Anda di halaman 1dari 12

Dampak Penambangan Batubara Terhadap Lingkungan di Kaltim Budi Hardiyatno Universitas Pertahanan Prodi Energi Sekuriti Abstrak

Memasuki abad XXI, dalam konteks pembangunan daerah terdapat 2 (dua} aspek mendasar yang akan mewarnai tatanan kehidupan dan pemerintahan di daerah. Pertama adalah pengaruh globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang makin nyata dan terasa dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. Kedua berkembangnya era otonomi daerah yang ditandai dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan adanya otonomi daerah yang telah dikeluarkan oleh pemerintaah pusat maka setiap daerah dengan leluasa melaksanakan ikatan kerja sama dengan pihak ketiga untuk membangun daerahnya guna menaikkan pendapatan daerah dan untuk penyusunan APBD yang harus dicapai, dalam pengembangan daerah Kalimantan Timur sangat gencar dengan membuka daerahnya sebagai pertambangan batubara sesuai dengan undang-undang otonomi daerah yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Kegiatan penambangan batubara yang telah dilaksanakan di Kalimantan Timur banyak pengusaha tambang yang tidak menjalankan kewajibannya dalam reklamasi bekas galian tambang yang berdampak terhadap lingkungan yaitu danau-danau baru dan rusaknya tanah bekas galian, termasuk berdampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar tambang. Kelemahan ini diakibatkan oleh kurang konsistennya pengawasan pemerintah daerah terhadap kegiatan penambangan batubara dan sanksi yang harus dijatuhkan terhadap pengusaha yang tidak menjalankan kewajiban perbaikan lingkungan sisa dari penambangan. Kata kunci : lemahnya pengawasan, Undang-undang Otonomi Daerah, dampak lingkungan dan sanksi hukum.

Landasan Teori 1. PP no 18 tahun 1999 tentang tata cara pemrosesan limbah berbahaya dan beracun. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara 2. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sesuai Pasal 1 ayat (25) Berbunyi : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 3. Jurnal Makalah Sarah Agustina Tentang Bioremediasi Sebagai Alternatif Penanganan Pencemaran Akibat Tambang Batubara 10 Juni 2011 mengemukakan dalam tulisannya bahwa bioremediasi sebagai alternatif penanganan pencemaran akibat tambang batubara dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme serta upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap dampak yang ditimbulkan oleh pertambangan batu bara. 4. Jurnal Makalah Marganingrum D & Noviardi R / Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 20 No. 1 (2010), 11-20.Tentang Pencemaran Air Dan Tanah Di Kawasan Pertambangan Batubara Di PT. Berau Coal Kalimantan Timur mengemukakan bahwa hasil penelitian diharapkan dapat melokalisasi dan meminimalisasi produksi air asam tambang di lokasi
1

penambangan batubara secara umum serta pengelolaan lahan bekas tambang perlu dilakukan secermat serta pengelolaan lahan bekas tambang perlu dilakukan secermat mungkin untuk menghindari kontak dengan udara dan air dari luar. Untuk meminimalisir polutan dari lokasi bekas tambang ataupun tanah disekitar penambangan batubara yang kaya akan mineral sulfida, bisa diakukan dengan tiga cara yaitu sistem mekanis/teknis, agronomis dan kemis. Ketiga sistem tersebut bertujuan sama yaitu menghindari kontak langsung antara mineral sulfida dengan udara dan air serta pengikatan besi dan asam sulfat yang terbentuk sebagai hasil dari proses oksidasi. Polutan dari proses pengolahan batubara dapat diantisipasi dengan sistem pengolahan aktif. 5. Jurnal Ilmiah Geomatika Vol. 16 No. 1, Agustus 2010, Tri Muji Susantoro tentang Implikasi Otonomi Daerah Terhadap Perubahan Lahan Berdasarkan Data Penginderaan Jauh Kelompok Remote Sensing & GIS, Program Ristek EKSPLORASI, PPPTGMB LEMIGAS trimujis@lemigas.esdm.go.id, suliantara@lemigas.esdm.go.id mengemukakan Adanya penambangan batubara yang bersifat terbuka maka meninggalkan banyak bekas tambang yang berubah menjadi genangan air. Disamping perubahan bentang alam dan kemungkinan erosi yang dapat menyebabkan pendangkalan sungai serta keruntuhan lereng pada daerah bekas pertambangan.

Pendahuluan Jumlah tambang batubara yang beroperasi di daerah Kaltim saat ini cukup banyak, hal ini akibat dari adanya Undang-Undang Otonomi Daerah yang dikeluarkan pemerintah dan umur pengoperasian setiap tambang batubara bervariasi lamanya. Ketentuan yang menyangkut lingkungan aturannya sudah cukup jelas dengan berdasar pada AMDAL (Analiasis Mengenai Dampak Lingkungan) untuk operasi penambangan batubara harus merujuk pada peraturan pemerintah mengenai keselamatan lingkungan. Dampak yang diakibatkan dari penambangan Batubara adalah dampak lingkungan, dampak terhadap sosial ekonomi terutama pada masyarakat sekitar penambangan. Karena itu fasilitas penampungan limbah batubara perlu dikelola secara benar mengingat akan terbatasnya lahan dan dampak lingkungan yang ditimbulkannya, terutama percemaran sistem aliran sungai di sekitar tambang-tambang batubara, terutama yang terletak di sepanjang Sungai Mahakam. Untuk pengawasan tambang batubara di wilayah Kalimantan Timur belum dilaksanakan secara konsisten yang berakibat terhadap dampak lingkungan yaitu banyak sisa dari penambangan yang
2

berubah menjadi danau kecil dan rusaknya ekosistem disekitarnya hal ini tanah yang tertinggal tidak bisa ditanami lagi karena keasaman tanahnya melebihi ambang batas yang telah digariskan. Dalam kondisi semacam ini terdapat pro dan kontra dengan adanya tambang batubara bila ditutup akan berakiabat terhadap kehidupan ekonomi masyarakat sekitar tambang yang sebelumnya kehidupan sehari-harinya tergantung dengan pertambnagnan batubara. Kerusakan tanah peninggalan tambang untuk dapat ditanami kembali memerlukan waktu yang cukup lama, hal ini akibat dari kurang konsistennya aturan yang telah ditetapkan terhadap pengusaha tambang yang tidak menjalankan aturan yang telah disepakati dan sanksi yang harus diberikan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Pasal 10 yaitu ayat 2 dan 3 : (2) Sebelum dilakukan pelelangan WIUP mineral logam atau batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a. Menteri harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari gubernur dan bupati/ walikota; b. gubernur harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari bupati/walikota. (3) Gubernur atau bupati/walikota memberikan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya permintaan rekomendasi. Pasal 90 (1) Menteri melakukan penetapan besaran produksi mineral dan batubara nasional pada tingkat provinsi. (2) Menteri dapat melimpahkan kewenangan kepada gubernur untuk menetapkan besaran produksi mineral dan batubara kepada masing-masing kabupaten/kota. Pasal 106 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK. SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 110 (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral atau batubara; dan/atau c. pencabutan IUP atau IUPK. (3) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, KETENTUAN PIDANA Pasal 158 Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau
3

ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Pasal 159 Pemegang IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) Aturan ini mengandung kelemahan dimana dengan adanya peraturan ini pemerintah daerah dengan leluasa mengembangkan daerahnya tanpa memerdulikan dampak yang harus di terima oleh masyarakat sekitar tambang termasuk rusaknya ekosistem disekitarnya. Persyaratan AMDAL yang diserahkan hanya sebatas persyaratan administrasi saja tanpa adanya rencana pengembalian struktur tanah dan lingkungan dengan jelas. Untuk menjaga kelestarian alam di daerah pertambangan perlu adanya ketegasan dalam bertindak terhadap perusahaan pertambangan agar kerusakan alam dan lingkungan dapat dikurangi, dengan peraturan yang ada antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsinya harus komitmen tanpa dipengaruhi unsur politis. Pembahasan Permasalahan Lingkungan Pada hakekatnya permasalahan lingkungan akan muncul ketika eksploitasi sumberdaya alam mengabaikan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan. Permasalahan lingkungan saat ini telah menjadi isu global dan menjadi perhatian para peneliti maupun para pengambil keputusan. Pada beberapa area, limbah cair dibuang pada sungai terdekat yang pada akhir nya mencemari sumber air warga sekitar. Penurunan kualitas lingkungan dapat kita jumpai diberbagai tempat penambangan batubara, terutama di tempat-tempat dimana eksploitasi sumberdaya alam yang dilaksanakan oleh perusahaan penambangan dan masyarakat lokal sudah tidak mengindah-kan kelestarian lingkungan dan pengelolaan yang tidak bertanggungjawab. Pertambangan batubara menimbulkan kerusakan lingkungan baik aspek iklim mikro setempat dan tanah. Kerusakan klimatis terjadi akibat hilangnya vegetasi sehingga menghilang kan fungsi hutan sebagai pengatur tata air, pengendalian erosi, banjir, penyerap karbon, pemasok oksigen, pengatur suhu. Lahan bekas tambang batubara juga mengalami kerusakan. Kerapatan tanah makin tinggi, porositas tanah menurun dan drainase tanah, pH turun, kesedian unsur hara makro turun dan kelarutan mikro meningkat dan mengandung sulfat. Akibatnya lahan dengan tumpukan tanah dan batu-batuan eks pertambangan sangat sulit untuk ditumbuhi tanaman, bila tergenang air hujan berubah menjadi rawa-rawa.

Sofyan (2009)1 dalam tulisannya tentang Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang Batubara mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara : 1. Lubang tambang. Pada kawasan pertambangan batubara terdapat beberapa tandon raksasa atau kawah bekas tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi 2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang 3. Tailing: teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup. 4. Sludge: limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll. 5. Polusi udara: akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Contoh gambar rusaknya lingkungan dampak peninggalan tambang :

Sofyan, H. 2009. Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang Batubara. http:///haniyahsofyan .blogspot.com/2009/11/dampaklingkungan-ekspoitasi-tambang.html. 27 Maret 2010

Bekas sisa penambangan jadi danau baru di Sangata

Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan sebagai suatu perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan. Sementara itu, Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud termasuk kegiatan penambangan batubara yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum. Dampak penambangan batubara berarti perubahan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan usaha eksploitasi batubara baik perubahan sosial ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam. Dampak penambangan batu bara bisa positif bila perubahan yang ditimbulkannya menguntungkan dan negatif, jika merugikan, mencemari, dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan batubara menjadi penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun kriteria dampak penting yaitu : (1) jumlah manusia yang akan kena dampak,
7

(2) luas wilayah penyebaran dampak, (3) intensitas dan lamanya dampak berlangsung, (4) banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak, (5) sifat komulatif dampak (6) dampak berbalik (reversible) atau tidak berbalik (ireversible). Konsekuensi dari sebuah pembangunan akan dapat membawa dampak terhadap lingkungan baik dampak positif maupun negatif. Pemerintah Daerah berkeinginan bahwa dengan adanya sebuah kegiatan (usaha) atau pembangunan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengelolah dampak negative dengan sebaik-baiknya, kehadiran usaha atau pembangunan tersebut dapat berhasil guna bagi semua mahluk hidup (manusia, flora dan fauna, air, tanah dan ekosistem lainnya). Konsep dasar pengelolaan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi hingga saat ini tidak banyak berubah, yang berubah hanyalah skala kegiatannya hal ini juga terjadi di Kutai Kartanegara. Kondisi riil di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan teknologi mekanisasi pengelolaan pertambangan menyebabkan semakin luas dan semakin dalam pencapaian lapisan bumi jauh di bawah permukaan tanah sehingga membawa dampak terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah. Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat risiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan membutuhkan aturan regulasi yang dikeluarkan oleh beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Seharusnya pada saat membuka tambang, sudah harus difahami bagaimana menutup tambang yang menyesuaikan dengan tata guna lahan pasca tambang sehingga proses rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang. Dasar rencana dan implementasi seperti ini, harus dilakukan secara terus menerus karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan dampaknya untuk jangka panjang dan harus dipikirkan sedini mungkin. Air asam tambang baru terbentuk setelah bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah tanggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang . Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya.
8

Zulkiflimansyah (2007) menambahkan bahwa terdapat dampak negatif lain selain lubang tambang dan air asam tambang yang langsung timbul dari kegiatan pertambangan seperti berkurangnya debit air sungai dan tanah, pencemaran air, kerusakan hutan hingga erosi dan sedimentasi tanah, dimana dampak ini masih menjadi masalah yang belum terpecahkan secara tuntas dalam kegiatan pertambangan di Indonesia. Penambangan batubara selain berdampak positif terhadap pemenuhan kebutuhan sumber energi, juga berdampak negatif terhadap lingkungan, yaitu terjadinya perubahan topografi karena terbentuknya lubang-lubang besar bekas galian tambang, gangguan hidrologi, perubahan aliran permukaan, penurunan mutu udara dengan meningkatnya debu di udara, penurunan kesuburan tanah, berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna serta timbulnya masalah sosial di masyarakat sekitar lokasi penambangan. Lingkup Pengelolaan Lingkungan 2 Dalam upaya untuk dapat melakukan pengelolaan lingkungan terhadap akibat yang mungkin ditimbulkan dengan akn diterapkan nya penambangan batubara dengan sistem tambang terbuka (open pit) oleh PT Tanito Harum mak lingkup pengelolaan dibedakan dalam 2 hal yaitu : 1. Lingkup pengelolaan lingkungan berdasarkan pada aspek lingkungan yang terkena dampak. Karakter dampak yang terjadi yaitu menyangkut berbagai hal-hal yang penting, sifat khusus yang dimiliki ataupun perkiraan jangka panjang tersebut berlangsung. Uraian aspek lingkungan berdasarkan urutan komponen lingkungan yang dipakai dalam hasil studi AMDAL yang tertera dalam Bab V. Perkiran Dampak Penting (hal 192, buku AMDAL). Dengan dasr ini penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) tidak lepas dari hasil studi AMDAL. Berdasarkan hasil evaluasi dampak Penting dari hasil studi AMDAL terdapat 16 dampak penting yang terdiri dari : 6 dampak penting untuk komponen Biogeokimia, 10 dampak penting untuk komponen Sosial ekonomi (5 dampak) dan Sosial Budaya (5 dampak). Dampak Penting dari Biogeokimia : 1. Bentang alam

2. Tanah
2

Perum Tambang Batubara tentang Laporan Rencana Pengelolaaan Lingkungan (RKL) Penambangan Batubara di Kab Kutai Kalimantan Timur kerja sama PT Tanito Harum dengan PT khatulistiwa Jasa Konsultan 1988.

3. Iklim mikro 4. Air 5. Flora fauna 6. Tata guna lahan Dampak penting pada Sosial Ekonomi (5 dampak) dan Sosial Budaya (5 dampak). Aspek Sosial-Ekonomi : 1. Devisa 2. Lapangan kerja 3. Pendapatran masyarakat 4. Pajak dan Retribusi 5. Sumbangan kepada masyarakat Aspek Sosial Budaya : 1. Kesempatan kerja 2. Kecemburuan sosial 3. Masuknya nilai-nilai negative 4. Fasilitas dan pelayanan umum 5. Masalah sosial lainnya. 2. Lingkup pengelolaan berdasarkan pada ruang dampak Yang dimaksud dengan ruang dampak adalah ruang yang berisi berbagai aspek linhkungan yang terkena dampak dari berbagai kegiatan yang dilakukan di ruang tersebut. Pengelolaan ruang dampak akan mempunyai arti kemudahan bagi pihak pengelola. Dalam kaitannya daya guna dari pengelolaan berdasarkan ruang dampak maka dampak yang terjadi pada setiap aspek lingkungan dapat dikembalikan pada pengelolaan yang sesuai dengan hasil AMDAL.

Dampak Penambangan Batubara terhadap Sosial dan Ekonomi Berbagai dampak potensial di sektor sosial dan ekonomi dapat terjadi akibat adanya penambangan batubara di suatu wilayah, baik dampak positif maupun dampak negatif. Berbagai dampak positif diantaranya tersedianya fasilitas sosial dan fasilitas umum, kesempatan kerja karena adanya penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar tambang dan adanya kesempatan berusaha. Di samping itu dapat pula terjadi dampak negatif diantaranya

10

munculnya berbagai jenis penyakit akibat menurunnya kualitas udara, meningkatnya kecelakaan lalu lintas, dan terjadinya konflik sosial saat pembebasan lahan. Melihat pertumbuhan produksi batu bara dari tahun ke tahun yang semakin besar, maka diperkirakan dalam jangka waktu 10 sampai 20 tahun ke depan deposit batubara ini akan habis dan akan berdampak negatif terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar terutama masyarakat yang menggantungkan kehidupannya pada kegiatan pertambangan, di mana mereka akan kehilangan mata pencaharian sebagai akibat dari berhentinya beroperasi kegiatan pertambangan. Hal ini harus diantisipasi oleh Pemerintah Daerah apabila kegiatan penambangan batubara tersebut ditutup, saat ini dengan kondisi perekonomian dunia yang tidak stabil untuk Indonesia juga perlu antisipasi sektor eksport unggulan untuk batubara apabila harga jual batubara sewaktu-waktu turun. Kesimpulan dan Saran Dengan banyaknya pengusaha tambang batubara yang tidak menjalankan aturan yang telah ditetapkan dampak yang paling serius adalah terbentuknya danau-danau baru sisa peninggalan tambang dan rusaknya lingkungan termasuk kadar air sekitar tambang serta rawan terhadap tanah longsor maupun banjir akibat hutannya gundul. Penambangan batubara di Kalimantan Timur berdampak juga terhadap kehidupan sosial dan ekonomi pada masyarakat sekitar tambang. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah belum sepenuhnya menerapkan peraturan yang telah dibuat dan masih banyak dipengaruhi oleh unsur politis seharusnya dalam bertindak untuk kepentingan negara jangka panjang dan lemahnya unsur pengawasan. Untuk penyelamatan air tanah disekitar tambang perlu dilakukan Bioremediasi sebagai alternatif penanganan pencemaran akibat tambang batubara. Sanksi tegas harus segera diberikan terhadap pengusaha tambang batubara sesuai dengan Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Segera diadakan reklamasi tanah bekas tambang diseluruh wilayah ijin usaha pertambangan di Kalimantan Timur. Perlunya antisipasi Pemerintah Daerah bila hasil tambang batubara habis dan bila terjadi penutupan tambang karena kondisi lingkungan tambang bertambah rusak serta kodisi harga pasar eksport batubara menurun hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi dunia saat ini dalam keadaan krisis yaitu dengan menyediakan lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat sekitar tambang.

11

Daftar Pustaka Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia, 1945. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, Jakarta : Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia 1 Februari 2010 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 20 10 Tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, Jakarta : Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 5 Juli 2010 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara, Jakarta : : Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 21 Pebruari 2012 Sofyan, H. 2009. Dampak Lingkungan Eksploitasi Tambang Batubara. http:///haniyahsofyan .blogspot.com/2009/11/dampak-lingkungan-ekspoitasi-tambang.html. 27 Maret 2010 Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta: Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2004 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Jakarta : Sekretaris Negara Republik Indonesia ,2004 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang Jakarta : Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,2005 Undang-undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Jakarta : Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 2009 Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jakarta : Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Oktober 2009 Email : gelangdewi@yahoo.com gelang@che.itb.ac.id

12

Anda mungkin juga menyukai