B.
C.
Ruang lingkup Cakupan atau lingkup studi kajian ini meliputi item-item sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi permasalahan puskesmas dikaitkan dengan issu efisiensi, transparansi, mudah, cepat dan profesional. 2. Melakukan pemetaan persebaran rumah sakit, puskesmas dan klinik kesehatan swasta lainnya. 3. Melakukan analisis terhadap berkurangnya minat masyarakat untuk berobat ke puskesmas dan keterkaitan dengan upaya bencmarking di klinik pengobatan swasta lainnya yang menjamur di Kota Bandung. 4. Menyusun konsep strategi pemberdayaan puskesmas sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat. 5. Menyusun rekomendasi tentang konsep puskesmas di masa mendatang secara bertahap. Metodologi Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau suatu lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Moh. Nazir, 1999). Dalam kegiatan kajian ini jenis penelitian deskriptif yang digunakan adalah metode survei. Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keteranganketerangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah.
D.
E.
Puskesmas
dalam
Pelayanan
Pemahaman Tujuan dan Sasaran Studi Kebijakan Pelayanan Kesehatan Kondisi Pelayanan PUSKESMAS
Analisis Pelayanan PUSKESMAS dan kaitannya dengan menjamurnya klinik Kesehatan Swasta
Waktu Pelayanan
REKOMENDASI
F.
Hasil Kajian Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa : Konsep pemberdayaan Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, mencakup 3 (tiga) hal penting yang harus diperhatikan sehingga memungkinkan tercapainya pelayanan yang optimal, terintegrasi dan berdaya saing, yaitu : 1. Peran serta penerima jasa layanan kesehatan (konsumen) melalui telaahan perilaku konsumen kaitannya dengan penilaian keyakinan dan motivasi berkunjung ke puskesmas, selain itu juga penilaian persepsi konsumen terhadap kinerja puskesmas, dengan hasil sebagai berikut :
a.
b.
Dari hasil pemetaan pada skala sematik nilai sikap maksimum konsumen terhadap pelayanan puskesmas di Kota Bandung, menunjukan hasil penilaian sikap bernilai 8,04 masuk kategori mendekati baik. Sedangkan perilaku konsumen (masyarakat) bernilai positif (lebih besar dari nol) maka perilaku konsumen terhadap layanan puskesmas baik (menunjang/mendukung). Dari hasil penilaian harapan dan kepuasan responden terhadap pelayanan puskesmas dapat diketahui bahwa nilai harapan lebih besar dari nilai kepuasan yang diperoleh yaitu 4,06 > 3,16 artinya kepuasan konsumen masih dibawah keinginan harapannya (dibawah standar).
2.
Pemberdayaan penyelenggaraan pelayanan kesehatan (health provider), melalui telaahan terhadap produktivitas pelayanan, ketersediaan SDM serta penataan kelembagaan puskesmas dengan hasil analisis sebagai berikut : a. Tingkat produktifitas petugas puskesmas yaitu : - Tahun 2002, puskesmas yang memiliki nilai produktifitas > 5 berjumlah 35 buah (50%) dan puskesmas yang nilai produktivitasnya mendekati 5 berjumlah 21 buah (30%), serta yang nilai produktifitasnya jauh dari nilai 5 (nilaikritis) berjumlah 14 buah (20%). - Tahun 2003, puskesmas yang memiliki nilai produktifitas > 5 berjumlah 39 buah (56%) dan puskesmas yang nilai produktifitasnya mendekati 5 berjumlah 17 buah (21%), serta yang nilai produktifitasnya jauh dari nilai 5 (nilai kritis) berjumlah 14 buah (20%). Secara keseluruhan nilai produktifitas pelayanan puskesmas di Kota Bandung rata-rata mengalami kenaikan yang cukup signifikan, dimana jumlah puskesmas yang mengalami kenaikan nilai produktifitasnya dari tahun 2002 ke tahun 2003 adalah 34 buah (49%). b. Salah satu asset terpenting dalam suatu organisasi adalah SDM, demikian halnya dengan Puskesmas peran SDM menjadi sangat penting (sentral), sehingga berkembang atau tidaknya fungsi layanan kesehatan itu sangat dibutuhkan oleh keberadaan dan optimalisasi/pendayagunaan SDM itu sendiri. Kebutuhan ideal SDM dikaitkan dengan pencapaian produktivitas minimal (=5) adalah 867 orang. c. Kelembagaan puskesmas merupakan UPTD dengan bentuk organisasinya adalah fungsional, sehingga membutuhkan pengelolaan secara profesional guna dapat menghasilkan kinerja dan budaya organisasi yang produktif. Berdasarkan hasil analisis konsultan, bahwa model kelembagaan puskesmas adalah : - Spesialisasi dalam pembagian kerja cukup tinggi dan bersifat fungsional. - Dasar demartementalisasi relatif heterogen (beragam) sesuai fungsinya (departementalisasi fungsi). - Rentan kendali yang relatif luas/sebar. - Pendelegasian wewenang bersifat sentralisasi sesuai dengan fungsi dan unit fungsionalnya. Pemberdayaan administrator (Pemerintah Kota), melalui daya dukung regulasi dengan pelayanan, SDM dan kemitraan penyelenggaraan puskesmas, penataan dan pengembangan infrastruktur perlu dilakukan sebagai akibat berkembangnya pemahaman urgensi public accountability di bidang pelayanan kesehatan di Kota Bandung makin terasa, dimana tuntutan
3.
kesehatan pertanggung jawaban penyelenggaraan layanan kesehatan masyarakat makin diperlukan, baik melalui penerapan public accountability untuk mengetahui sejauh mana Pemerintah Kota Bandung mampu mengemban misi pembangunan kesehatan, kinerja serta upaya-upaya pengembangan program yang telah diusulkan sebelumnya. Hasil kajian pemberdayaan administrator adalah sebagai berikut : - Perumusan regulasi dan kebijakan dalam bentuk Perda atau Keputusan Walikota yang menunjang kegiatan pelayanan, seperti: penetapan tarif, pemberian reward SDM melalui kegiatan mutasi, rotasi dan promosi, pengadaan obat, promosi program melalui iklan layanan kesehatan serta kegiatan-kegiatan lainnya yang sifatnya menyentuh langsung masyarakat. - Kebijakan penyebaran puskesmas yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk, kegiatan ekonomi dominan, peruntukan wilayah pengembangan. - Kebijakan penerapan sistem manajemen pemeliharaan infrastruktur puskesmas berbasis kinerja. Dimana kegiatan pemeliharaan diterapkan secara preventif, terstruktur terukur dan berkesinambungan, berbeda dengan kondisi saat ini dimana pemeliharaan dilakukan 71% bersifat insidentil, 20% lainnya rutin sedangkan 9% tidak ada pemeliharaan. - Kebijakan pengurusan dan pemberian jaminan hukum atas kepemilikan tanah yang digunakan untuk bangunan puskesmas. Dari hasil survei 75% memiliki legalitas tanah dengan status kepemilikan 73% milik Pemkot dan 9% lainnya hibah. Sedangkan perijinan yang dimiliki 65% puskesmas memilikinya dan 35% lainnya tidak memiliki perijinan yang diperlukan. - Pembangunan puskesmas yang memiliki estetika bangunan yang tinggi dan baik serta cenderung seragam, sehingga dapat memberikan image/citra puskesmas dimasyarakat. Dari hasil analisis konsultan kebutuhan penambahan puskesmas jika dikaitkan dengan jumlah penduduk kota Bandung berjumlah 14 buah (unit) dan jika dikaitkan dengan sebaran penduduk di masing-masing wilayah membutuhkan 18 buah (unit), sedangkan jika dikaitkan dengan sebaran wilayah dan sebaran BP/Klinik maka kebutuhannya adalah 10 buah (unit). Berdasarkan hasil kajian dan analisis terhadap 3 (tiga) kegiatan pokok pemberdayaan yang menunjang kegiatan pelayanan kesehatan di puskesmas, selanjutnya dirumuskkan strategi/kebijakan penanganan. Dari hasil formulasi dan pemetaan strategi dengan menggunakan matrik SWOT dan IE, maka secara keseluruhan formulasi strategi dalam pemberdayaan pelayanan puskesmas di Kota Bandung terdiri dari : 1. Strategi penetrasi pasar, dimana puskesmas berusaha untuk meningkatkan layanan kesehatan masyarakat melalui upaya-upaya promosi, sosialisasi dan penyuluhan, sehingga produk-produk layanan puskesmas dapat dikenal dan diketahui oleh masyarakat sebagai sasaran konsumen. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam mengimplementasikan strategi ini adalah : - Kegiatan promosi yang dilakukan berupa kegiatan iklan layanan masyarakat dan pemasangan papan reklame di posisi-posisi wilayah strategis, selain itu papan nama puskesmas yang saat ini cenderung kurang informatif diganti dengan menggunakan neosign yang sekaligus memuat program-program layanan kesehatan puskesmas.
Kegiatan sosialisasi dan penyuluhan dilakukan bersamaan dengan kegiatan layanan kesehatan di luar gedung dan penyebaran leaflet.
2. Strategi pengembangan Produk merupakan strategi yang bertujuan agar puskesmas dapat meningkatkan layanan dengan cara meningkatkan varian layanan kesehatan sebagai upaya memperbaiki dan atau mengembangkan produk-produk layanan kesehatan yang sudah ada. Bentuk kegiatan pengembangan produklayanan kesehatan puskesmas adalah : - Buka layanan pengobatan dan laboratorium di sore hari melalui KSO (kerjasama operasional). Bentuk KSO merupakan salah satu bentuk kemitraan yang dilakukan melalui pola kerjasama saling menguntungkan dengan pihak ketiga yang dalam hal ini dianjurkan oleh dikerjasamakan dengan karyawan lembaga berbadan hukum lainnya. Hal ini ditujukan agar tidak timbulnya duplikasi pengawasan, pemanfaatan dan pengendalian fasilitas-fasilitas di puskesmas dengan tidak mengesampingkan asas profesionalisme pengelolaan. - Buka layanan pengobatan 24 jam untuk puskesmas-puskesmas yang letak dan cakupan kerjanya strategis. Halini pun sama dengan kegiatan buka di sore hari, dimana sistem pengelolaannya adalah KSO. 3. Strategi integrasi horizontal, bertujuan untuk meningkatkan pengendalian layanan kesehatan kepada masyarakat sebagai upaya mengembangkan daya saing strategis pelayanan. Namun dalam kegiatan implementasinya dibutuhkan daya dukung kelembagaan puskesmas yang memadai, efektif dan efisien sehingga memungkinkan dirumuskannya suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah : - Bermitra dengan BP-BP atau klinik yang berada diwilayah kerjanya sebagai dasar rujukan penanganan/tindakan. - Meningkatkan akreditas pelayanan kesehatan, sehingga dapat dijadikan sebagai pusat rukukan sebelum ke rumah sakit. 4. Strategi/kebijakan penerapan sistem pemeliharaan dan perbaikan prasarana dan sarana puskesmas berbasis kinerja. Hal ini dimaksudkan diperlukannya suatu sistem dan model pemeliharaan yang mampu menangani kebutuhan preventif serta cost efektif. G. Rekomendasi Penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi masyarakat oleh puskesmas, merupakan salah satu bentuk pelayanan publik dasar yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah. Hal ini menjadikan penilaian terhadap kinerja layanan sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat sebagai pengguna jasa (user). Untuk itu keberlanjutan dan kesinambungan program pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Bandung, perlu dirumuskan dalam suatu strategi atau kebijakan yang memperhatikan peluang dan ancaman yang dihadapi serta kekuatan dan kelemahan organisasi yang dimiliki.
Memperbaiki image / citra PUSKESMAS dan mengoptimalkan pelayanan ke pelosokpelosok wilayah (wilayah pinggiran)
- Pemenuhan kebutuhan SDM sesuai kualifikasi keahliannya. - Peningkatan kinerja melalui kegiatan pelatihan. - Penerapan sistem rotasi & mutasi yang terstruktur
Dimulai pada tahun ke-1 yang dilanjutkan secara berkesinambungan untuk seluruh PUSKESMAS
Optimalisasi pelayanan kepada masyarakat sesuai kebutuhan bahwa layanan kesehatan tidak terkendala oleh waktu
Model pelayanan KSO dengan kelompok yg berasal dari lingkungan internal PUSKESMAS dan menerapkan Model Cost Recovery serta melakukan kontrak layanan dgn industri/perusahaan
Mengembangkan dan mendukung pembentukan SDM yang professional dan berdaya saing
Dimulai pada tahun ke-1 yang dilanjutkan secara berkesinambungan untuk puskesmas yang berlokasi dipertokoan
Mengefisienkan alokasi anggaran biaya kesehatan yang harus dianggarkan oleh Pemkot Bandung
Membagi pasar layanan kesehatan kpd masyarakat khususnya pengobatan yg tidak terjangkau oleh PUSKESMAS.
- Melengkapi unit pelayanan dan berdaya saing - Membina dan melakukan MOU dengan Dokter praktek, klinik / BP di wilayah binaannya.
Dimulai pada tahun ke-2 dimana sebelumnya (tahun ke-1) dilakukan kaji ulang dan penjajagan. Diterapkan utk PUSKESMAS membina BP / klinik dan dokter praktek. Dimulai pada tahun ke-1 dan diimplementasikan secara berkesinambungan pada tahun-tahun berikutnya.