Anda di halaman 1dari 45

TUGAS MATA KULIAH MORFOLOGI

AFIKSASI BAHASA SABU

OLEH GUD REACHT HAYAT PADJE

PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI LINGUISTIK UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2013
1

AFIKSASI BAHASA SABU

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia dalam pergaulannya sehari-hari pada umumnya menggunakan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Bahasabahasa daerah yang ada di wilayah Indonesia merupakan lahan subur bagi penelitian kebahasaan. Jumlah bahasa daerah di Indonesia belum dapat disepakati oleh para ahli dengan angka tertentu, karena masih banyak bahasa daerah yang belum terjamah oleh peneliti terutama bahasa minor misalnya, di pedalaman Papua. Sementara menurut Purwo (2009), secara kuantitatif menyebutkan bahasa daerah di Indonesia berjumlah 706 bahasa. Dari 706 bahasa daerah itu, satu diantaranya adalah bahasa Sabu (yang selanjutnya disingkat BS) digunakan oleh masyarakat yang ada di Kepulauan Sabu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai alat komunikasi intraetnis dalam kehidupan sehari-hari. BS juga dipakai oleh masyarakat Sabu yang berada di daerah lain, misalnya di Sumba, Kupang, Flores, dan Rote. Selain sebagai alat komunikasi sehari-hari, BS juga digunakan dalam upacara-upacara adat, misalnya: upacara kelahiran, perkawinan, kematian, dan keagamaan (Ratukoreh, 2006). BS juga digunakan dalam pewarisan karya sastra lisan, seperti (1) Li Pedjo (tuturan yang dilagukan untuk mengiringi tarian masal pedhoa), (2) Li kewedhe (pantun), (3) Li jawi (cerita rakyat), (4) Li mengao (doa 1

permohonan), (5) Li lodo (nyanyian rakyat), (6) Tangi pali (ratapan), dan (7) Li pana (mantra). Masyarakat Sabu, baik yang termasuk etnis Sabu maupun etnis non-Sabu mengenal istilah sabu dalam kehidupan mereka. Akan tetapi, di kalangan orang Sabu, penyebutan istilah sabu kurang populer karena orang Sabu lebih senang menyebutnya dengan Hawu. Lebih lanjut, Kaho (2007) mengungkapkan bahwa orang Sabu menamakan dirinya dengan sebutan Do Hawu dan menamakan Pulau Sabu dengan sebutan Rai Hawu. Do adalah singkatan dari kata dou yang berarti orang atau manusia, sedangkan rai berarti tanah atau negeri. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Do Hawu mengacu pada orang atau manusia Sabu, sedangkan Rai Hawu mengacu pada tanah atau negeri Sabu. Data statistik tahun 2012 menunjukkan bahwa penduduk Pulau Sabu berjumlah 91.870 jiwa dengan rincian 45.832 jiwa laki-laki dan 46.038 jiwa perempuan. Mata pencaharian utama penduduk Sabu adalah pertanian, kerajinan (khususnya tenun dan gula nira), dan pengolahan hasil laut (khususnya rumput laut). Aktivitas ekonomi masyarakat Sabu masih konvensional yang terikat dengan norma budaya. Selain itu, masyarakat Sabu masih tetap konsisten menjalankan budaya lokal walaupun kemajuan informasi dan teknologi telah mulai berkembang. Wilayah Kabupaten Sabu Raijua yang luasnya 460,84 km, terdiri atas 6 kecamatan yang terdiri dari, Kecamatan sabu timur, Sabu Tengah, Sabu Barat, Sabu Liae, Hawu Mehara dan Sabu Raijua, dapat ditempuh dalam hitungan menit 2

atau jam. Bila menggunakan jalur udara, jarak tempuh dari ibu kota propinsi ke Pulau Sabu sekitar 45 menit dan bila menggunakan jalur laut jarak tempuhnya adalah sekitar 12 jam. Berdasarkan Undang Undang Nomor 52 Tahun 2008, daerah ini resmi menjadi sebuah daerah otonom baru dengan nama Kabupaten Sabu Raijua yang terdiri dari empat pulau. Dari empat pulau ini, hanya dua pulau yang berpenghuni. Walaupun penduduknya mendiami pulau yang berbeda namun bahasa yang digunakan dalam berinteraksi sehari-hari sama, yaitu bahasa Sabu. Menurut Kridalaksana (2008), bahasa Sabu termasuk dalam rumpun bahasa Bima-Sumba yang meliputi bahasa Bima, bahasa Manggarai, bahasa Ngada, bahasa Lio, bahasa Sumba Barat, bahasa Sumba Timur, dan bahasa Sabu. BS memiliki lima variasi dialek, yakni dialek Seba, dialek Mesara, dialek Raijua, dialek Timu, dan dialek Liae (Walker, 1982:3). Kelima variasi dialek tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan atau mencolok. Perbedaannya hanya terletak pada variasi fonologis pada sebagian kecil leksikon (Ratukoreh, 2006). Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah BS dialek Seba karena dialek Seba bisa berterima pada semua dialek BS. Untuk lebih jelas, variasi fonologis sebagai penanda dialek tersebut terlihat di bawah ini. Seba yaa dji Ri Mesara dja dji ri Timu dja dji ro Liae yaa dji ri 3 Raijua Jo ji li Arti Saya Kami Oleh

do do do do ro Yang hiammu hiemmu ihiemmu hiammu ihiammu Istri/Suami terae terae terae terae kerae Jagung BS dipergunakan dalam komunikasi sehari-hari dan di tempat upacara yang dilakukan oleh setiap kelompok sepanjang takwin adat. Kegiatan upacara dibagi dalam kurun musim kemarau dan kurun musim hujan. Upacara itu berfungsi untuk menyingkirkan segala bentuk kekuatan gaib yang merusak dan mengancam kehidupan manusia. Upacara adat musim hujan dipimpin Deo Rai dewa tanah, sedangkan upacara musim kemarau dipimpin oleh Pulodo Wadu leluhur Matahari (Juli, 2003). Masyarakat Sabu tergolong masyarakat dwibahasawan, yakni menguasai dan menggunakan dua bahasa (BS sebagai bahasa ibu dan bahasa Indonesia). Bahasa Indonesia dikuasai dan digunakan oleh anggota masyarakat yang berpendidikan dan tinggal di ibu kota kabupaten dan kecamatan. Kegiatan berbahasa Indonesia dilakukan ketika

berkomunikasi dengan mitra tutur yang bukan penutur BS. Hal itu sangat berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman yang menggunakan BS sebagai alat komunikasi utama. Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki struktur. Struktur suatu bahasa mencakup bidang-bidang tata bunyi, tata bentuk, tata kalimat, dan tata makna (Keraf 1991:17). Bahasa Sabu sebagai salah satu bahasa memiliki struktur bahasa, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil penelitian Wakidi dkk, yang membahas tentang Fonologi, Morfologi, dan Sintaksis bahasa Sabu. Khusus dalam bidang morfologi, membahas tentang 4

morfem, proses morfologis, dan kelas kata. Dalam kajian morfem terikat hanya disebutkan dua morfem saja yaitu prefiks pe- dan ke-. Padahal dalam bahasa Sabu masih ada morfem terikat yang lain. Begitu juga dalam kajian proses morfologis afiksasi tidak dibahas secara tuntas tentang kaidah pembentukan kata, fungsi dan makna afiks. Selain berperan dalam aspek kehidupan manusia sebagai alat komunikasi yang memiliki sistem dan kaidah-kaidah, bahasa juga memiliki properti struktural atau aspek gramatikal, yang dikaji dalam tipologi bahasa. Berkaitan dengan tipologi menurut Comrie (1989:42-43) dalam morfologi tradisional dikenal tiga tipe bahasa, yaitu isolasi, aglutinasi, dan fusi yang kemudian ditambahkan lagi dengan tipe keempat, yaitu tipe polisintesis atau inkorporasi. Tipe bahasa isolasi memiliki ciriciri antara lain: (1) tidak memiliki bentuk morfologi; (2) memiliki hubungan satu-satu; (3) setiap kata mungkin terdiri atas lebih dari satu suku kata, tetapi batasan dari masing-masing morfem selalu jelas; (4) tidak memiliki variasi morfologis untuk menyatakan kata atau kasus-kasus lainnya. Tipe bahasa aglutinasi memiliki ciri-ciri antara lain: (1) sebuah kata terdiri atas lebih dari sebuah morfem; (2) batasan kata atau morfem selalu jelas; (3) tiap-tiap morfem selalu memiliki varian-varian ( variasi bentuk ); (4) identifikasi bunyi mudah dipahami. Tipe bahasa fusi memiliki ciri-ciri antara lain: (1) tidak ada batasan yang tegas antara morfem-morfem; (2) ekspresi dari kategori yang berbeda dalam kata yang sama lebur dan menjadi sebuah bentuk tunggal; (3) morfem tidak dapat 5

disegmentasikan; (4) seperti bahasa aglutinasi, bahasa fusi memiliki bentuk infleksi. Tipe bahasa polisintesis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) tidak mungkin berkombinasi dengan morfem dalam jumlah yang besar, baik morfem leksikal maupun morfem gramatikal. Umumnya, kombinasi antara satu morfem leksikal dengan satu morfem gramatikal; (2) setiap kalimat terdiri atas satu kata, dan setiap kata terdiri atas beberapa morfem untuk mengungkapkan makna yang diinginkan. Berdasarkan tipologi morfologi yang telah dipaparkan di atas maka bahasa Sabu dapat digolongkan dalam tipologi morfologi aglutinasi. Hal ini, dapat dibuktikan dengan ditemukan afiks berupa prefiks dalam pembentukan kata yang terdapat dalam bahasa Sabu. Secara genealogis bahasa Sabu termasuk rumpun bahasa Austronesia Barat yaitu kelompok Hespronesia (Indonesia Barat). Ciri-ciri bahasa Austronesia Barat yaitu: (1) memiliki morfem-morfem derivasi, hampir tak ada morfem infleksi, (2) menempatkan kata benda yang berfungsi sebagai posesif di belakang kata benda yang dimiliki, (3) menempatkan penanda jumlah bilangan di depan satuan bilangannya, dan (4) hanya mengenal kata depan atau preposisi (Keraf, 1991:14-15). Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa alasan yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian khusus tentang afiks bahasa Sabu. Pertama, bahasa Sabu memiliki afiks yang pernah diteliti oleh peneliti terdahulu tetapi belum tuntas. Kedua, dalam penggunaan sehari-hari sebagian besar warga masyarakat Sabu, terutama generasi muda merasa 6

enggan menggunakan bahasa Sabu sebagai media komunikasi. Ketiga, bahasa Sabu merupakan salah satu bahasa daerah yang dipandanng masih memerlukan penelitian lebih lanjut, karena informasi kebahasaan yang ada mengenai bahasa Sabu masih relatif terbatas. Keempat, teori morfologi generatif belum pernah diterapkan dalam penelitian bahasa Sabu khususnya afiksasi.

1.2 Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Afiks apa sajakah yang terdapat dalam bahasa Sabu ? 2. Bagaimanakah kaidah pembentukan kata dengan menggabungkan afiks dalam bahasa Sabu ? 3. Apakah fungsi afiks yang terdapat dalam bahasa Sabu ? 4. Apa makna afiks yang terdapat dalam bahasa Sabu ?

II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1 Kerangka Teori Untuk menganalisis Afiksasi BS menggunakan teori Morfologi Generatif yang dikemukakan oleh Halle (1973), Aronoff (1976) dan Dardjowidjojo (1988).

Halle, (1973:3) menyatakan, bahwa penutur asli suatu bahasa tertentu memiliki kemampuan intuisi untuk mengenal kata-kata dalam bahasanya sendiri serta bagaimana kata-kata itu dibentuk. Halle (1973) memberikan contoh, penutur asli bahasa Inggris akan mengetahui, bahwa kata-kata a dog think write love, antidisertablish mentananisme adalah bahasanya dan kata-kata svan pansare katau mile Donawdampfs chiffahrtsgesell chaff (1973) bukan bahasanya. Berdasarkan teori Morfologi Generatif model Halle, tataran morfologi memiliki tiga komponen yang tidak bisa dihilangkan salah satunya. Ketiga komponen tersebut adalah (1) List of Morphemes Daftar Morfem disingkat menjadi DM, (2) Word Formation Rules Aturan Pembentukan Kata yang kemudian disingkat menjadi APK, dan (3) Filter Saringan ( Halle, 1973: 8, Darjowidjojo 1988: 34 ). Pada komponen DM, terdapat dua anggota, yaitu akar kata dan bermacam-macam afiks, baik yang infleksional maupun yang

derivasional. Sebagai contoh kata write dalam bahasa Inggris mesti diinformasikan, bahwa (a) kata ini adalah akar kata verbal, (b) kata ini tidak berasal dari bahasa Latin, dan konjungsinya tidak umum. Pengertian morfem menurut Halle berbeda dengan pengertian morfem yang umum diketahui, misalnya kata transformational terdiri atas lima morfem yaitu: trans-form-at-ion-al. Demikian juga kata vacant, total, dan believe terdiri atas dua morfem yakni: va-cant, tot-al, dan be-lieve.

Komponen kedua dari morfologi adalah APK, dalam komponen ini memuat semua aturan pembentukan kata dari morfem-morfem yang termuat dalam DM. Dalam hal ini, APK dan DM bersama-sama membentuk kata, kata-kata yang dibentuk itu berupa kata-kata yang benar ada maupun kata-kata yang potensial. Maksudnya, kata-kata yang memiliki persyaratan kaidah, pembentukan kata, tetapi dalam kenyataan tidak digunakan oleh pemakai bahasa. Lebih lanjut Dardjowidjojo (1988: 35), memberikan contoh kata derivation dan *derivan untuk bahasa Inggris serta pemberian, berlayar, dan * berbus untuk bahasa Indonesia yang dihasilkan dalam APK. Kata-kata yang memakai tanda bintang sebenarnya sudah memenuhi aturan kaidah pembentukan kata, namun kenyataannya kata-kata itu tidak pernah muncul dalam pemakaian bahasa. Akan tetapi, kata-kata tersebut pada suatu saat akan muncul dan digunkan oleh masyarakat bahasa tersebut. Bentuk-bentuk yang potensial tersebut akan tertahan dalam komponen Filter (saringan ). Komponen Saringan, adalah komponen Morfologi Generatif yang memiliki tugas menyaring kata bentukan yang diproses dalam komponen APK. Di samping itu, komponen saringan memiliki tugas menempelkan idiosinkresi yang terdapat dalam kata yang telah diproses dalam komponen APK baik itu idiosinkresi fonologis, idiosinkresi, semantik, maupun idiosinkresi leksikal. Halle (1973) menambahkan sebuah komponen lagi, yaitu komponen Dictionary atau Kamus. Komponen Kamus mempunyai tugas 9

menampung kata-kata hasil dari komponen APK yang sudah lolos dari Komponen Saringan dan kata-kata yang tidak lolos akan tertahan dalam Komponen Saringan menjadi bentuk potensial. Kata-kata yang sudah lolos dari komponen saringan menjadi anggota kamus. Kata-kata yang sudah lolos itu dapat dibentuk lagi dalam komponen APK dengan proses afiksasi, sehingga diperoleh lagi kata-kata bentukan baru dan kalau tidak tertahan dalam komponen Saringan, maka akan menjadi anggota Kamus. Kata-kata bentukan yang termuat dalam kamus inilah yang nantinya menjadi bahan pembentukan sintaksis sedangkan pada struktur permukaan tam.pil mengikuti kaidah fonologis, tentunya yang sudah mengalami proses dalam komponen APK. Dengan demikian, komponen APK memiliki saluran dari fonologi dan komponen Kamus. Alur pembentukan kata sesuai dengan teori Morfologi Generatif model Halle, dapat digambarkan dalam diagram berikut ini.

List of Morphe mes

Word Formation Rules

Filter

Dictionary of Word

Output

Phonology

Syntax

10

Aronoff

(1976) juga membicarakan Morfologi Generatif.

Pendapatnya tertuang dalam tulisannya yang berjudul Word Formation in Generatif Grammar pendapat Aronoff memiliki perbedaan dengan pendapat Halle terutama dalam Kaidah Pembentukan Kata. Menurut Halle morfem sebagai bentuk minimal sebagai penurunan dari pembentukan kata sehingga dikenal dengan istilah morpheme based approach. sementara itu, Aronoff menganggap bahwa kata adalah bentuk minimal yang dipakai sebagai landasan pembentukan kata. Kata yang dimaksud harus diartikan leksem, sehingga teori Aronoff dikenal dengan lexem based approach karena leksem merupakan bentuk dasar dalam penurunan kata. Teori Morfologi Generatif model Aronoff menyatakan kata sebagai unit minimal penurunan kata. Kata yang dimaksud harus memenuhi persyaratan seperti berikut: (1) dasar pembentukan kata adalah kata, (2) kata yang dimaksud adalah kata yang benar-benar ada dan bukan hanya merupakan bentuk potensial saja, (3) aturan pembentukan kata ( WFRs ) hanya berlaku pada kata tunggal, dan bukan kata kompleks atau lebih kecil dari kata (bentuk terikat), (4) baik masukan maupun keluaran dari (WFRs) harus termasuk dalam kategori sintaksis yang utama (Aronoff, 1976: 40). Dardjowidjojo mengusulkan empat komponen yang integral dalam teori Morfologi Generatif. Keempat komponen tersebut adalah Daftar Morfem (DM), Aturan Pembentukan Kata (APK), Saringan, dan Kamus. 11

Diagram Model Pembentukan Kata menurut Dardjowidjojo

DM

APK

SARING AN

KAMUS

Kata Dasar

Bebas

Terikat

b c d i e

g
h

a f i k s

j f k

Dalam komponen DM, Dardjowidjojo memisahkan bentuk bebas dan bentuk terikat, tujuannya adalah untuk menampung bentuk terikat seperti morfem prakategorial. Penerapan model ini merupakan bentuk 12

bebas yang ada dalam komponen DM seperti baju, makan dan minum dapat melalui jalur (a) tanpa mengalami hambatan pada komponen saringan. Untuk jalur (b) bentuk bebas setelah mengalami proses afiksasi andaikata tidak mengalami idiosinkresi maka dapat langsung masuk ke dalam komponen Kamus dan kalau dikenai idiosinkresi, bentuk itu akan melalui jalur (c). Untuk bentuk potensial yang tidak ada dalam pemakaian sehari-hari, maka akan melalui jalur (d) dan (g), kemudian disimpan dalam komponen Kamus dengan memberikan tanda (*). Untuk bentuk-bentuk yang mustahil seperti *berjalani,* melukisan, melalui jalur (d) dan (h) tidak bisa masuk dalam komponen kamus, kemudian tertahan pada komponen Saringan. Jalur (f) pecah menjadi jalur (j) untuk bentuk yang tidak mendapatkan idiosinkresi dan jalur (k) untuk bentuk yang mengalami idiosinkresi. 2.2 Konsep Afiksasi Afiksasi merupakan suatu proses pembentukan kata-kata dengan cara melekatkan afiks, baik prefiks, infiks, sufiks, maupun konfiks. Berbicara tentang afiksasi berarti membicarakan bagaimana proses pembentukan kata-kata dalam suatu bahasa dengan cara

menambahkan unsur afiks (morfem terikat) pada bentuk dasar bebas (morfem bebas). 1. Bentuk Dasar Bentuk dasar dalam kajian sistem afiksasi BS ini diartikan sebagai bentuk yang terkecil dalam proses afiksasi. Bentuk dasar 13

dibedakan menjadi dua bagian yaitu bentuk dasar bebas dan bentuk dasar terikat. Ciri-ciri bentuk dasar adalah sebagai berikut: (1) satuan bentuk lingual yang terkecil dalam sebuah kosa kata, (2) satuan yang berperan sebagai masukan dalam proses morfologis, (3) merupakan bahan baku dalam bahan morfologis, dan (4) sebagai unsur yang diketahui adanya dari bentuk yang setelah dianalisis dari bentuk kompleks merupakan bentuk dasar yang lepas dari proses morfologis (Harimurti Kridalaksana: 1989, 20-30). 2. Kaidah Penyesuaian Cara kerja komponen Aturan Pembentukan Kata (APK) dalam teori Morfologi Generatif pada proses afiksasi terjadi penggabungan sebuah morfem dengan morfem yang lain. Seperti sebuah bentuk dasar dibubuhi dengan sebuah morfem pembentukan kata, yang dalam hal ini morfem terikat berupa afiks. Afiks yang dibahas dalam kajian ini berupa prefiks, mengingat sufiks konfiks dan infiks tidak ditemukan dalam BS. Kaidah penyesuaian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Adjusment Rules (Aronoff 1976: 105) atau Readjusment Rules (Scalice, 1984: 54). Adapun tujuannya adalah untuk memperlihatkan bagaimana penyesuaian itu berinteraksi dengan Aturan Pembentukan Kata (APK). Selanjutnya, Aronoff membedakan jenis Kaidah Penyesuaian menjadi dua yaitu Kaidah Pemenggalan dan Kaidah Alomorfi. Kaidah Pemenggalan dalam operasionalnya tidak berlaku secara luas, sifatnya sangat khusus. 14

Tugas Kaidah Pemenggalan adalah mengatur pelesapan dalam sebuah morfem yang berwujud dalam proses afiksasi. Kaidah Alomorfi adalah kaidah yang mengatur perubahan fonologis, yang diterKPKan pada morfem tertentu dalam lingkungan morfem tertentu (Aronoff 1976:116). Kaidah Alomorfi terjadi sebagai akibat penggabungan sebuah morfem dengan morfem yang lain dalam proses afiksasi. III PEMBAHASAN 3.1 Afiks Afiks dalam teori Morfologi Generatif merupakan unsur ketiga dari komponen Dasar Morfem, setelah bentuk dasar bebas dan kata dasar terikat. Afiks adalah bentuk terikat yang digolongkan sebagai morfem terikat, berfungsi sebagai pembentuk kata turunan (Kridalaksana, 1989:28; Mathews, 1974:41). Afiks yang terdapat dalam bahasa Sabu berupa prefiks saja. Prefiks adalah afiks yang dilekatkan di awal bentuk dasar. Prefiks tersebut adalah pe-, he-, ke- dan ta-. 3.2 Kaidah Pembentukan Kata Kaidah Pembentukan Kata adalah komponen kedua dalam Morfologi Generatif. KPK merupakan tempat memproses bentuk turunan. Muatan yang ada dalam komponen Daftar Morfem berupa bentuk dasar bebas, bentuk dasar terikat, dan afiks ditarik ke dalam komponen APK, kemudian diproses sehingga melahirkan kata turunan atau kata kompleks. Kedudukan bentuk dasar bebas dan terikat dalam bahasa Sabu adalah 15

sama yaitu mempunyai potensi sebagai bentuk asal, kemudian dikodekan dengan huruf A. Rumus yang dikemukakan dalam komponen APK adalah: [A] [[A] + Af ]

Artinya bentuk dasar [A] diproses berdasarkan afiksasi sehingga menjadi bentuk kompleks, (bandingkan dengan Anom, 1995:114). Gabungan bentuk asal dengan afiks dalam bahasa Sabu dapat dicontohkan sebagai berikut: bentuk asal [rai] kotor [tabbhu] tikam afiksasi bentuk kompleks [[rai] + pe-]mengotori [[tabbhu]+pe-] saling tikam

Untuk lebih jelas rumus ini dapat dideskripsikan dengan substitusi afiks yang berupa prefiks (pref), infiks (inf), sufiks (suf), dan konfiks (konf), menjadi seperti di bawah ini: a) [A] b) [A] c) [A] d) [A] [[A] + Pref] [[A] + Inf ] [[A] + Suf] [[A] + Konf]

Dalam kajian ini afiks yang akan dibahas adalah prefiks karena infiks, sufiks, dan konfiks tidak ada dalam bahasa Sabu. Untuk lebih jelas tentang kaidah Pembentukan Kata bahasa Sabu akan diuraikan sebagai berikut. a. Pembentukan Kata dengan prefiks. 16

Prefiks dalam proses afiksasi merupakan morfem terikat yang dilekatkan di depan bentuk asal atau A. Proses pembentukan katanya ditentukan oleh lingkungan segmen pertama dari bentuk A dan pada golongan kata mana yang bisa dilekatinya. Prefiks memiliki kesanggupan untuk dilekatkan dengan satuan-satuan bebas (morfem bebas), tetapi tidak semua morfem bebas dapat dilekatkan dengan prefiks. Dalam proses afiksasi bahasa Sabu prefiks tidak memiliki alomorf. Di bawah ini akan dibahas masing-masing prefiks bahasa Sabu. 1. Prefiks {pe-} [A] rai kotor dhida tinggi ngaa makan puru turun kako jalan hudhi kejar tabbu tusuk rubhi desak dhaba pukul hengaddhucium nginu minum hudi sedikit [A] + pe-] perai mengotori pedhida meninggikan pengaa memberi makan pepuru menurunkan pekako menjalankan pehudhi saling kejar petabbu saling tikam perubhi saling desak pedhaba saling pukul pehengaddhusaling cium penginu memberi minum pehudi membuat jadi sedikit 17

made mati huba ampun

pemademembuat jadi mati pehubamengampuni

Berdasarkan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa prefiks pe- dapat bergabungkan dengan adjektiva dan verba. 2. Prefiks {he-} [A] lailembar piripiring ammurumah bhakkabelah madhamalam muhihisap atta potong [[A]+he-] helaiselembar hepirisepiring heammuserumah hebakkasebelah hemadhasemalam hemuhimengisap heatta sepotong

Prefiks he- berdasarkan contoh di atas dapat dilekatkan pada kata benda dan kata kerja. 3. Prefiks {ke-} [[A] ahhisatu dhuedua tallutiga appaempat [[A]+ke-] keahhipertama kedhuekedua ketalluketiga keappakeempat

Prefiks ke- berdasarkan contoh kata di atas dapat bergabung dengan kata bilangan (numeralia). 18

4. Prefiks {ta-} [A] hakkocoba ngaa makan walli beli puepetik nginu minum aggo ambil happe tarik [[A] + ta-] tahakko mau coba tangaa mau makan tawalli mau beli tapue mau petik tanginu mau minum taaggo mau ambil tahappe mau tarik

Prefiks ta- berdasarkan contoh kata di atas dapat digabungkan dengan kata kerja. b. Saringan Dalam teori Morfologi Generatif komponen yang ketiga sesudah Kaidah Pembentukan Kata adalah komponen saringan. Saringan atau penapis memiliki fungsi menyaring bentuk turunan yang diproses dalam komponen Kaidah Pembentukan Kata. Kata-kata yang berterima akan diteruskan ke komponen kamus, sedangkan bentuk turunan yang tidak berterima atau tidak lazim akan tersimpan dalam komponen Saringan. Kata dalam bahasa Sabu yang memenuhi Kaidah Pembentukan Kata melalui proses afiksasi tetapi tidak muncul dalam pemakaian seharihari dapat dilihat dalam contoh berikut. Kata kii kambing, adju kayu, welaparang mendapat prefiks {he-} akan mejadi *hekii satu kambing *heajhu satu kayu, *hewela satu parang. 19

Bentuk *heajhu, *hewela, *hekii adalah bentuk turunan yang terdapat dalam bahasa Sabu yang akan terbendung dalam komponen saringan atau penapis. Bentukbentuk yang terbendung itu diberikan tanda * agar dapat dibedakan dengan katakata yang lolos ke komponen kamus. Kata yang bertanda * tidak pernah muncul penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari. c. Kamus Dalam diagramnya Halle mencantumkan kamus tetapi ia tidak menganggap kamus merupakan bagian integral dari morfologi generatif. Kamus memiliki peranan dalam pembentukan kata karena APK dapat memanfaatkan leksikon yang tersimpan dalam kamus. Menurut Dardjowidjoyo (1983:57) komponen kamus sangat penting dalam sistem pembentukan kata. Komponen kamus menampung bentuk dasar bebas dan kata turunan yang sudah lolos dari komponen saringan. Dalam penelitian ini penulis akan mengikuti saran dari Dardjowidjoyo yang mengatakan bahwa kamus merupakan bagian integral dalam morfologi generatif (Dardjowidjoyo, 1988:57). Isi kamus yang berhubungan dengan sistem afiksasi bahasa Sabu dapat dikelompokkan menjadi kata dasar bebas dan kata turunan yang berasal dari kaidah pembentukan kata melalui afiksasi. Agar mendapat gambaran yang lebih jelas dapat dilihat dalam contoh berikut. 1. Kata Dasar Bebas bei tidur nyakka tolak 20

nginuminum bharabarang arruperiuk idhupikul parrupegang lilaterbang taobuat tabetambah dhuedua tallutiga appaempat ammurumah mademati 2. Kata Turunan

tukulempar maddhamalam toutahun pudiputih puruturun ehhisatu dallutelur hudisedikit attapotong parrupegang bhakkabelah hudisedikit heduisusah

pemade membuat jadi mati pengaa memberi makan penginu memberi minum pehedui membuat jadi susah pekako menjalankan peapa membuat jadi rusak pelammi membuat jadi lima petuku saling lempar petio meniup 21

hekama sekamar hemuhi menghisap heatta sepotong heammu serumah hedou seorang tabhale mau pulang tabei mau tidur tangaa mau makan tahakko mencoba kedhue kedua keappa keempat keanna keenam Kata dasar atau kata turunan bahasa Sabu yang terdaftar dalam kamus akan digunakan dalam pembentukan kalimat.

22

Diagram Proses Pembentukan Kata D M


A P K

SARINGAN

KAMUS

a. Kata Dasar Bebas nginu ( V ) ngaa ( V ) hae ( V ) puru ( V ) made ( V ) tuku ( V ) tio ( V ) maddi ( Adj ) pudi ( Adj ) mea ( Adj ) hedui ( Adj )
ammu ( N ) kepue ( N ) piri ( N ) kama ( N ) muhi ( V ) dhue ( Num ) tallu ( Num ) walli ( V ) ngaa ( V ) kei ( V ) b. Afiks : pe-

penginu pengaa pehae pepuru pemade petuku petio pemaddi pepudi pemea pehedui heammu hekepue hepiri hekama hemuhi kedhue ketallu tawalli tangaa takei

penginu pengaa pehae pepuru pemade petuku petio pemaddi pepudi pemea pehedui heammu hekepue hepiri hekama hemuhi kedhue ketallu tawalli tangaa takei

heketa-

23

3.3 Fungsi Afiks Bahasa Sabu Afiks mempunyai fungsi mengubah bentuk dasar dan bentuk terikat menjadi bentuk turunan atau yang biasa disebut bentuk kompleks. Proses afiksasi yang terjadi pada kaidah pembentukan kata tidak selamanya berasal dari daftar morfem, bisa juga berasal dari komponen kamus untuk membentuk bentuk turunan. Oleh sebab itu, secara leksikal gramatik bentuk A itu, bisa berupa bentuk dasar bebas, bentuk dasar terikat, bentuk turunan, bentuk reduplikasi, dan bentuk kompositum, bandingkan (Reteg, 2002:89). Verhaar (2008:107) menyatakan fungsi utama yang dimiliki oleh proses afiksasi ada dua, yaitu infleksi, afiksasi yang membentuk alternanalternan dari bentuk yang tetap merupakan kata, atau unsur leksikal, yang sama dan derivasi, afiksasi yang menurunkan kata unsure leksikal yang lain dari kata atau unsure leksikal tertentu. Lebih lanjut Aronoff (1976:2) menyatakan, bahwa secara tradisional gejala morfologi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu gejala derivasional dan gejala infleksional. Gejala derivasional berkaitan dengan kategori leksikal. Artinya proses

derivasional merupakan suatu proses pembentukan bentuk turunan lewat proses afiksasi dapat mengubah kategori kata asal sebagai dasar pembentukan kata. Gejala infleksional berkaitan dengan kategori gramatikal. Artinya, dalam proses infleksional tidak terjadi perubahan kategori kata turunan dari kata asal. Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas akan diuraikan fungsi afiks bahasa Sabu sebagai berikut. 24

a. Fungsi prefiks {pe-} 1. Jika prefiks {pe-} dilekatkan dengan A adjektif, maka bentuk A tersebut akan menjadi verba. Contoh: [pe- + [rai]adj ]V raikotor [pe- + [pudi]Adj]V pudiputih [pe- + [made]Adj]V mademati [pe- +[padha]Adj]V paddhasakit pepadhamenyakiti padha. padangN. Ande. Ande(N). 1) a) Kii made pa Kambing N matiAdj diPrep Kambing mati di padang. b) Kii no pemade ri Kambing(N) dia(N) dimatikan dar Kambingnya dibunuh oleh Ande. pemademematikan pepudimemutihkan perai mengotori

2) a) Bajhu ari rai . BajuN adikN kotorAdj. Baju adik kotor b) Evi do perai kama jhi. EviN yang mengotoriV kamar N kamiN. Evi yang mengotori kamar kami. Kata pemade dan perai pada contoh kalimat di atas adalah bentuk turunan dari kata dasar made dan rai yang dilekatkan prefiks

25

{pe-}. Prefiks {pe-} memiliki fungsi derivasional mentransformasikan adjektiva menjadi verba. Proses pembentukan kata turunan ini adalah sebagai berikut : [pe- + (Adj] V 2. Jika prefiks {pe-} dilekatkan dengan A verba, maka bentuk A tersebut tetap menjadi verba. Contoh: [pe- + [ngaa]V]V

nginuminum penginumeminumkan [pe- + [hengadhu]V]V hengadhucium pehengadhuberciuman [pe- + [rubhi]V]V rubhidesak perubhiberdesakan 1) a) nginu kowi. AyahN minumV kopiN Ayah minum kopi b) Ama penginu dou AyahN memberi minumV orang N Ayah memberi minum orang banyak nga dan Ama

lowe. banyakNum.

2) a) Yuli hengaddhu ina YuliN cium V ibu N Yuli cium ayah dan ibunya

ama ayah N

no. diaN

b) Ro pehengadhu pa MerekaN berciuman V diPrep Mereka berciuman di rumahku.

ammu rumahN

ya. sayaN.

26

Kata peginu dan pehengadhu pada contoh kalimat di atas merupakan kata turunan dari kata dasar nginu dan hengadhu yang dilekatkan afiks {pe-}. Afiks {pe-} memiliki fungsi infleksional. Proses pembentukan kata turunan ini adalah sebagai berikut : [pe- + V] V

b. Fungsi prefiks {he-} 1. Jika prefiks {he-} dilekatkan dengan A nomina maka bentuk A itu akan menjadi numeralia. Contoh: [he- + [piri]N]Num piripiring hepirisepiring [he- + [ammu]N]Num ammurumah heammuserumah [he- + [dou]N]Num douorang hedouseorang 1) a. Chaty lojho piri. ChatyN cuciV piringN. Chaty cuci piring b. Chaty ngaa ai kawo hepiri. ChatyN makanV bubur N satu piringNum. Chaty makan bubur satu piring 2) a. Randy manga pa RandyN mainV di Randy main di rumah. b. No nga yaa DiaN dan sayaN Dia dan saya tidur serumah 27 ammu. rumah. bei tidurV heammu. serumahNum

3) a. Dou nanni ari OrangN ituAtr adikN Orang itu adik dari ibu saya b. Ana no hedou AnakN dia N seorangNum Anaknya seorang saja

ri dari

ina ibuN

ya. saya.

we. saja .

Bentuk kata hepiri, heammu , hedou, pada kalimat di atas merupakan bentuk turunan dari kata dasar ammu , piri, dou , yang dilekatkan prefiks {he-}. Prefiks he- memiliki fungsi derivasional. Proses pembentukan kata turunan ini adalah [he + N] NUM 2. Jika prefiks {he-} dilekatkan dengan A verba maka bentuk A tetap verba. Contoh : [he +[ muhi]V ]V muhi hisap hemuhimenghisap

4) a. Ama muhi roko AyahN hisapV rokokN Ayah hisap rokok di kamar

pa di Prep

kama. kamarN.

b. Ana ngaka naido hemuhi huhu pa kejhunga ammu. AnakN anjingN sedang menghisapV susuN diPrep belakangN rumahN. Anak anjing sedang menghisap susu di belakang rumah.

28

Bentuk kata hemuhi pada kalimat di atas adalah bentuk turunan dari kata dasar muhi yang dilekatkan prefiks {he-}. Prefiks he memiliki fungsi infleksional. 3. Jika prefiks {he-} dilekatkan dengan A verba maka bentuk A menjadi Num. Contoh : [he + [bhakka]V]Num bhakka belah [he + [atta]V ] Num atta potong heattasepotong 9) a. Ama neido bhakka ajhu. AyahN sedang belahV kayuN. Ayah sedang belah kayu. b. Ngae hebhakka we ri ya wopau nadhe. MakanV sebelahNum saja dariPrep sayaN mangga N iniArt. Saya makan sebelah saja mangga ini. 10) a. Luji heido atta ajhu. LujiN sedang potong V kayuN. Luji sedang potong kayu. b. Ani aggo heatta we Ani bawa sepotong saja Ani bawa kayu ini sepotong saja. hebhakkasebelah

ajhu nadhe. kayu ini.

Bentuk turunan hebakka sebelah dan heatta sepotong adalah bentuk turunan dari bakka dan atta yang dilekatkan prefiks {he}. Prefiks {he} memiliki fungsi derivasional. Proses bentuk turunan ini adalah

29

[he+ [V]]Num

c. Fungsi Prefiks {ke-} Prefiks {ke} jika dilekatkan dengan A Numeralia maka A tetap Numeralia. Contoh: [ke+[dhue]Num]Num dhuedua [ke+[tallu]Num]Num tallutiga ketalluketiga kedhue kedua

11) a. Ana ro dhue dou. AnakN mereka N duaNum orangN. Anak mereka dua orang. b. No ana kedhue ri ina nga DiaN anakN keduaNum dari Prep ibuN dan Dia anak kedua dari orang tuaku.

ama ya. ayahN sayaN.

12) a. Ari ngaa wopau tallu bhue. AdikN makanV manggaN tigaNum buah.N Adik makan mangga tiga buah. b. Alla tamade ama ro, pa lodho ketallu metana Sesudah meninggalV ayahN merekaN, pada hariN ketigaNum melahir anake Yuli. anaklahN YuliN. Sesudah ayah mereka meninggal, pada hari ketiga Yuli melahirkan.

30

Bentuk turunan kedhuekedua dan ketallu ketiga adalah bentuk turunan dari bentuk dasar dhue dan tallu yang dilekatkan prefiks {ke}. Prefiks {ke-} memiliki fungsi infleksional. Proses turunan ini adalah [he+[Num]Num]

d. Fungsi Prefiks {ta-} Prefiks {ta-} jika dilekatkan dengan A Verba maka A tetap Verba. Contoh : [ta+[walli]V]V wallibeli tawallimau beli paha. pasarN.

13) a. No walli kenana pa DiaN beliV sirihN diPrep Dia beli sirih di pasar b. No tawalli kenana DiaN membeliV sirihN Dia membeli sirih di pasar. pa diPrep

paha. pasarN.

14) a. Yuli hakko ai kua hedhai YuliN cobaV air supN dagingN Yuli coba sup daging babi.

wawi. babiN.

b. Yuli tahakko ai kua hedhai Yuli mencoba air sup daging Yulu mencoba sup daging babi.

wawi. babi.

31

Bentuk turunan tawalli membeli dan tahakkomencoba adalah bentuk turunan dari bentuk dasarwalli dan hakko yang dilekatkan prefiks {ta-}.Prefiks {ta-} memiliki fungsi infleksional.

3.4 Makna Afiks Bahasa Sabu Masingmasing kata dalam 4 jenis kelompok kata dasar yaitu nomina, verba, adjektiva, dan numeralia maupun berbagai bentuk hasil pembentukan kata jadian, jelas ditandai oleh bentuk dan isi kata itu sendiri. Secara ideal, dapat dikatakan bahwa setiap kata pasti memiliki 5 buah unsur yang dinamakan kadar. Besar atau kecilnya kadar dari masingmasing unsur dalam sebuah kata itulah yang akan menentukan makna sebuah kata. Kelima unsur itu adalah 1) Kadar bunyi. Setiap kata pasti dibentuk oleh bunyi. 2) Kadar arti dan pengertian. Setiap bunyi yang dihsilkan oleh alat ucap manusia mempunyai arti apabila bunyi itu berfungsi sebagai tanda untuk sesuatu dan dimiliki oleh sekelompok orang yang konvensi. 3) Kadar tugas. Bunyi yang diucapkan mempunyai tugas untuk menimbulkan kontak dengan orang lain karena menangkap acuan yang sama dalam angan dan kata itu bertugas menghadirkan kata lain yang berhubungan dekat dengan acuan tadi. 4) Kadar rasa adalah unsur bunyi, arti, dan tugas dalam sebuah kata mempunyai hubungan erat dengan perasaan dengan setiap yang memilikinya. 5) Kadar asosiasi mempunyai fungsi dan pengaruh sangat penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan intelegensi manusia.kecepatan bernalar, kelogisan 32

berpikir, dan ketejaman analisis ternyata sangat ditentukan oleh kemampuan menggunakan kekuatan unsur asosiasi (Sanga, 2008:23-26). Ogden and Richards (dalam Reteg, 2002:107) mengemukakan, bahwa konsep makna dapat digambarkan dalam bagan berupa segitiga, seperti tergambar di bawah ini. Reference

Symbol ------------------------------ Referent Ketiga unsur terdapat dalam diagram segi tiga yaitu symbol, reference, dan referent merupakan tiga komponen makna. Unsur yang pertama adalah symbol atau lambang merupakan bunyi ujaran yang berupa kata yang menempati titik kiri bagian bawah. Unsur kedua, adalah reference atau referensi merupakan bayangan atau citra, terletak pada pikiran penutur bahasa, yang berada pada titik atas. Referensi ini mengacu kepada unsur atau peristiwa yang dibicarakan.Unsur ketiga, adalah referent merupakan benda atau hal yang diacu. Referent berada pada titik kanan bawah.Dalam konsep makna ini symbol atau kata tidak memiliki hubungan langsung dengan referent yang diacu, sebagaimana terlihat adanya garis putus-putus yang menghubungkan symbol dengan referent. Setiap kata dalam bahasa Sabu memiliki makna, baik itu kata dasar maupun kata yang telah mengalami proses morfologis. Kata-kata yang 33

telah mengalami proses morfologis pasti mengalami perubahan makna. Perubahan makna itu bisa secara gramatis dan non-gramatis. Secara gramatis proses morfologis kata dalam bahasa Sabu ada 3 yaitu 1) afiksasi, 2) reduplikasi, 3) kompositum atau pemajemukan. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan menjelaskan makna kata yang mengalami perubahan makna akibat proses afiksasi.

1. Makna gramatikal prefiks {pe-}. Contoh : 15) Ama pengae Ayah menyuap Ayah meyuap adik ari. adik.

16) Ama pengaa dou do djagga ammu. Ayah memberi makan orang yang kerja rumah. Ayah memberi makan orang yang kerja rumah Bentuk turunan kata pengae dan pengaa berasal dari kata nga a yang dilekatkan prefiks { pe-}.Prefiks {pe-} pada kata pengae bermakna memberi makan untuk seorang saja sedangkanpengaa bermakna memberi makan untuk orang banyak. 17) Ani pengino ari. Ani meminumkan adik. Ani meminumkan adik 18) Welem Welem penginu dou meminumkan orang 34 lowe. banyak

Welem meminumkan orang banyak. Bentuk turunan kata penginudan penginoberasal dari kata nginu yang dilekatkan prefiks {pe-}. Kata nginuadalah pekerjaan yang dilakukan untuk diri sendiri sedangkan kata pengino pekerjaan yang dilakukan untuk seorang saja dan kata penginu dilakukan untuk orang banyak. 19) Ro hei do petuku pa Mereka sedang saling lempar di Mereka sedang saling lempar di rumah. ammu. rumah. pekerjaan yang

20) Yuli nga Ana hei do pedhaba pa Yuli dan Ana sedang saling pukul di Yuli dan Ana sedang saling pukul di laut.

dahi. laut.

Bentuk turunan petuku dan pedhaba berasal dari kata tuku dan kata dhaba yang dilekatkan prefiks {pe-}.Prefiks {pe-} pada kata petuku memiliki makna saling lempar dan kata pedhaba memiliki makna saling pukul. 21) Andi pehae paji pa Andi menaikkan bendera di Andi menaikkan bendera di sekolah. hekola. sekolah.

22) Aa pepure ari ti kelaga. Kakak menurunkan adik dari balai-balai. Kakak menurunkan adik dari balai-balai. 23) Toni Toni pepuru menurunkan bhara barang 35 ti dari oto. oto.

Toni menurunkan barang dari oto Bentuk turunan pehae , pepure, dan pepuru berasal dari kata dasar hae dan puru yang dilekatkan prefiks {pe-}. Prefiks {pe-} pada kata pehae memiliki makna menaikkan sedangkan kata pepure memiliki makna menurunkan kalau itu manusia dan kata pepuru memiliki makna menurunkan kalau itu barang. 24) Uce perai tebo hekola. Uce mengotori tembok sekolah. Uce mengotori tembok sekolah. 25) Ina heido pemaddi luawangngu. Ibu sedang menghitamkan benang. Ibu sedang menghitamkan benang. 26) Ama heido pemola Ayah sedang meluruskan Ayah sedang meluruskan besi. bhehi. besi.

Bentuk turunan pemaddi dan pemola berasal dari kata dasar maddi dan mola yang dilekatakan prefiks {pe-}. Prefiks {pe-} pada kata pemaddi memiliki makna menghitamkan (membuat jadi hitam) dan pemola memiliki makna meluruskan (membuat jadi lurus). 1. Makna Gramatikal Prefiks {he-}. Contoh : 27) Banni nga Yanti bei heammu. Banni dan Yanti tidur serumah. Banni dan Yanti tidur serumah (satu rumah). 36

28) Ama nga ina nga,a hepiri. Ama dan ina makan sepiring. Ayah dan ibu makan sepiring (satu piring). 29) No nginu kowi hegela. Dia minum kopi segelas (satu gelas). Dia minum kopi segelas (satu gelas). Bentuk kata turunan heammu dan hegela berasal dari kata dasar ammu dan gela yang dilekatkan prefiks {he-}. Prefiks {he-} pada kata heammu memiliki makna satu rumah dan kata hegela memiliki makna satu gelas. 30) Wempi aggo heatta we ne dari. Wempi ambil sepotong saja itu tali. Wempi mengambil sepotong saja tali itu. 31) Toni bei herammi we Toni tidur semalam saja Toni tidur semalam di rumahku. pa di ammu rumah yaa. saya.

Bentuk kata turunan heatta dan herammi berasal dari kata dasar atta dan rammi yang dilekatkan prefiks {he-}. Kata heatta memiliki makna satu potong dan semalam memiliki makna satu malam.

32) Ana ngaka heido hemuhi huhu pa keraha ammu. Anak anjing sedang menghisap susu di samping rumah. Anak anjing sedang menghisap susu di belakang rumah.

37

Bentuk kata turunan hemuhi berasal dari kata dasar muhi yang dilekatkan prefiks {he-} .Prefiks {he-} pada kata hemuhi memiliki makna sedang melakukan pekerjaan. 2. Makna Gramatikal Prefiks {ke-} Contoh : 33) Yanti ana kedhue ri ina nga ama yaa. Yanti anak kedua dari ibu dan ayah saya. Yanti anak kedua dari ibu dan ayahku. 34) Alle tamade ama ro, pa lodho ketallu Sesudah meninggal ayah mereka, pada hari ketiga metana anake Yuli. melahir anaklah Yuli. Sesudah ayah mereka meninggal, pada hari ketiga Yuli melahirkan Bentuk kata turunan kedhue dan ketallu berasal dari kata dasar dhue dan tallu dilekatkan prefiks {ke-}. Prefiks {ke-} pada kata kedhue dan ketallu memiliki makna yang menyatakan numeralia tingkatan.

3. Makna Gramatikal Prefiks {ta-} Contoh : 35) Yanto tangaa koki pa ammu Yanto mau makan kue di rumah Yanto mau makan kue di rumah Uli. 36) Evi Evi tawalli kenana mau beli sirih wie ina. untuk ibu. 38 Uli. Uli.

Evi mau beli sirih untuk ibu. Bentuk kata turunan tangaa dan tawalli berasal dari kata dasar ngaa dan walli dilekatkan prefiks {ta-}. Prefiks {ta-} pada kata tangaa dan tawalli memiliki makna tindakan yang belum dilakukan.

IV PENUTUP 4.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa bahasa Sabu memiliki: 1. Afiks yaitu berupa prefiks {pe-, he-, ke-, dan ta-}. 2. Kaidah pembentukan kata dengan afiks dalam bahasa Sabu adalah dengan menggunakan teori Morfologi Generatif model Halle (1993) yang sudah dimodifikasikan oleh Dardjowidjoyo (1980). Unsurunsur pembentuk kata itu adalah sebagai berikut. Daftar Morfem yang memuat unsur pembentuk kata berupa bentuk dasar bebas dan afiks. 1. Bentuk dasar bebas terdiri atas : a. Kata dasar nomina yaitu nomina insan, nomina binatang, nomina tumbuhan, dan nomina alat. b. Kata dasar verba yaitu verba keadaan, verba proses, verba tindakan, dan verba pengalaman. c. Kata dasar adjektiva terdiri atas :

39

1. Adjektiva kualitatif yaitu adjektiva ukuran, adjektiva warna, adjektiva sikap batin, dan adjektiva cerapan. 2. Adjektiva klasifikatoris. d. Kata dasar numeralia 2. Bentuk dasar terikat berupa afiks yaitu prefiks {pe-, he-, ke-, ta-}

A. Kaidah Pembentukan Kata adalah komponen proses pembentukan kata turunan. Proses Pembentukan Kata dengan afiks dalam bahasa Sabu hanya berupa prefiks yaitu : 1. Prefiks {pe-} Contoh : {pe-} + rai kotor {pe-} + puruturun perai mengotori pepurumenurunkan {pe-}+ tuku lempar petuku saling lempar {pe-} + maddihitam pemaddimembuat jadi hitam 2. Prefiks {he-} Contoh: {he-}+ attapotong {he-}+ ammurumah {he-}+ arru periuk {he-}+ muhihisap 3. Prefiks {ke-} Contoh: {ke-} + dhue dua {ke-}+ tallutiga {ke-} + appaempat 40 kedhuekedua ketalluketiga keappakeempat heattasatu potong heammusatu rumah hearrusatu periuk hemuhimenghisap

4. Prefiks {ta-} Contoh: {ta-}+ wallibeli {ta-}+ kakojalan {ta-}+ ngaamakan {ta-}+nginuminum tawallimau beli takakomau jalan tangaamau makan tanginumau minum

3. Komponen ketiga, yaitu komponen saringan atau penapis berfungsi menyaring bentuk bentuk kata turunan yang dihasilkan oleh APK. Kata turunan bahasa Sabu yang berterima langsung menuju ke komponen kamus, sedangkan kata turunan yang tidak berterima tertahan dalam komponen saringan. Bentuk kata turunan bahasa Sabu yang tertahan dalam saringan seperti *hekii,* hewela, *heajhu,dan *hetudhi. 4. Komponen keempat, yaitu kamus yang menampung kata, baik kata asal maupun kata turunan yang diproses dari APK, seperti rai kotor ,nginu minum, tukulempar, ammu rumah, dhuedua, wallibeli, perai mengotori, penginumemberi minum, petukusaling lempar, heammu satu rumah,kedhue kedua,dan tawallimau beli. 5. Afiks bahasa Sabu memiliki fungsi derivasional dan infleksional. a. Afiks yang memiliki fungsi derivasional yaitu prefiks {pe-} yang mentransformasikan adjektiva menjadi verba proses. b. Afiks yang memiliki fungsi derivasional yaitu prefiks {he-} yang mentransformasikan nomina menjadi numeralia.

41

c. Afiks yang memiliki fungsi derivasional yaitu prefiks {he-} yang mentransformasikan verba tindakan menjadi numeralia. d. Afiks yang memiliki fungsi infleksional yaitu prefiks {pe-} yang mentransformasikan verba tindakan menjadi menjadi verba tindakan yang menyatakan saling. e. Afiks yang memiliki fungsi infleksional yaitu prefiks {ke-} yang mentransformasikan numeralia menjadi numeralia tingkat.

f. Afiks yang memiliki fungsi infleksional yaitu prefiks {ta-} yang mentransformasikan verba tindakan menjadi verba tindakan yang berlangsung. 6. Makna afiks bahasa Sabu. a. Prefiks {pe-} memiliki makna tindakan yang menyatakan proses dan menyatakan saling. b. Prefiks {ke-} memiliki makna yang menyatakan urutan atau tingkatan seperti apa yang tersebut pada bentuk dasarnya. c. Prefiks {he-} memiliki makna menyatakan jumlah dan tindakan yang sedang berlangsung. d. Prefiks {ta-} memiliki makna tindakan yang belum dilakukan.

42

4.2 SARAN Penelitian mengenai morfologi bahasa Sabu sudah dilakukan oleh peneliti lain, khususnya penelitian mengenai afiksasi bahasa Sabu dengan menggunakan teori morfologi generatif adalah penelitian yang pertama. Karena itu penelitian ini bisa dipakai untuk melengkapi penelitianpenelitian terdahulunya. Penelitian ini juga dapat dipakai sebagai pelajaran muatan lokal di Sekolah Dasar di kabupaten Sabu Raijua untuk pengenalan materi afiksasi.

DAFTAR PUSTAKA Anom, I Gusti Ketut. 1995. Sistem Morfologi Verba dengan Afiks {N-. {-an/-in} dalam Bahasa Bali. Tesis Program S2 Linguistik, Universitas Udayana, Denpasar. Aronoff, Mark. 1976. Word Formation on Gererative Grammer. Cambridge: The MIT Press. Chomsky, M. 1965. Aspect of the Theory of Syntax. Cambridge, Massachuseets: The MIT Press. Dardjowidjojo, Soendjono. 1983. Beberapa Aspek Linguistik Indonesia. Jakarta: Djambatan. Dardjowidjojo, Soendjono. 1988. Morfologi Generatif: Teori dan Permasalahan, PELBA I 31-60. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atma Jaya. Halle, Moris. 1973. Prolegomena to a Theory of World Formation. Cambridge: The MIT Press. Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. 43

Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. (Edisi Ketiga). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Matthews, H. P. 1974. Morphology: An Introduction to the Theory of Word Structure. London University Press. Ratukoreh, Adriana.2006. Laporan Hasil Penelitian Bahasa Sabu. Kupang : Unit Pelaksana Teknis Dinas Bahasa Pendidikan Dan Kebudayaan Propinsi Nusa Tenggara Timur Reteg, I Nyoman. 2002. Afiksasi Bahasa Dawan Tesis Program Pascasarjana Universitas Udayana. Scalice, Sergio. 1984. Generative Morphology. Dordrixht: Faris Publication. Verhaar, J. W. M. 2008. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Wakidi, dkk. 1991. Fonologi, Formologi, Sintaksis, Bahasa Sabu Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Walker, T. Alan. 1982. A Grammar Of Sabu, dalam Nusa Universitas Atma Jaya, Volume 13 Jakarta : Universitas Atma Jaya.

44

Anda mungkin juga menyukai