Anda di halaman 1dari 2

Editorial

Kedokteran Berbasis Bukti: Aplikatifkah?

Ferius Soewito
Praktisi Umum

Pendahuluan Sudah lebih dari 30 tahun kedokteran berbasis bukti (Evidence Based Medicine/EBM) dipraktikkan di dunia kedokteran, sementara baru tahun 1992 istilah kedokteran berbasis bukti mulai secara resmi diperkenalkan.1 Sejak itu materi kedokteran berbasis bukti mulai diajarkan terutama di kurikulum fakultas kedokteran. Publikasi buku kedokteran berbasis bukti juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, mulai dari satu publikasi pada tahun 1992 menjadi ribuan di tahun 1998.2 Saat ini, ribuan buku yang sudah dihasilkan, ratusan jurnal yang memuat artikel mengenai kedokteran berbasis bukti atau dibuat berdasarkan metodologi kedokteran berbasis bukti, serta banyaknya sesi-sesi pengajaran di fakultas kedokteran dan simposium, membuat kedokteran berbasis bukti menjadi sebuah materi yang telah tersebar dan dikenal luas oleh kalangan kedokteran. Muncul pertanyaan-pertanyaan, apakah pengajaran intensif selama bertahun-tahun sudah menghasilkan sebuah perubahan pada praktik kedokteran di Indonesia atau hanya merupakan sebuah materi yang diajarkan di fakultas kedokteran? Pertanyaan tersebut belum bisa penulis jawab karena belum menemukan penelitian yang dapat menjawab pertanyaan tersebut. Namun, sebagai dasar untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan berikut mungkin dapat dipakai sebagai bahan pemikiran kita.
Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011

Kedokteran berbasis bukti dikembangkan oleh para klinisi yang prihatin akan praktik-praktik kedokteran saat itu, yang dianggap belum memanfaatkan bukti-bukti ilmiah secara optimal. Greenhalgh3 menggambarkan empat cara pengambilan keputusan medis yang berlaku sebelum praktik kedokteran berbasis bukti berkembang. Cara pertama adalah pengambilan keputusan berdasarkan anekdot. Kasus yang sedang dihadapi ditatalaksana berdasarkan pengalaman menangani kasus (skenario/anekdot) sebelumnya yang mirip. Pengambilan keputusan berdasarkan anekdot kurang memperhitungkan faktor-faktor yang mungkin saja berbeda dari satu kasus ke kasus lain. Keberhasilan terapi pada satu pasien belum tentu menjamin keberhasilan terapi pada kasus lain karena mungkin saja terdapat variasi-variasi antara satu kasus dengan kasus lainnya. Suatu hal yang menarik adalah kritik bahwa kedokteran berbasis bukti juga dikatakan memiliki hambatan dalam pemanfaatan bukti untuk kasus yang individual. Banyaknya variasi individu dan peningkatan subgrup pasien semakin membuat aplikasi kedokteran berbasis bukti menjadi sulit. Hasil penelitian yang dipakai sebagai bukti merupakan hasil penelitian pada populasi atau subgrup yang berbeda sehingga karakteristiknya pun tidak sama dengan pasien yang saat ini dihadapi.4
49

Kedokteran Berbasis Bukti: Aplikatif kah? Walaupun terdapat hambatan tersebut, kedokteran berbasis bukti secara jelas telah mempertimbangkannya. Applicability merupakan salah satu dari tiga komponen, selain Validity dan Importance, yang selalu dinilai dan dipertimbangkan dalam praktik kedokteran berbasis bukti. Cara pengambilan keputusan lain adalah berdasarkan apa yang pernah dibaca dan diingat. Beberapa klinisi mungkin memiliki kebiasaan menyimpan jurnal atau kliping mengenai artikel-artikel atau hasil-hasil penelitian yang dianggap menarik dan akan dipakai di kemudian hari. Artikel atau hasil penelitian terbaru yang dibaca dapat segera mengubah kebiasaan praktik seorang klinisi. Dengan cara tersebut praktik kedokteran dapat selalu diperbaharui dengan buktibukti terbaru.3 Cara pengambilan keputusan dengan membaca jurnal memiliki beberapa kelemahan. Metodologi yang digunakan sering terlewat dan tidak diperhatikan dengan benar karena critical appraisal sering tidak dilakukan dengan benar.3 Kelemahan lain adalah hasil yang ditemukan sering tidak relevan dengan kasus yang dihadapi saat itu. Pencarian jurnal yang tidak terarah menyebabkan artikel yang ditemukan menjadi kurang kontekstual. Banyaknya publikasi artikel kedokteran setiap harinya menimbulkan masalah baru. yaitu kebingungan dalam mencari artikel yang relevan. Ebell melaporkan lebih dari 750 000 artikel yang ditemukannya di pubmed pada tahun 2007 mencakup 70 000 tinjauan pustaka dan 30 000 uji klinis.5 Pada tahun 2011, berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di pubmed, didapatkan sudah lebih dari 300 000 uji klinis. Pengambilan keputusan berdasarkan pendapat ahli merupakan suatu cara yang juga umum dilakukan.3 Para ahli berkumpul dan berdiskusi sehingga akhirnya dicapai kesepakatan mengenai sebuah keputusan. Harus selalu diingat, konsensus para ahli tidak terlepas dari bias subjektif yang selalu ada pada setiap ahli. Para ahli akan membuat kesimpulan berdasarkan pengalaman pribadinya masingmasing yang pastinya juga mempengaruhi objektivitas pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan berdasarkan biaya merupakan suatu cara pengambilan keputusan yang disebutkan juga oleh Greenhalgh, namun tentu saja merupakan cara yang sangat tidak sesuai dengan kepentingan pasien.3 Pengambilan keputusan berdasarkan kedokteran berbasis bukti merupakan sebuah metode yang diharapkan menjadi solusi untuk kekurangan metode sebelumnya. Kedokteran berbasis bukti selalu memiliki lima langkah yaitu merumuskan pertanyaan klinis, mencari bukti-bukti hasil penelitian terbaru, menilai keabsahan bukti terbaru, mengaplikasikan hasil temuan dan mengevaluasi metodemetode kedokteran berbasis bukti yang baru saja dilakukan. Kelima proses tersebut membuat metode kedokteran berbasis bukti merupakan sebuah metode yang terarah pada masalah, menjawab masalah tersebut berdasarkan bukti hasil penelitian kedokteran terbaru. Kedokteran berbasis bukti juga
50

menilai metodologi penelitian yang digunakan sehingga bukti yang dipakai dianggap sudah sahih dan terpercaya. Selain itu, kedokteran berbasis bukti juga melakukan pertimbangan aplikasi hasil penelitian terbaru berdasarkan situasi dan kondisi katika sebuah praktik kedokteran dijalankan.6 Memahami besarnya dampak positif yang dapat ditimbulkan oleh kedokteran berbasis bukti membuat materi tersebut hampir selalu ada di kurikulum kedokteran. Apakah sudah diajarkan dan diaplikasikan dengan benar? Pertanyaan tersebut harus selalu ada dalam pikiran para pengajar dan klinisi. Kesalahan yang sering dilakukan dalam pengajaran dan aplikasi kedokteran berbasis bukti adalah penekanan yang lebih pada critical appraisal sehingga formulasi masalah sebagai pencetus dan pencarian bukti-bukti menjadi kurang dikuasai dan diaplikasikan. Kedokteran berbasis bukti tanpa langkah formulasi pertanyaan dan pencarian bukti bukan sebuah kedokteran berbasis bukti. Majalah Kedokteran Indonesia edisi Februari kali ini memuat sebuah artikel yang unik, yaitu artikel laporan berbasis bukti. Artikel tersebut memuat hasil tulisan berdasarkan tahap-tahap metode kedokteran berbasis bukti. Berbeda dengan tulisan-tulisan hasil penelitian atau tinjauan pustaka, artikel tersebut merupakan sebuah hasil penerapan langkah-langkah lengkap kedokteran berbasis bukti. Artikel laporan berbasis bukti selalu dimulai dengan langkah pertama yaitu formulasi masalah, dan diikuti oleh deskripsi proses pencarian bukti, appraisal bukti-bukti yang diperoleh, serta aplikasi pada kasus yang relevan. Artikel tersebut juga memuat sebuah kasus rekayasa sebagai contoh aplikasi kedokteran berbasis bukti pada kondisi nyata. Disebut laporan berbasis bukti karena kasus yang dibahas bukan sebuah kasus nyata, berbeda dengan laporan kasus berbasis bukti yang berdasarkan kasus yang nyata. Kedua jenis tulisan tersebut sudah banyak diterbitkan di jurnal-jurnal kedokteran terutama jurnal kedokteran internasional. Dimuatnya jenis tulisan tersebut di Majalah Kedokteran Indonesia merupakan sebuah bukti bahwa kedokteran berbasis bukti bukan hanya sebagai jargon di Indonesia, bahkan dapat dijadikan sebuah bentuk publikasi. Daftar Pustaka
1. 2. Belsey J, Snell T. What is Evidence Based Medicine. Edisi pertama. USA: Hayward Medical Communications; 2001. Sackett DL, Straus SE, Richardson WS, Rosenberg W, Haynes RB. Evidence based medicine: How to practice and teach EBM. Edisi ke-2. Edinburgh: Churchill Livingstone; 2000. Greenhalgh T. How to read a paper. Edisi ke-3. Massachusets: Blackwell publishing Ltd; 2006. Cohen AM, Hersh WR. Criticisms of evidence based medicine. Evidence-based Cardiovascular Medicine.2004;8:197-8. Ebell MH. AFPs series on finding evidence and putting it into practice. American family physician. 2009;79(1):7-8. Akobeng AK. Principle of evidence based medicine. Arch Dis Child. 2005;90:837-40. FS

3. 4. 5. 6.

Maj Kedokt Indon, Volum: 61, Nomor: 2, Februari 2011

Anda mungkin juga menyukai