Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PERCOBAAN III SIFAT KOLIGATIF LARUTAN

NAMA NIM ASISTEN

: PAMONA DWIRAHAYU : J1A112011 : FITRIANA WULANSARI

KELOMPOK : 2

PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2012

PERCOBAAN III SIFAT KOLIGATIF LARUTAN I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan praktikum ini adalah untuk memahami pengaruh keberadaan suatu zat terlarut terhadap sifat fisis larutan dan menggunakan penurunan titik didih suatu larutan untuk menentukan massa molekul relatif dari zat terlarut. II. TINJAUAN PUSTAKA Larutan merupakan suatu campuran yang homogen, dan dapat berwujud padatan, maupun cairan. Akan tetapi larutan yang paling umum dijumpai adalah larutan cair, dimana suatu zat tertentu dilarutkan dalam pelarut bewujud cairan yang sesuai hingga konsentrasi tertentu. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang hanya bergantung pada konsentrasi partikel terlarut, dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut (Syukri, 1999). Sifat-sifat dari suatu zat relatif hanya sedikit terpengaruh melalui pembentukan larutan. Akan tetapi beberapa sifat fisis dari suatu zat dapat mengalami perubahan melalui pembentukan larutan. Jika ke dalam suatu zat cair dilarutkan suatu zat tertentu, maka beberapa sifat dari zat cair tersebut akan mengalami perubahan sebagai sifat koligatif (Brady, 1999). Terdapat empat sifat yang berhubungan dengan larutan encer, atau kira-kira pada larutan yang lebih pekat, yang tergantung pada jumlah partikel terlarut yang ada. Jadi, sifat-sifat tersebut tidak tergantung pada jenis terlarut. Keempat sifat tersebut adalah penurunan tekanan uap, peningkatan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan osmotik, yang semuanya dinamakan sifat-sifat koligatif. Kegunaan praktis sifat-sifat koligatif banyak dan beragam. Juga, penelitian sifatsifat koligatif memainkan peranan penting dalam menentukan bobot molekul dan pengembangan teori larutan (Petrucci, 1992). Berdasarkan nilai titik didih zat terlarut, larutan dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Titik didih zat terlarut labih kecil daripada pelarutnya, sehingga zat terlarut lebih mudah menguap, contohnya O2, NH3, H2S dan alkohol dalam air.

2.

Titik didih zat terlarut lebih besar daripada pelarut dan jika dipanaskan maka pelarut yang lebih dulu menguap. Ini disebut zat terlarut yang tidak mudah menguap, contohnya gula, urea dan NaCl dalam air (Syukri, 1999). Larutan yang kedua akan mempunyai sifat koligatif. Kata koligatif berasal

dari bahasa Latin (colligare) yang berarti berkumpul bersama. Sifat koligatif adalah sifat yang disebabkan hanya oleh kebersamaan (jumlah partikel) dan bukan oleh ukurannya (Syukri, 1999). Titik didih normal cairan murni atau larutan ialah suhu pada saat tekanan uap mencpai 1 atm. Karena zat terlarut menurunkan tekanan uap, maka suhu larutan harus dinaikkan agar ia mendidih. Artinya, titik didih larutan lebih tinggi dari pada titik didih pelarut murni. Gejala ini, yang disebut sebagai peningkatan titik didih. Untuk larutan encer ternyata besarnya kenaikan titik didih tergantung dari molalitas solute dalam larutan. Perbandingannya dapat dituliskan : Tb = Kb m...(1) dimana Kb adalah tetapan ebuliokopik atau tetapan peningkatan titik didih, merupakan ciri pelarut berdasarkan fungsi titik didih, entalpi penguapan dan bobot molekul. Kb menyatakan kenaikan titik didih untuk larutan 1m, dan besarnya untuk tiap zat tidak sama. Beberapa nilai Kb untuk beberapa larutan terdaftar pada table 1 (Petrucci, 1992). Tabel 1 Daftar contoh nilai titik didih dan tetapannya beberapa solvent. Solven Air Benzena Asam asetat (Brady, 1999). Titik didih (oC) 100,0 80,1 118,2 Kb (oC / m) 0,51 2,53 2,93

Gejala penurunan titik beku analog dengan kenaikan titik didih. Titik beku normal adalah suhu dimana garis kesetimbangan padat-cair akan berpotongan garis tekanan 1 atm. Untuk konsentrasi zat terlarut yang cukup rendah, penurunan titik beku berkaitan dengan molalitas total m melalui : Tf = Kf m(2) (suminar, 1999) Dengan Kf adalah tetapan positif yang hanya bergantung pada sifat pelarut. Gejala penurunan titik beku menyebabkan kenyataan bahwa air laut, yang

mengandung garam terlarut, memiliki titik beku yan sedikit lebih rendah dari pada air segar. Larutan garam yang pekat memiliki titik beku yang lebih rendah lagi. Garam yang ditebar di atas jalan yang tertimbun es menurunkan titik beku es, sehingga es masih dalam keadaan meleleh. Tabel 2 Daftar contoh nilai titik beku dan tetapannya beberapa senyawa. Solven Air Etanol Karbon tetraklorida (Suminar, 1999). Titik beku (oC) 0,0 -114,7 -22,9 Kf (oC / m) 1,86 1,9 32

Ruangan di atas cairan mengandung uap cairan itu sendiri. Menurut hukum Raoult, tekanan uap salah satu cairan dalam ruang di atas larutan ideal bergantung pada fraksi mol cairan tersebut dalam larutan, atau PA = XA PoA. Cairan murni memiliki XA = 1 sehingga PA = PoA. Artinya, tekanan uap cairan murni bernilai tertentu pada setiap suhu. Jika suhu diubah, nilainya berubah pula. Dari hukum Raoult ternyata bahwa tekanan uap pelarut murni lebih besar dari pada tekanan uap pelarut dalam larutan. Besar perbedaannya adalah : PA=XAPoA(3) PA = (1 - XB) PoA = PoA - XBPoA.(4) PA - PoA = XBPoA..(5) P = XBPoA..(6) dengan P = penurunan tekanan uap pelarut, PoA = tekanan uap pelarut murni, dan XB = fraksi mol zat terlarut (A = pelarut, B = zat terlarut). Jadi, penurunan tekanan uap pelarut berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut (Syukri, 1999). Dalam larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti hokum raoult pada seluruh selang konsentrasi. Larutan benzene dan toluene adalah larutan ideal. Dalam semua larutan encer yang tidak mempunyai interaksi kimia diantara komponen-komponennya, hukum raoult berlaku pada pelarut, baik ideal maupun tidak ideal. Tetapi hokum raoult tidak berlaku pada zat terlarut dalam larutan tidak ideal encer. Perbedaan itu bersumber dari kenyataan : molekul-molekul pelarut mendominasi dalam larutan encer, sehingga perilaku pelarut tidak banyak berbeda dengan pelarut murni. Sebaliknya, dalam larutan

encer zat terlarut dikelilingi oleh molekul-molekul pelarut yang luar biasa banyaknya. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dengan lingkungan dalam pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tidak ideal encer mengikuti hukum henry, bukan hukum raoult (Petrucci, 1992). Larutan non ideal dapat menunjukkan penyimpangan positif (dengan tekanan uap lebih tinggi dari pada yang diprediksi hokum raoult) atau penyimpangan negatif (dengan tekanan uap lebih rendah). Pada tingkat molekul, penyimpangan negatif muncul bila zat terlarut menarik molekul pelarut dengan sangat kuat, sehingga mengurangi kecendrungan untuk lari ke fasa uap. Penyimpangan positif muncul pada kasus kebalikannya, yaitu bila molekul pelarut dan zat terlarut tidak saling tertarik satu sama lain. Bahkan larutan non ideal dengan zat terlarut yang tidak berdisosiasi mendekati hokum raoult jika X1 mendekati 1. Bagaimana pun, ini sama seperti gas nyata mematuhi gas ideal pada rapatan yang cukup rendah (Suminar, 1999). Jika larutan mengandung lebih dari satu komponen yang menguap, uapnya akan mengandung baik molekul solute maupun solven. Tekanan uap larutannya adalah jumlah dari tekanan parsial yang diberikan oleh tiap komponen. Tekanan parsial tiap komponen dari campuran juga mengikuti hukum raoult, maka tekanan parsial komponen A (PA) adalah : PA = XAPoA....(7) dimana PoA adalah tekanan uap zat murni A dan XA adalah fraksi mol dari larutan. Tekanan parsial dari komponen kedua PB adalah : PB = XBPoB.(8) Akhirnya tekanan total dari campuran A dan B berdasarkan hukum Dalton adalah: PT = PA + PB..(9) atau dengan disubstitusikan : PT = XAPoA + XBPoB(10) (Brady, 1999). Selaput-selaput tertentu, sekalipun kelihatan berbentuk lembaran lebar atau lapisan tipis, sebenarnya merupakan jaringan lubang-lubang kecil tau pori-pori di mana molekul pelarut yang kecil dapat melewati pori-pori ini, tetapi molekul terlarut tak dapat lewat. Selaput yang mempunyai sifat seperti ini dinamakan

selaput semipermeabel. Bahannya dapat terbuat alami misalnya dari hewan atau tanaman, atau dari bahan sintetik selofan (Petrucci, 1992). Kita misalkan larutan terdapat dalam sebuah tabung terbalik, ujung bawahnya ditutup dengan membran semipermeabel. Larutan ini memiliki zat terlarut dengan konsentrasi c mol per liter. Bila ujung tabung dicelupkan kedalam gelas piala yang berisi pelarut murni, pelrut mengalir dari piala ke dalam tabung. Volume larutan meningkat, dan pelarut naik ke tabung sampai pada kesetimbangan, ia mencapai tinggi h di atas pelarut dalam piala. Tekanan pada sisi larutan dari membran lebih besar dari pada tekanan atmosfer pada permukaan pelarut murni, yaitu sebesar tekanan osmotik (). = gh.(11) dengan adalah rapatan larutan (1,00 g cm-3 untuk larutan berair encer) dan g adalah percepatan karena gravitasi (9,807 ms-2). Pada tahun 1887, Jacobus vant Hoff menemukan hubungan pnting antara tekanan osmotik , konsentrasi c dan suhu mutlak T. = cRT(12) R adalah tetapan gas, sama dengan 0,08206 L atm mol-1 K-1 jika dinyatakan dalam atmosfer dan c dalam mol perliter. Oleh karena c = n/V, dengan n adalah bahan kimia zat terlarut dan V adalah Volume larutan, maka persamaan Vant Hoff dapat ditulis ulang sebagai : V = nRT.(13) yang menyatakan kesamaan dengan hukum gas ideal (Suminar, 1999). III. ALAT DAN BAHAN A. Alat Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi besar, gelas beker besar, (500 atau 1000 mL), pengaduk gelas, gelas ukur, naraca analitik dan termometer. B.Bahan Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini adalah N-heksana, larutan contoh dan es batu.

IV.

PROSEDUR KERJA A. Penentuan Titik Beku Pelarut 1. 2. 3. Semua peralatan gelas yang akan digunakan dikeringkan dengan Tabung reaksi dalam keadaan kosong ditimbang dan dicatat Tabung reaksi diisi dengan 20 mL N-heksana. Kemudian

menggunakan kain atau kertas tisu. beratnya dengan menggunakan neraca analitik. ditimbang kembali berat tabung reaksi yang telah berisi sikloheksana. Lalu tabung reaksi tersebut ditutup dengan menggunakan sumbat. 4. 5. Gelas beker besar diisi dengan es batu, hingga ketinggian es batu Termometer dan pengaduk gelas dimasukkan ke dalam tabung kira-kira lebih tinggi dibandingkan tinggi larutan dalam tabung reaksi. reaksi berisi N-heksana. Jika memungkinkan, tabung reaksi ditutup dengan sumbat yang memiliki lubang. 6. 7. 8. detik. 9. Pengamatan dilakukan selama 8 menit. B. Penentuan Titik Beku Larutan Contoh 1. 2. 3. Semua peralatan gelas yang akan digunakan dikeringkan Tabung reaksi ditimbang dan dicatat beratnya dalam keadaan Tabung reaksi diisi dengan 20 mL larutan contoh. Kemudian Tabung reaksi dimasukkan ke dalam gelas beker dan suhu awal N-heksana dalam tabung diaduk perlahan dengan menggunakan Perubahan suhu yang terjadi diamati dan suhu dicatat setiap 10 larutan dicatat sebelum tabung reaksi dimasukkan. pengaduk gelas.

dengan menggunakan kain atau kertas tisu. kosong dengan menggunakan neraca analitik. timbang kembali berat tabung reaksi yang telah berisi larutan contoh. Lalu tabung reaksi tersebut ditutup dengan menggunakan sumbat.

4. reaksi. 5.

Gelas beker besar diisi dengan es batu, hingga ketinggian es

batu kira-kira lebih tinggi dibandingkan tinggi larutan dalam tabung Termometer dan pengaduk gelas dimasukkan ke dalam tabung

reaksi berisi larutan contoh. Jika memungkinkan, tabung reaksi ditutup dengan sumbat yang memiliki lubang. 6. 7. 8. detik. 9. Pengamatan dilakukan selama 8 menit. Tabung reaksi dimasukkan ke dalam gelas beker dan suhu awal Larutan contoh dalam tabung diaduk perlahan dengan Perubahan suhu yang terjadi diamati dan suhu dicatat setiap 10 larutan dicatat sebelum tabung reaksi dimasukkan. menggunakan pengaduk gelas.

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Perhitungan 1. Hasil

No. 1. 2. 3. 4.

PERCOBAAN PENENTUAN TITIK BEKU PELARUT Massa tabung reaksi ditimbang Volume N-heksana Massa tabung + larutan Massa pelarut murni

PENGAMATAN 69,61 gram 20 ml 81,94 gram 12,33 gram

5. 6. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

Perubahan suhu setiap 10 detiks elama 8 menit terlihat pada table 1.1 Suhu awal PENENTUAN TITIK BEKU LARUTAN CONTOH Massa tabung reaksi ditimbang Volume larutan contoh Massa tabung + larutan Massa larutan contoh Perubahan suhu setiap 10 detik selama 8 menit terlihat pada table 1.2 Suhu awal 32 32 64,61 gram 20 ml 81,94 gram 17,33 gram

Tabel 1.1 Penentuan Titik Beku Pelarut t (detik) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 t (C) 32 25 15 12 11 10 9 8 7 6 5 4,5 t (detik) 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 t (C) 4 3 3 2 1,5 1 0,5 0 -0,5 -1 -1,5 -2 t (detik) 250 260 270 280 290 300 310 320 330 340 350 360 t (C) -2 -2,5 -3 -3,5 -3,5 -4 -4,5 -4,5 -4,5 -5 -5 -5 t (detik) 370 380 390 400 410 420 430 440 450 460 470 480 t (C) -5 -5,5 -5,5 -5,5 -6 -6 -6 -6,5 -6,5 -6,5 -6,5 -7

Tabel 1.2 Penentuan Titik Beku Larutan Contoh t (detik) 10 20 t (C) 30 28 t (detik) 130 140 t (C) 16,5 16 t (detik) 250 260 t (C) 10 9,5 t (detik) 370 380 t (C) 7 6,5

30 40 50 60 70 80 90 100 110 120

27 24 23 22 20 19 18,5 18 17,5 17

150 160 170 180 190 200 210 220 230 240

15,5 15 14 13,5 13,5 13 13 12,5 11 10,5

270 280 290 300 310 320 330 340 350 360

9,5 9 9 9 8,5 8 8 7,5 7,5 7

390 400 410 420 430 440 450 460 470 480

6,5 6 6 6 5,5 5,5 5,5 5 5 5

2. Perhitungan Dari grafik diperoleh persamaan : 1. y1 = - 0,113x + 21,12 2. y2 = - 0,018x + 1,820 3. y3 = - 0,078x + 27,75 4. y4 = - 0,022x + 15,21 a. Penentuan titik beku larutan Tf N-heksana : y1 = -0,113x + 21,12

y2 = -0,018x + 1,820 0 = -0,095x + 19,3 X= 19,3 / 0,095 = 203.157 Subtitusi x ke persamaan y1 = -0,113x + 21,12 y1 = -0,113 (203.157) + 21,12 y = -1,84 Tf larutan contoh : y3 = -0,078x + 27,75 y4 = -0,022x + 15,21 0 = -0,056x + 12.54 X = 12.54 / (0,056) = 223.93 Subtitusi x ke persamaan y3 = -0,078x + 27,75 y3 = -0,078(223.93) + 27.75 y = 10.28 Tf = Tf Larutan n-heksana Tf Larutan contoh =-1,84 10.28 = -12,120C b. Penentuan Massa Molekul Relatif Zat Terlarut Diketahui : Kf n-heksana Tf sikloheksana Tf larutan contoh Tf = 20 0C/molal = 32,3050C = 46,090C = 12,120C

Ditanya: Mr zat terlarut dalam larutan contoh? Jawab : Tf -12,120 C Mr solute


g r = M r
s lu o te so te lu

1 m
p la t e ru

x Kf

= (17,33/Mr )x( 1/12,33 )x 20o C / molal = -2.32 gr/mol

B. Pembahasan Sifat kolgatif adalah sifat yang disebabkan hanya oleh kebersamaan (jumlah partikel) dan bukan oleh ukurannya. Sifat kolgatif pada pelarut ada empat macam yaitu penurunan titik beku, kenaikan titik didih, penurunan tekanan uap, dan tekanan osmotik. Pada praktikum yang telah dilakukan, percobaan mengenai sifat koligatif adalah mengenai penurunan titik beku. Pada percobaan ini digunakan dua larutan yaitu pelarut (nheksana) dan zat terlarut yaitu larutan contoh. Pada praktikum yang telah dilakukan, kami mengukur titik beku pelarut dan larutan serta menentukan massa molar. Pada larutan nheksana, suhu awalnya adalah 32oC, Suhu larutan ini mencapai kestabilan pada saat detik ke-340 hingga detik ke-400, yaitu sebesar -5 sampai - 5,5oC, kemudian suhu turun kembali sebesar 0,5oC secara bertahap hingga detik yang terkhir yakni menjadi -7oC dan suhunya tetap. Penurunan suhu yang tajam dari 32oC ke -7oC dan menjadi stabil selama beberapa menit. Sedangkan pada larutan contoh, suhu awalnya adalah 32oC kemudian mengalami penurunan pada 10 detik pertama dan seterusnya hingga mencapai nilai kestabilan yaitu sebesar 5oC karena tidak mengalami penambahan dan penurunan suhu lagi pada saat diaduk selama 8 menit. Agar cepat mengalami perubahan penurunan suhu, larutan harus terusmenerus diaduk selama 8 menit sehingga menjadi beku dan terbentuk kristal-kristal kecil seperti salju yang terdapat pada larutan dan tabung reaksinya. Pada percobaan pertama maupun percobaan kedua grafik yang dihasilkan adalah berupa garis yang semakin lama waktunya maka titik beku pelarut semakin turun. Walupun ada yang kadang naik dan kadang turun hal itu mungkin karena jumlah es batu yang kurang. Jika menentukan titik beku dengan menggunakan rumus maka perlu diperhatikan jenis pelarutnya. Kemudian molalitas pelarutnya dan tetapan penurunan titik beku (Kb). Pada percobaan ini pelarut yang digunakan adalah nheksana.

Selain dengan menggunakan rumus kita juga dapat menentukan titik beku pelarut dengan menggunakan grafik. Pertama kita terlebih dahulu memperhatikan garis yang menunjukkan penurunan suhu yang curam pada awal percobaan, lalu memperhatikan garis yang menunjukkan perubahan suhu yang relatif kecil pada sisa waktu percobaan. Setelah memperhatikan kedua garis itu, akan ditemukan perpotongan dari kedua garis itu. Perpotongan inilah yang merupakan titik beku pelarut. Setiap larutan pada tekanan tertentu akan berada dalam keadaan setimbang dan suhu itulah yang dinamakan sebagai titik beku. Begitu pula pada larutan N-heksana dan larutan contoh pada praktikum kali ini. VI. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah : 1. 2. 3. 4. Sifat koligatif adalah sifat yang disebabkan oleh jumlah partikel dan Pada data yang telah didapatkan bahwa penurunan titik beku NTitik pelarut lebih tinggi dibandingkan titik beku dari larutan. Penurunan titik beku dan kenaikan titik didih larutan dibandingkan bukan oleh ukurannya. heksana lebih besar dibandingkan larutan contoh.

dengan pelarut murni berbeda, dikarenakan keberadaan suatu zat non volatil dalam pelarut akan menyebabkan terjadinya penurunan kecendrungan zat pelarut tersebut untuk berubah fase uapnya. Akibatnya tekanan uap pelarut dalam larutan tersebut menjadi lebih rendah dibandingkan tekanan uap pelarut yang sama dalam keadaan murni. 5. Semakin lama waktu yang digunakan untuk percobaan ini maka semakin turun pula titik beku larutan. DAFTAR PUSTAKA Brady, E. J. 1999. Kimia Universitas Asas dan Sruktur. Jakarta, Binarupa Aksara. Suminar, dkk. 1999. Prinsip-Prinsip Kimia Modern. Edisi 4 Jilid 1. Jakarta, Erlangga. Syukri, 1999. Kimia Dasar. Bandung, ITB.

Petrucci, R.H & Suminar. 1992. Kimia Dasar Jilid 2. Jakarta, Erlangga. Petrucci, R.H. 1992. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta, Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai