Mengapa Nyoman Nuarta senekat itu meraih mimpinya? Ini adalah persoalan visi dan misi yang diembannya. Visi dan misi itu terkait erat dengan pandangan hidup pribadinya sebagai seorang pekerja keras dan sangat ulet. Visi dan misi itu bisa dijabarkan secara lebih jelas dalam 2 (dua) hal pokok sbb: Pertama, Ia menemukan Tuhan ketika ia sedang bekerja. Ia misalnya, tidak menemukan Tuhan dalam kekhusukan ritual keagamaan, tetapi lebih bisa menemukan Tuhan dalam karya, ketika ia mengubah suatu wujud tak berbentuk atau sebuah kawasan buruk menjadi berguna, sehat dan enak dipandang. Suatu lahan tandus tak bisa berubah ketika orang hanya berdoa saja, tetapi akan segera berubah ketika dia mulai menanaminya dengan pohon-pohon dan mengolahnya. Ia lebih menemukan Tuhan dalam realitas yang nyata, bukan diawang-awang. (Anda bisa membaca sebagian pandangan hidupnya dalam artikel yang akan segera saya susulkan setelah ini: Berbincang-bincang dengan Nyoman Nuarta) Kedua, Nyoman menyadari sepenuhnya posisi dirinya sebagai salah satu seniman patung yang berhasil di negeri ini, baik itu dinilai dari segi karya maupun dari segi pengemasan karya tersebut menjadi sebuah produk yang memberi nilai lebih dalam banyak hal bagi masyarakat luas. Produk patung yang dikemas baik bisa menjadi land-mark sebuah kota, bahkan identitas sebuah bangsa. Orang belum merasa sempurna pergi ke New York kalau belum menyaksikan patung Liberty. Patung bisa mendatangkan devisa besar bagi Negara dan menyerap banyak tenaga kerja mulai dari proses pembuatannya sampai hasilnya setelah berdiri dan menjadi tontonan orang banyak. Untuk hal kedua itu, lebih jauh Nyoman menjelaskan, bahwa hanya karya manusia yang bisa dibandingkan satu dengan lainnya. Karya Tuhan tak punya pembanding, karena Tuhan di Amerika dan di Indonesia sama saja. Tetapi karya pematung Indonesia dan luar negeri tentu berbeda. Perbedaan itu adalah nilai penting yang sudah menyatu dalam jiwa budaya itu sendiri. Karena perbedaan itu, orang bisa bertanya: Mengapa mereka bisa membuat itu dan kita tidak bisa? Dan lebih jauh lagi: Mengapa Negara lain bisa maju dan kita tidak? Perbedaan itu mendorong orang waras untuk maju. Hanya orang bodoh yang tidak tertarik untuk maju, dan sedihnya kita termasuk salah satu bangsa yang bodoh itu. Kalau dilihat sebagai pribadi per pribadi, tentu saja kita punya banyak orang pintar. Tetapi sebagai sebuah bangsa, kita ini termasuk bodoh. Karena kesadaran akan posisinya itu, Nyoman punya tanggung-jawab moral untuk selalu mengingatkan bangsa ini akan pentingnya sebuah kerja keras kalau mau maju. Karena ia seorang pematung, yang dilakukannya ya membuat patung. Patung itulah bahasanya yang riil dan tidak omong kosong. Kalau orang menuduhnya membangun sebuah proyek mercusuar senilai 1 trilyun di tengah kemiskinan bangsa, maka apa yang harus dikatakan terhadap orang-orang di atas sana yang menilap uang trilyunan rupiah untuk kepentingannya sendiri? Lagipula, ternyata uang untuk membangun proyek GWK itu bukan lebih banyak dari kocek pemerintah, malah lebih banyak dari usahanya sendiri.