Anda di halaman 1dari 16

Draft tertanggal 31 Januari 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...TAHUN ...

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjalankan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa Kejaksaaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman dan mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; c. bahwa ketentuan mengenai Kejaksaan Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia sebagian sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dan kehidupan ketatanegaraan; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia; 1. Pasal 20, Pasal 24, dan Pasal 24 Ayat (3), UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara 1

Mengingat:

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5076); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANGUNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KKEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA.

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401), diubah sebagai berikut: 1. Ketentuan Pasal 1diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undangundang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. 2. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh UndangUndang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. 3. Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. 4. Jabatan Fungsional Jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan. 5. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 2 (1) Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya dalam UndangUndang ini disebut kejaksaan adalah badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. (2)Kejaksaan Republik Indonesia melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undangundang. (3)Kekuasaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara merdeka. (4)Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah satu dan tidak terpisahkan. 3. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 9 (1)Perekrutan dan penempatan jaksa dilakukan secara terbuka dan profesional dengan melibatkan komisi kejaksaan. (2)Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa adalah: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. berijazah paling rendah sarjana hukum; e. berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun; f. sehat jasmani dan rohani; g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan h. aparatur sipil negara di bidang kekuasaan kehakiman. (3)Selain syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk dapat diangkat menjadi Jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa. (4)Dalam menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan pembentukan Jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kejaksaan membentuk suatu lembaga pendidikan khusus. (5)Ketentuan lebih lanjut mengenai rekrutmen dan penempatan Jaksa, syarat jaksa, pendidikan dan pelatihan jaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Jaksa Agung. 4. Ketentuan Pasal 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 Jaksa diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya karena: a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; b. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terusmenerus selama 3 (tiga) bulan; 3

c. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; d. melanggar sumpah atau janji jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10; atau e. melakukan perbuatan tercela. 5. Ketentuan Pasal 14 ayat (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 14 (1)Jaksa yang diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya, dengan sendirinya diberhentikan sebagai aparatur sipil negara di bidang kekuasaan kehakiman. (2)Sebelum diberhentikan tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jaksa yang bersangkutan dapat diberhentikan sementara dari jabatannya oleh Jaksa Agung. (3)Setelah seorang jaksa diberhentikan sementara dari jabatan fungsionalnya berlaku pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) tentang kesempatan untuk membela diri. 6. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19 (1)Jaksa Agung adalah pejabat negara. (2)Jaksa Agung diangkat oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR dalam suatu uji kelayakan. 7. Di antara Pasal 19 dan Pasal 20, disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 19A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 19A Calon Jaksa Agung berasal dari jaksa karier dan nonkarier. 8. Ketentuan Pasal 20 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 Untuk diangkat menjadi Jaksa Agung, Calon Jaksa Agung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19A harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. jaksa karier: a. warga negara Indonesia; b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; d. berusia paling rendah 45 (empat puluh lima) tahun dan paling tinggi 60 (enam puluh) tahun pada saat pengangkatan; e. harus lulus uji kelayakan yang dilakukan oleh DPR; f. tidak pernah dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

a. b. c.

g. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku jaksa; h. mempunyai pengalaman di bidang penegakan hukum sekurangkurangnya 15 (lima belas) tahun; dan i. berijasah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum. 2. jaksa non karier: memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a sampai dengan huruf g; berpengalaman dalam penegakan hukum dan/atau akademisi hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun; dan berijasah doktor di bidang hukum, dan magister di bidang hukum atau bidang lain dengan dasar sarjana hukum. 9. Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1)

Jaksa a. b. c. d.

Pasal 22 Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: meninggal dunia; permintaan sendiri; sakit jasmani atau rohani terus menerus; telah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; (2) Pemberhentian dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

10. Di antara Pasal 22 dan Pasal 23 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 22A yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 22A Jaksa Agung hanya dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya apabila: a. dipidana karena bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; b. melakukan perbuatan tercela; (beri penjelasan) c. melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas pekerjaannya terusmenerus selama 3 (tiga) bulan; d. melanggar sumpah atau janji jabatan;atau e. melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. 11. Setelah Bagian Kelima dalam Bab II ditambahkan 1 (satu) bagian yaitu Bagian Keenam, yakni sebagai berikut:

Bagian Keenam 5

Sekretariat Jenderal Pasal 29A Pada Kejaksaan Agung ditetapkan adanya Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan seorang Wakil Sekretaris Jenderal. Pasal 29B Tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Jenderal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29A ditetapkan dengan Peraturan Presiden berdasarkan usul Jaksa Agung. 12. Ketentuan Pasal 30 ayat (1) huruf d, ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf f dihapus, sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut: Pasal 30 (1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang: a. melakukan penuntutan; b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; d. dihapus; e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2)

Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah. (3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan: a. dihapus; b. dihapus; c. pengawasan peredaran barang cetakan; d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan negara; e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama; f. dihapus. 13. Ketentuan Pasal 35 diubah, sehingga Pasal 35 berbunyi sebagai berikut: Pasal 35 Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:

(1)

a. menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan; b. mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang; c. melakukan gelar perkara; d. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum dengan persetujuan lembaga-lembaga negara yang mempunyai hubungan dengan perkara tersebut, termasuk dan tidak terbatas pada DPR, Presiden, dan/atau Mahkamah Agung; e. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara; f. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana; g. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) Kepentingan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi: a. kondisi yang menghambat kelangsungan pemerintahan; b. kondisi yang mengancam ketertiban umum dan kepentingan nasional. 14. Di antara BAB III dan BAB IV disisipkan 3 (tiga) bab, yakni BAB IIIA KOMISI KEJAKSAAN, BAB IIIB LARANGAN, dan BAB IIIC KETENTUAN PIDANA, yang berbunyi sebagai berikut: BAB IIIA KOMISI KEJAKSAAN Bagian Kesatu Kedudukan Pasal 37A (1) Komisi Kejaksaan merupakan lembaga non struktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri. (2) Komisi Kejaksaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Bagian Kedua Tugas Pasal 37B Komisi Kejaksaan mempunyai tugas: a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan kode etik; 7

b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun di luar tugas kedinasan; dan c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di lingkungan Kejaksaan. Bagian Ketiga Wewenang Pasal 37C Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37B, Komisi Kejaksaan berwenang: a. menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya; b. meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal Kejaksaan; c. meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait laporan masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan; d. melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan; e. mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan; dan f. mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa. Pasal 37D (1) Pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37C huruf d dapat dilakukan apabila: a. Ada bukti atau informasi baru yang dalam pemeriksaan sebelumnya belum diklarifikasi dan/atau memerlukan klarifikasi lebih lanjut; b. Pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak dikoordinasikan sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini. (2) Pengambilalihan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37C huruf e dapat dilakukan apabila: a. pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak menunjukkan kesungguhan atau belum menunjukkan hasil nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak laporan masyarakat atau laporan Komisi Kejaksaan diserahkan ke aparat pengawas internal Kejaksaan; b. diduga terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat internal Kejaksaan. c. dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Komisi Kejaksaan memberitahukan kepada Jaksa Agung. 8

Bagian Keempat Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pasal 37E Keanggotaan Komisi Kejaksaan terdiri dari: a. unsur masyarakat sebanyak 6 (enam) orang, terdiri dari praktisi/akademisi hukum, tokoh masyarakat, dan/atau pakar tentang Kejaksaan b. yang mewakili Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang. c. keanggotaan dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berasal dari kalangan dalam maupun luar aparatur pemerintah. Pasal 37F Susunan keanggotaan Komisi Kejaksaan terdiri atas: a. ketua merangkap anggota; b. wakil ketua merangkap anggota; c. sekretaris merangkap anggota; d. 6 (enam) orang anggota. Pasal 37G (1) Pengambilan keputusan Komisi Kejaksaan dilakukan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. (2) Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak. (3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah sah apabila rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) orang Anggota Komisi Kejaksaan. Pasal 37H Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37E dan 37F, diatur dengan Peraturan Presiden. BAB IIIB LARANGAN Pasal 37I (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Jaksa dilarang: a. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, mempunyai hubungan pekerjaan, partai atau finansial atau mempunyai nilai ekonomis secara langsung atau tidak langsung; b. bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun; atau c. membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan penegakan hukum; d. menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain; e. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara; 9

f. menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis; dan g. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya. (2)Pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c, dikenai sanksi administratif berupa: a. pembebasan dari tugas-tugas jaksa paling singkat tiga bulan dan paling lama satu tahun dan selama masa menjalani tindakan administrasi tersebut tidak diterbitkan Surat Keterangan Kepegawaian; dan/atau b. pengalihan tugas pada satuan kerja yang lain. Pasal 37J Jaksa dilarang melakukan penangkapan, penahanan, dan/atau penuntutan tanpa alasan berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya. Jaksa dilarang melakukan penangkapan, penahanan, dan/atau penuntutan tanpa alasan berdasarkan undang-undang, atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya. BAB IIIC KETENTUAN PIDANA Pasal 37K Jaksa yang menggunakan jabatan dan/atau kekuasaannya untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37I huruf d dipidana dengan pidana penjara paling lama [.] dan/atau pidana denda paling banyak [.]. Pasal 37L Jaksa yang merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37I huruf e dipidana dengan pidana penjara paling lama [] dan/atau pidana denda paling banyak []. Pasal 37M Jaksa yang menggunakan kapasitas dan otoritasnya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37I huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama [] dan/atau pidana denda paling banyak [...]. Pasal 37N Jaksa yang meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan serta melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan sehubungan dengan jabatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37I huruf g dipidana dengan pidana penjara paling lama [] dan/atau pidana denda paling banyak []. 10

Pasal 37O Jaksa yang melakukan penangkapan, penahanan, dan/atau penuntutan tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37J dipidana dengan pidana penjara paling lama [] dan/atau pidana denda paling banyak [...]. Pasal 37P (1)Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. (2)Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi, dan pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang. Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR ...

RANCANGAN PENJELASAN ATAS 11

RANCANGAN UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hokum yang menjamin kesetaraan hak warga negara di hadapan hukum (equality before the law). Dalam rangka menjamin tercapaianya prinsipprinsip negara hukum maka maka dilakukan penataan kekuasaan kehakiman sehingga terciptaan kekuasaan kehamiman yang merdeka dan menegakkan hukum yang berorientasi pada terciptanya kepatian dan keadilan. Salah satu pilar dalam system penegakkan hokum adalah lembaga yang berwenang melakukan penuntutan dalam hal ini adalah kejaksaan. Sejalan dengan dinamika dan tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kinerja lembaga kejaksaan maka perlu dilakukan perubahan Perubahan Undang-undang tentang Kejaksaan Republik Indonesia tersebut dimaksudkan untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang dapat menjalankan fungsi secara bebas dari pengaruh dan tekanan pihak manapun sehingga. Selain itu juga dimaksudkan melalui perubahan ini akan mendorong professionalism lembaga kejaksaan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Oleh karena itu perlu dilakukan penataan kembali terhadap Kejaksaan. Pokok-pokok perubahan antara lain meliputi, penegasan lembaga kejaksaan untuk kembali pada fungsi dasarnya yaitu 12

melakukan penuntutan, penentuan kriteria dan persyaratan Jaksa Agung, dan penguatan dan sisttem pendukung khusunya sehingga dalam baik aspek administrasi penganggaran pelaksanaan tugas-tugas

institusi kejaksaan dapat lebih optimal. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup jelas Angka 2 Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan secara merdeka dalam ketentuan ini adalah dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Ayat (4) Yang dimaksud dengan kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-kan adalah satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya di bidang penuntutan yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehingga dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja kejaksaan. Oleh karena itu kegiatan penuntutan di pengadilan oleh kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula bertugas berhalangan. Dalam hal demikian tugas penuntutan oleh kejaksaan akan tetap

13

berlangsung sekalipun untuk itu dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti. Angka 3 Pasal 9 Cukup jelas Angka 4 Pasal 13 Cukup jelas. Angka 5 Pasal 14 Cukup jelas. Angka 6 Pasal 19 Cukup jelas. Angka 7 Pasal 19A Cukup jelas. Angka 8 Pasal 20 Cukup jelas. Angka 9 Pasal 22 Cukup jelas. Angka 10 Pasal 22A Cukup jelas. Angka 11 Pasal 29A Cukup jelas.

Pasal 29B Cukup jelas. 14

Angka 12 Pasal 30 Ayat (1) Huruf a Dalam melakukan penuntutan, jaksa dapat melakukan prapenuntutan. Prapenuntutan adalah tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pem-beritahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. Huruf b Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilainilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan peri kemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan ber-tindak. Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksana-kan tugas dan wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang. Huruf c Yang dimaksud dengan keputusan lepas bersyarat adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pemasyarakatan. Huruf d Dihapus. Huruf e Untuk melengkapi berkas perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan halhal sebagai berikut: 1. tidak dilakukan terhadap tersangka; 2. hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan Negara; 3. harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah dilaksanakan ketentuan Pasal 15

110 dan 138 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana; 4. prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Tugas dan wewenang kejaksaan dalam ayat ini bersifat preventif dan/atau edukatif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan turut menyelenggarakan adalah mencakup kegiatan-kegiatan bersifat membantu, turut serta, dan bekerja sama. Dalam turut menyelenggarakan tersebut, kejaksaan senantiasa memperhatikan koordinasi dengan instansi terkait.. Angka 13 Pasal 35 Cukup jelas. Angka 14 Cukup jelas. Pasal II Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR .

16

Anda mungkin juga menyukai