Anda di halaman 1dari 32

COVER : Judul, Penyusun, Nama Institusi, Tahun TINGKAT IMUNITAS MASYARAKAT BANTARAN SUNGAI CILIWUNG HALAMAN ISI KATA

PENGANTAR (udah) DAFTAR ISI PENDAHULUAN : Latar Belakang (udah) Metode Pengumpulan & Pengolahan Data (udah) Ringkasan isi

PEMBAHASAN :

Pembahasan Teori Analisis Temuan Informasi Data

PENUTUP

Kesimpulan Saran / rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

TINGKAT IMUNITAS MASYARAKAT

BANTARAN SUNGAI CILIWUNG


Disusun oleh :

Kelompok 2
Achmad Mauluddin / 1006719646 Eny Susanti / 1006719886 Puti Lenggogeni / 1006720276 Ridwansyah / 1006678352 Sevtimiarna Fisa / 1006778384 Suci Prawita Asri / 1006778390 Tiara Yulianty / 1006778415 Tari Sarastuti / 1006778402 Zahra Sativani / 1006778491

UNIVERSITAS INDONESIA FISIOTERAPI 2010

KATA PENGANTAR Segala puji penulis sanjungkan hanya kepada Allah SWT Zat Yang Maha Kekal, karena telah berkenan memberikan Karunia dan Ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya tulis yang berjudul Tingkat Imunitas Masyarakat Bantaran Sungai Ciliwung. Tingkat imunitas setiap individu yang hidup dan tinggal di bantaran sungai dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Kemiskinan dan budaya hidup sehat menjadi salah satu contoh faktor ekstrinsik yang dapat mempengaruhi tingkat imunitas masyarakat. Hal inilah yang menjadi alasan penulis mengadakan penelitian. Dalam pembuatan karya tulis ini, banyak kesulitan yang penulis alami. Namun berkat bimbingan dan bantuan dari semua pihak akhirnya karya tulis ini dapat selesai tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan karya tulis ini, khususnya kepada Bapak Aidin Tentramin, Masyarakat daerah Pulogebang dan Jatinegara, dan lain-lain. Tak ada gading yang tak retak. Begitu pula dengan karya tulis yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran agar karya tulis ini menjadi lebih baik serta berdaya guna di masa yang akan datang.

Jakarta, November 2010

Penulis

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

I.1

LATAR BELAKANG Masalah kepadatan, kemiskinan dan kesehatan penduduk menjadi

problematika pemerintah pusat maupun daerah belakangan ini.

Masyarakat

menengah ke bawah lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan dasar hidup dan mengesampingkan masalah kesehatan. Imunitas sebagai dasar penentu kesehatan menjadi faktor utama yang patut dipertanyakan. Tingkat urbanisasi di Jakarta yang meningkat setiap tahunnya juga mempengaruhi penanggulangan penurunan imunitas di Jakarta khususnya warga miskin yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung. Keberadaan instansi medis terkait belum tentu menjamin penurunan masalah penyakit sistem imun di kalangan masyarakat tersebut. Posyandu yang menjadi media terdekat ternyata belum sepenuhnya berjalan dengan baik (jam buka terbatas dan hanya waktu tertentu), sedangkan Puskesmas masih meminta bayaran pelayanan jasa tak terkecuali bagi warga miskin. Hal tersebut bertambah parah karena mereka kurang informasi dan penjelasan dari instansi terkait serta faktor pasrah yang harus dihadapi. Para ibu bisa dikatakan masih sulit diajak untuk mengimunisasi anak

mereka. Padahal, imunisasi berperan penting untuk kekebalan tubuh supaya tidak rentan terhadap berbagai penyakit. Upaya memberi pemahaman mengenai pentingnya imunisasi dan datang ke posyandu setiap bulan seperti tak berbekas. Alasan yang dilontarkan para ibu bermacam-macam seperti takut suhu badan anak panas atau rewel setelah diimunisasi. Bahkan tak jarang para petugas media menemukan warga yang sama sekali tidak bisa disentuh walaupun sudah diberi pemahaman apapun atau oleh siapa pun, mereka tetap bergeming. Masalah penurunan tingkat imunitas warga ekonomi bawah juga dipengaruhi oleh sistem sanitasi buruk dan terbatasnya sumber air bersih di kota-kota besar. Banyak warga di bantaran Sungai Ciliwung yang mengeluhkan sistem penyediaan air bersih yang tidak terjangkau oleh mereka akibat mahalnya harga. Alhasil mereka terpaksa menggunakan air sungai yang sudah tercemar untuk aktivitas kehidupan sehari-hari seperti MCK, makan dan minum. Tidak heran banyak anak balita maupun batita terserang diare, campak, cacar, polio bahkan tak ayal angka kematian akibat penyakit tersebut semakin meningkat. Tercemarnya air sungai juga diakibatkan ulah

para penduduk peri-urban yang kurang pendidikan dan hanya mengandalkan keminiman ketersediaan lahan. Mereka mengalihfungsikan bantaran sungai sebagai pemukiman liar padat penduduk dan menjadikannya sebagai tempat pembuangan sampah. Sungai yang seharusnya dapat dijadikan sumber alternatif pencari nafkah sama sekali tidak bermanfaat. Sepanjang aliran dapat dilihat sampah menggunung, air yang menghitam bahkan dari jauh telah tercium aroma yang tidak sedap. Pemandangan seperti itulah yang menjadi halaman belakang mereka. Herannya dengan mudah dijumpai anak-anak yang bermain-main disepanjang aliran, orang tua seakan acuh terhadap keselamatan dan kesehatan anak-anaknya.

I.2

METODE PENGUMPULAN & PENGOLAHAN DATA Karya tulis ini disusun dengan menggunakan metode studi kepustakaan dan studi lapangan dengan korespondensi masyarakat daerah Pulogebang dan Jatinegara guna mengetahui secara langsung tingkat imunitas masyarakat menengah ke bawah yang hidup dan tinggal di bantaran sungai Ciliwung. Studi lapangan berupa wawancara dengan beberapa keluarga dalam satu Rukun Warga* (RW) serta tokoh masyarakat setempat. Data yang terkumpul tersaji dalam bentuk bagan serta kami jadikan sebagai acuan penulisan studi kepustakaaan.

I.3

RINGKASAN ISI Imunitas menjadi faktor yang sangat penting dalam proses pertahanan tubuh dari berbagai penyakit. Dengan mengukur sistem imun (dalam hal ini jumlah leukosit) dalam tubuh dapat diketahui resiko individu terjangkit suatu penyakit. Perilaku kehidupan individu menjadi faktor utama yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh. Perilaku apa saja yang dapat berdampak buruk terhadap tingkat imunitas tubuh ? Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi imunitas tubuh ? Bagaimana solusi penanggulangannya ? Perlu diketahui, tingkat imunitas setiap individu pasti berbeda. Imunitas individu dapat terbentuk secara alami maupun buatan. Secara alami dibentuk ketika seseorang mengidap suatu penyakit maka tubuh akan membentuk sistem pertahanan dan didapat melalui asupan ASI eksklusif. Imunisasi adalah cara mendapatkan imunitas secara buatan. Anggapan bahwa imunitas hanya dapat diberikan ketika usia dini adalah salah. Ternyata imunitas seseorang masih bisa dibentuk sampai individu dewasa. Ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan imunitas tubuh, yaitu faktor intrinsik

dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berhubungan dengan jumlah gizi yang masuk dalam tubuh, sedangkan ekstrinsik meliputi kondisi lingkungan tempat tinggal, pola dan kebiasaan hidup. Lalu pertanyaannya sekarang bagaimana imunitas warga miskin yang hidup dan menetap di daerah bantaran sungai yang telah tercemar ?

Mungkinkah mereka rentan terhadap paparan penyakit atau malah pencemaran membuat mereka lebih kebal terhadap penyakit ? Kemiskinan selalu ada di sekitar kita dan tidak dapat dipisahkan dari masalah kesehatan. Setiap individu memiliki hak yang sama untuk sehat dan hidup di lingkungan sehat. Untuk itu diperlukan pondasi yang kuat dalam menunjang hal tersebut. Imunitas adalah hal pertama yang patut dipertanyakan dalam proses peningkatan kesehatan di kalangan masyarakat pemukiman kumuh. Program imunisasi yang digadang-gadang pemerintah seharusnya dapat menurunkan tingkat kematian balita maupun batita akibat penyakit yang menyerang sistem imun seperti diare, campak, polio, cacar dan lain-lain. Namun program Pekan Imunisasi Nasional yang selama ini diselenggarakan melalui Posyandu tidak berjalan efektif. Banyak warga ekonomi rendah khususnya masih malas meng-imunisasi anak-anaknya. Terbukti dari minimnya pengetahuan para ibu tentang hal-hal yang berkaitan dengan imunitas tubuh. Mereka sering menolak ajakan petugas medis untuk datang ke Posyandu. Hal-hal semacam itu nyata dan jelas ada di lingkungan sekitar kita sedangkan pemerintah pusat hanya bisa melihat dari layar kaca dan jarang untuk terjun langsung ke lapangan. Rakyat membutuhkan perhatian sedangkan petugas medis butuh bantuan untuk mencapai goal jangka panjang ini. Jika ada keserasian maka tingkat imunitas warga bantaran sungai tidak perlu dikhawatirkan lagi.

BAB II PEMBAHASAN II.1 PEMBAHASAN TEORI Definisi Imunitas Imunitas adalah kekebalan terhadap penyakit, terutama penyakit infeksi. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogen dan memiliki cara baru agar dapat menginfeksi organisme. Sistem imun adalah semua hal yang berperan dalam proses imunitas seperti sel, protein, antibodi dan sitokin / kemokin.

Fungsi utama sistem imunitas adalah pertahanan terhadap infeksi mikroba, walaupun substansi non infeksious juga dapat meningkatkan kerja sistem imun. Respon imunitas adalah proses pertahanan tubuh terhadap semua bahan asing, yang terdiri dari sistem imunitas non spesifik dan spesifik. Bentuk Pertahanan Tubuh (Sistem Imunitas) Pada Manusia

Gangguan pada imunitas Kegagalan pertahanan dapat muncul, dan jatuh pada tiga kategori: defisiensi imun, autoimunitas, dan hipersensitivitas.

1. Defisiensi imun Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem imun tidak aktif. Kemampuan sistem imun untuk merespon patogen berkurang pada baik golongan muda dan golongan tua, dengan respon imun mulai berkurang pada usia sekitar 50 tahun. Di negara-negara berkembang, obesitas, penggunaan alkohol dan narkoba adalah akibat paling umum dari fungsi imun yang buruk. Namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan defisiensi imun di negara berkembang. Diet yang keliru yang bisa mengakibatkan kekurangan protein , tentu saja dapat mengakibatkan gangguan imunitas selular, fungsi fagosit, konsentrasi antibodi. Defisiensi nutrisi seperti zinc, selenium, zat besi, tembaga, vitamin A, C, E, dan B6, dan asam folik (vitamin B9) juga mengurangi respon imun. 2. Autoimunitas Respon imun yang terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri dan bukan diri sendiri, dan menyerang bagian dari tubuh. Dibawah keadaan sekitar yang normal, banyak sel T dan antibodi bereaksi dengan peptid sendiri. Satu fungsi sel (terletak di thymus dan sumsum tulang) adalah untuk memunculkan limfosit muda dengan antigen sendiri yang diproduksi pada tubuh dan untuk membunuh sel tersebut yang dianggap antigen sendiri, mencegah autoimunitas. 3. Hipersensitivitas Hipersensitivitas adalah respon imun yang berlebihan yang dapat merusak jaringan tubuh sendiri. Mereka terbagi menjadi empat kelas (tipe I IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi hipersensitif. Tipe I hipersensitivitas sebagai reaksi segera atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi. Gejala dapat bervariasi dari ketidaknyamanan sampai kematian.

Hipersensitivitas tipe I ditengahi oleh IgE yang dikeluarkan dari mastosit dan basofil. Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi melilit pada antigen sel pasien, menandai mereka untuk penghancuran. Hal ini juga disebut hipersensitivitas sitotoksik, dan ditengahi oleh antibodi IgG dan IgM. Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi IgG dan IgM) ada pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi hipersensitivitas tipe III. Hipersensitivitas tipe IV (juga

diketahui sebagai selular) biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta dalam contact dermatitis. Reaksi tersebut ditengahi oleh sel T, monosit. Imunitas dapat diperoleh secara buatan melalui program imunisasi maupun pemberian ASI eksklusif. Hal ini sangat penting dalam menentukan dan merawat tingkat kesehatan individu sedini mungkin. Posyandu sebagai sarana medis terdekat bertugas memacu peningkatan imunitas tubuh anak. Melalui program imunisasi dasarnya diharapkan tercapainya Indonesia Sehat di masa yang akan datang. Ada lima program dasar imunisasi yaitu, BCG, DPT, POLIO, CAMPAK dan HEPATITIS. Program Imunisasi Dasar 1. Imunisasi BCG Imunisasi BCG termasuk salah satu dari 5 imunisasi yang diwajibkan. Ketahanan terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercel bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ke dalam tubuh, alias vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin). munisasi BCG wajib diberikan, seperti diketahui, Indonesia termasuk negara endemis TB dan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia. TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah bertambah, sulitmakan, mudah sakit, batuk berulang, demam, berkeringat di malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara 8-12 minggu. Jumlah Pemberian Imunisasi BCG

Cukup 1 kali saja, tak perlu diulang (booster). Sebab vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, sehingga memerlukan pengulangan. Usia Pemberian Imunisasi BCG

Dibawah usia 2 bulan. Jika baru diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycrobacterium tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil

tesnya negatif. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera setelah lahir si kecil diimunisasikan BCG 2. Imunisasi DPT Dalam usia setahun, imunisasi DPT dilakukan 3 kali, yaitu DPT I, II, dan III sebagai imunisasi dasar. Berhasil-tidaknya imunisasi itu tidak bisa dilihat dari sekali suntik saja, melainkan setelah 3 kali. Lagi pula, tak ada vaksin yang bisa 100 persen melindungi atau menimbulkan kekebalan. DPT misalnya, punya daya lindung sekitar 80-90 persen. Jadi masih ada 10-20 persen yang tak terlindung. Di sisi lain, bukan berarti jika imunisasi DPT I tidak menimbulkan demam lalu harus segera diulang lagi. Pengulangan baru bisa dilakukan sekurang-kurangnya 1 tahun sejak pemberian terakhir DPT dasar. Jadi, tetap harus melewati tahap DPT II dan III dulu. Baru kemudian di usia antara 18 bulan sampai 2 tahun, diberi DPT IV. Lalu DPT V di usia 5 tahun. Pengulangan imunisasi DPT diperlukan untuk memperbaiki daya tahan tubuh yang mungkin menurun setelah sekian lama. Karena itu mestii diperkuat lagi dengan pengulangan pemberian vaksin (booster). Kalau sudah dilakukan 5 kali suntikan DPT, maka biasanya dianggap sudah cukup. Namun di usia 12 tahun, seorang anak biasanya mendapat lagi suntikan DT atau TT (tanpa P/Pertusis) di sekolahnya. Di atas usia 5 tahun, penyakit pertusis jarang sekali terjadi dan dianggap bukan masalah. Jadi, suntikan P tak perlu diberikan lagi. Adakah pengaruh buruk bila tak diberi vaksin DPT ulangan? Tentu. Pada saat daya tahan tubuh menurun, kemungkinan terkena penyakit DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus) lebih besar. Berapa lama anak demam akibat imunisasi? Berapa kisaran suhu panasnya dan bagaimana mengatasinya? Biasanya 1-2 hari. Malah kadang cuma sehari. Panas tubuh pada setiap anak tidak sama karena daya tahan masing-masing tubuhnya berbeda. Jadi, reaksinya berlainan dan sangat individual. Apalagi setelah suntikan pertama, ada yang sekadar hangat, ada juga yang panas tinggi. Kisarannya di atas suhu normal 37,5 derajat Celcius sampai 40 derajat Celcius. Mengatasinya dengan obat penurun panas yang takarannya sesuai usia dan BB anak. Imunisasi DPT, Polio, Hepatitis, Campak dan BCG diwajibkan pemerintah lewat Program Pengembangan Imunisasi. Tujuannya untuk melindungi anak balita dari penyakit tersebut. Meski wajib, bayi diimunisasi atau tidak, tergantung pada

orang tuanya. Seperti halnya asuransi, jika ikut silakan, berarti ada perlindungan, jika tidak, berarti tak ada jaminan perlindungan. Apakah anak harus diimunisasi dengan urutan yang benar? Apa alasannya? Jelas harus. Karena itu dibuat urutan I hingga III. Ini berdasarkan angka seringnya kejadian penyakit tersebut di usia yang tertentu pula. Misalnya, vaksin DPT harus diberikan di usia 2, 3, dan 4 bulan, karena di usia itu penyakit sudah bisa berjangkit. Sesuai jadwal saja, tak bisa 100 persen melindungi anak. Misalnya, 3 kali suntikan imunisasi DPT, hanya bisa memberi perlindungan 90 persen. Jadi, jika hanya sekali saja dilakukan dan yang selebihnya tertunda, efek perlindungannya pun semakin kecil. Mungkin hanya 30 persen saja. Alhasil, kemungkinan terkena penyakitnya jadi cukup besar.Jadi, imunisasi tetap harus diberi sesuai jadwal. Tak ada istilah hangus.

3. Imunisasi Campak Campak adalah salah satu jenis penyakit yang mudah menular. Di negara berkembang, campak cenderung menyerang anak-anak berusia di bawah lima tahun. Sedangkan di negara maju, campak menyerang usia remaja hingga dewasa muda, terutama yang belum pernah diberikan imunisasi campak. Bagi anak yang bergizi baik dan sehat, tidak akan menjadi masalah bila terserang campak. Namun, bila campak menyerang anak-anak dengan gizi buruk, dapat berakibat fatal. Pencegahan penyakit campak yang paling efektif yaitu dengan cara pemberian imunisasi. Campak memang hanya menulari satu kali seumur hidup. Namun penyakit ini sangat berbahaya, karena dapat menimbulkan kematian. Penyakit campak yang bisa menyebabkan kematian yaitu apabila telah terjadi komplikasi, misalnya radang paru-paru dan radang otak. Bagi anak yang daya tahan tubuhnya sangat baik, bisa tidak pernah tertular penyakit campak.

4. Imunisasi Hepatitis Vaksinasi atau imunisasi adalah cara yang efektif untuk mencegah infeksi penyakit. Setelah imunisasi, tubuh akan menghasilkan antibodi atau zat kekebalan tubuh terhadap penyakit tersebut. Kini telah tersedia vaksinasi hepatitis A dan B. Imunisasi hepatitis A dapat diberikan pada anak anak usia antara 2 hingga 18 tahun, dan diberikan cukup 1 kali saja. Sedangkan untuk orang dewasa, dibutuhkan imunisasi ulang (booster) setelah 6 hingga 12 bulan imunisasi Pertama. Orang yang

telah mendapat ikmunisasi hepatitis A mempunyai kekebalan terhadap virus hepatitis A (VHA) selama 15 hingga 20 tahun, kecuali jika orang tersebut terinfeksi VHA antara 2 hingga 4 minggu setelah imunisasi. Hal ini disebabkan karena pada saat itu tubuh belum menghasilkan antibodi dalam jumlah cukup. Mereka yang perlu mendapat imunisasi hepatitis A Pekerja restoran atau yang biasa menangani makanan Remaja yang tinggal di asrama pelajar yang mengalami kontak erat dengan teman-temannya. Pekerja dan anak-anak pada tempat penitipan anak. Orang yang menderita penyakit hati menahun Pekerja laboratorium Imunisasi lengkap hepatitis B dapat mencegah infeksi virus hepatitis B (VHB) selama 15 tahun. Imunisasai hepatitis B diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi pertama dan kedua diberikan dalam jarak 1 bulan. Sedangkan imunisasi ketiga diberikan 5 bulan setelah imunisasi kedua. Pemberian imunisasi hepatitis B sebaiknya sedini mungkin yaitu saat bayi hendak pulang dari rumah bersalin. Bagi orang dewasa sebaiknya dilakukan pemeriksaan untuk melihat kadar anti HBs. Anti HBs adalah antibodi terhadap antigen permukaan VHB (HBs-Ag). Dengan begitu dapat dinilai apakan tubuh telah memiliki kekebalan terhadap hepatitis B atau tidak. Jika tubuh telah memiliki cukup kekebalan terhadap infeksi VHB maka imunisasi hepatitis B tidak diperliukan lagi. Namun pada kenyataannya pemeriksaan kadar anti-HBs lebih mahal daripada harga vaksin hepatitis B, dengan begitu bagi mereka yang beresiko tinggi tertular VHB imunisasi bisa langsung diberikan. Imunisasi hepatitis B sangat dianjurkan untuk kelompok orang berikut Bayi baru lahir Anak dan remaja yang belum mendapat imunisasi hepatitis B Keluarga yang salah satu anggota keluarganya terinfeksi virus hepatitis B Pekerja medis Pekerja laboratorium Penderita gangguan penyakit yang sering cuci darah atau mendapat transfusi darah. Pekerja seks Pengguna narkoba Pecinta tato

5. Imunisasi Polio Polio atau lengkapnya poliomelitis adalah suatu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat menyebabkan lumpuh pada kedua kaki. Walaupun dapat sembuh, penderita akan pincang seumur hidup karena virus ini membuat otot-otot lumpuh dan tetap kecil. Virus polio menyerang tanpa peringatan, merusak sistem saraf menimbulkan kelumpuhan permanen, biasanya pada kaki. Sejumlah besar penderita meninggal karena tidak dapat menggerakkan otot pernapasan. Ketika polio menyerang Amerika selama dasawarsa seusai Perang Dunia II, penyakit itu disebut momok semua orang tua, karena menjangkiti anak-anak terutama yang berumur di bawah lima tahun. Virus polio menular secara langsung melalui percikan ludah penderita atau makanan dan minuan yang dicemari. Tahun 1988, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mensahkan resolusi untuk menghapus polio sebelum tahun 2000. Pada saat itu masih terdapat sekitar 350 ribu kasus polio di seluruh dunia. Meskipun pada tahun 2000, polio belum terbasmi, tetapi jumlah kasusnya telah berkurang hingga di bawah 500. Polio tidak ada lagi di Asia Timur, Amerika Latin, Timur Tengah atau Eropa, tetapi masih terdapat di Nigeria, dan sejumlah kecil di India dan Pakistan. India telah melakukan usaha pemberantasan polio yang cukup sukses. Sedangkan di Nigeria, penyakit ini masih terus berjangkit karena pemerintah yang berkuasa mencurigai vaksin polio yang diberikan dapat mengurangi fertilitas dan menyebarkan HIV. Tahun 2004, pemerintah Nigeria meminta WHO untuk melakukan vaksinasi lagi setelah penyakit polio kembali menyebar ke seluruh Nigeria dan 10 negara tetangganya. Konflik internal dan perang saudara di Sudan dan Pantai Gading juga mempersulit pemberian vaksin polio. Meskipun banyak usaha telah dilakukan, pada tahun 2004 angka infeksi polio meningkat menjadi 1.185 di 17 negara dari 784 di 15 negara pada tahun 2003. Sebagian penderita berada di Asia dan 1.037 ada di Afrika. Nigeria memiliki 763 penderita, India 129, dan Sudan 112. Pada 5 Mei 2005, dilaporkan terjadi ledakan infeksi polio di Sukabumi akibat strain virus yang menyebabkan wabah di Nigeria. Virus ini diperkirakan terbawa dari Nigeria ke Arab dan sampai ke Indonesia melalui tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Arab atau orang yang bepergian ke Arab untuk haji atau hal lainnya.

ASI eksklusif dan Imunitas Tubuh Air susu ibu (ASI) sebagai makanan alamiah adalah makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya. Selain komposisinya yang sesuai untuk pertumbuhan bayi yang bisa berubah sesuai dengan kebutuhan pada setiap saat, ASI juga mengandung zat pelindung yang dapat menghindari bayi dari berbagai penyakit infeksi. Pemberian ASI juga mempunyai pengaruh emosional yang luar biasa yang mempengaruhi hubungan batin ibu dan anak dan perkembangan jiwa si anak. Pula terdapat hubungan yang bermakna antara menyusui dan penjarangan kelahiran, belum lagi lagi keuntungan ekonomis. Terlihat dari keterangan di atas bahwa ASI merupakan komponen yang esensial bagi kelangsungan hidup anak dan tumbuh kembang anak. Pemberian ASI ekslusif (exclusive breast feeding), yaitu hanya pemberian ASI saja amat penting untuk sedikitnya 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, yang kemudian diikuti dengan pemberian makanan tambahan, dan ASI selanjutnya masih dapat diteruskan sampai usia anak 2 tabun. Pada saat belakangan ini di Indonesia ibu-ibu yang memberikan ASI saja sampai 4-6 bulan ialah 36%. Berdasarkan Innocenti Declaration diharapkan pada tahun 1995 dapat dinaikkan menjadi 50-54%. Pada pencanangan Gerakan Nasional ASI yang dilakukan pada peringatan Hari IBU tahun 1990 (22 Desember 1990), dianjurkan oleh Bapak Presiden Soeharto agar ibu-ibu, paling tidak agar menyusui bayinya selama 4-6 bulan dan juga bahkan agar kaum ibu yang mempeloporinya, seperti tulisan Bapak Presiden "Dengan ASI ibu mempelopori Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia". Aspek-aspek ASI dalam tumbuh kembang anak 1. Aspek gizi ASI dalam tumbuh kembang anak Asi mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan serta perkembangan bayi dan anak, mencegah teIjadinya keadaan gizi salah (marasmus, kelebihan makan dan obesitas). Problem kesulitan pemberian makanan bayi jauh lebih sedikit daripada bayi yang mendapat formula buatan. Selain ASI juga mengandung zat-zat yang dapat melindungi bayi terhadap penyakit infeksi seperti diare.

2. Aspek kesehatan (gastrointestinal, imunologis) pada tumbuh kembang bayi dan anak serta manfaatnya.

Penyebab gagal tumbuh pada kelainan gastrointestinal adalah kurangnya masukan kalori, kehilangan kalori terlalu banyak akibat muntah, gangguan pencernaan dan penyerapan (maldgesti dan malabsorsbi), dan diare kronik. Manfaat ASI pada kelainan gastrointestinal terutama disebabkan adanya faktor peningkatan pertumbuhan sel usus (intestian cell growth promoting factor), faktor-faktor perlindungan berupa zat-zat imumologi atau anti infeksi sehingga vili dinding usus cepat mengalami penyembuhan (setelah rusak karena diare), diare cepat berhenti akibatnya pertumbuhan dan perkembangan anak kembali normal seperti semula.

Air Susu Ibu dalam Mencegah Penyakit ASI telah terbukti sangat bermanfaat dalam mencegah berbagai penyakit seperti : 1. Infeksi saluran cerna baik akut maupun kronik 2. Infeksi saluran cerna lainnya 3. Infeksi saluran nafas 4. Mengandung anti-virus dan anti-bakteri 5. Faktor anti-parasit

Faktor Protektif yang Terdapat di Dalam ASI Tabel 1 Jenis Faktor Kekebalan Lactobacillus bifidus Anti-Stafilokok IgA sekresi dan Ig lainnya Khasiatnya Menghambat pertumbuhan bakteri patogen Menghambat pertumbuhan staphylokok Melindungi tubuh terhadap infeksi saluran makanan dan saluran pencernaan C3 dan C4 C3 mempunyai daya opsonik, kemotaktik dan anafilatoksik Lisozym Latoperoksidase Sel darah putih (leukosit) Menghancurkan sel dinding bakteri Membunuh streptokok Fagositosis, menghasilkan SigA, C3 dan C4 dan laktoperoksidase ferrin Latoferin Membunuh kuman dengan jalan mengubah ion zat besi (Fe)

Imunitas humoral Secara elektroforetik, kromatografik dan radio immuno assay telah terbukti bahwa ASI terutama kolostrum mengandung imunoglobulin SIgA. SIgA ini tahan terhadap enzym proteolitik dalam saluran cerna dan membentuk lapisan dipermukaan mukosa usus sehingga mencegah bakteri patogen dan enterovirus untuk masuk. Imunitas selular ASI mengandung sel, 90% sel dalam ASI terdiri dari makrofag. Fungsi makrofag adalah membunuh dan memfagositosis mokro-organisme, membentuk C3 dan C4 serta lisozim dan laktoferin. Sepuluh persen lagi terdiri dari limfosit T dan B.

Pola pemberian ASI/makanan pendamping (MP-ASI) yang dianjurkan DEPKES seperti terlihat pada tabel berikut: Tabel 2 Pola Pemberian ASI / MP-ASI Golongan Umur (Bulan) 24 46 6 12 12 - 24 ASI Makanan Lumat MP ASI Makanan Lembik Makanan Keluarga

Imunisasi dan Kasusnya Masalah kematian akibat campak di dunia pada tahun 2002 sebanyak 777.000 di antaranya 202.000 berasal dari Negara ASEAN, dan 15% dari kematian campak tersebut berasal dari Indonesia. Diperkirakan 30.000 anak Indonesia meninggal tiap tahunnya disebabkan komplikasi campak, artinya 1 anak meninggal tiap 20 menit karena setiap tahunnya lebih dari 1 juta anak Indonesia belum terimunisasi campak. Campak salah satu Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dan merupakan salah satu penyebab kematian anak di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5 % pada anak balita adalah akibat PD3I. Salah satu upaya yang efektif untuk menekan angka

kesakitan dan kematian bayi dan balita adalah dengan imunisasi, sedangkan upaya imunisasi akan efektif bila cakupan dan kualitasnya sudah optimal. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI Dr.Ratna Rosita Hendardji, MPHM saat kampanye imunisasi campak dan polio di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, 6 Oktober 2010. Sesjen menjelaskan program Imunisasi rutin campak di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1984 dengan kebijakan memberi 1 dosis pada bayi usia 9 bulan. Pada awal pelaksanaan tahun 1984 cakupan campak sebesar 12,7%, kemudian meningkat sampai 85,4% pada tahun 1990 dan bertahan sampai 91,8 % pada tahun 2004. Namun demikian dengan mempertimbangkan serokonversi (perkembangan antibodi yang dapat dideteksi pada mikroorganisme dalam serum sebagai akibat dari infeksi atau imunisasi) rate 85% pada bayi umur 9 bulan, cakupan Imunisasi campak sebesar 91,8% pada tahun 2004 hanya dapat melindungi sekitar 76,5 % bayi, sisanya sebesar 23,5 % masuk dalam kelompok rentan campak. Kelompok rentan ini akan terus terakumulasi yang berisiko mengakibatkan KLB Campak, karenanya diperlukan intervensi imunisasi tambahan campak pada anak balita, ujar Sesjen. Menurut Sesjen, sesuai dengan kajian Depkes RI bersama Technical Advisory Group (TAG)/Komite Ahli Imunisasi Idonesia, WHO dan UNICEF terhadap upaya pengendalian penyakit campak yang didasarkan pada data epidemiologis, akumulasi anak balita tidak mendapatkan imunisasi dan anak-anak yang tidak mendapatkan kekebalan setelah pemberian satu dosis campak karena beberapa faktor diantaranya rendahnya imunisasi rutin maupun imunisasi tambahan yang dilakukan sebelumnya (2005-2007). Untuk itu Kampanye Imunisasi Campak dan polio di Indonesia dilaksanakan secara bertahap selama tahun 2009 2011 yang telah dituangkan melalui SK Menteri Kesehatan Nomor 143/Menkes/SK/VI/2009 tentang Penyelenggaraan Kampanye Campak dan Polio Tambahan secara bertahap tahun 2009-2011, yaitu: Tahap pertama, tahun 2009 dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 di 3 provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara dan Maluku Utara. Tahap kedua, Tahun 2010, dilaksanakan pada bulan Oktober di 11 Provinsi yaitu Maluku, Papua Barat, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,

Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur dan Banten; Tahap ketiga, Tahun 2011 akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 di 14 provinsi: Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Papua. Dikutip dari Harian Koran Jakarta Edisi Cetak 886 Di dunia, hingga sekarang, angka kematian bayi masih tinggi. Setiap tahun, setidaknya terdapat 1,4 juta bayi meninggal karena penyakit infeksi yang ditularkan oleh virus dan bakteri. Indonesia selalu menempati peringkat 10 besar soal kesehatan. Menurut catatan Unicef, setiap tahun, 30 ribu hingga 340 ribu anak meninggal karena serangan penyakit campak. Kementerian Kesehatan mencatat angka kematian balita (AKB) 34 per 1.000 kelahiran hidup. Bandingkan dengan Malaysia dan Singapura yang AKB-nya hanya 10 per 1.000 kelahiran hidup dan 5 per 1.000 kelahiran hidup. Di Indonesia, saat ini, setiap 3,1 menit, satu bayi meninggal karena infeksi penyakit, dan setiap 2 menit, satu anak balita meninggal karena infeksi penyakit. Pneumonia menjadi penyebab kematian 23 persen anak, diare 13 persen, dan demam tifoid 11 persen. Campak yang menjadi parah karena faktor kekurangan gizi juga merupakan penyebab kematian pada anak balita. Menurut IGN Gde Ranuh, guru besar emeritus Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, kematian balita bisa terjadi karena, meski telah dilakukan imunisasi dan berhasil hidup hingga tahun berikutnya, ternyata kondisi anak-anak Indonesia masih lemah. Mereka banyak mengalami kekurangan gizi, anemia, kekurangan yodium, dan sebagainya. Tentu saja angka tadi bukanlah hal yang menggembirakan bagi kesehatan anak Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 memberikan kepada anak hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, serta hak mendapatkan perlindungan dan mendapatkan pelayanan kesehatan. Imunisasi adalah salah satu bentuk perlindungan yang diberikan orang tua kepada anak. Imunisasi sangat berguna untuk mencegah penyakit dan mengatasi kematian bayi akibat penyakit infeksi. Imunisasi

teruji mengatasi kematian anak dan mencegah kecacatan serta menurunnya kualitas hidup karena kecacatan yang ditimbulkan oleh penyakit itu. Sri Rezeki Hadinegoro, Ketua Satuan Tugas Imunisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), mengatakan imunisasi melalui vaksinasi merupakan tindakan memberikan vaksin untuk merangsang pembentukan imunitas secara aktif pada tubuh seseorang sehingga diperoleh kekebalan aktif. Tujuannya mencegah penyakit pada seseorang dan kelompok orang, ujarnya. Sri mengatakan imunisasi terbukti mampu mengurangi angka kematian dan kecacatan pada bayi. Dengan imunisasi, beberapa penyakit yang menyerang bayi dan anak, seperti polio, diare, campak, TBC, dan cacar, dapat dicegah. Ia mengatakan imunisasi wajib dilaksanakan secara baik demi menurunkan angka kematian bayi. Program Millenium Development Goals (MDGs) mengharuskan ditekannya AKB hingga hanya 23 per 1.000 kelahiran hidup pada 2015. Pada 2004- 2009, program imunisasi telah menurunkan AKB dari 35 menjadi 26 per 1.000 kelahiran. Namun, pada simposium Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang diadakan baru-baru ini, Sri menyatakan masih terdapat masalah yang harus dipecahkan dalam program imunisasi agar kualitas generasi masa depan semakin baik. Masalah jadwal yang terlambat, mitos imunisasi, vaksin baru yang belum tersosialisasi dengan baik, kehalalan vaksin, hingga masih minimnya jumlah dokter anak, ujar Badriul Hegar, Ketua Umum IDAI. Di Indonesia, sekarang ini, belum semua anak mendapat vaksinasi. Menurut perkiraan Wakil Kasubdit Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Josephine, vaksinasi baru diberikan kepada 90 persen anak. Artinya, masih ada sisa 10 persen yang belum terlayani imunisasi sehingga AKB dan kecatatan masih mengancam anakanak Indonesia. Untuk tahun ini, pada Agustus- September, cakupan imunisasi baru 66,1 persen. Daerah yang paling tinggi cakupannya adalah Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Prima mengatakan pemerintah, sejauh ini, telah melakukan program pelayanan imunisasi yang dapat dilakukan di rumah sakit, klinik bersalin, posyandu, dan praktik dokter swasta. Di sekolah, setiap tahun, dilakukan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) untuk mencegah penyakit campak dan tetanus bagi kelas 1 hingga 3 SD. Bagi anak usia 0- 1 tahun, setiap tahun dilakukan pelayanan imunisasi kepada 4,5 juta anak

berupa vaksinasi BCG satu kali, polio empat kali kali, DPT/HB tiga kali, dan campak sembilan kali. Namun, untuk mengatasi 10 persen yang belum terimunisasi, Prima mengatakan pemerintah perlu bantuan pihak lain untuk menuntaskannya. Pasalnya, banyak pulau terpencil dan kantong permukiman tertentu di perkotaan yang luput dari program ini. Hambatan ideologis, psikologis, geografi s, dan cuaca membuat petugas tidak mampu menjangkau wilayah ini. Tidak heran jika di beberapa kantong penduduk masih sering dijumpai kejadian luar biasa (KLB), seperti pernah terjadi KLB polio di desa Giri Jaya Sukabumi pada 2005. Kekhawatiran Masyarakat Saleh Daulay dari MUI mengatakan masyarakat ada yang khawatir dengan kandungan bahan vaksin yang berasal dari barang tidak halal. Menurutnya, dalam Islam, barang tidak halal ini menjadi diperbolehkan jika manfaatnya lebih banyak ketimbang mudaratnya. Pada keadaan darurat, hal semacam ini diperbolehkan, katanya. Badriul mengatakan masih banyak anak yang tidak mendapat imunisasi karena keterbatasan sosialisasi. Dokter anak sebagai agen dalam menyebarluaskan pentingnya imunisasi sekarang baru 8.000 orang. Tentu saja jumlah itu tidak cukup karena seorang dokter harus melayani 10 ribu anak. Padahal di AS, satu dokter anak hanya melayani 250 anak. Rendahnya kesadaran orang tua menjadi keprihatinan para dokter anak. Selama ini orang tua tak tahu anaknya akan rewel karena demam dan pegalpegal akibat imunisasi. Padahal efek ini hanya sesaat. Mereka belum sadar bahwa imunisasi dapat mencegah dari kematian dan kecacatan. Orang tua sering salah mengerti karena demam sedikit, orang tua tidak membawa anak untuk imunisasi. Ranuh mengatakan kalau hanya pilek dan demam ringan bukan masalah dilakukan imunisasi, asal jangan demam tinggi. Bagi Sri, orang tua harus memberikan imunisasi kepada anaknya secara lengkap dan terjadwal. Anak-anak sebagai penerus masa depan harus sehat secara fi sik dan mental pada masa pertumbuhannya. Di AS bahkan untuk bisa masuk sekolah imunisasi harus lengkap. Usulan ini pernah dilontarkan Kemenkes kepada Kemendiknas agar sebelum masuk sekolah harus melengkapi imunisasi. Tapi hal ini tidak dapat dilakukan. Pasalnya, akan menghambat wajib belajar sembilan tahun yang telah susah payah mendorong anak agar mau sekolah.

Kebutuhan Air Air menjadi sumber utama keberlangsungan hidup manusia. Tapi tahukah kalian ? Persediaan air yang dapat dimanfaatkan sebetulnya sangat sedikit dibanding dengan jumlah penduduk dunia. Air yang terdapat di bumi terdiri atas 97,5% air laut dan hanya 25% air tawar dan total air taawar itu pun 70% tersimpan di es kutub dan gletser sementara sisanya 30% mencakup air tanah, air danau, sungai dll. Sungai telah menjadi urat nadi kehidupan sejak dahulu kala. Daerah pinggiran sungai menjadi pusat perdagangan. Ibaratnya, sungai menjadi poros kehidupan masyarakat. Sungai menjadi tempat mencuci, mandi, dan buang hajat. Selain itu, air sungai dapat digunakan untuk minum dan menjadi seperti halaman belakang sebagai tempat bermain bagi anak-anak yang di tinggal di tepian sungai. Sungai pun bisa menjadi tempat pembantaian kehidupan. Mengapa? 1. Airnya yang kotor bisa menjadi sarana penularan penyakit yang sempurna. 2. Pencemaran yang terjadi membuat banyak biota di dalamnya mati dan menjadi beracun bila dikomsumsi oleh manusia. 3. Pendangkalan yang dialami sungai akan berakibat fatal di musim penghujan. Air sungai naik dan membanjiri daerah yang ada di sepanjang alirannya. 4. Pencemaran sungai akan membuat airnya berbau tidak sedap dan menjadi gudang menyakit serta sarang nyamuk yang sangat berbahaya bagi penduduk di sekitarnya. 5. Pencemaran sungai mengakibatkan hilangnya ladang sumber penghidupan, seperti keramba ikan, tempat memancing, dan pemandangan yang indah yang seharusnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Menilik dari beberapa poin-poin di atas dapat diasumsikan bahwa sebagian besar sungai di Indonesia mengalami pencemaran. Hal tersebut menyebabkan sulitnya mencari air bersih di pelosok negeri bahkan di Ibukota, Jakarta. Harga air bersih di Indonesia telah meroket, dahulu kita biasa mengandalkan air tana yang mengalir ke rumah untuk dimasak dan minum. Kini hampir semua orang merasa perlu membeli air isi ulang dengan jaminan sterilisasi di luar rumah. Itu bisa menjadi indikasi, bahwa kuaitas air bersih yang mengalir masuk ke dalam rumah semakin menurun, sehingga banyak orang untuk minum saja harus membeli air kemasan. Seperti dijelaskan dalam Pasal 47 Ayat , UUD 32 2009 yang berpotensi

menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup ancaman ekosistem dan kehidupan dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia, yaitu 1) Deteksi sedini mungkin akan terjadi bencana lingkungan hidup dari operasii perusahaan sehingga dapat dilakukan pencegahan/peringatan dini serta sosialisasi pada masyarakat. Hal ini berfungsi sebagai pelindung pihak-pihak kemungkinan dapat terkena dampaknya. 2) Hal tersebut berfungsi menghindarkan peruusahaan dari kerugian yang tidak perlu (karena keteledoran / keadaan tidak terduga). Hal tersebut mengacu pada penurunan tingkat imunitas warga menengah ke bawah yang memiliki pendapatan kurang dari 100.000 per bulan. Mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang fluktuatif, memaksa mereka menomorduakan masalah kesehatan. Tingkat urbanisasi yang terus melonjak belakangan ini menambah parah penurunan imunitas. Terdapat hubungan antara kemiskinan, kesehatan dan kerusakan lingkungan. Penduduk miskin sering melakukan perusakan dan pencemaran lingkungan, disebabkan : 1) Ketidaktahuan akan lingkungan 2) Belum mementingkan lingkungan yang baik karena pemenuhan kebutuhan dasar masih jauh dari sejahtera 3) Tidak mampu menerapkan tenologi pertanian konservasi karena pengetahuan terbatas dan relative besar 4) Tekanan terhadap lahan

Adakah cara menanggulangi pencemaran sungai? Pasti ada. Namun, membutuhkan komitmen yang sangat kuat antara pemerintah dan masyarakat sekitarnya serta pelaku bisnis yang memanfaatkan aliran sungai sebagai transportasi ataupun sebagai tempat pembuangan limbah pabriknya. Salah satu caranya adanya suatu bentuk penyadaran bahwa keberadaan sungai sangat penting bagi kehidupan manusia. Selain itu, pemerintah harus membuat pelarangan tegas untuk tidak mendiami daerah aliran sungai sejauh 1 km. Biarkan aliran sungai bebas dari daerah hunian. Lalu tanami daerah tersebut dengan pepohonan. Pepohonan yang ada di pinggir sungai sangat berguna untuk menahan tanah.

Untuk sungai yang telanjur tercemar, harus dibersihkan sedemikian rupa sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama sudah berfungsi lagi sebagai sungai yang bersih. Bila perlu, program ini harus dijadikan program pokok bagi pemerintahan siapa pun. Setelah bersih, sungai yang tersebut bisa dijadikan tempat wisata air yang menarik. Bila sungai dibiarkan terus-menerus tercemar, sungai akan menjadi tempat pembantaian kehidupan yang sempurna. Kurangnya sumber air bersih akan membuat penurunan kualitas intelektual penduduk di sekitarnya. Tingkat kesehatan yang buruk dan sanitasi yang sangat tidak memenuhi standar, akan membuat kehidupan di sekitar sungai semakin kumuh. Kekumuhan ini akan semakin membuat orang malas untuk memulai program pembersihan. Mereka tidak tahu harus mulai dari mana. Jadi, begitu banyak dampak yang akan ditimbulkan oleh sungai yang telah tercemar. Air bersih dan sanitasi yang baik merupakan elemen penting yang menunjang kesehatan manusia. Namun sayangnya pemenuhan akan kebutuhan tersebut belum sepenuhnya berjalan dengan baik di beberapa belahan dunia. Menurut temuan terbaru WHO, lebih dari 1,1 milyar orang pada wilayah pedesaan dan perkotaan kini kekurangan akses terhadap air minum dari sumber yang berkembang dan 2,6 milyar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi dasar. Demikian seperti dikutip dari situs resmi organisasi Kesehatan Dunia tersebut. Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai kelompok usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005, sebanyak 1,6 juta balita (rata-rata 4500 setiap tahun) meninggal akibat air yang tidak aman dan kurangnya higienitas. Anak-anak secara khusus berisiko terhadap penyakit bersumber air seperti diare, dan penyakit akibat parasit. Kurangnya sanitasi juga meningkatkan risiko KLB kolera, tifoid, dan disentri. Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, diprediksikan dunia terancam tidak bisa mencapai target penyediaan air bersih dan sanitasi, kecuali ada peningkatan luar biasa dalam hal kapasitas kerja dan investasi dari sekarang hingga tahun 2015, hal tersbeut berdasarkan laporan terbaru WHO dan UNICEF. Situasi ini terutama menjadi lebih parah pada wilayah perkotaan, dimana pertumbuhan penduduk yang cepat memberikan tekanan bagi pelayanan dan kesehatan masyarakat miskin.Wilayah Sub-Sahara Afrika masih merupakan fokus perhatian. Diperkirakan sebanyak 80% orang yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang

berada di Sub Sahara Afrika, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Akibat pertumbuhan penduduk selama 1999-2004, jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum di Sub-Sahara Afrika meningkat hingga 23%. Kini, hanya 56 % penduduk yang memiliki akses terhadap penyediaan air minum yang telah berkembang. Hanya 37% dari penduduk di Sub-Sahara Afrika memiliki akses terhadap sanitasi dasar pada tahun 2004, dibandingkan dengan rata-rata di seluruh dunia, sebesar 59%.Pada wilayah pedesaan, akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang dan pelayanan sanitasi dasar sangat rendah pada tahun 1990 (tahun acuan bagi penilaian MDGs): diperkirakan 64 % memiliki akses terhadap sumber air minum, sedangkan 26% memiliki akses terhadap pelayanan sanitasi. Ketika jumlah persentase-persentase tersebut meningkat hingga tahun 2004, menjadi 73% dan 39%, jumlah ini masih lebih rendah untuk mencapai target MDGs. Pada tahun 2000, dunia berjanji untuk menurunkan separuh dari orang yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar. Berdasarkan laporan yang ada, berjudul MDG Drinking Water and Sanitation Target - The Urban and Rural Challenge of the Decade, untuk memenuhi kebutuhan sanitasi, MDG akan membutuhkan upaya 2 kali lipat lebih besar dari yang ada saat ini. Sebanyak sepertiga peningkatan upaya akan dibutuhkan untuk mencapai target pemenuhan air minum MDG.Namun untuk mencapai target air dan sanitasi akan membutuhkan upaya yang lebih besar dari pembuat kebijakan, lembaga pelatihan, pendanaan, perencanaan dan pembangunan. Solusi-solusi tersebut harus menitikberatkan pada masyarakat di seluruh dunia, demikian WHO memperingatkan. Merupakan sebuah tragedi, jika dunia tidak dapat mencapai target MDGs dalam bidang air minum dan sanitasi. Air minum yang aman dan sanitasi jelas sangat penting bagi kesehatan yang risikonya kini sering diabaikan, kata Dr. Anders Nordstrom mewakili Direktur Jenderal WHO. Upaya untuk mencegah kematian

akibat diare dan penyakit lainnya, nampaknya akan gagal kecuali masyarakat memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Laporan ini menggarisbawahi, pentingnya strategi baru WHO terhadap terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan untuk menurunkan permasalahan kesehatan global melalui upaya pencegahan kesehatan. Dengan menangani akar penyebab penyakit, seperti air dan sanitasi dapat mengurangi 24 % permasalahan penyakit global akibat lingkungan. Imbuh Dr. Anders Nordstrom.Demikian seperti dikutip dari situs resmi organiasai Kesehatan Dunia tersebut. Dampak kesehatan dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar terhadap air bersih dan sanitasi diantaranya nampak pada anak-anak sebagai

kelompok usia rentan. WHO memperkirakan pada tahun 2005, bahwa 1,6 juta balita (rata-rata 4500 setiap tahun) meninggal akibat air yang tidak aman dan kurangnya higienitas. Anak-anak secara khusus berisiko terhadap penyakit bersumber air seperti diare, dan penyakit akibat parasit. Kurangnya sanitasi juga meningkatkan risiko KLB kolera, tifoid, dan disentri.Jika permasalahan ini tidak segera diatasi, diprediksikan dunia terancam tidak bisa mencapai target penyediaan air bersih dan sanitasi, kecuali ada peningkatan luar biasa dalam hal kapasitas kerja dan investasi dari sekarang hingga tahun 2015, hal tersbeut berdasarkan laporan terbaru WHO dan UNICEF. Situasi ini terutama menjadi lebih parah pada wilayah perkotaan, dimana pertumbuhan penduduk yang cepat memberikan tekanan bagi pelayanan dan kesehatan masyarakat miskin.Wilayah Sub-Sahara Afrika masih merupakan fokus perhatian. Diperkirakan sebanyak 80% orang yang tidak memiliki akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang berada di Sub Sahara Afrika, Asia Timur, dan Asia Tenggara. Akibat pertumbuhan penduduk selama 1999-2004, jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum di Sub-Sahara Afrika meningkat hingga 23%. Kini, hanya 56 % penduduk yang memiliki akses terhadap penyediaan air minum yang telah berkembang. Hanya 37% dari penduduk di SubSahara Afrika memiliki akses terhadap sanitasi dasar pada tahun 2004, dibandingkan dengan rata-rata di seluruh dunia, sebesar 59%.Pada wilayah pedesaan, akses terhadap sumber air minum yang telah berkembang dan pelayanan sanitasi dasar sangat rendah pada tahun 1990 (tahun acuan bagi penilaian MDGs): diperkirakan 64 % memiliki akses terhadap sumber air minum, sedangkan 26% memiliki akses terhadap pelayanan sanitasi. Ketika jumlah persentase-persentase tersebut meningkat hingga tahun 2004, menjadi 73% dan 39%, jumlah ini masih lebih rendah untuk mencapai target MDGs.Pada tahun 2000, dunia berjanji untuk menurunkan separuh dari orang yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar. Berdasarkan laporan yang ada, berjudul MDG Drinking Water and Sanitation Target - The Urban and Rural Challenge of the Decade, untuk memenuhi kebutuhan sanitasi, MDG akan membutuhkan upaya 2 kali lipat lebih besar dari yang ada saat ini. Sebanyak sepertiga peningkatan upaya akan dibutuhkan untuk mencapai target pemenuhan air minum MDG.Namun untuk mencapai target air dan sanitasi akan membutuhkan upaya yang lebih besar dari pembuat kebijakan, lembaga pelatihan, pendanaan, perencanaan dan pembangunan. Solusi-solusi tersebut harus menitikberatkan pada masyarakat di seluruh dunia, demikian WHO memperingatkan.Merupakan sebuah tragedi, jika dunia

tidak dapat mencapai target MDGs dalam bidang air minum dan sanitasi. Air minum yang aman dan sanitasi jelas sangat penting bagi kesehatan yang risikonya kini sering diabaikan, kata Dr. Anders Nordstrom mewakili Direktur Jenderal WHO. Upaya untuk mencegah kematian akibat diare dan penyakit lainnya, nampaknya akan gagal kecuali masyarakat memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Laporan ini menggarisbawahi, pentingnya strategi baru WHO terhadap terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan untuk menurunkan permasalahan kesehatan global melalui upaya pencegahan kesehatan. Dengan menangani akar penyebab penyakit, seperti air dan sanitasi dapat mengurangi 24 % permasalahan penyakit global akibat lingkungan. Imbuh Dr. Anders Nordstrom.

Cara Menjaga Sistem Kekebalan Tubuh (Imunitas) Bekerja Optimal Ada beberapa cara untuk mempertahankan dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh / ketahanan tubuh kita ini agar tentara pertahanan tubuh ini dapat bekerja optimal: 1. Istirahat Cukup. Tidur yang nyenyak secara wajar secukupnya agar tubuh kembali segar dan siap untuk beraktivitas keesokan harinya. 2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Hindari Merokok, minum minuman keras, memakai narkoba, dan aktivitas lainnya yang merugikan daya tahan tubuh. Cuci tangan setelah beraktivitas dan sebelum makan, mandi, sikat gigi, dan sebagainya. Kotoran yang melekat dan menempel pada tubuh kita biasanya mengandung kuman yang dapat menyebabkan penyakit ringan maupun berat. 3. Makan Makanan Yang Bergizi Dan Cukup. 4. Bijaklah menggunakan obat-obatan. Obat seperti antibiotik sangat berbahaya jika dikonsumsi / digunakan dengan cara yang salah. Anti biotik sebaiknya dipakai dengan didasari atas resep dokter dan bukan atas inisiatif sendiri. Dosis yang salah serta penghentian konsumsi obat antibiotik sebelum penyakit mati dapat menyebabkan resistensi atau kekebalan penyakit pada obat, sehingga tubuh tidak dapat bereaksi secara baik terhadap infeksi yang terjadi. Hal ini tentu merugikan diri sendiri karena diperlukan obat lain yang memiliki potensi yang lebih tinggi dari obat yang telah resisten tersebut.

5. Nikmatilah hidup ini dengan rasa syukur agar tidak mudah terkena stress. 6. Jalankanlah nasehat agama agar hidup ini lebih bermakna. II.4 ANALISIS TEMUAN Informasi Data Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada keluarga yang tinggal di pinggiran Sungai Tanggul. Tabel 3 No 1 Identifikasi Objek Profesi Data 1 Wiraswasta (warung) Data 2 Ibu rumah tangga Data 3 Ibu rumah tangga dan Pembantu rumah tangga Air tanah Data 4 Pemulung

Sumber Air untuk MCK Sumber Air untuk di konsumsi Kondisi Dapur

Jetpam

Air tanah

Air tanah, sanyo Air tanah

Air Aqua

Air aqua

Air tanah, Air isi ulang Kurang terawat Pusing, diare, penyakit kulit

Kurang Terawat

Cukup terawat Penyakit pancaroba, penyakit kulit

Kurang terawat Pusing, penyakit kulit, penyakit pancaroba Obat warung

Penyakit yang sering di alami

Pusing, diare

Upaya pengobatan

Puskesmas terdekat Tidak pernah

Obat warung

Puskesmas

Pelayanan kesehatan gratis

Dari puskesmas, 3 bulan sekali Cukup

Dari puskesmas (jarang) Cukup

Tidak pernah

Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

Cukup Terpenuhi

Kurang terpenuhi

Penjelasan Data : Berdasarkan data di atas dapat di jelaskan bahwa rata-rata penduduk yang duduk di sungai tanggul tidak menggunakan air sungai sebagai sumber air utama namun mereka menggunakan air tanah atau air jet pam yang mereka pasang sendiri untuk keperluan MCK dan konsumsi sehari-hari. Selain itu dari hasil pengamatan dapat di lihat bahwa kondisi rumah khususnya dapur tidak terawat seperti layaknya rumah ideal pada umumnya. Kemudian dari hasil wawancara diketahui bahwa penyakit yang sering dialami adalah pusing, diare, penyakit kulit dan pernyakit pancaroba lainnya. Upaya pengobatan yang dilakukan rata-rata penduduk sungai tanggul adalah pergi ke puskesmas dan mengkonsumsi obat-obatan warung. Selain itu upaya pengobatan gratis dari puskesmas setempat di anggap jarang oleh penduduk sekitar. Dan diketahui pula dari wawancara ersebut bahwa rata-rata pemenuhan kebutuhan sehari-hari mereka rata-rata tercukupi namun tetap bergantung pada pendapatan yang mereka dapat sehari-hari.

Faktor penduduk bantaran sungai tidak melakukan imunisasi


5% 15% 55% 25%
Ekonomi Kurangnya pengetahuan tentang imunisai Anggapan Imunisasi tidak penting dll

Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling mempengaruhi penduduk pinggiran sungai tidak melakukan imunisasi bagi anak mereka. Hal ini dikarenakan Posyandu yang menjadi media terdekat ternyata belum sepenuhnya berjalan dengan baik (jam buka terbatas dan hanya waktu tertentu), sedangkan Puskesmas masih meminta bayaran pelayanan jasa tak terkecuali bagi warga miskin sehingga penduduk

masih lebih mementingkan uang yang mereka punya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari dibandingkan untuk imunisasi anaknya. Kurangnya pengetahuan penduduk sekitar mengenai imunisasi juga

menjadikan hal tersebut sebagai faktor penyebab penduduk tidak melakukan imunisasi bagi anak mereka. karena seperti yang dibahas sebelumnya para ibu di sekitar bantaran sungai tersebut kurang informasi dan penjelasan dari instansi terkait serta faktor pasrah yang harus dihadapi. Para ibu bisa dikatakan masih sulit diajak untuk mengimunisasi anak mereka. Upaya memberi pemahaman mengenai pentingnya imunisasi dan datang ke posyandu setiap bulan seperti tak berbekas. Alasan yang dilontarkan para ibu bermacam-macam seperti takut suhu badan anak panas atau rewel setelah diimunisasi. Bahkan tak jarang para petugas media menemukan warga yang sama sekali tidak bisa disentuh walaupun sudah diberi pemahaman apapun atau oleh siapa pun, mereka tetap bergeming. Ada juga beberapa penduduk yang menganggap bahwa imunisasi bukanlah hal yang begitu penting karena anaknya dianggap sudah cukup imun dari asi yang didapat dari ibunya. Penduduk juga beranggapan bahwa anak mereka tidak akan terkena penyakit karena mereka sudah biasa hidup di pinggiran sungai tersebut.

BAB III PENUTUP III.1 III.2 KESIMPULAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Arif dkk. 2009. Hidup Hirup Hijau. KPG, Jakarta. Anonim. 2010. Koran Jakarta Cybermedia Edisi Cetak: 883 4 Desember 2010 http://www.koran-jakarta.com. 4 Desember 2010, pk. 19.48. Guntur, Mohamad. 2010. Imunisasi Efektif Menekan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi. http://mohamadguntur.wordpress.com. 8 Desember 2010, pk. 19.46. Keraf, A. Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Kompas, Jakarta. Lubis, Chairuddin P. 2004. Peranan Air Susu Ibu Dalam Mencegah Diare dan Penyakit Usus Lainnya. Digitized USU, Medan Manik, Karden Eddy Sontang. 2009. Pengelolaan Lingkungan Hidup. Djambatan, Jakarta. Muhammad, Mahdi. 2010. Kompas Cybermedia Edisi 20 November 2010. http://www.kompas.com. 8 Desember 2010, pk. 20.55. Neolaka, Amos. 2008. Kesadaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta. Reece, Campbell dan Mitchell. 2000. Biologi Jilid 3 Edisi Kelima. Erlangga, Jakarta. Siregar, Arifin MHD. 2004. Pemberian ASI Esklusif Mempengaruhinya. Digitized USU, Medan. dan Faktor-Faktor yang

Anda mungkin juga menyukai

  • Cervical Root
    Cervical Root
    Dokumen4 halaman
    Cervical Root
    Izar Azwar
    Belum ada peringkat
  • Cervical Root
    Cervical Root
    Dokumen4 halaman
    Cervical Root
    Izar Azwar
    Belum ada peringkat
  • Oa
    Oa
    Dokumen5 halaman
    Oa
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Formulir Fisioterapi
    Formulir Fisioterapi
    Dokumen4 halaman
    Formulir Fisioterapi
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Tugas Biologi
    Tugas Biologi
    Dokumen6 halaman
    Tugas Biologi
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Devic's Syndrome
    Devic's Syndrome
    Dokumen1 halaman
    Devic's Syndrome
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Lymphedema
    Lymphedema
    Dokumen4 halaman
    Lymphedema
    zahrasativani
    0% (1)
  • Contoh Kuesioner
    Contoh Kuesioner
    Dokumen4 halaman
    Contoh Kuesioner
    GilangNar'AryaPutra
    Belum ada peringkat
  • Myalgia Otot
    Myalgia Otot
    Dokumen3 halaman
    Myalgia Otot
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Bab III Ft.a
    Bab III Ft.a
    Dokumen11 halaman
    Bab III Ft.a
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Contoh Kuesioner
    Contoh Kuesioner
    Dokumen4 halaman
    Contoh Kuesioner
    GilangNar'AryaPutra
    Belum ada peringkat
  • Myalgia
    Myalgia
    Dokumen1 halaman
    Myalgia
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Move
    Move
    Dokumen3 halaman
    Move
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Irr
    Irr
    Dokumen4 halaman
    Irr
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • View
    View
    Dokumen2 halaman
    View
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Sci
    Sci
    Dokumen85 halaman
    Sci
    zahrasativani
    100% (1)
  • Cervical Root
    Cervical Root
    Dokumen4 halaman
    Cervical Root
    Izar Azwar
    Belum ada peringkat
  • Utk Wawancara
    Utk Wawancara
    Dokumen1 halaman
    Utk Wawancara
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Move
    Move
    Dokumen3 halaman
    Move
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Irr
    Irr
    Dokumen4 halaman
    Irr
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Move
    Move
    Dokumen3 halaman
    Move
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Live Report Okk Ui 2011 - View
    Live Report Okk Ui 2011 - View
    Dokumen1 halaman
    Live Report Okk Ui 2011 - View
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • View
    View
    Dokumen2 halaman
    View
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan UAS
    Pertanyaan UAS
    Dokumen4 halaman
    Pertanyaan UAS
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Hal.28-33 Teori Behaviourisme
    Hal.28-33 Teori Behaviourisme
    Dokumen6 halaman
    Hal.28-33 Teori Behaviourisme
    Elaine Ying
    Belum ada peringkat
  • Jaringan Epitel Penunjang Otot Saraf Dan Kulit
    Jaringan Epitel Penunjang Otot Saraf Dan Kulit
    Dokumen37 halaman
    Jaringan Epitel Penunjang Otot Saraf Dan Kulit
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • Hak Dan Kewajiban Dokter-Pasien
    Hak Dan Kewajiban Dokter-Pasien
    Dokumen15 halaman
    Hak Dan Kewajiban Dokter-Pasien
    Adrian Prasetio
    Belum ada peringkat
  • Origo Dan Insersio
    Origo Dan Insersio
    Dokumen3 halaman
    Origo Dan Insersio
    zahrasativani
    Belum ada peringkat
  • GAIT (Gaya Berjalan)
    GAIT (Gaya Berjalan)
    Dokumen20 halaman
    GAIT (Gaya Berjalan)
    zahrasativani
    100% (1)