Anda di halaman 1dari 4

Eggi Putranda Dewono 07

Punahnya Kenyamanan di Ibukota Tercinta


Jakarta, ibukota Negara, kota metropolitan, pusat bagi berbagai macam kegiatan di Indonesia. Baik itu kegiatan perekonomian, pariwisata, perindustrian, pendidikan, dan lain-lain. Sebagaimana pusat kota metropolitan di dunia, Jakarta telah menjelma menjadi kota dengan segala bentuk corak kehidupan yang serba heterogen. Maka dari itu, Jakarta layak disebut sebagai kota termegah di Indonesia. Namun, akibat dari banyaknya keberagaman kehidupan yang berkembang di ibukota tercinta, Jakarta telah memiliki sebutan baru yaitu Kota Stroke yang pembuluh darahnya menyempit ke otak, bahkan nyaris pecah. Artinya Jakarta sebagai ibukota Negara adalah kota yang sakit. Penyakitnya tidak hanya satu, melainkan komplikasi dari berbagai macam penyakit. Salah satu penyakit yang telah lama diidap oleh Jakarta adalah banjir. Sejak masa Hindia Belanda, banjir telah melanda kota Batavia (Jakarta) walaupun masih

dalam skala yang kecil. Kini, Jakarta hampir tidak mungkin lagi bisa lepas dari masalah banjir. Pengalihfungsian

daerah resapan air hujan untuk pemukiman-pemukiman baru, permukaan tanah yang turun 4-20 cm per tahun, kondisi muka tanah yang belum stabil telah menjadi penyebab banjir yang hampir tidak mungkin bisa diatasi lagi. Selain banjir, penyakit lama yang menjangkit Jakarta adalah kemacetan.Dengan

jumlah penduduk lebih dari 20 juta orang yang mencari nafkah di Jakarta dan

pertumbuhan

kendaraan

bermotor dan pertumbuhan luas jalan yang tidak

berimbang yakni 9 % per tahun banding 0.01 % per tahun, maka hampir dipastikan Jakarta tidak akan bisa menghindar dari ancaman kemacetan total yang mungkin akan mengintai kehidupan masyarakat di Jakarta dan sekitarnya. Jakarta juga krisis air bersih. Umumnya, masyarakat mengambil air dari tanah secara membabi buta, karena Negara tidak mampu lagi menyediakan air bersih melalui perusahaan air minum. Ketersediaan air bersih juga sudah banyak berkurang karena kebanyakan sumber air di Jakarta sudah tercemar oleh limbah dari pabrik yang tidak diolah secara baik dan benar. Jakarta pun diliputi udara yang kotor. Hal ini sangat terasa menyesakkan karena asap pembuangan kendaraan bermotor yang disemburkan melalui knalpot maupun asap dari kegiatan industri telah membuat Jakarta tidak ramah lingkungan lagi. Belum lagi masalah tindak kejahatan di Jakarta yang semakin tinggi. Ini akibat dari meningkatnya kebutuhan hidup yang semakin kompleks di Jakarta dan semakin meningkatnya tingkat pengangguran di Jakarta sehingga memacu para pelaku kejahatan untuk beraksi di Jakarta. Mulai dari tindakan yang sepele seperti pencurian, pencopetan, penjambretan, hingga mengarah ke tindakan yang

mengkhawatirkan seperti penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, dan lain sebagainya. Daftar penyakit ini masih dapat diperpanjang kembali sehingga kita sampai pada kesimpulan bahwa Jakarta sudah kehilangan statusnya sebagai kota ternyaman untuk ditempati dan disinggahi. Kenyamanan seakan-akan telah punah dari Jakarta. Ia sudah tidak memiliki daya dukung untuk memikul beban ganda yang mana pun. Apakah itu sebagai ibukota provinsi dan ibukota Negara, maupun sebagai pusat bisnis dan pusat pemerintahan Negara sekaligus. Celakanya,semua itu terjadi tanpa malu, tanpa rasa bersalah, bahkan seakan-akan telah dibiarkan terjadi begitu saja oleh para pejabat Negara. Mereka seakan tidak peduli dengan berbagai masalah yang terjadi di ibukota mereka sendiri. Para pejabat Negara terlalu asyik memikirkan gaya hidup mereka yang serba konsumtif dan membiarkan urusan ibukota Negara kepada pejabat lain yang lebih berhak mengurus masalah di Jakarta. Ironisnya lagi, pada tahun 2012, Jakarta masuk peringkat ke17 sebagai kota dengan ekonomi terbaik di dunia sesuai laporan dari Global Metro Monitor 2011 yang diterbitkan oleh Metropolitan

Policy Program 2012 dari The Brooking organisasi Institute, nirlaba sebuah bidang

kebijakan public yang berbasis di Washington, Amerika Serikat.

Jakarta telah berhasil menumbuhkan pendapatan per kapita warganya sebesar 5 % dan pertumbuhan pekerja sebesar 3 %. Jika seperti demikian halnya, mengapa pendapatan tersebut tidak digunakan untuk menyembuhkan Jakarta dari berbagai penyakit yang sudah terlalu lama dijangkitinya itu? Kemana larinya uang yang selama ini telah diraih oleh Jakarta sebagai kota dengan ekonomi terbaik di dunia?

Bukankah akan lebih bijaksana jika pendapatan itu digunakan untuk membangun dan merevitalisasi sekaligus mengembalikan kenyamanan di Jakarta? Maka dari itu, pemerintah harus dapat menyelesaikan segala bentuk persoalan yang tengah melilit di ibukota negaranya sendiri. Peran serta warga setempat juga diperlukan dalam proses pembangunan Jakarta menjadi lebih baik agar Jakarta bisa segera menemukan kembali kenyamanannya di rumahnya sendiri.Selain itu, peran generasi muda juga diperlukan karena mereka adalah generasi penerus bangsa yang pada akhirnya juga harus ikut turun tangan membenahi Jakarta menjadi lebih baik dan nyaman untuk ditempati. Dengan demikian, semua pihak harus membenahi Jakarta baik dari persoalan yang kecil hingga persoalan yang besar dan rumit sekalipun. Ayo kembalikan kenyamanan di ibukota kita yang tercinta !

Anda mungkin juga menyukai