Anda di halaman 1dari 26

Laporan Kasus

GAGAL GINJAL AKUT

Oleh: AULIA RAHMANIKE 04120044

Preseptor: Dr. AUMAS PABUTI, Sp.A (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS 2009

BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Definisi1

Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang mendadak dengan akibat hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Akibat penurunan fungsi ginjal terjadi peningkatan metabolit persenyawaan nitrogen seperti ureum dan kreatinin serta gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. GGA berdasarkan laboratorium adalah peningkatan mendadak kreatinin 0,5 mg% pd pasien dengan kreatinin awal < 2,5mg% atau peningkatan > 20% bila kreatinin awal > 2,5 mg%. Peningkatan kadar ureum darah sekitar 10-20 mg/dl/hari juga terjadi kecuali bila terjadi dalam keadaan hiperkatabolisme dapat mencapai 100 mg/dl/hari. 1.2. Epidemiologi1

Data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM Jakarta tahun 1984-1986, dari 38 pasien GGA dilaporkan 13 pasien (34,2%) disebabkan oleh intoksikasi jengkol, 11 pasien (28%) oleh sepsis, 5 pasien (13,2%) oleh gastroenteritis berat, 2 pasien (5,2%) oleh syok dan 2 pasien (5,2%) oleh bronkopneumonia berat, serta 3 pasien (7,9%) ditemukan pada glomerulonefritis akut. Gagal ginjal akut lebih sering terjadi pada neonatus yang pernah mengalami asfiksia perinatal dan syok. Insiden GGA pada anak yang lebih tua berkisar 4/100000 pada populasi anak. Pada anak usia prasekolah, diare yang berkaitan dengan sindrom hemolitik uremik menadi penyebab terbanyak pada gagal ginjal akut tipe renal, yang jumlah angka kejadiannya lebih dari 50% dari semua kasus pada kelompok usia ini. Glomerulonefritis akut adalah penyebab gagal ginjal akut pada anak usia sekolah. 1.3. Etiologi1,2

Penyebab GGA terdiri dari 3 bagian, yaitu: 1. GGA prerenal (55-60%), terjadi akibat penurunan volume darah efektif (misalnya pada gagal jantung, hipertensi pulmonal, sepsis, anafilaksis, dan sindroma nefrotik), hipovolemia (misalnya pada perdarahan, diare berat, hipertermi dan luka bakar, serta kehilangan cairan melalui ginjal pada pemakaian diuretic, dll), sirosis hati dengan asites, stenosis a. renalis, dan gangguan hemodinamik akibat obat-obatan (seperti ACEIs dan ARBs). 2. GGA renal/intrinsic (35-40%), terjadi akibat kelainan nefritis interstisial akut, nekrosis tubular akut (NTA), dll. 3. GGA pascarenal, terjadi akibat obstruksi intra renal (misalnya karena deposisi kristal urat dan oksalat, protein seperti mioglobin, hemoglobin), obstruksi ekstra renal seperti batu, tumor dll vaskuler (misalnya vaskulitis,

thrombosis arteri atau vena renalis), hipertensi maligna, glomerulonefritis akut (GNA),

serta obstruksi fungsional (neurogenic bladder). Di Indonesia, GGA pascarenal didapat biasanya disebabkan oleh kristal asam jengkol (intoksikasi jengkol). Obstruksi dapat terjadi di tubulus ginjal atau di seluruh saluran kemih mulai dari uretra sampai ureter dan pelvis. 1.4. 1. Patofisiologi1,2,3,4

GGA prerenal Diawali oleh perfusi glomerolus yang abnormal atau terjadi penurunan darah ke korteks ginjal sehingga menurunkan LFG. Tetapi fungsi reabsorbsi tubulus terhadap air tetap berlangsung.Pada GGA prerenal ini, walaupun aliran darah ginjal menurun tetapi masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolic yang cukup kepada sel-sel tubulus sehingga apabila perfusinya segera diperbaiki, ginjal dapat berfungsi normal kembali. 2. GGA renal Paling sering diakibatkan oleh Acute Tubular Necrosis (ATN). Bentuk nekrosis tubular ada 2 tipe. Tipe pertama terjadi akibat zat nefrotoksik misalnya merkuriklorida; terjadi kerusakan sel-sel tubulus yang luas (tubulolisis) tetapi membrane basal tubulus tetap utuh. Sel-sel tubulus yang nekrosis masuk ke lumen tubulus dan dapat menyumbat lumen. Tipe kedua akibat iskemia. Kerusakan terjadi lebih distal dan setempat-setempat dengan kerusakan fokal pada membrane basal tubulus (tubuloreksis). 3. GGA pascarenal Suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup namun alirannya dalam saluran kemih terhambat (uropati obstruktif) yang dapat bersifat congenital maupun didapat. Terjadi kenaikan tekanan hidraulik tubulus proksimal yang dikompensasi dengan vasodilatasi arteriol aferen ginjal yang diransang oleh produksi prostaglandin E. Tekanan intraglomerular menjadi meningkat namun tidak cukup untuk mengatasi peningkatan tekanan tubulus sehingga terjadi penurunan filtrasi. Pada keadaan ini, penentu utama LFG adalah penurunan tekanan intrakapiler glomerulus oleh karena meningkatnya tekanan arteriol aferen. Dewasa ini telah disepakati oleh para peneliti bahwa keracunan jengkol disebabkan oleh pengendapan kristal-kristal asam jengkol di dalam saluran-saluran traktus urogenitalis, sehingga menyebabkan penyumbatan mekanis. Kristal-kristal asam jengkol yang berbentuk jarum-jarum tajam dalam sedimen urin memang patognomonis untuk jenis keracunan ini, akan tetapi kristal-kristal ini tidak selalu dapat ditemukan. Di dalam ginjal, molekul asam jengkol dapat melewati membrane semipermiabel dari glomerolus. Sedangkan albumin yang merupakan pengikat asam jengkol di dalam darah, tidak dapat melewati membrane ini oleh karena memiliki molekul yang terlampau besar. Jadi,

kompleks albumin serum dan asam jengkol berdisosiasi sehingga menghasilkan albumin serum dan asam jengkol bebas dan asam jengkol yang bebas ini melewati membrane glomerolus dan terdapat dalam ultrafiltrat glomerolus. Asam jengkol yang sekarang terdapat dalam ultrafiltrat mudah sekali menghablur menjadi kristal oleh karena tidak terdapat lagi protein yang membuatnya lebih larut seperti terjadi di dalam darah (asam jengkol tidak atau sulit sekali larut dalam air dengan kurun pH biologik). Apalagi di dalam perjalanan selanjutnya terjadi penyerapan kembali sejumlah air oleh bagian menurun dari lekuk Henle. Kesemuanya ini menyebabkan asam jengkol mencapai titik kejenuhan (oversaturated) dan mengendaplah asam jengkol sebagai kristal-kristal berbentuk jarum-jarum yang tajam. 1.5. Manifestasi Klinis Gejala klinis yang sering berhubungan dengan GGA adalah pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi, muntah dan letargi. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebihan (overload) cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis dengan atau tanpa melena akibat gastritis atau tukak lambung, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.1 Sedangkan pada intoksikasi asam jengkol, pada umumnya keluhan timbul dalam waktu 5-12 jam setelah memakan jengkol. Keluhan yang tercepat 2 jam dan yang terlambat 36 jam sesudah makan biji jengkol. Umumnya pasien menceritakan setelah memakan beberapa biji jengkol, akan merasa nyeri perut, kadang-kadang disertai muntah, adanya serangan kolik pada waktu berkemih. Volume air kemih juga berkurang bahkan sampai terjadi anuria. Kadang-kadang terdapat hematuria. Nafas dan urine berbau jengkol.5 1.6. Anamnesis Perlu dicari factor-faktor yang menyebabkan GGA prerenal, renal dan pascarenal. Riwayat muntah berak 1-2 hari sebelumnya menunjukkan kearah GGA prerenal. Adanya koreng-koreng di kulit disertai riwayat kencing merah menunjukkan ke arah GNA pasca Streptokokus. Adanya riwayat sering panas, ruam kulit, arthritis menunjukkan kea rah lupus eritematosus sistemik atau vaskulitis. Pemakaian obat-obat sebelumnya perlu diteliti untuk mencari adanya obat nefrotoksik sebagai penyebab GGA. Perlu juga ditayakan apakah makan jengkol beberapa hari sebelumnya yang disusul dengan kencing berdarah dan sangat nyeri untuk mencari kemungkinan GGA pascarenal oleh karena keracunan jengkol. Diagnosis1,2

Pemeriksaan fisik

Ada 3 hal penting yang harus didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien dengan GGA:

Penentuan status volume sirkulasi 1) Apakah ada tanda-tanda obstruksi saluran kemih 2) Adakah tanda-tanda penyakit sistemik yang mungkin menyebabkan gagal ginjal

Tanda klinis depresi cairan 1) Tekanan vena jugular rendah 2) Hipotensi

Tanda klinis kelebihan cairan 1) Tekanan vena jugularis tinggi 2) Terdengar suara gallop 3) Hipertensi, edema perifer, pembengkakan hati, ronkhi paru.

Perlu dilakukan palpasi dan perkusi pada daerah suprasimfisis untuk mencari adanya pembesaran kandung kemih yang kemudian dikomfirmasi dengan pemasangan kateter. Retensi urin dengan gejala vesika urinaria yang teraba membesar menunjukkan adanya sumbatan di bawah veska urinaria katup uretra posterior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kesadaran menurun sampai koma bila GGA telah berlangsung lama. Pasien umumnya menunjukkan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul) karena adanya asidosis metabolic. Pembesaran ginjal dapat ditemukan bila penyebabnya ginjal polikistik atau multikistik displastik atau hidronefrosis (uropati obstruksi). Pemeriksaan penunjang Urinalisis Berat jenis urin yang tinggi lebih dari 1.020 menunjukkan gangguan prarenal, GN akut awal, sindrom hepatorenal, dan keadaan lain yang menurunkan perfusi ginjal. Berat jenis isosmolal (1.010) terdapat pada NTA, gangguan pascarenal dan penyakit interstisial (tubulointerstisial).

Pada GGA prerenal, aliran urin lambat sehingga lebih banyak ureum yang diabsorbsi. Hal ini menyebabkan perbandingan ureum/kreatinin dalam darah meningkat.

Pemeriksaan pencitraan Pada GGA, pemeriksaan USG menjadi pilihan utama untuk memperlihatkan anatomi ginjal, dapat diperoleh informasi mengenai besar ginjal, ada atau tidaknya batu ginjal dan hidronefrosis. Pemeriksaan USG juga dapat menentukan apakah gangguan fungsi ginjal ini sudah terjadi lama (GGK), yaitu apabila ditemukan gambaran ginjal yang sudah kecil.

Indeks urin Dilakukan untuk membedakan GGA prerenal dan renal bila menghadapi pasien GGA prerenal yang berlangsung lama, untuk mengetahui apakah masih fase prerenal atau sudah menjadi renal. Dasar pemeriksaan ini adalah dengan melihat integritas fungsi tubulus ginjal.

FENa Pemeriksaan fraksi eksresi natrium FENa) yaitu fraksi filtrasi Na yang dieksresi dalam urin pada GGA prerenal rendah yatu <1% menunjukkan bahwa 99% Na diabsorbsi di tubulus, sedangkan pada GGA renal tinggi yaitu >2% (<98% Na direabsorbsi di tubulus) meunjukkan kemampuan reabsorbsi Na yang berkurang. Pemeriksaan biopsy ginjal Indikasi yang memerlukan biopsy adalah apabila penyebab GGA tidak jelas atau berlangsung lama atau terdapat tanda glomerulonefritis atau nefritis interstisial.

1.7.

Penatalaksanaan1,2,5

1) GGA prerenal

Tatalaksana tergantung pada etiologinya. Jika etiologinya adalah hipovolemia diberikan cairan. Pada gastroenteritis diberikan ringer laktat atau Darrew glukosa sesuai protocol. Pada syok hemoragik diberikan transfudi darah. Pada syok yang tejadi pada sindrom nefrotik akibat hipoalbuminemia diberikan infus albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas sebabnya sebaiknya diberikan ringer laktat 20ml/kgBB dalam waku 1 jam. Biasanya terjadi dieresis setelah 2-4 jam pemberian terapi rehidrasi. Bila terjadi kegagalan maka harus dilakukan reevaluasi secara menyeluruh pada penderita. 2) GGA renal Tujuan pengobatan pada GGA renal adalah mempertahankan homeostasis tubuh sambil menunggu ginjal berfungsi kembali. Terapi GGA renal dapat dibagi 2, yaitu:

TERAPI KONSERVATIF Terapi cairan dan kalori Pemberian cairan diperhitungkan berdasarkan IWL + jumlah urin 1 hari sebelumnya ditambah dengan cairan yang keluar bersama muntah, feses, selang nasogastrik, dll. Dan dikoreksi dengan kenaikan suhu tubuh setiap 1oC sebanyak 12 berat badan. Cairan sebaiknya diberikan per oral kecuali bila penderita sering muntah diberikan infuse. Jenis cairan yang dipakai adalah: Pada penderita anuria diberikan glukosa 10-20% Pada penderita oligouria diberikan glukosa 10%:NaCl=3:1

Bila dipakai vena sentral dapat diberikan larutan glukosa 30-40%. Jumlah kalori minimal yang harus diberikan untuk mencegah katabolisme ialah 400 kal/m2/hari. Pendapat lain menyebutkan pemberian kalori adalah 50-60 kalori/kgBB/hari. Anak dengan GGA diberikan asupan kalori terdiri dari >70% KHO, 20% lemak dan 0,52gram/kg/hari protein bernilai biologic tinggi. Bila terapi konservatif berlangsung lebih dari 3 hari, harus dipertimbangkan pemberian emulsi lemak dan protein 0,5-1 gram/kgBB/hari. Pemberian protein kemudian dinaikkan sesuai dengan jumlah diuresis. Asidosis

Asidosis harus dikoreksi apabila adar HCO3 < 12 mEq/L dan pH darah < 7,2. Jumlah bikarbonat yang diperlukan= (HCO3 ideal/HCO3 aktual)xberat badan (kg)x0,3. Bila pemberian ini tidak dimungkinkan, dapat diberikan koreksi buta 2-3 mEq/kgBB/hari setiap 12 jam. Bila dengan koreksi tersebut tidak menunjukkan hasil, dialysis merupakan indikasi. Hiperkalemia Bila terdapat tanda-tanda hiperkalemia berat (ada perubahan-perubahan pada EKG dan kadar K+ serum > 7 mEq/L), perlu segera diberikan: Glukonas kalsikus 10%, o,5 ml/kgBB iv dalam 10-15 menit. Tujuannya

untuk mengatasi efek toksik K+ pada jantung. Sodium bicarbonate 7,5% 2,5 mEq/kgBB iv selama 10-15 menit, ntuk

meningkatkan pH darah sehingga terjadi intercellular shift yang menyebabkan kadar K+ serum turun. Glukosa 0,5 gram/kgBB/infuse selam 30 menit ditambah insulin 0,1

unit/kgBB atau 0,2 unit/gram glukosa untuk menggerakkan K+ bersama glukosa ke dalam sel masuk ke dalam proses glikolisis. Ion exchange resin untuk mengeliminasi K+ dari tubuh.

Hiponatremia Hiponatremia < 130 mEq/L sering ditemukan karena pemberian cairan yang

berlebihan sebelumnya dan cukup dikoreksi dengan retriksi cairan. Bila disertai dengan gejala serebral maka perlu dioreksi dengan cairan NaCl hipertonik 3% (0,5 mmol/ml). pemberian natrium dihitung dengan rumus: Na (mmol)=(140-Na)x0,6xBB. Diberikan hanya separuhnya untuk mencegah terjadinya hipertensi dan overload cairan. Pendapat lain menganjurkan koreksi natrium cukup sampai natrium serum 125 mEq/L sehingga pemberian Na=(125-Na serum)x0,6xBB

Tetani Bila timbul gejala tetani akibat hipokalsemia perlu diberikan glukonas kalsikus 10%

iv 0,5 ml/kgBB pelan-pelan 5-10 menit, dilanjtkan dengan dosis rumatan kalsium oral 1-4 gram/hari. Untuk mencegah terjadinya tetani akibat koreksi asidosis dengan bikarbonas

natrikus, maka sebaiknya diberikan glukonas kalsikus iv segera sebelum diberikan pemberian alkali. Hiperfosfatemia Bila kadar fosfor meningkat dalam darah, perlu diberi obat pengikat fosfat per oral yaitu kalsium karbonat 50 mg/kgBB/hari. Kalsium karbonat selain itu juga dapat bersifat antacid dan menambah kadar kalsium darah yang berguna pada pasien gagal ginjal. Kejang Dapat diberikan diazepam 0,3-0,5 mg/kgBB iv dan dilanjutkan dengan dosis rumatan luminal 4-8 mg/kgBB/hari atau difenilhidantoin 8 mg/kgBB. Kejang pada GGA dapat disebabkan oleh proses penyakit primer (misalnya SLE), hiponatremia (intoksikasi air), hipokalsemia (tetani), hipokalemia, hipomagnesemia atau karena hipertensi/uremia. Anemia Transfuse dilakukan bila kadar Hb < 6 gr/dL atau Ht < 20%, sebaiknya diberikan PRC (10ml/kgBB) untuk mengurangi penambahan volume darah dengan tetesan lambat 4-6 jam (lebih kurang 10 tetes/menit) Hipertensi Hipertensi pada gagal ginjal akut dikarenakan kelebihan cairan atau peningkatan pada tonus vascular. Jika suatu kelebihan cairan, diuresis dengan furosemid atau dialysis dapat dilakukan untuk menstabilkan hemodinamik. Jika suatu peningkatan tonus vaskuler, pengobatan antihioertensi secara iv mungkin diperlukan yang sebaiknya dilakukan pada pasien yang tidak dapat minum obat (intubasi, hipertensi berat). Pada GGA dengan hipertensi dapat diberikan: Nifedipine 0,25-1mg/kgBB per dosis per oral/sublingual (maksimum 10

mg/dose atau 3 mg/kgBB/hari Diazoxide 2-5 mg/kg per dosis iv Labetalol 0,2-1 ,g/kg/dosis iv 0,25-3 mg/kg/jam iv Hydralazine 0,1-0,5 mg/kg iv (drip 0,75-5mcg/kg/menit) Sodium mnitroprusid ,5-10 mcg/kg/menit iv

Enalaprilat 5-10 mcg/kg/dosis iv setiap 8-24 jam.

Sementara pada penderita krisis hipertensi dimana tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan diastolic 120 mmHg diberikan terapi sebgai berikut: Nifedipin oral 0,1mg/kgBB/kali dinaikkan 0,1/kgBB/kali setiap 30 menit.

Kemudian furosemid 1 mg/kgBB/kali 2xsehari. Bila tidak turun berikan katopril 0,3 mg/kgBB/kali 2-3x/hari. Klonidin drip 0,002 mg/kgBB/8 jam + 100ml dextrose 5%.

Edema paru Dapat diberikan furosemid iv 1mg/kgBB disertai dengan torniket dan flebotomi. Di

samping itu dapat diberikan morfin 0,1 mg/kgBB. Bila tindakan tersebut tidak memberikan hasil yang efektif, dalam waktu 20 menit, maka dialysis harus segera dilakukan. Asam urat serum Asam urat serum dapat meningkat sampai 10-25mg%, kadang-kadang sampai 50mg %, untuk itu perlu diberi alupurinol dengan dosis 100-200 mg/hari pada anak umur <8 tahun dan 200-300 mg/hari di atas 8 tahun. Infeksi Pemasangan kateter vesika urinaria dll, bila tidak perlu lagi, sebaiknya segera dilepas karena merupakan penyebab infeksi nosokomial. Antibiotika profilaksis tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan timbulnya strain kuman yang resisten dan kandidiasis. Tetapi bila timbul infeksi harus segera diberantas dengan antibiotic yang adekuat. Pemakaian obat yang nefrotoksik sedapat mungkin dihindarkan.

TERAPI PENGGANTI GINJAL Ada tiga bentuk dialysis yang biasa digunakan pada GGA, yaitu: peritoneal dialysis, intermitten hemodialisis, dan terapi pengganti berkelanjutan. Indikasi dialysis pada anak dengan GGA adalah: Kadar ureum darah >200mg% Hiperkalemia >7,5 mEq/L

10

Bikarbonas serum <12mEq/L Adanya gejala-gejala overhidrasi, seperti: edema paru, dekompensasi jantung dan

hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan. Perburukan keadaan umum dengan gejala uremia berat: perdarahan, kesadaran

menurun sampai koma.

3) GGA pascarenal Bila ditemukan GGA pascarenal pada USG maka perlu ditentukan lokalisasi obstruksi dengan pielografi antegrad atau retrograde. Tindakan bedah tergantung pada situasi, dapat bertahap dengan melakukan nefrostomi dulu untuk mengeluarkan urin dan memperbaiki keadaan umum atau segera melakukan pembedahan definitive dengan menghilangkan obstruksinya. Pada tatalaksana intoksikasi jengkol, jika gejala ringan (muntah, sakit perut dan pinggang saja), pasien tidak perlu dirawat, cukup dinasehati untuk banyak minum serta memberikan natrium bikarbonat saja. Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum), pasien perlu diberi infuse natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%.

1.7.

Komplikasi2 Gagal ginjal kronik dan terminal Pada GGA yang disebabkan oleh glomerulonefritis progresif cepat thrombosis vena renalis bilateral atau nekrosis korteks bilateral, fungsi ginjal biasanya tidak pulih kembali dan dapat berakhir menjadi gagal ginjal terminal.

Kelainan pada jantung Dapat berupa payah jantung kongestif, aritmia, dan perikarditis. Kelainan ini terutama disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan eletrolit.

Hipertensi Berkaitan dengan volume overload, kelainan parenkim ginjal dan renovaskuler.

11

1.8.

Prognosis1,2 Prognosis pada gagal ginjal akut tergantung dari penyebab, umur pasien, luas kerusakan

ginjal yang terjadi, jarak periode gagal ginjal sampai terapi diberikan. Jika GGA disebabkan peningkatan kadar ureum kreatinin secara tiba-tiba 0,5-1mg/dl dan berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin sedang-barat, prognosisnya buruk. Tapi, meskipun derajatnya ringan, mortalitasnya 30-60%. Jika pasien membutuhkan terapi dialysis mortalitasnya 50-90%.

12

BAB II ILUSTRASI KASUS A. Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Alamat

: J. : 8 tahun 6 bulan : Laki-laki : Jorong Desa Siaur Sungai Lanse Sawahlunto

B. Anamnesis (diberikan oleh ibu kandung) Seorang anak laki-laki berumur 8 tahun 6 bulan di rawat di bangsal anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 12 Juni 2009 dengan : 1. Keluhan Utama : Buang air kecil tidak ada sejak 3 hari yang lalu. 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Anak makan jengkol goreng kurang lebih 5 keping 5 hari yang lalu. Sakit perut menjalar ke pinggang dirasakan anak sejak 6 jam setelah makan jengkol. Anak gelisah dan rasa ingin buang air kecil, tapi urin tidak keluar banyak, hanya keluar kurang lebih 3 tetes, bercampur darah, 3 hari yang lalu. Sejak saat itu anak tidak ada buang air kecil lagi. Anak berobat ke bidan 1x, tapi tidak ada perbaikan (urin belum keluar). Kejang berulang sejak 1 hari yang lalu, frekuensi >5x, kejang seluruh tubuh, lamanya 5-10 menit, ini kejadian kejang yang pertama kalinya, anak tidak sadar setelah kejang kedua. Jarak antarkejang 1-2 jam. Riwayat trauma kepala tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Buang air besar warna dan konsistensi biasa. Anak dirujuk dari RSUD Sawahlunto (telah dirawat selama 1 hari) karena tidak ada perubahan. Anak telah diberi drip meylon dalam dextrose 5% 12 tetes/menit, cefotaxim 2x1gram, lasiks, dan catopril 3x12,5 mg. 3. Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya

13

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. 5. Riwayat Kehamilan : Selama ibu hamil tidak pernah menderita penyakit berat, kontrol teratur ke bidan, mendapat suntikan TT 2 x, hamil cukup bulan. 6. Riwayat Kelahiran : Anak 1 dari 3 bersaudara, lahir spontan, cukup bulan, ditolong bidan, di rumah, BBL 3500 gram, PBL lupa, langsung menangis, tidak ada riwayat kuning atau biru waktu lahir. 7. Riwayat Makanan dan Minuman : Bayi : ASI dari awal lahir sampai usia 18 bulan. PASI susu formula dari usia 18 bulan sampai 3 tahun. Makanan lain: nasi tim. Anak: Makanan utama : nasi biasa, mulai usia 3 tahun, 3 x sehari, - 1 piring, lauk pauk ikan 1x2 hari, daging 1 x seminggu, ayam 1 x seminggu, sayur mayur 5-6 kali/ minggu. Kesan makanan dan minuman : kuantitas cukup, kualitas cukup 8. Riwayat Imunisasi : BCG DPT Polio Hepatitis B Campak Kesan : 1, 3 bulan scar (-) : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : imunisasi dasar tidak lengkap

9. Riwayat Sosial Ekonomi : Ibu tidak tamat SD, pekerjaan sebagai pengasuh bayi. Bapak tidak tamat SD, pekerjaan buruh, dengan penghasilan kurang lebih Rp. 700.000 per bulan. 10. Riwayat Perumahan dan Lingkungan : Tinggal di rumah tidak permanen (dari papan), sumber air minum dari sungai, tidak ada WC, WC di sungai, pekarangan tidak ada, sampah dibakar. Kesan : hygiene dan sanitasi lingkungan kurang 11. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan : Pertumbuhan gigi pertama: lupa

14

Tengkurap Duduk Berdiri Berjalan Bicara Membaca dan menulis Perkembangan pubertas

: lupa : lupa : lupa : 13 bulan : 9 bulan : 7 tahun : A1 P1 G1

Kesan : Pertumbuhan fisik dan mental normal C. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum Kesadaran Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi nafas Suhu Berat badan Tinggi badan Sianosis Ikterus Anemis Edema Status Gizi : buruk : GCS 10 (E2M4V4) : 120/70 mmHg : 92 x/menit : 29 x/menit : 36,8 0C : 26 kg : 133 cm : tidak ada : tidak ada : tidak ada : tidak ada : BB/U BB/TB Kesan : gizi sedang Kulit Kepala Mata Telinga Hidung Mulut Leher : Teraba hangat, sianosis (-), ikterik (-), pucat (-). : Bentuk bulat, simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut, tidak ada deformitas. : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter 2 mm, refleks cahaya +/+ normal. : Kelainan bawaan (-), liang telinga tidak ada sekret, serumen (-), nyeri tekan aurikuler (-). : Bentuk simetris, sekret (-), nafas cuping hidung (-), sianosis sekitar mulut (-). : Bibir basah, sianosis (-), lidah kotor (-), tremor (-) : Kaku kuduk (-), JVP 5 2 cm H2O, kelenjar getah bening tidak membesar. : 26/32 x 100% = 81,25 % : 26/28 x 100% = 92,25 % TB/U : 133/138 x 100% = 96,37 %

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis. Faring tidak hiperemis

15

Dada Paru-paru:

: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Normochest, retraksi epigastrium (-), retraksi (-). Simetris kiri dan kanan : fremitus kiri = kanan : sonor : vesikuler, ronchi (-), wheezing (-). suprasternal dan intercostal

Jantung: Inspeksi : Iktus tidak terlihat Palpasi : Iktus teraba 1 jari medial LMC sinistra RIC V Perkusi Auskultasi Perut Inspeksi Palpasi Perkusi Punggung : Tidak membuncit, distensi tidak ada : Turgor baik, hepar dan lien tak teraba , nyeri tekan (-). : Timpani : Tidak ada kelainan : Batas jantung atas: RIC II, kanan: linea sternalis dextra, kiri: 1 jari medial linea midclavicularis sinistra RIC V : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal Alat Kelamin Luar : Tak ada kelainan, Status pubertas A1P1G1 Anggota Gerak : Akral hangat, refilling kapiler baik, edem (-), sianosis (-) Refleks fisiologis +/+ (normal), refleks patologis -/- (normal), tanda ransangan meningeal negative. D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tanggal 12 Juni 2009 Darah Hb Leukosit Hit. Jenis Urine : 11 gr% : 14.000/mm3 : 0/0/3/79/16/2 : kuning Kekeruhan : ada sedikit Protein Reduksi Urobilin Bilirubin Feses :+ :::-

Makroskopis: Warna

Makroskopis: kuning, darah (-), lendir (-), sisa makanan (-) Mikroskopis : telur cacing (-)

16

E. DIAGNOSIS KERJA

Gagal Ginjal Akut ec. Intoksikasi Jengkol dengan kejang F. TERAPI : - O2 2 liter/menit IVFD D10% 6 tetes/menit mikro Pasang kateter Bilas buli-buli dengan larutan sodium bikarbonat 1,5% ML DN 6x200cc Luminal 2x60mg per oral Ceftriaxon 1x1,25 gram

Anjuran pemeriksaan: Pemeriksaan eletrolit Pemeriksaan analisa gas darah Pemeriksaan ureum kreatinin Pemeriksaan albumin dan globulin.

FOLLOW UP 12 Juni 2009 Telah terpasang kateter dan keluar urin kurang lebih 5cc berwarna merah Hasil laboratorium: Analisa gas darah : pH pO2 BE : 7,26 : 93 mmHg : -15,4 mmol/L pCO2 : 26 mmHg HCO3: 11,7 mmol/L SO2 : 96% Kesan : Asidosis metabolic Tindakan : koreksi bikarbonat = BExBBx0,3 = -15,4x26x0,3 = 120mEq + 120 cc aqua = 240 cc/jam Eletrolit : Na K Cl Ca : 134 mg/dl : 5,6 mg/dl : 90 mg/dl : 10,0 mg/dl

17

Kesan: dalam batas normal GDR Albumin Globulin Ureum Kreatinin : 71 mg/dl : 4,0 : 3,0 : 361 mg/dl : 3,9 mg/dl

Kesan : dalam batas normal

Kesan : peningkatan ureum kreatinin LFG= 0,55x1,33 m / 3,9 = 18,75 ml/menit 1,73 m2 Kesan: gagal ginjal Jam 07.00 WIB A/ : buang air kecil keluar sedikit demam tidak ada mual muntah tidak ada O/ : KU KS TD : sakit berat : sadar : 120/80 mmHg

Nadi : 97x/menit Nafas : 27x/menit BB Mata : 26 kg : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorax : cor dan pulmonal tidak ada kelainan Abdomen: distensi tidak ada, hepar teraba 1/4-1/4, lien tidak teraba. Ekstremitas: akral hangat, perfusi baik Balance cairan 5 jam (03.00-08.00 WIB) Input : PO PE Jumlah : 200 cc Output : Urin : 15 cc IWL : 108 cc Jumlah : 113 cc Balance: + 87 cc Urin Kesan : 0,03 cc/kgBB/jam : anuria :: 200 cc

D/ Gagal Ginjal Akut ec. Intoksikasi Jengkol dengan asidosis metabolik

18

AGD post koreksi: pH pO2 BE SO2 Na K Cl : 7,38 : 128 mmHg : - 6,8 mmol/L : 99% : 132 mg/dl : 5,5 mg/dl : 87 mg/dl pCO2 : 31 mmHg HCO3- : 18,3 mmol/L

Kesan : asidosis metabolic terkompensasi

Kesan : dalam batas normal Balance cairan 4 jam (08.00-12.00 WIB) Input : PO PE Jumlah : 200 cc Output : Urin : 20 cc IWL : 130 cc Jumlah : 150 cc Balance: + 50 cc Urin : 0,2 cc/kgBB/jam Kesan : oliguria Balance cairan 6 jam (12.00-18.00 WIB) Input : PO PE Jumlah : 200 cc Output : Urin : 100 cc IWL : 130 cc Jumlah : 230 cc Balance: -30 cc Urin : 0,64 cc/kgBB/jam Kesan : oliguria Balance cairan 6 jam (18.00-24.00 WIB) Input : PO ::: 200 cc :: 200 cc

19

PE Jumlah : 200 cc

: 200 cc

Output : Urin : 10 cc IWL : 130 cc Jumlah : 140 cc Balance: + 60 cc Urin : 0,38 cc/kgBB/jam Kesan : oliguria Hasil pemeriksaan urin: Mikroskopis : leukosit Eritrosit Silinder Kristal: Epitel Kimia : Protein Glukosa Bilirubin : + gepeng :+ ::: 1-2 :+ :-

Urobilinogen : + 13 Juni 2009 A/ : buang air kecil cukup banyak demam ada mual muntah tidak ada sesak nafas tidak ada kejang tidak ada O/ : KU KS TD : sakit sedang : sadar : 120/80 mmHg

Nadi : 119x/menit Nafas : 28x/menit T Mata : 38oC : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorax : cor dan pulmonal tidak ada kelainan Abdomen: distensi tidak ada, hepar teraba 1/4-1/4, lien tidak teraba. Ekstremitas: akral hangat, perfusi baik Balance cairan 6 jam (00.00-06.00 WIB) Input : PO : 400 cc PE : 200 cc

20

Jumlah : 600 cc Output : Urin : 1500 cc IWL : 130 cc Jumlah : 1630 cc Balance: - 1030 cc Urin Na K Cl : 9,6 cc/kgBB/jam : 141 mg/dl : 3,8 mg/dl : 93 mg/dl

Ureum : 199 mg/dl Kreatinin: 4,4 mg/dl LFG= 0,55x133/4,4=16,6 ml/menit 1,73 m2 Kesan : gagal ginjal kronis (peningkatan fungsi ginjal dibandingkan sebelumnya) D/ Gagal Ginjal Akut ec. Intoksikasi Jengkol Terapi : O2 2 liter/menit IVFD D5% : Bicnat ML Luminal Ceftriaxon = 500:100 : 6x200cc : 2x60mg : 1x1,25 gram

Rencana: pemeriksaan ureum kreatinin ulang Pemeriksaan AGD Balance cairan 14 Juni 2009 A/ : buang air kecil ada demam tidak ada mual muntah tidak ada sesak nafas tidak ada kejang tidak ada O/ : KU KS TD : sakit sedang : sadar : 120/80 mmHg

Nadi : 110x/menit Nafas : 27x/menit T : 37oC

21

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorax : cor dan pulmonal tidak ada kelainan Abdomen: distensi tidak ada, hepar teraba 1/4-1/4, lien tidak teraba. Ekstremitas: akral hangat, perfusi baik Balance cairan 6 jam (06.00-12.00 WIB) Input : PO PE Jumlah : 400 cc Output : Urin : 600 cc IWL : 130 cc Jumlah : 730 cc Balance: - 330 cc Urin : 3,8 cc/kgBB/jam : 400 cc :-

Balance cairan 6 jam (12.00-18.00 WIB) Input : PO PE Jumlah : 500 cc Output : Urin : 450 cc IWL : 130 cc Jumlah : 500 cc Balance: - 80 cc Urin : 2,9 cc/kgBB/jam : 500 cc :-

Balance cairan 6 jam (18.00-24.00 WIB) Input : PO PE Jumlah : 400 cc Output : Urin : 600 cc IWL : 130 cc Jumlah : 730 cc Balance: - 330 cc Urin : 3,8 cc/kgBB/jam : 400 cc :-

D/ Gagal ginjal akut ec. intoksikasi jengkol

22

15 Juni 2009 A/ : buang air kecil ada demam tidak ada mual muntah tidak ada sesak nafas tidak ada kejang tidak ada BAB biasa makan habis O/ : KU KS TD : sakit sedang : sadar : 120/70 mmHg

Nadi : 98x/menit Nafas : 28x/menit T Mata : 36,8oC : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

Thorax : cor dan pulmonal tidak ada kelainan Abdomen: distensi tidak ada, hepar teraba 1/4-1/4, lien tidak teraba. Ekstremitas: akral hangat, perfusi baik Balance cairan 6 jam (00.00-06.00 WIB) Input : PO PE Jumlah : 300 cc Output : Urin : 450 cc IWL : 130 cc Jumlah : 580 cc Balance: - 280 cc Urin : 2,9 cc/kgBB/jam : 300 cc :-

D/ Gagal Ginjal Akut ec. Intoksikasi Jengkol Terapi : IVFD KaEN 1B 6 tetes/menit makro ML Nefritis 2000 kkal Ceftriaxon 1x1,25gram Rencana: Analisa gas darah dan eletrolit Pemeriksaan ureum kreatinin Pemeriksaan GDR Balance cairan 12 jam (00.00-12.00 WIB)

23

DISKUSI
Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki berumur 8 tahun 6 bulan dirawat di bangsal anak RSUP. Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 12 Juni 2009 dengan keluhan utama buang air kecil tidak ada sejak 3 hari yang lalu. Pasien didiagnosis dengan gagal ginjal akut ec. intoksikasi jengkol. Penegakan diagnosis didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan informasi bahwa pasien 5 hari yang lalu makan jengkol goreng sebanyak lebih kurang 5 keping. 6 jam setelah itu pasien sakit perut menjalar ke pinggang. Pasien merasakan ingin buang air kecil tapi urin tidak banyak keluar, bahkan urin yang keluar tersebut bercampur dengan darah. Tidak ada lagi urin yang keluar setelah itu. Berdasarkan informasi tersebut disimpulkan suatu kemungkinan kejadian intoksikasi jengkol yang mengakibatkan GGA pascarenal. Pasien juga mengalami kejang berulang (frekuensi >5x) sejak 3 hari yang lalu, kejang seluruh tubuh selama 5-10 menit. Jarak antarkejang 1-2 jam dan pasien tidak sadar setelah kejang kedua. Riwayat kejang sebelumnya tidak ada, riwayat trauma kepala tidak ada, mual muntah juga tidak ada. Berdasarkan literature, kejang dapat terjadi pada pasien GGA yang bisa disebabkan oleh proses penyakit primernya, hiponatremia, hipokalsemia, hipokalemia, hipomagnesemia atau karena hipertensi/uremia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan penurunan kesadaran pada pasien dan pernafasan yang cepat dan dalam (Kusmaull). Hal ini menunjukkan adanya tanda-tanda asidosis metabolic. Sedangkan tanda ransangan meningeal tidak ditemukan. Penegakan diagnosis gagal ginjal akut juga didasarkan pada pemeriksaan laboratorium dimana dari hasil pemeriksaan ureum dan kreatinin terjadi peningkatan ureum mencapai 361 mg/dl dan kreatinin 3,9 mg/dl. Hal ini sesuai dengan literature bahwa GGA berdasarkan laboratorium adalah peningkatan mendadak kreatinin 0,5mg% pd pasien protein dalam urin walaupun hanya sedikit (positif satu). Penatalaksanaan pasien ini adalah memberikan O2 2 liter/menit, pemberian terapi cairan dan kalori, bilas traktus urinarius dari asam jengkol serta mengkoreksi asidosis metabolic yang terjadi. Diberikan IVFD glukosa 10% 6 tetes/menit mikro dan diet nefritis 6x200cc per hari. Bilas buli-buli dengan larutan sodium bikarbonat 1,5% untuk mempermudah larutnya kristal-kristal asam jengkol untuk diekskresikan dengan urin. Untuk asidosis metaboliknya diberikan koreksi dengan bikarbonat 120 mEq setelah mengetahui hasil pemeriksaan analisis gas darah. Selain itu, diperlukan juga tatalaksana terhadap kejang pada pasien dengan memberikan luminal 2x60mg per oral. Pada pasien direncanakan untuk dilakukan peritoneal dialysis karena adanya peningkatan ureum mencapai 361 mg/dl dan pasien mengalami penurunan kesadaran. Pemeriksaan penunjang ureum kreatinin, albumin dan globumin serta pemeriksaan eletrolit lanjutan dibutuhkan unuk menilai kelainan yang diakibatkan oleh intoksikasi jengkol ini. Pemeriksaan dengan kreatinin awal < 2,5mg% serta peningkatan kadar ureum darah sekitar 10-20 mg/dl/hari. Pemeriksaan urin juga menunjukkan adanya

24

penunjang lainnya seperti USG sebaiknya juga dilakukan untuk mengetahui adanya hidronefrosis atau melihat anatomi ginjal secara keseluruhan yang berkaitan dengan penyakit ini.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas H. Gagal ginjal akut, dalam : Alatas H, Tambunan T, Trihono P.P, Pardede

S.O, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2 Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2002 ; 490-508
2. Bergstein, JM, Acute Renal Failure, in: Beth A Vogt Elis D. Avner. Nelson Text

Book of Pediatrics, 17th ed. Philadelphia: Elsevier Science (USA), 2004; chapter: 527.1
3. Agraharkar M, 2007. Acute renal failure. Diakses dari www.emedicine.com 15

Juni 2009 4. H,L. Peranan Asam Jengkol pada Keracunan Jengkol, dalam : Cermin Dunia Kedokteran, Jakarta, 1982, No. 28 5. Manik, Murniati. Keracunan Makanan, Medan: Bagian Ilmu Gizi FK USU; 2003

26

Anda mungkin juga menyukai