suhu pendidihan dengan melakukan proses dalam keadaan hampa udara, ketika bahan cair mendidih dan tekanan uap bahan cair mencapi tekanan sekelilingnya, penurunan tekanan dibutuhkan untuk menurunkan titik didih bahan cairan yang dilakukan secara mekanis dengan menggunakan penyemprot jet uap, pompa vakum. Biaya operasi dengan pompa vakum biasanya lebih murah daripada dengan menggunakn pompa jet uap, akan tetapi lebih mahal dalam modal (Earle, 1969). Menurut sholeh (2010) Ada empat komponen dasar yang dibutuhkan untuk melakukan penguapan. Keempat komponen tersebut terdiri dari : a) tabung penguapan b) sumber panas c) sebuah kondensor d) (pompa vakum) tekanan vakum. Keempat komponen ini harus diperhatikan dalam merencanakan suatu evaporator. Sistem tekanan vakumnya harus dapat mengalirkan gas

yang dapat menghambat proses evaporasi agar bisa menjaga tekanan vakum yang diinginkan didalam tabung penguapan. Panas yang cukup harus dialirkan/diberikan ke produk untuk penguapan kadar air, serta sebuah kondensor yang berguna untuk mengubah uap air menjadi zat cair (Sholeh, 2010).
Kevakuman yang sebenarnya dalam evaporator ditentukan oleh efisiensi pompa, yang mana hal itu tergantung pada derajat kondensi uap dalam kondensor. Pada kondensi itu sendiri mengambil tempat (berlangsung) sesuai dengan banyaknya semprotan air yang didinginkan ke bagian puncak dari kondensornya. Panas yang dibutuhkan untuk penguapan cairan adalah berasal dari steam yang sudah jenuh. Steam tersebut mengalami pengembunan (dikondensikan) pada tabung, dan bersamaan dengan itu memberikan panasnya untuk penguapan. Steam yang telah diambil panasnya itu disebut juga kondensat, kemudian dipindahkan dari dasar tabung penguapan dan ditarik melalui kondensor menuju pompa (Sholeh, 2010). Bahan cair yang akan ditingkatkan konsentrasinya itu bersirkulasi terus menerus (dilakukan pengadukan) pada alat evaporator dalam upaya untuk memperoleh perpindahan/pergerakan yang maksimal didalam tabung penguapan. Sirkulasi (pengadukan) yang cepat akan mengurangi resiko terjadinya pengendapan pada permukaan tabung, dan dengan cepat membebaskan gelembung-gelembung uap dari bahan cair selama dalam perjalanan melalui evaporator (Sholeh, 2010).

Menutut Puspa (2010) ada berbagai jenis tipe evaporator, adapun tipe-tipe evaporator tersebut adalah: a. Evaporator Sirkulasi Alami/paksa Evaporator sirkulasi alami bekerja dengan memanfaatkan sirkulasi yang terjadi akibat perbedaan densitas yang terjadi akibat pemanasan. Pada evaporator tabung, saat air mulai mendidih, maka buih air akan naik ke permukaan dan memulai sirkulasi yang mengakibatkan pemisahan liquid dan uap air di bagian atas dari tabung pemanas. Jumlah evaporasi bergantung dari perbedaan temperatur uap

dengan larutan. Sering kali pendidihan mengakibatkan sistem kering, untuk menghidari hal ini dapat digunakan sirkulasi paksa, yaitu dengan manambahkan pompa untuk meningkatkan tekanan dan sirkulasi sehingga pendidihan tidak terjadi. b. Falling Film Evaporator Evaporator ini berbentuk tabung panjang (4-8 meter) yang dilapisi dengan jaket uap (steam jacket). Distribusi larutan yang seragam sangat penting. Larutan masuk dan memperoleh gaya gerak karena arah larutan yang menurun. Kecepatan gerakan larutan akan mempengaruhi karakteristik medium pemanas yag juga mengalir menurun. Tipe ini cocok untuk menangani larutan kental sehingga sering digunakan untuk industri kimia, makanan, dan fermentasi. c. Rising Film (Long Tube Vertical) Evaporator Pada evaporator tipe ini, pendidihan berlangsung di dalam tabung dengan sumber panas berasal dari luar tabung (biasanya uap). Buih air akan timbul dan menimbulkan sirkulasi. d. Plate Evaporator Mempunyai luas permukaan yang besar, Plate biasanya tidak rata dan ditopangoleh bingkai (frame). Uap mengalir melalui ruangruang di antara plate. Uap mengalir secara co-current dan counter current terhadap larutan. Larutan dan uap masuk ke separasi yang nantinya uap akan disalurkan ke condenser. Eveporator jenis ini sering dipakai pada industri susu dan fermntasi karena fleksibilitas ruangan. Tidak efektif untuk larutan kental dan padatan e. Multi-effect Evaporator Prinsip pada evaporator tipe ini menggunakan uap pada tahap untuk dipakai pada tahap berikutnya. Semakin banyak tahap maka semakin rendah konsumsi energinya. Biasanya maksimal terdiri dari tujuh tahap, bila lebih seringkali ditemui biaya pembuatan melebihi penghematan energi. Ada dua tipe aliran, aliran maju dimana larutan masuk dari tahap paling panas ke yang lebih rendah, dan aliran mundur

yang merupakan kebalikan dari aliran maju. Cocok untuk menangani produk yang sensitive terhadap panas seperti enzim dan protein. B. Kerangka Berpikir

Madu Penurunan kualitas Perubahan sifat sensori Efek kerusakan pada kemasan

Kadar air tinggi

Fermentasi
Menjaga kualitas

Sistem vakum evaporator (single effect)

Penurunan kadar air madu

madu Mencegah fermentasi

Analisa sifat fisikokimia Variasi suhu 40oC, 50oC, 60oC Analisa kadar air Analisa viskositas Analisa pH Analisa kadar glukosa Analisa kadar fruktosa Analisa kadar abu Analisa kadar kalsium Analisa kadar magnesium Uji organoleptik Karakteristik penurunan kadar air madu

Kadar air madu Indonesia memiliki kadar air yang cukup tinggi. Kadar air madu sebagai salah satu faktor penentu kualitas. Kadar air yang cukup tinggi pada madu menyebabkan proses fermentasi terlalu cepat. Fermentasi terjadi karena jamur yang terdapat dalam madu. Jamur ini tumbuh aktif jika kadar air dalam madu tinggi. Fermentasi madu dapat menurunkan kualitas fisikokimia dalam madu dan juga dapat memberikan perubahan pada sifat sensoris yang menurun. Madu yang terfermentasi dapat merusak kemasan yang terbuat dari botol kaca (botol pecah). Hal ini disebabkan karena gas karbondoksida (CO2) yang dihasilkan dari fermentasi madu sudah tidak dapat tertampung dalam kemasan lagi yang mengakibatkan botol pecah. Kondisi kadar air madu Indonesia yang tinggi (diatas SNI Madu No. 013545 Tahun 1994) dapat dilakukan penurunan dengan menggunakan vakum evaporator dengan suhu yang terkendali yang tidak merusak kandungan gizi dalam madu. Prinsip dari evaporator adalah memekatkan larutan (menaikkan konsentrasi zat padat dalam cairan) dengan cara menguapkan air yang ada dalam produk. Proses pemanasan yang disertai pengadukan dalam sistem vakum evaporator dimaksudkan agar senyawa-senyawa volatil terutama kadar air yang berada di dalam larutan madu dapat teruapkan. Proses pengadukan dilakukan untuk memperbesar transfer panas. Uap air yang keluar dari tangki evaporator dialirkan menuju ke kondensor untuk diembunkan kembali menjadi cair. Hal ini dimaksudkan agar uap air yang keluar dari tangki evaporator tidak kembali lagi dan tidak masuk ke pompa vakum. Uap air yang berubah menjadi zat cair ditampung dalam tangki kondensor, sedangkan larutan madu masih tetap berada dalam tangki evaporator. Tujuan dari kerangka berpikir diatas adalah untuk mengetahui karakteristik fisikokia dan organoleptik pada madu randu yang telah dikurangi kadar airnya. Dan juga mengetahui karakteristik penurunan kadar air madu dengan vakum evaporator.

C. Hipotesis Penggunaan vakum evaporator dalam proses pengurangan kadar air madu dengan variasi suhu, terjadi perubahan pada sifat fisikokimia dan organoleptik pada madu.

Anda mungkin juga menyukai