Anda di halaman 1dari 28

BAB I

IBADAH

A. Pengertian Ibadah

Badat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab. Arti kata ini adalah:

1. perbuatan atau penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama. 2. segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya. 3. upacara yang berhubungan dengan agama.

Ibadah menurut Al Quran

Pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa :

1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambhaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah 1. 2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus2.

1 2

Adz Dz Aqriyaat Qs. 51:56 Yaasin Qs 36:61

3. Sedangkan manusia yang berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah, maka ia berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus3 4. Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya dalam persoalan itu.

Itulah mengapa umat Islam tidak diperkenankan memutuskan suatu persoalan hidupnya sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan perkara itu4.

B .Tujuan dan Fungsi Ibadah

Ibadah mempunyai peran,fungsi dan tujuan dalam kehidupan manusia. Berikut adalah peran dan fungsi ibadah:

Peran dan fungsi ibadah terbagi menjadi 2 yaitu peran dan fungsi ibadah secara umum dan secara khusus

Peran dan fungsi ibadah secara umum : Secara umum ibadah dapat berperan sebagai alat untuk menumbuhkan kesadaran pada diri manusia bahwa ia sebagai insan diciptakan Allah khusus untuk mengabdi kepada diri-Nya5. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku

3 4 5

Az Zukhruf Qs 43:43 Al Ahzab Qs 33:36 Al Quran surat Al Zariyat Ayat 56

Peran dan fungsi ibadah secara khusus : Peran dan fungsi ibadah secara khusus ini meliputi fungsi masing-masing dari jenis ibadah. Jenis-jenis ibadah ini dapat dikelompokkan menjadi lima bagian atau biasa disebut Rukun Islam yang terdiri dari syahadat,shalat,zakat,puasa, dan pergi haji jika mampu.

C . Hukum hukum Ibadah

Ibadah. Kajian Ibadah Tauhid. Hukum dan Dalil Ibadah. Dalam Arti luas ibadah berati melaksanakan seluruh perintah sesuai dengan sarat dan rukun yang sudah ditetapkan kepada manusia melalui nabi dan rasul yang diutus Allah yaitu Nabi Besar Muhammad SAW sebagai nabi terakhir dengan Agama Islam sebagai agama terakhir yang sempurna6

Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa ibadah merupakan suatu aktvitas yang terikat dengan tata aturan hukum Allah. Sehingga ibadah yang diterima Allah hanyalah ibadah yang mengakui dan mempercayai aturan hukum yang sudah ditetapkan Allah. Dan nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir yang mendapat perintah menyampaikan tata aturan hukum Allah kepada umat manusia

Dalam tata hukum islam dikenal lima jenis hukum yang mengatur permasalahan ibadah umat. Semua tata Hukum tersebut harus berdasarkan atas dalil - dalil yang benar yaitu Al-quran dan Hadit nabi besar Muhammad SAW

Qs Al Baqarah / 2 : 129

Lima jenis dalil hukum tersebut adalah : Wajib Wajib berarti perintah untuk melaksanakan suatu peribadatan sesuai dengan sarat dan rukun yang sudah ditetapkan . Perintah tersebut disertai imbalan bagi yang mau mengerjakan dan sangsi bagi yang tidak mau mengerjakan. Secara sederhana dikenal dengan peryataan " Wajib itu berarti Kalau dikerjakan akan mendapat pahala dan kalau ditinggalkan akan mendapat dosa dari Allah dan dinyatakan sebagai orang yang ingkar terhadap perintah Allah "

Sunat Sunat berarti perintah untuk melaksanakan sebuah peribadatan sesuai dengan sarat dan rukun yang sudah ditetapkan. Perintah sunat ini hanya berlaku kepada siapa yang sanggup untuk melaksanakannya. Perintah sunat ini disertai dengan imbalan bagi yang mau melaksanakannya dan tidak ada sangsi bagi yang tidak sanggup untuk melaksanakannya. Secara sederhana dikenal dengan peryataan " Sunat itu berarti kalau dikerjakan mendapat pahala dari Allah dan kalau ditinggalkan tidak mendapat dosa "

Haram Haram. Haram berarti perintah untuk meninggalkan suatu peribadatan atau perbuatan lain sebagainya yang sudah ditetapkan. Perintah tersebut disertai dengan sangsi bagi yang engkar dan tetap mengerjakannya dan imbalan pahal bagi yang sanggup meninggalkannya. Secara sederhana dikenal dengan

peryataan " Haram itu berati kalau dikerjakan mendapat dosa dan kalau ditinggalkan mendapat pahala dari Allah "

Makruh Makruh. Makruh berati perintah untuk meninggalkan suatu peribadatan kepada yang sanggup meninggalkannya. Perintah makruh ini disertai dengan imbalan bagi yang mau meninggalkanya dan tidak ada sangsi bagi yang tetap . Secara sederhana dikenal dengan peryataan " Makruh itu berati kalau dikerjakan tidak berdosa, kalau diditinggalkan akan mendapat pahala dari Allah "

Mubah Mubah. Mubah atau dikenal juga dengan harus berarti perintah membolehkan untuk megerjakan atau tidak mengerjakan sebuah peribadatan. Perintah mubah ini tidak disertai dengan sangsi bagi yang mengerjakan atau tidak mengerjakan. Secara sederhana dikenal dengan peryataan " Mubah berati kalai dikerjakan tidak mendapat pahala dan kalau ditinggalkan juga tidak berdosa "

BAB II KONSEP ISLAM TENTANG IBADAH

A . Dasar dasar Islam Tentang Ibadah

sensi ibadah adalah training (latihan) yang berimplikasi kepada kebutuhan manusia dalam mengatur keseimbangan hidup sekaligus meraih prestasi Ilahiyah. Ini dibuktikan dengan pemberian zakat sebagai upaya untuk membersihkan harta dari noda kotor keserakahan manusia (9:103), sebagai bukti menjalankan perintah Tuhan sekaligus pengabdian diri pada masyarakat. Dan harus diakui bahwa setiap ibadah memiliki keunggulan masing-masing dengan pesan moral tersendiri, sehingga antara ibadah yang satu dengan lainnya terlihat keserasiannya saling dengan adanya keterkaitan.

Salah satu diantara ibadah yang tercatat sebagai ibadah tertua yang direkam Al-Qur'an pernah diwajibkan kepada umat manusia untuk melaksanakannya adalah zakat. Hal ini mengindikasikan bahwa zakat memiliki signifikansi yang urgen dalam menunjang perbaikan roda kehidupan. Hampir semua komunitas umat manusia diperintahkan untuk menunaikannya dengan praktik pelaksanaan yang beragam (21:72-73). Karena esensi zakat media pelebur pemikiran materialisme yang selalu berorientasi kepada materi dan pada puncak klimaknya melahirkan manusia yang mentuhankan materi (ateisme).

B . Perlunya Ibadah bagi manusia

Selain itu zakat juga sangat terkesan merupakan ibadah yang pesan moralnya langsung membumi ditengah masyarakat dengan perasaan sama dirasakan antara satu individu dengan lainnya. Disinilah salah satu letak gagasan monumental tentang aspek

sosial yang dikandung dalam pemberian zakat sebagai upaya menerjemahkan ajaran nilai sosial ditengah realitas kehidupan masyarakat.

Zakat dan Spritualitas

Term zakat dalam Al-Qur'an diulangi sebanyak tiga puluh dua kali dalam surat yang bervariasi secara leksikal berarti tumbuh, berkembang atau mensucikan harta (9:103). Menurut terminologinya diartikan dengan sejumlah harta yang telah mencapai syarat tertentu untuk dikeluarkan kepada yang berhak menerima. Inti gagasannya untuk mencapai prestasi takwa dalam artian luas bukan hanya mampu menangis dihadapan Tuhan, tetapi juga mampu untuk menangis melihat kehidupan masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan.

Sikap ini akan melahirkan kepekaan sosial terhadap problema kemasyarakan dengan ikut serta langsung merasakan getirnya kehidupan kelas mustadha'ifin (orang pinggiran), sehingga dapat dipastikan training ini akan mampu berhasil membangun sikap kebersamaan yang inklusif dalam diri dan akan diaplikasikan dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan.

Dalam kehidupannya manusia lazimnya selalu ada berupaya untuk lebih baik dari lainnya khususnya dalam mengejar kehidupan materi yang pada 'ajang kompetisi' ini banyak mengantarkan manusia terjebak pada upaya menghalalkan segala cara untuk meraih keinginan dan pada gilirannya sikap ini mengkristal dalam diri menjadi suatu ideologi.

Sehingga dalam menilai segala sesuatu yang digunakan adalah kaca mata materi. Ini dapat ditandai dengan segala aktivitas yang dilakukan selalu diarahkan semaksimalnya kepada hal yang bermotif pada kebendaan dan berakibat akhirnya terlupakan hak-hak
7

orang lain dalam hartanya, sehingga akan jatuhlah nilai sosial yang ada dalam diri dan pada akhirnya apabila tidak dilakukan upaya pembangunan kembali akan mati.

Sedangkan manusia sendiri dalam keunikannya (menurut phisikologis) tampil sebagai makhluk sprituil yang harus merasakan dan menikmati kepuasan batin dengan mengadakan kontak langsung dengan alam abstrak (Tuhan) (13:28) yang dibuktikan dengan menjalankan segala perintah Tuhan, walaupun secara material tergolongan tingkat elit. Namun esensinya miskin dengan sprituil dan pada akhirnya membawa kepada kehidupan formalistik dengan aktivitas menunjukkan simbol kesalehan yang memukau dan hilanglah target tujuan pelaksanaan ibadah tersebut yang didalamnya berimplikasi nilai sosial.

Untuk menjaga dan meraih kedinamisan kebutuhan jasmani (pisik) sekaligus rohani (sprituil) yang mesti harus dipenuhi dalam waktu bersamaan akan berakibat terjadinya pertarungan hebat. Apabila aktivitas difokuskan untuk mengejar sprituil, maka kebutuhan material akan menipis yang juga dapat mengantar manusia kepada sikap kekufuran (HR. Abu Daud), dan sebaliknya apabila hati ditempati materi secara berlebihan menjadikan manusia sebagai hamba pemuja materi.

Dengan kata lain disadari atau tidak seseorang akan jauh lebih menderita akibat kekosongan sprituil dari pada kekosongan perut, ini dibuktikan dari harta kekayaan yang tidak dapat dijadikan tolak ukur dalam menjamin kesenangan dan kebahagiaan, akan tetapi tanpa harta orang akan sulit untuk bahagia, bahkan ironisnya berakibat sebaliknya materi yang banyak tersebut menjadikan seseorang menjadi tersiksa. Disinilah awal lahirnya penjajahan pola pikir materialisme terhadap pemikiran yang secara deklerasi mungkin menolak pemikiran tersebut, tetapi dalam praktik kehiduan menjadikannya sebagai ideologi implisit.
8

Dengan kata lain apabila tidak ada gerakan perbaikan kearah revolusi rohani sebagai tindakan anti tesis dari sikap ini dapat dipastikan eksistensi diri sebagai makhluk sprituil yang bermartabat akan jatuh dari kedudukannya dan pada akhirnya akan terhina. (7: 179). Dengan melalui media zakat manusia ditempa untuk menolak pemikiran materialisme dengan mengajukan semangat kebersamaan yang dipenuhi sprituil sebagai argumennya.

Zakat dan Tarikat Sosial

Aktivitas generiknya merupakan suatu tindakan formal untuk mengundang nilai sprituil kedalam diri, sedang pelaksaan zakat sebagai upaya untuk membangunkan kesadaran kolektif terhadap eksistensi diri yang tidak enak untuk memberikan sebagian harta yang dihasilkan dengan susah payah dan disaat harta tersebut telah dimiliki harus diberikan pada sebagian orang tidak memilikinya. Dengan meresapi falsafat zakat tentang status sama dihadapan Tuhan dan harta yang diberikan hanya merupakan titipan yang apabila pemilikinya meminta untuk didermakan kepada sebagian orang mesti harus diterima dengan ikhlas.

Dengan pemberian zakat menjadi lem perekat yang menimbulkan kasih sayang antara sesama dengan terciptanya ukhuwah dilandasi oleh kepentingan sosial. Didalam memaknai pelaksanaan zakat banyak orang terjebak dalam bentuk formal yaitu menganggap bahwa dengan memberikan sebagian harta sudah memenuhi kewajiban, padahal ini hanya sebatas training untuk menghasilkan tujuan kearah perbaikan sikap jiwa dan mental dengan tercipta sikap ikhlas dalam diri.

Adapun tujuan azasi dalam pemberian zakat tersebut adalah untuk memproduksi manusia takwa dengan melalui tarikat sosial sebagai jembatan untuk mencapai prediket takwa. Karena instruksi perintah pelaksaan zakat bersifat personal dan uniknya digunakan kata seruan pelaksanaannya ditekankan kepada kesadaran eksistensi diri yang mengklim dirinya beriman. Sedang dalam pelaksanaannya tidak sedikit orang yang lakukannya tanpa menghasil apa-apa yang menjadi target zakat, hanya mendapatkan kerugian materi. (HR. Nasai dan Ibn Majah), karena dalam praktiknya yang paling ditekankan adalah untuk membangun kesadaran kemanusian.

Selain itu dalam pelaksanaan zakat dituntut semaksimalnya untuk memberikan harta yang paling disenangi agar dapat belajar untuk membuang kecintaan kepada materi berlebihan yang hanya dapat membawa kepada kedurhakaan kepada Tuhan dengan memprioritaskan kepentingan umum yang dipergunakan secara bersama dan inilah merupakan sebagai simbol ukhuwah menuju keridaan Tuhan.

Nilai sosial sangat eksplisit terlihat dalam pelaksanaan zakat yang mesti distribusikan untuk kesejahteraan kaum dhu'afa (fakir miskin), sehingga terlihat bahwa sikap kedermawanan sosial tidak muncul dengan sendirinya melainkan harus dibentuk dan dibina dalam diri sehingga hati terbiasa dengan perasaan kepedulian terhadap kaum yang kurang beruntung secara materi. Dan diakhir training ini diproklamirkan kemerdekaan jiwa dari penjajahan pola pikir materi dengan sikap kembali kepada kesucian harta.

10

Bab III Implementasi Ibadah Dalam Kehidupan Implementasi Nilai - Nilai islam Dalam Dunia Pendidikan IMPLEMENTASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Ilham Jaya Abdurrauf Keimanan terhadap Islam sebagai sebuah manhajul hayah (sistem hidup) akan senantiasa membawa seorang muslim untuk kembali kepada ajaran agamanya. Segala permasalahan akan diupayakan untuk ditinjau dari kaca mata Islam. Bagaimana Islam mendudukkan persoalan tertentu, demikian pula seorang muslim akan mendudukkan persoalan tersebut.

Dunia pendidikan, dalam hal ini, tidak terkecuali. Seorang guru atau tenaga pendidik muslim, sebelum dia berperan sebagai guru atau tenaga pendidik, dia adalah seorang muslim. Artinya, dia akan memenuhi panggilan hati nuraninya untuk senantiasa membawa misi Islam dalam kehidupannya. Dan misi Islam itu adalah: rahmatan lil alamin.

Meletakkan wacana pendidikan dalam bingkai ajaran Islam, tentu juga bukan sesuatu yang aneh. Sebab, para nabi dan rasul alaihimus shalatu was salam sendiri, yang merupakan manusia-manusia figur keagamaan, adalah guru-guru kehidupan. Tugas pokok dan misi utama mereka adalah pendidikan dan pengajaran. Mereka adalah tokohtokoh pendidikan.

Di dalam Al-Quran, Allah subhanahu wataala mengabadikan doa Nabi Ibrahim, bapak para nabi:

11

Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana6.

Ayat ini dalam konteks doa Ibrahim untuk anak cucu putranya, Ismail alaihimas salam. Lebih spesifik, ayat ini tentang penutup para nabi sekaligus nabi termulia: Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Dalam doanya itu, Ibrahim merinci misi kenabian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ia menyebut tiga strategi: membacakan, mengajarkan dan mensucikan. Tak pelak, ketiganya adalah tugas pendidik. Tidak salah bila dikatakan bahwa pendidikan adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari ajaran Islam.

12

MOTIVAS

KEAGAMAAN

Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu, Aku dibawa menghadap Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau baru tiba di Madinah. Orang-orang berkata, Ya Rasulallah, anak ini dari Bani Najjar (sebuah riwayat menyebut usianya waktu itu sebelas tahun). Ia telah hapal tujuh belas surah yang diturunkan padamu.

Aku kemudian memperdengarkan hapalanku di depan Rasulullah. Beliau kagum dengan bacaanku. Beliau berkata, Ya Zaid, belajarlah untukku tulisan Yahudi (sebuah riwayat menyebut waktu itu dia bahkan tidak tahu bahasa Yahudi, Suryaniyah). Demi Allah, aku tidak percaya mereka menulis untukku.

Aku kemudian belajar bahasa Yahudi. Tidak sampai setengah bulan, aku telah mampu bahasa Yahudi. Akulah yang menulis surat buat Rasulullah bila beliau bersurat kepada orang-orang Yahudi.

Sejarah Islam penuh dengan daftar ulama dan ilmuwan dalam segala bidang dan spesialisasi. Di zaman mereka, tidak ada sistem gaji atau bonus. Apalagi proyek yang disokong dengan kucuran dana dari pemerintah atau lembaga-lembaga donatur. Tapi, demikianlah. Mereka tetap bekerja dengan tekun walaupun dalam hening. Sebab mereka tahu, ganjaran mereka menunggu di akhirat. Sumber motivasi mereka satu: agama.

Agama adalah rahasia sejarah yang terbesar. Sepanjang sejarah manusia, tidak ada faktor yang mampu menggerakkan bahkan mengarahkan jarum sejarah seperti yang dilakukan agama.

13

Sayangnya, secara sadar ataupun tidak, pendidikan kita selama ini lebih kerap mengabaikan faktor agama. Agama atau sisi spiritual kehidupan manusia cenderung dilupakan kalau tidak malah diupayakan untuk disingkirkan. Padalah, pada sisi inilah tersimpan potensi dahsyat manusia. Karena ia merupakan puncak kesadaran tertinggi kehidupannya.

Lebih jauh, praktik pendidikan kemudian hanya memandang manusia sebagai instrumen material. Baik itu instrumen bagi kekokohan suatu negara atau bahkan ideologi tertentu. Dalam banyak kasus, paradigma pertumbuhan (atau dalam bahasa populer: pengembangan sumber daya manusia) yang merupakan representasi ideologi kapitalistik kerap menjadi acuan.

Dalam kerangka pendidikan yang berbau kapitalistik ini, peserta didik diarahkan untuk menjadi buruh atau tenaga kerja yang berkualitas. Bukan untuk menjadi manusia yang mandiri dengan cita-cita yang tinggi. Di sini, azas manfaat yang berjangka pendek mendominasi. Tujuan pendidikan model ini jelas: untuk menjadi penopang bagi kelestarian kapitalisme global.

Islam menawarkan paradigma langit. Pendidikan dan belajar adalah bagian dari iman. Tujuannnya: menyempurnakan ubudiyah kepada Allah subhanahu wataala (ibadah). Azasnya juga jelas: kemaslahatan bagi umat dan kemanusiaan (khilafah atau imaratul ardh).

Dalam ungkapan yang sedikit menyindir, al-Attas, seorang pakar pendidikan Islam menyitir bahwa warga negara atau pekerja yang baik dalam sebuah negara sekuler,

14

sebagai contoh, tidak sama dengan manusia yang baik/shalih (simplifikasi istilah untuk ibadah dan khilafatul ardh). Sebaliknya, manusia yang baik/shalih sudah pasti seorang pekerja dan warga negara yang baik.

Dengan kata lain, pelajar yang memiliki motivasi keagamaam dalam belajar dan bekerja akan memiliki etos kerja dan kreativitas sekaligus. Sebab, dia bekerja dengan semangat yang terpaut dengan keyakinan dasar agama. Pekerjaan yang dia geluti akan dia posisikan sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Allah.

Di samping itu, dia juga kreatif. Dia tidak akan pernah terpaku pada satu kondisi tertentu. Sebab, dia melihat pekerjaan dan pengabdiannya dalam kerangka yang lebih luas. Untuk kemajuan Islam, umat Islam dan kemanusiaan. Ia akan terus mengabdi. Sejauh pelajaran dan pekerjaannya itu demi mewujudkan kemajuan tersebut.

15

BAB II KONSEP ISLAM TENTANG IBADAH

A . Dasar dasar Islam Tentang Ibadah

sensi ibadah adalah training (latihan) yang berimplikasi kepada kebutuhan manusia dalam mengatur keseimbangan hidup sekaligus meraih prestasi Ilahiyah. Ini dibuktikan dengan pemberian zakat sebagai upaya untuk membersihkan harta dari noda kotor

keserakahan manusia (9:103), sebagai bukti menjalankan perintah Tuhan sekaligus pengabdian diri pada masyarakat. Dan harus diakui bahwa setiap ibadah memiliki keunggulan masing-masing dengan pesan moral tersendiri, sehingga antara ibadah yang satu dengan lainnya terlihat keserasiannya saling dengan adanya keterkaitan. Salah satu diantara ibadah yang tercatat sebagai ibadah tertua yang direkam Al-Qur'an pernah diwajibkan kepada umat manusia untuk melaksanakannya adalah zakat. Hal ini mengindikasikan bahwa zakat memiliki signifikansi yang urgen dalam menunjang perbaikan roda kehidupan. Hampir semua komunitas umat manusia diperintahkan untuk menunaikannya dengan praktik pelaksanaan yang beragam (21:72-73). Karena esensi zakat media pelebur pemikiran

materialisme yang selalu berorientasi kepada materi dan pada puncak klimaknya melahirkan manusia yang mentuhankan materi (ateisme).
16

B . Perlunya Ibadah bagi manusia Selain itu zakat juga sangat terkesan merupakan ibadah yang pesan moralnya langsung membumi ditengah masyarakat dengan perasaan sama dirasakan antara satu individu dengan lainnya. Disinilah salah satu letak gagasan monumental tentang aspek sosial yang dikandung dalam pemberian zakat sebagai upaya

menerjemahkan ajaran nilai sosial ditengah realitas kehidupan masyarakat. a. Zakat dan Spritualitas Term zakat dalam Al-Qur'an diulangi sebanyak tiga puluh dua kali dalam surat yang bervariasi secara leksikal berarti tumbuh,

berkembang atau mensucikan harta (9:103). Menurut terminologinya diartikan dengan sejumlah harta yang telah mencapai syarat tertentu untuk dikeluarkan kepada yang berhak menerima. Inti gagasannya untuk mencapai prestasi takwa dalam artian luas bukan hanya mampu menangis dihadapan Tuhan, tetapi juga mampu untuk menangis melihat kehidupan masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Sikap ini akan melahirkan kepekaan sosial terhadap problema kemasyarakan dengan ikut serta langsung merasakan getirnya kehidupan kelas mustadha'ifin (orang pinggiran), sehingga dapat dipastikan training ini akan mampu berhasil membangun sikap
17

kebersamaan yang inklusif dalam diri dan akan diaplikasikan dalam tatanan kehidupan sosial kemasyarakatan. Dalam kehidupannya manusia lazimnya selalu ada berupaya untuk lebih baik dari lainnya khususnya dalam mengejar kehidupan materi yang pada 'ajang kompetisi' ini banyak mengantarkan manusia terjebak pada upaya menghalalkan segala cara untuk meraih

keinginan dan pada gilirannya sikap ini mengkristal dalam diri menjadi suatu ideologi. Sehingga dalam menilai segala sesuatu yang digunakan adalah kaca mata materi. Ini dapat ditandai dengan segala aktivitas yang dilakukan selalu diarahkan semaksimalnya kepada hal yang bermotif pada kebendaan dan berakibat akhirnya terlupakan hak-hak orang lain dalam hartanya, sehingga akan jatuhlah nilai sosial yang ada dalam diri dan pada akhirnya apabila tidak dilakukan upaya

pembangunan kembali akan mati. Sedangkan manusia sendiri dalam keunikannya (menurut

phisikologis) tampil sebagai makhluk sprituil yang harus merasakan dan menikmati kepuasan batin dengan mengadakan kontak langsung dengan alam abstrak (Tuhan) (13:28) yang dibuktikan dengan menjalankan segala perintah Tuhan, walaupun secara material tergolongan tingkat elit. Namun esensinya miskin dengan sprituil dan pada akhirnya membawa kepada kehidupan formalistik dengan aktivitas menunjukkan simbol kesalehan
18

yang

memukau

dan

hilanglah target tujuan pelaksanaan ibadah tersebut yang didalamnya berimplikasi nilai sosial. Untuk menjaga dan meraih kedinamisan kebutuhan jasmani (pisik) sekaligus rohani (sprituil) yang mesti harus dipenuhi dalam waktu bersamaan akan berakibat terjadinya pertarungan hebat. Apabila aktivitas difokuskan untuk mengejar sprituil, maka kebutuhan

material akan menipis yang juga dapat mengantar manusia kepada sikap kekufuran (HR. Abu Daud), dan sebaliknya apabila hati ditempati materi secara berlebihan menjadikan manusia sebagai hamba pemuja materi. Dengan kata lain disadari atau tidak seseorang akan jauh lebih menderita akibat kekosongan sprituil dari pada kekosongan perut, ini dibuktikan dari harta kekayaan yang tidak dapat dijadikan tolak ukur dalam menjamin kesenangan dan kebahagiaan, akan tetapi tanpa harta orang akan sulit untuk bahagia, bahkan ironisnya berakibat sebaliknya materi yang banyak tersebut menjadikan seseorang menjadi tersiksa. Disinilah awal lahirnya penjajahan pola pikir materialisme terhadap pemikiran yang secara deklerasi mungkin menolak pemikiran tersebut, tetapi dalam praktik kehiduan

menjadikannya sebagai ideologi implisit. Dengan kata lain apabila tidak ada gerakan perbaikan kearah revolusi rohani sebagai tindakan anti tesis dari sikap ini dapat dipastikan eksistensi diri sebagai makhluk sprituil yang bermartabat akan jatuh
19

dari kedudukannya dan pada akhirnya akan terhina. (7: 179). Dengan melalui media zakat manusia ditempa untuk menolak pemikiran materialisme dengan mengajukan semangat kebersamaan yang dipenuhi sprituil sebagai argumennya. b. Zakat dan Tarikat Sosial Aktivitas generiknya merupakan suatu tindakan formal untuk

mengundang nilai sprituil kedalam diri, sedang pelaksaan zakat sebagai upaya untuk membangunkan kesadaran kolektif terhadap eksistensi diri yang tidak enak untuk memberikan sebagian harta yang dihasilkan dengan susah payah dan disaat harta tersebut telah dimiliki harus diberikan pada sebagian orang tidak memilikinya. Dengan meresapi falsafat zakat tentang status sama dihadapan Tuhan dan harta yang diberikan hanya merupakan titipan yang apabila pemilikinya meminta untuk didermakan kepada sebagian orang mesti harus diterima dengan ikhlas. Dengan pemberian zakat menjadi lem perekat yang menimbulkan kasih sayang antara sesama dengan terciptanya ukhuwah dilandasi oleh kepentingan sosial. Didalam memaknai pelaksanaan zakat banyak orang terjebak dalam bentuk formal yaitu menganggap bahwa dengan memberikan sebagian harta sudah memenuhi

kewajiban, padahal ini hanya sebatas training untuk menghasilkan tujuan kearah perbaikan sikap jiwa dan mental dengan tercipta sikap ikhlas dalam diri.
20

Adapun tujuan azasi dalam pemberian zakat tersebut adalah untuk memproduksi manusia takwa dengan melalui tarikat sosial sebagai jembatan untuk mencapai prediket takwa. Karena instruksi perintah pelaksaan zakat bersifat personal dan uniknya digunakan kata seruan pelaksanaannya ditekankan kepada kesadaran eksistensi diri yang mengklim dirinya beriman. Sedang dalam pelaksanaannya tidak sedikit orang yang lakukannya tanpa menghasil apa-apa yang menjadi target zakat, hanya mendapatkan kerugian materi. (HR. Nasai dan Ibn Majah), karena dalam praktiknya yang paling ditekankan adalah untuk membangun kesadaran kemanusian. Selain itu dalam pelaksanaan zakat dituntut semaksimalnya untuk memberikan harta yang paling disenangi agar dapat belajar untuk membuang kecintaan kepada materi berlebihan yang hanya dapat membawa kepada kedurhakaan kepada Tuhan dengan

memprioritaskan kepentingan umum yang dipergunakan secara bersama dan inilah merupakan sebagai simbol ukhuwah menuju keridaan Tuhan. Nilai sosial sangat eksplisit terlihat dalam pelaksanaan zakat yang mesti distribusikan untuk kesejahteraan kaum dhu'afa (fakir miskin), sehingga terlihat bahwa sikap kedermawanan sosial tidak muncul dengan sendirinya melainkan harus dibentuk dan dibina dalam diri sehingga hati terbiasa dengan perasaan kepedulian terhadap kaum yang kurang beruntung secara materi. Dan diakhir training ini
21

diproklamirkan kemerdekaan jiwa dari penjajahan pola pikir materi dengan sikap kembali kepada kesucian harta.

22

BAB III IMPLEMENTASI IBADAH DALAM KEHIDUPAN

Implementasi Nilai - Nilai islam Dalam Dunia Pendidikan IMPLEMENTASI NILAI-NILAI ISLAM DALAM DUNIA PENDIDIKAN

Ilham Jaya Abdurrauf Keimanan terhadap Islam sebagai sebuah manhajul hayah (sistem hidup) akan senantiasa membawa seorang muslim untuk kembali kepada ajaran agamanya. Segala permasalahan akan diupayakan untuk ditinjau dari kaca mata Islam. Bagaimana Islam mendudukkan persoalan tertentu, demikian pula seorang muslim akan mendudukkan persoalan tersebut.

Dunia pendidikan, dalam hal ini, tidak terkecuali. Seorang guru atau tenaga pendidik muslim, sebelum dia berperan sebagai guru atau tenaga pendidik, dia adalah seorang muslim. Artinya, dia akan memenuhi panggilan hati nuraninya untuk senantiasa membawa misi Islam dalam kehidupannya. Dan misi Islam itu adalah: rahmatan lil alamin.

Meletakkan wacana pendidikan dalam bingkai ajaran Islam, tentu juga bukan sesuatu yang aneh. Sebab, para nabi dan rasul alaihimus shalatu was salam sendiri, yang merupakan manusia-manusia figur keagamaan, adalah guru-guru kehidupan. Tugas pokok dan misi utama mereka adalah pendidikan dan pengajaran. Mereka adalah tokohtokoh pendidikan.

23

Di dalam Al-Quran, Allah subhanahu wataala mengabadikan doa Nabi Ibrahim, bapak para nabi:

Artinya: Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana6.

Ayat ini dalam konteks doa Ibrahim untuk anak cucu putranya, Ismail alaihimas salam. Lebih spesifik, ayat ini tentang penutup para nabi sekaligus nabi termulia: Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Dalam doanya itu, Ibrahim merinci misi kenabian Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ia menyebut tiga strategi: membacakan, mengajarkan dan mensucikan. Tak pelak, ketiganya adalah tugas pendidik. Tidak salah bila dikatakan bahwa pendidikan adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari ajaran Islam.

24

A. MOTIVAS KEAGAMAAN Dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu, Aku dibawa menghadap Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau baru tiba di Madinah. Orang-orang berkata, Ya Rasulallah, anak ini dari Bani Najjar (sebuah riwayat menyebut usianya waktu itu sebelas tahun). Ia telah hapal tujuh belas surah yang diturunkan padamu.

Aku kemudian memperdengarkan hapalanku di depan Rasulullah. Beliau kagum dengan bacaanku. Beliau berkata, Ya Zaid, belajarlah untukku tulisan Yahudi (sebuah riwayat menyebut waktu itu dia bahkan tidak tahu bahasa Yahudi, Suryaniyah). Demi Allah, aku tidak percaya mereka menulis untukku.

Aku kemudian belajar bahasa Yahudi. Tidak sampai setengah bulan, aku telah mampu bahasa Yahudi. Akulah yang menulis surat buat Rasulullah bila beliau bersurat kepada orang-orang Yahudi.

Sejarah Islam penuh dengan daftar ulama dan ilmuwan dalam segala bidang dan spesialisasi. Di zaman mereka, tidak ada sistem gaji atau bonus. Apalagi proyek yang disokong dengan kucuran dana dari pemerintah atau lembaga-lembaga donatur. Tapi, demikianlah. Mereka tetap bekerja dengan tekun walaupun dalam hening. Sebab mereka tahu, ganjaran mereka menunggu di akhirat. Sumber motivasi mereka satu: agama.

Agama adalah rahasia sejarah yang terbesar. Sepanjang sejarah manusia, tidak ada

25

faktor yang mampu menggerakkan bahkan mengarahkan jarum sejarah seperti yang dilakukan agama. Sayangnya, secara sadar ataupun tidak, pendidikan kita selama ini lebih kerap mengabaikan faktor agama. Agama atau sisi spiritual kehidupan manusia cenderung dilupakan kalau tidak malah diupayakan untuk disingkirkan. Padalah, pada sisi inilah tersimpan potensi dahsyat manusia. Karena ia merupakan puncak kesadaran tertinggi kehidupannya.

Lebih jauh, praktik pendidikan kemudian hanya memandang manusia sebagai instrumen material. Baik itu instrumen bagi kekokohan suatu negara atau bahkan ideologi tertentu. Dalam banyak kasus, paradigma pertumbuhan (atau dalam bahasa populer: pengembangan sumber daya manusia) yang merupakan representasi ideologi kapitalistik kerap menjadi acuan.

Dalam kerangka pendidikan yang berbau kapitalistik ini, peserta didik diarahkan untuk menjadi buruh atau tenaga kerja yang berkualitas. Bukan untuk menjadi manusia yang mandiri dengan cita-cita yang tinggi. Di sini, azas manfaat yang berjangka pendek mendominasi. Tujuan pendidikan model ini jelas: untuk menjadi penopang bagi kelestarian kapitalisme global.

Islam menawarkan paradigma langit. Pendidikan dan belajar adalah bagian dari iman. Tujuannnya: menyempurnakan ubudiyah kepada Allah subhanahu wataala (ibadah). Azasnya juga jelas: kemaslahatan bagi umat dan kemanusiaan (khilafah atau imaratul ardh).
26

Dalam ungkapan yang sedikit menyindir, al-Attas, seorang pakar pendidikan Islam menyitir bahwa warga negara atau pekerja yang baik dalam sebuah negara sekuler, sebagai contoh, tidak sama dengan manusia yang baik/shalih (simplifikasi istilah untuk ibadah dan khilafatul ardh). Sebaliknya, manusia yang baik/shalih sudah pasti seorang pekerja dan warga negara yang baik.

Dengan kata lain, pelajar yang memiliki motivasi keagamaam dalam belajar dan bekerja akan memiliki etos kerja dan kreativitas sekaligus. Sebab, dia bekerja dengan semangat yang terpaut dengan keyakinan dasar agama. Pekerjaan yang dia geluti akan dia posisikan sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Allah.

Di samping itu, dia juga kreatif. Dia tidak akan pernah terpaku pada satu kondisi tertentu. Sebab, dia melihat pekerjaan dan pengabdiannya dalam kerangka yang lebih luas. Untuk kemajuan Islam, umat Islam dan kemanusiaan. Ia akan terus mengabdi. Sejauh pelajaran dan pekerjaannya itu demi mewujudkan kemajuan tersebut.

27

DAFTAR PUSTAKA www.scribd.com www.gkil.or.id www.sumbawabaratkab.go.id

28

Anda mungkin juga menyukai