Anda di halaman 1dari 51

BAB I PENDAHULUAN

I.1

LATAR BELAKANG Manusia dalam menjalani hidupnya tidak dapat mempertahankan secara

keseluruhan fungsi tubuhnya, antara lain gigi. Untuk itu, perlu dibuat gigitiruan agar fungsi tubuh tidak terhambat dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Fungsi gigitiruan adalah memperbaiki atau mengembalikan fungsi mastikasi, fonetik, dan estetik. Salah satu tanda gigitiruan yang baik adalah dapat bertahan di tempatnya selama mungkin dan dapat berfungsi sebagaimana diharapkan. Secara umum gigitiruan dapat dibedakan atas gigitiruan cekat (fixed denture) dan gigitiruan lepasan (removable denture). Umumnya penderita lebih nyaman menggunakan gigitiruan cekat dibandingkan gigitiruan lepasan karena proses adaptasinya yang lebih mudah dan lebih cepat. Pembuatan gigitiruan cekat (GTC) menghendaki adanya pengasahan pada gigi penyangga. Untuk memperoleh suatu desain preparasi yang baik, seorang dokter gigi harus mengikuti 5 prinsip dasar preparasi, yaitu pemeliharaan struktur gigi, bentuk retensi dan resistensi, daya tahan restorasi, integritas tepi restorasi, dan pemeliharaan jaringan periodonsium. Kelima prinsip ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi saling berkaitan, misalnya pemeliharaan struktur gigi menghendaki preparasi seminimal mungkin. Di sisi lain, preparasi yang tipis menyebabkan tipisnya restorasi sehingga daya tahan restorasi dipertanyakan.1

Retensi adalah kemampuan dari preparasi untuk mencegah restorasi terlepas dari gigi penyangga oleh tekanan yang datang searah dengan sumbu gigi. Ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan pada waktu melakukan preparasi gigi yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kelancipan preparasi, luasnya daerah permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami gesekan, dan kekasaran

permukaan. Adanya kekasaran permukaan permukaan preparasi dimaksudkan untuk meningkatkan daerah adesi antara semen dan permukaan preparasi sehingga diharapkan akan meningkatkan retensi. Dengan kata lain, makin kasar permukaan permukaan preparasi maka daya adesi semen gigi dapat berfungsi dengan baik.1 Shillingburg dkk mengemukakan bahwa merupakan hal yang penting cavosurface finish line hendaknya halus dan berkelanjutan untuk memfasilitasi pembuatan restorasi yang memiliki adaptasi tepi yang baik. Pengurangan jaringan dalam jumlah yang banyak difasilitasi dengan penggunaan bur intan. Akan tetapi penggunaannya meninggalkan cavosurface finish line yang tidak teratur sehingga diperlukan instrumen lain untuk mendapat permukaan yang halus. Untuk itu digunakan bur karbit dengan ukuran dan bentuk yang sama. 1 Machmud dalam penelitiannya yang meneliti kekasaran pada permukaan lempeng logam, mendapatkan bahwa kekuatan tarik terbesar adalah lempeng logam yang diberi perlakuan bentuk anyaman. 2 Hirata dkk dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa bur microfinishing baru dan teknik preparasi one way pulling/pushing menghasilkan kekasaran

Prostodonsi| 2

permukaan yang lebih halus dibandingkan metode preparasi konvensional yang menggunakan bur yang sama atau bur intan superfine. 3 Sedangkan Sevgican dkk mengemukakan bahwa penggunaan dua macam bur tidak mempengaruhi kekuatan ikatan tensil dari adesif ke gigi. 4 Dari data penelitian yang ada sebelumnya mengenai celah tepi yang dihasilkan dari bebagai macam bur juga dapat mempengaruhi kekasaran dari dinding preparasi. Hirata dkk dalam penelitiannya mendapatkan celah tepi minimal diperoleh dengan kombinasi bur microfinishing-baru dan teknik preparasi one way pulling/pushing. 3 Ayad juga meneliti mengenai efek dari beberapa macam bur terhadap kerapatan tepi restorasi ekstrakoronal mendapatkan bahwa celah terbesar terjadi dengan menggunakan tungten carbide bur, diamond bur, dan yang terkecil adalah yang menggunakan finishing bur. 5 Yamamoto dkk dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kekasaran permukaan dari permukaan yang diberi beban tidak mempunyai pengaruh pada pembentukan retak pada keramik glass yang berbasis mika bonded.6 Sedangkan Celik dkk yang meneliti mengenai prosedur polishing and finishing pada kekasaran permukaan gigi peparasi mengemukakan bahwa penggunaan disk aluminium oksida menghasilkan permukaan yang lebih halus dari pada sistem poles silikon untuk semua jenis resin. 7 Jadi, di satu sisi perlu kekasaran pada permukaan preparasi. Akan tetapi di sisi lain penghalusan juga perlu dilakukan utamanya pada cavosurface finish line.

Prostodonsi| 3

Sampai saat ini belum ada data mengenai pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi akibat penggunaan bur karbit terhadap kekuatan tarik dari semen luting restorasi tuang cekat. Tekanan geser yang akan melepaskan suatu restorasi cekat dari tempatnya akan menimbulkan tahanan dari semen luting yang disebut kekuatan tarik. Makin tinggi nilai kekuatan tarik semen luting, menunjukkan makin retentif suatu restorasi.

I.2

RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka timbul

masalah, yaitu apakah penghalusan dinding aksial preparasi mempengaruhi kekuatan tarik semen luting dari restorasi tuang cekat. Oleh karena itu dianggap perlu untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Penghalusan Dinding Aksial Preparasi Terhadap Kekuatan Tarik Semen Luting Pada Lempeng Logam. Implikasi klinisnya adalah apakah ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap ketahanan mahkota tuang penuh pada tempatnya di rongga mulut

I.3 I.3.1

TUJUAN PENELITIAN TUJUAN UMUM Untuk mengetahui pengaruh penghalusan pada dinding aksial preparasi

terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam.

Prostodonsi| 4

I.3.2

TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui kekasaran dari dinding aksial preparasi yang dapat

memberikan kekuatan tarik yang paling tinggi bagi semen luting.


2. Mengetahui kekuatan tarik semen luting dari hasil preparasi yang

dinding aksial preparasinya dihaluskan


3. Mengetahui kekuatan tarik semen luting dari hasil preparasi yang

dinding aksial preparasinya tidak dihaluskan.

I.4

HIPOTESIS PENELITIAN Ho = Tidak ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, pada = 0,05 Ha = Ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, pada = 0,05

I.5

MANFAAT PENELITIAN
1. Memberi informasi tentang pengaruh penghalusan dinding aksial

preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada restorasi mahkota tuang penuh yang berpengaruh langsung pada retensi restorasi tersebut. Prostodonsi| 5

2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data awal

ataupun pembanding bagi penelitian selanjutnya mengenai semen luting dan kekasaran permukaan preparasi yang berujung pada restorasi yang dapat bertahan di tempatnya selama mungkin.

Prostodonsi| 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1

RESTORASI MAHKOTA Mahkota adalah restorasi yang menutupi seluruh bagian atas gigi. Mahkota

biasa digunakan untuk gigi yang pecah, gigi yang tipis dan sensitif. Mahkota juga digunakan untuk meningkatkan tampilan gigi alami yang malformasi, malposisi atau diskolorisasi. 8 Perawatan mahkota dapat menggantikan geligi yang tanggal, memberi dukungan pada geligi yang tersisa dan membantu mempertahankan kesehatan mulut yang optimal. 9 Jenis-jenis restorasi mahkota : 10
1.

Restorasi

mahkota

sebagian

(Partial

Coverage

Crowns)

mempunyai veneer logam yang menutupi tiga-perempat hingga empatperlima mahkota klinis.
2.

Restorasi mahkota penuh (Full Coverage Crowns) a. b.


c.

Full Casted Crowns Full Veneer Crowns Restorasi mahkota jaket keramik (Porselen Fused to Metal) Restorasi mahkota pasak (Post Retained Crowns)

3.

Restorasi mahkota dibuat terpisah yang disemen pada inti. Inti merupakan perluasan koronal dari pasak dalam saluran akar. Sesuai dengan klasifikasinya, retensi pasak dan inti terbagi atas dua kategori, yaitu : 11 Prostodonsi| 7

a. Pasak Tuang Pasak tuang merupakan hasil reproduksi saluran akar yang telah dipreparasi. b. Pasak Buatan Pabrik Retensi pasak yang dibuat oleh pabrik. Desainnya sangat bervariasi, sehingga desain pasak jenis ini dapat dikembangkan. Mahkota tuang penuh (full casted crowns) Mahkota tuang penuh (full casted crown) adalah restorasi yang menyelubungi seluruh permukaan mahkota klinis gigi dan terbuat dari logam campur secara tuang. 12 Indikasi : Sebagai restorasi tunggal / sebagai restorasi penyangga pada gigi jembatan. Pada gigi posterior yang tidak membutuhkan estetik. Gigi dengan karies servikal, dekalsifikasi, enamel hipoplasi / untuk memperbaiki fungsi kunyah. 12 Kontraindikasi : 1. Sisa mahkota gigi tidak cukup untuk menerima beban daya kunyah terutama pada gigi dengan pulpa vital. 2. Bila restorasi untuk kepentingan estetik
3. Pada pasien yang memiliki OH buruk sehingga restorasi mudah korosi /

tarnish. 12

Prostodonsi| 8

II.2

PRINSIP PREPARASI Untuk memperoleh suatu desain preparasi yang baik, preparasi harus

mengikuti 5 prinsip dasar yang saling berkaitan oleh karena kelimanya memiliki kepentingan utama yang sama. Prinsip dasar tersebut adalah:1 1. Pemeliharaan struktur gigi 2. Bentuk retensi dan resistensi 3. Daya tahan dari restorasi 4. Integritas tepi restorasi 5. Pemeliharaan jaringan periodonsium Pengambilan jaringan gigi yang terlalu banyak pada saat preparasi akan menghasilkan bentuk yang terlalu runcing atau terlalu pendek sehingga memberi akibat yang kurang baik terhadap retensi maupun resistensi dari restorasi, dan mencederai pulpa. Untuk maksud tersebut maka perlu penguasaan aspek anatomi gigi dalam preparasi gigi.1 Kekuatan dasar dari retensi adalah terletak pada dua permukaan aksial yang berlawanan, yang berimplikasi pada kelancipan atau taper-nya hasil preparasi. Ada 4 faktor yang harus diperhatikan pada waktu melakukan preparasi gigi yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kemiringan, luasnya daerah permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami gesekan, dan kekasaran permukaan preparasi.1 Permukaan preparasi hendaknya jangan terlalu halus dipoles karena daya adesi dari semen gigi tergantung terutama pada kekasaran permukaan yang akan bersatu

Prostodonsi| 9

dengannya. Makin kasar permukaan, daya adesi semen gigi dapat berfungsi makin baik.1 II.3 TEKNIK PREPARASI GIGI

Preparasi Mahkota Tuang Penuh 1,13,14 Persiapan untuk sebuah mahkota tuang penuh dimulai dengan

pengurangan oklusal, sekitar 1,5 mm pada tonjol fungsional dan 1,0 mm pada tonjol non-fungsional. Dengan melakukan langkah pertama ini, panjang oklusogingival dari preparasi dapat ditentukan. Retensi yang potensial dari preparasi dapat kemudian diperhitungkan dan fitur tambahan dapat ditambahkan jika diperlukan. 1

Gambar 2.1 Pengurangan oklusal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Groove orientasi sedalam 1,0 mm dibuat pada permukaan oklusal gigi agar diperoleh acuan untuk menentukan apakah pengurangan sudah cukup. Jika pengurangan dimulai tanpa tanda orientasi, waktu akan terbuang untuk mengecek

P r o s t o d o n s i | 10

pengambilan yang dilakukan. Bur intan taper berujung bulat digunakan untuk membuat groove pada ridge dan groove utama pada permukaan oklusal. Jika sudah ada jarak dengan gigi antagonis karena malposisi atau karena fraktur pada gigi yang dipreparasi, groove jangan dibuat sedalam 1,0 mm. 1 Setelah groove panduan adekuat, sisa-sisa struktur gigi diantara groove dihilangkan dengan bur intan taper berujung bulat. Penempatan yang tepat pada groove secara otomatis menghasilkan tampilan oklusal yang adekuat. 14 Struktur gigi yang tersisa antara groove orientasi dihilangkan untuk menyempurnakan pengurangan oklusal. Kekasaran yang masih tersisa harus dihilangkan, menjaga permukaan oklusal tetap dalam konfigurasi inklinasi geometrik yang menjaga permukaan oklusal gigi posterior. Bevel yang luas dibuat pada tonjol fungsional menggunakan bur intan taper berujung bulat. Groove orientasi yang dalam juga membantu dalam pengurangan ini. Bevel tonjol fungsional dibuat pada inklinasi bukal dari tonjol bukal rahang bawah dan inklinasi lingual dari tonjol lingual rahang atas. Kegagalan dalam penempatan bevel ini dapat berakibat pada hasil tuangan yang tipis atau bentuk morfologi restorasi yang buruk. 1

P r o s t o d o n s i | 11

Gambar 2.2 Bevel tonjol fungsional (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Jarak oklusal diperiksa dengan menggigitkan malam merah dengan ketebalan 2 mm di atas gigi yang sudah dipreparasi. Malam merah kemudian diterawang dengan cahaya yang cukup untuk menentukan jarak oklusal yang adekuat. Bagian preparasi dengan jarak oklusal yang tidak cukup akan memberikan tanda berupa daerah yang tipis pada malam. Struktur gigi pada daerah tersebut harus dhilangkan dan dicek kembali. Pengurangan oklusal dan bevel tonjol fungsional dibuat dengan bur yang digunakan untuk membuat groove, tidak boleh ada sudut yang tajam atau ridge pada pertemuan bevel. Jika ada, harus dihilangkan dengan bur fissure taper. 1 Teknik pengambilan aksial hampir sama dengan pengambilan oklusal. Sisa-sisa struktur gigi pada daerah groove dihilangkan dengan tepi chamfer, dan bur intan taper berujung bulat digunakan dalam prosedur ini. 14 P r o s t o d o n s i | 12

Dinding bukal dan lingual dikurangi dengan bur torpedo, sehingga akan didapatkan pengurangan daerah aksial yang diharapkan karena ujungnya yang taper akan membentuk chamfer. Akhiran diperlukan untuk memungkinkan agar restorasi tepat dan chamfer merupakan akhiran yang dibutuhkan untuk mendapatkan kekuatan selama adaptasi. 1

Gambar 2.3 Pengurangan dinding bukal dan lingual (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Pengurangan daerah proksimal dilakukan dengan bur intan needle yang pendek. Ujung bur yang tipis bekerja pada daerah proksimal dengan gerakan memotong oklusogingival atau bukolingual, berhati-hati dalam menghindari gigi tetangga. Jika daerah yang cukup sudah didapatkan, bur torpedo digunakan untuk membentuk chamfer sebagai akhiran gingiva pada interproksimal. 1

P r o s t o d o n s i | 13

Gambar 2.4 Pengurangan dinding proksimal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Semua permukaan aksial dihaluskan dengan bur torpedo yang bentuk dan ukurannya memungkinkan untuk menyelesaikan akhiran chamfer sebaik mungkin. Preparasi harus dilakukan disudut permukaan bukal atau lingual hingga ke permukaan proksimal untuk memastikan bahwa akhiran telah rata. 1

P r o s t o d o n s i | 14

Gambar 2.5 Tepi chamfer dan penghalusan dinding (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

Pada langkah akhir, preparasi diselesaikan untuk permukaan yang lebih rata dengan menggunakan bur intan taper berujung bulat untuk membuat tepi preparasi 21. Gunakan long fissure bur diamond 1,6 mm atau 2,1 mm. Hilangkan semua garis tepi sudut tajam dari gigi yang dipreparasi. 13 Tahap akhir pada preparasi full veneer adalah pembuatan akhiran servikal. Hal ini akan menghindari semua gerakan rotasi yang mungkin terjadi selama sementasi dan akan membantu dalam proses tuangan. Groove dibuat pada permukaan aksial dengan bagian terbesar. Hal ini biasanya dibuat pada preparasi permukaan bukal rahang bawah dan pada preparasi permukaan lingual rahang atas. Untuk preparasi GTC jangka panjang, harus ada groove bukal dan lingual untuk meningkatkan resistensi terhadap pergerakan mesiodistal. 1

P r o s t o d o n s i | 15

Gambar 2.6 Pembuatan akhiran servikal (Sumber: Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett SE. Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 ) 1

II.4

SEMEN LUTING

II.4.1 SEMEN LUTING GLASS IONOMER Semen ionomer kaca atau nama generik dari sekelompok bahan yang menggunakan bubuk kaca silikat dan larutan asam poliakrilat. Bahan ini mendapatkan namanya dari formulanya yaitu suatu bubuk kaca dan asam ionomer yang mengandung gugus karboksil. Semen ini juga disebut sebagai semen polialkenoat. 15 Penggunaan semen ionomer kaca telah meluas antara lain sebagai bahan perekat, bahan base, bahan restoratif untuk restorasi konservatif kelas I dan II, membangun badan inti, dan sebagai penutup pit dan fisura. 15 Ada tiga jenis semen ionomer kaca berdasarkan formulanya dan potensi penggunaannya. Tipe I untuk bahan perekat, Tipe II untuk bahan restorasi, dan tipe III untuk basis. Juga ada semen ionomer kaca yang pengerasannya dilakukan oleh sinar. Jenis ini juga disebut sebagai semen ionomer kaca modifikasi resin sebab melibatkan resin yang dikeraskan sinar dalam formulanya. 15 Karena sifatnya yang melekat secara kimiawi dengan jaringan keras gigi dan melepaskan fluoride dalam jangka waktu yang cukup lama, penggunaan

P r o s t o d o n s i | 16

semen ionomer kaca menjadi semakin luas. Keuntungan adanya fluor di dalamnya membuat semen ionomer kaca sangat cocok untuk restorasi pada gigi sulung di anterior terutama untuk bagian proksimal. Akan tetapi tidak dianjurkan untuk restorasi pada gigi molar sulung. 16

Keuntungan penggunaan semen ionomer kaca 16 Perlekatan yang bagus dengan struktur gigi Retensi cukup tinggi Mampu melepaskan fluoride Biokompatibel Preparasi minimal dan waktu kerja yang singkat. Kekurangan semen ionomer kaca 15,16 Lebih rentan terhadap keausan dibanding komposit Mudah larut dalam saliva Kasar Sensitif terhadap air pada saat setting time. Kurang estetis dibandingkan komposit Semen ionomer kaca pertama kali diperkenalkan sebagai bahan pelapik, dan tidak lama kemudian, bahan-bahan ini digunakan sebagai luting agent. 17 Selain itu, semen ionomer kaca yang tersedia sebagai luting agent dirumuskan sebagai bahan semen ionomer kaca tradisional, dan sebagai resinversi modifikasi. Formulasi ini banyak digunakan oleh dokter dalam beberapa

P r o s t o d o n s i | 17

tahun terakhir, baik karena sifat fisik, dan karena kemudahan penggunaan dalam hal sifat penanganan.

Gambar 2.7 Powder dan Liquid Glass Ionomer Luting Cement (Sumber: ._____. Porcelain fused to metal crown placement. [serial on the internet]. 09 October 2009 [cited 2011 January 27]. Available from : http://costdentures.com/fixed/porcelain-fused-tometal-crown-placement/) 18

II.4.2 ZINC PHOSPHATE CEMENT Luting agent tradisional ini terus menjadi populer untuk restorasi tuang. Luting agent ini memiliki kekuatan yang memadai pada ketebalan sekitar 25 m, berada dalam batas toleransi yang diperlukan untuk membuat restorasi tuang, dan waktu kerja yang normal. 14 Kelebihan bahan ini dapat dengan mudah dihilangkan. Efek toksik dari zink fosfat atau lebih khususnya asam fosforik telah banyak dilaporkan. Namun, keberhasilan penggunaan bahan ini pada pulpa secara klinis dapat diterima selama

P r o s t o d o n s i | 18

masih dalam batas normal dan preparasi tidak terlalu dekat dengan dasar kavitas (pulpa). 14

Gambar 2.8 Powder dan Liquid Zinc Phosphate Cement (Sumber: ._____. Zink Phosphate Cement. [serial on the internet]. 2008 [cited 2011 January 27]. Available from : http://www.mediceptdental.com/products/dental-cements/zinc-phosphatecement.html) 19

II.4.3 BAHAN SEMEN LUTING LAIN Bahan luting yang ideal memiliki waktu kerja / setting yang panjang, perlekatan yang baik antara stuktur gigi dengan permukaan restorasi, tidak bersifat toxic terhadap pulpa, dan memiliki kekuatan yang adekuat. 14 Beberapa bahan semen lain yang dapat digunakan sebagai luting adalah : 14

P r o s t o d o n s i | 19

1. Zinc Polycarboxylate Cement Semen ini merupakan salah satu semen yang baru dan memebrikan bukti perlekatan yang baik pada komponen kalsium dari strukutur gigi. Walaupun agak sulit dimanipulasi, semen ini memiliki potensi untuk adesi klinis ke ion-ion kalsium pada email dan dentin. 20

2. Resin-modified Glass Ionomer Cement Diantara semen luting yang popular, Resin-modified Glass Ionomer

Cement memiliki solubilitas yang rendah, adesi, dan mikroleakage yang rendah. Bahan ini menjadi popular karena keuntungan yang didapatkan yaitu berkurangnya sensitifitas setelah sementasi. 14 3. Composite Resin Semen ini hanya digunakan pada kasus-kasus tertentu karena pengerutan waktu pengerasan yang besar, kecenderungan mengiritasi pulpa, kecenderungan terjadi kebocoran mikro, dan karakteristik manipulasi yang jelek. 20 4. Resin Adesif Evaluasi jangka panjang dari bahan ini belum ada sehingga tidak dapat direkomendasikan untuk digunakan secara rutin. Bahan ini dapat diindikasikan jika sebuah tambalan terlepas karena kurangnya retensi. 14

P r o s t o d o n s i | 20

II.5

SIFAT SEMEN Tabel 2.1 Sifat semen untuk perekatan 15


Kekuatan Kekuatan Waktu setting (mnt) Tebal tekan-24 lapisan jam (m) (MPa) 20 24 < 25 21 25 25 32 104 86 70 - 172 55 6 - 28 55 48 24 jam (MPa) 5,5 6,2 6,2 4,1 4,1 (GPa) 13,5 7,3 2,1 3,1 5,1 5,0 2,5 dalam air (berat %) 0,06 1.25 0,0 0,01 0,06 0,04 0,05 0,08 Moderat Moderat Mild Mild Mild Mild Moderat Mild to diametralelastisitas disintergrasi pulpa tarik Modulus dan Respon Kelarutan

Zinc phosphate Glass ionomer Semen resin Polikarboksilat OSE, Tipe I OSE + alumnia + EBA (Tipe II) OSE + polimer

5,5 7 2-4 6 4 - 10 9,5 6 - 10

(Tipe II)

Tampak pada Tabel 2.1, sifat dari berbagai jenis semen yang berbedabeda. Karena itu, pemilihan semen lebih ditentukan oleh tuntutan fungsional dan biologis dari situasi klinis tertentu. Jika diinginkan kinerja yang optimal, sifat fisik, dan biologi serta karakteristik pengerjaan, misalnya waktu kerja dan setting

P r o s t o d o n s i | 21

serta kemudahan membuang kelebihan bahan, akan menjadi pertimbangan dalam memilih semen untuk perekatan. 15

II.6

LOGAM CAMPUR Logam campur dapat diklasifikasikan menurut : 15

1. Penggunaan (digunakan sebagai inlay logam penuh, mahkota dan jembatan, restorasi logam keramik, gigitiruan sebagian lepasan, dan implan)
2. Unsur utamanya (emas, paladium, perak, nikel, kobalt, atau titanium)

3. Kandugan logam mulianya (sangat mulia, mulia, atau dominan logam dasar)
4. Tiga unsur utama (emas-paladium-perak, paladium-perak-timah, nikel-

kromium-berilium, kobalt-kromium-molibdenum, titanium-aluminiumvanadium, atau besi-nikel-kromium)


5. Sistem fase yang dominan (isomorfus / fase tunggal, eutetik, peritetik, atau

antarlogam). Logam Campur Aluminium Perunggu Ada satu logam campur yang berbahan utama tembaga yang diakui oleh ADA. Meskipun perunggu biasanya dirumuskan sebagai logam campur tembaga yang kaya tembaga dan timah (Cu-Sn) denga atau tanpa unsur-unsur lain seperti seng dan fosfor, pada dasarnya terdapat logam campur perunggu dua komponen (biner), tiga komponen (terner) dan empat komponen (kuartener) yang tidak mengandung timah, seperti aluminium perunggu (tembaga-aluminium [Cu-Al]),

P r o s t o d o n s i | 22

silikon perunggu (tembaga-silikon [Cu-Si]) dan berilium perunggu (tembagaberilium [Cu-Bel]). Keluarga logam campur aluminium perunggu termasuk salah satu yang diakui oleh ADA dapat mengandung tembaga 8188% wt, aluminium 7-11% wt, nikel 24% wt, dan besi 14% wt. Hanya sedikit data klinis yang tersedia tentang logam campur aluminium perunggu ini. Logam campur tembaga berpotensi untuk bereaksi dengan belerang (sulfur), membentuk tembaga-sulfida yang menimbulkan karat pada pemukaan logam campu yang berbahan dasar emas atau perak dan mengandung perak dalam jumlah yang cukup besar. 15

II.7

TEORI KEKUATAN TARIK Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk

menentukan respon bahan dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena atomik maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk atau ukuran benda uji) dari bahan terhadap pembebanan tersebut. Jenis-jenis pengujian mekanis bahan antara lain: 21
1. Kekuatan Tarik

Adalah pengujian yang dilakukan pada suatu bahan padat (logam atau nonlogam) dan dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku bahan tersebut terhadap pembebanan mekanis. Sampel atau benda uji ditarik dengan beban kontinyu.
2. Pengujian Kekerasan / kekuatan tekan

P r o s t o d o n s i | 23

Adalah ketahanan bahan terhadap gaya penekanan dari bahan lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari bahan keras terhadap suatu permukaan benda uji.
3. Pengujian geser / kekuatan transversa

Adalah pengujian mekanis material untuk mengetahui modulus elastisitas benda uji dalam arah geser. Dalam batas elastis tegangan
geser bervariasi secara linier dari nol di bagian pusat benda uji hingga mencapai maksimum pada permukaan terluar benda uji.

4. Kekuatan impak
Adalah pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut. Pembebanan pada benda uji dilakukan secara perlahan-lahan. Pada pengujian impak ini bannyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau

ketangguhan bahan tersebut.

Di antara semua pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan jenis pengujian yang paling banyak dilakukan karena mampu memberikan informasi representatif dari perilaku mekanis bahan. 21 Hasilnya berupa gaya tarik, dicatat lalu dimasukkan ke dalam perhitungan rumus sehingga didapatkan hasil kekuatan tarik. Rumus kekuatan tarik adalah sebagai berikut : 2 TS = F A Keterangan :

P r o s t o d o n s i | 24

TS F A

= kekuatan tarik (N/mm2) = gaya tarik (N) = luas penampang (mm2) BAB III KERANGKA KONSEP

GIGI PREMOLA R

PREPARASI

RESTORASI TUANG

RESTORASI

SEMEN

KEKUATAN TARIK

Dari kerangka konsep di atas, dapat dijelaskan bahwa semen luting yang digunakan sebagai subyek penelitian. Adapun perbedaan bur yang digunakan pada saat preparasi merupakan variabel independen. Variabel antaranya adalah tingkat kekasaran dan penghalusan dinding aksial preparasi. Dalam penelitian ini, kekuatan tarik semen luting digunakan sebagai variabel kendali, dalam hal ini glass ionomer dan zinc phosphate cement.

P r o s t o d o n s i | 25

BAB IV METODE PENELITIAN

IV.1

RANCANGAN PENELITIAN Berdasarkan sifat permasalahannya disebut penelitian eksperimental

karena bertujuan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh penghalusan dinding hasil preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada restorasi lempeng logam. Berdasarkan macam atau asal datanya disebut penelitian primer karena data dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Dengan asumsi bahwa populasinya adalah gigi premolar permanen manusia, berarti semua karakteristik antar populasi adalah sama. Oleh karena itu digunakan rancangan eksperimen tanpa pengukuran awal, yaitu rancangan eksperimen the posttest-only control group design. 22,23

IV.2

SUBYEK PENELITIAN Subyek penelitian adalah semen luting yang terdiri dari 2 macam, yaitu

glass ionomer cement dan zinc phosphate cement. Kedua macam semen luting ini membagi 2 jumlah lempeng logam yang akan disemen pada gigi yang sudah dipreparasi. Sehingga setiap semen tersebut akan dipakai untuk merekatkan lempeng logam pada setiap gigi yang telah diberi 3 perlakuan berbeda dengan jumlah 4 gigi setiap kelompok. Sehingga jumlahnya adalah 12 gigi untuk glass ionomer cement dan 12 gigi untuk zinc phosphate cement.

P r o s t o d o n s i | 26

IV.3

VARIABEL
V. Independent

: Kekasaran dinding aksial preparasi

V. Dependent : Kekuatan tarik semen luting V. Kendali

: -

Semen luting

- Alat uji kekuatan tarik - Jenis bur

- Alat preparasi - Tegangan listrik

P r o s t o d o n s i | 27

IV.4

ALUR PENELITIAN SUBYEK PENELITIA N BUR INTAN PREPARASI DINDING AKSIAL

BUR KARBIT KASAR (PENGHALUSA N)

DINDING KASAR

DINDING HALUS PEMBUATAN LEMPENG LOGAM SEMENTASI

(LEMPENG MELEKAT DI GIGI)

SEMEN 1

SEMEN 2 Tensile Testing Machine

UJI KEKUATAN TARIK

P r o s t o d o n s i | 28

IV.5

BAHAN PENELITIAN
1. Bur intan coarse, fine (dia-burs) 2. Bur karbit fine (metal burs) 3. Semen luting

a. Glass Ionomer Cement (Glass Ionomer Luting and Lining Cement GC Corporation Tokyo)
b. Zink Phosphate Cement (Elite Cement 100 GC Corporation

Tokyo)
4. Lempeng Logam (Silver)

5. Akuades IV.6 ALAT PENELITIAN


1. Handpiece (Handpiece High Speed 2 Hole NSK) 2. Spatel semen (Spatel semen ozon)

3. Agate spatel (Agate spatel prodental) 4. Glass plate 5. Paper plate


6. Alat uji kekuatan tarik (Tensile Testing Machine Type PM 100

Galdabini)
7. Mesin penuangan logam (Centrifugal Casting Machine)

IV.7

TABEL PENELITIAN Bur Intan (Coarse) Bur Intan (Fine) Gigi B1 Gigi B2 Bur intan (Coarse) + Bur Karbit (Fine) Gigi C1 GigiC2

Glass Ionomer Cement Zinc Phosphate Cement

Gigi A1 Gigi A2

P r o s t o d o n s i | 29

IV.8

LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Teknik Mesin Politeknik

IV.8.1 LOKASI PENELITIAN : Laboratorium

Negeri Ujung Pandang. IV.8.2 WAKTU PENELITIAN : 30 Juli 2011

IV.9

PROSEDUR KERJA

IV.9.1 PREPARASI GIGI PREMOLAR 1. Gigi premolar sebanyak 24 gigi dibagi menjadi 3 kelompok, yang akan diberikan perlakuan berbeda pada saat preparasi. Pada saat preparasi, tiap kelompok terdiri dari 8 gigi.
2. Kelompok pertama, dilakukan preparasi dengan menggunakan

handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (coarse). Preparasi pada gigi premolar dilakukan dengan cara mengasah gigi pada bagian oklusal secara horizontal sampai rata, sehingga didapatkan permukaan rata di bagian oklusal gigi.
3. Kelompok kedua, dilakukan preparasi dengan menggunakan

handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (fine). Preparasi pada gigi premolar juga dilakukan dengan cara mengasah gigi pada bagian oklusal secara horizontal sampai rata. Sehingga didapatkan permukaan rata di bagian oklusal gigi. Pada kelompok kedua ini, preparasi dari awal sampai selesai hanya menggunakan bur intan (fine) saja.

P r o s t o d o n s i | 30

4. Kelompok ketiga, dilakukan preparasi dengan menggunakan

handpiece (High Speed 2 Hole NSK) dan bur intan (coarse) dan kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine). Preparasi pada gigi premolar juga dilakukan dengan cara mengasah gigi pada bagian oklusal secara horizontal sampai rata. Sehingga didapatkan permukaan rata di bagian oklusal gigi. Pada kelompok ketiga ini, preparasi dari awal menggunakan bur intan (coarse) sampai didapatkan permukaan yang rata di bagian oklusal gigi, kemudian dihaluskan dengan menggunakan bur karbit (fine) pada bagian permukaan oklusal gigi tersebut.

Gambar 4.1 Bur intan dan karbit. (Dari kiri ke kanan) Bur intan (coarse), bur intan (fine), bur karbit (fine).

IV.9.2 PEMBUATAN LEMPENG LOGAM


1. Pembuatan pola malam biru berbentuk lempeng dengan ukuran

5x5x1 mm (ditentukan oleh peneliti) dan diberikan bentuk seperti kaitan pada bagian atas lempeng.

P r o s t o d o n s i | 31

2. Setelah bentuk pola malam telah selesai, dilanjutkan dengan

pembuatan pasak pada bagian tertinggi dari pola malam tersebut agar tidak terjadi porositas pada saat proses penuangan logam.
3. Setelah pemasangan pasak, dilakukan pemendaman pola malam

biru ke dalam movel. Pola malam dipendam dengan menggunakan bahan pendam.
4. Movel dimasukkan ke dalam oven, dipanaskan dengan suhu 468O

C 650O C sampai semua malam dan pasaknya mencair.


5. Kemudian

dilakukan mesin

proses

penuangan logam

logam

dengan Casting

menggunakan Machine).

penuangan

(Centrifugal

6. Setelah proses penuangan logam selesai, logam hasil penuangan

logam dikeluarkan dari dalam movel, kemudian dilakukan prosedur finishing dan polishing.

Gambar 4.2 Beberapa lempeng logam (silver) dari hasil penuangan logam

P r o s t o d o n s i | 32

IV.9.3 SEMENTASI (LEMPENG MELEKAT DI GIGI)


1. Setelah pembuatan lempeng logam sebanyak 24 buah, dilakukan

prosedur sementasi, yaitu melekatkan lempeng logam pada gigi dengan semen luting.
2. Gigi yang telah dipreparasi dengan 3 macam perlakuan berbeda

dan terdiri dari 8 gigi setiap perlakuan, dibagi menjadi 2 bagian lagi di setiap kelompok sehingga menjadi 4 gigi setiap perlakuan. Setelah dipreparasi, gigi direndam dalam akuades selama 30 detik dan kemudian permukaan preparasi dikeringkan dengan air syringe sebelum dilakukan sementasi.
3. Kemudian dari setiap kelompok perlakuan tersebut, 4 gigi di semen

dengan glass ionomer cement dan 4 gigi lagi disemen dengan zinc phosphate cement. Sehingga jumlahnya menjadi 12 gigi disemen dengan glass ionomer cement dan 12 gigi lagi disemen dengan zinc phosphate cement. Dapat dilihat pada gambar 4.3, lempeng logam yang telah disemen pada gigi yang telah dipreparasi.
4. Pencampuran semen untuk glass ionomer cement, perbandingan

powder dan liquid adalah 1,8 gr : 1,0 gr. Waktu pengadukan selama 20 detik dan waktu kerja sejak pengadukan adalah 2 menit (berdasarkan petunjuk kemasan Glass Ionomer Luting and Lining Cement GC Corporation Tokyo). Sedangkan untuk zinc phosphate cement, perbandingan powder dan liquid adalah 1,45 mg : 0,5 ml.

P r o s t o d o n s i | 33

Waktu pengadukan selama 6090 detik dan waktu kerja sejak pengadukan adalah 34 menit (berdasarkan petunjuk kemasan Elite Cement 100 GC Corporation Tokyo).

Gambar 4.3 Lempeng logam yang telah disemen pada gigi yang telah dipreparasi

IV.9.4 UJI KEKUATAN TARIK


1. Setelah semua lempeng logam disemen pada gigi, kemudian

dibiarkan selama 24 jam sebelum dilakukan pengujian tarik. Karena menurut klasifikasi ADA No.9 bahwa kelarutan semen didalam air selama 24 jam pertama cukup tinggi sehingga sangat penting semen dilindungi dari kontaminasi cairan selama periode 24 jam ini sampai semen mengeras sempurna. 15 2. Pembagian kelompok pada saat pengujain tarik adalah :
a. Kelompok A1 b. Kelompok A2

= Bur intan (coarse) + glass ionomer cement = Bur intan (coarse) + zinc phosphate

cement
c. Kelompok B1 d. Kelompok B2

= Bur intan (fine) + glass ionomer cement = Bur intan (fine) + zinc phosphate cement

P r o s t o d o n s i | 34

e. Kelompok C1

= Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +

glass ionomer cement


f. Kelompok C2

= Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +

zinc phosphate cement


3. Satu per satu gigi tersebut diuji kekuatan tariknya dengan

menggunakan Alat uji kekuatan tarik (Gambar 4.5, Tensile Testing Machine Type PM 100 Galdabini).
4. Lempeng logam ditarik dengan beban kontinyu sampai lempeng

logam tersebut terlepas dari gigi. Skala pengukuran yang digunakan pada beban tarik adalah skala Newton (N). Dapat dilihat pada gambar 4.4, lempeng logam yang terlepas dari gigi setelah di uji kekuatan tariknya dari setiap kelompok. 5. Gaya beban yang dicatat adalah pada saat lempeng logam terlepas dari gigi. Kemudian gaya tersebut dicatat dan kemudian dimasukkan ke dalam rumus kekuatan tarik agar dapat diketahui nilai kekuatan tariknya.

Gambar 4.4 Beberapa lempeng logam yang telah diuji kekuatan tariknya

P r o s t o d o n s i | 35

Gambar 4.5 Alat uji kekuatan tarik (Tensile Testing Machine Type PM 100 Galdabini).

IV.10 ANALISIS DATA Data yang diperoleh didistribusikan ke dalam table, kemudian dilakukan uji Levene untuk mengetahui homogenitas sampel. Selanjutnya diolah dengan uji Anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji least significant different (LSD) jika dari uji Anova diperoleh hasil yang significant ( = 0,05) untuk mengetahui apakah ada pengaruh penghalusan dinding oklusal preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam.

P r o s t o d o n s i | 36

BAB V HASIL PENELITIAN

Dari hasil pengamatan, pengukuran dan perhitungan mengenai pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam dilakukan dalam 6 kelompok yaitu berdasarkan perbedaan kekasaran bur serta penghalusannya, dan perbedaan semen luting yaitu glass ionomer cement dan zinc phosphate cement, dapat dilihat pada tabel 5.1: Tabel 5.1 Perbandingan dan rerata penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam dalam satuan N/mm2
Subyek Penelitian 1 2 3 4 Rerata Kelompok A1 0,39 0,30 0,33 0,37 0,35 A2 0,25 0,22 0,26 0,27 0,25 B1 0,45 0,50 0,39 0,42 0,44 B2 0,49 0,34 0,42 0,44 0,42 C1 0,46 0,50 0,51 0,42 0,47 C2 0,45 0,51 0,46 0,43 0,46

Keterangan : Kelompok A1 = Bur intan (coarse) + glass ionomer cement Kelompok A2 = Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement Kelompok B1 = Bur intan (fine) + glass ionomer cement Kelompok B2 = Bur intan (fine) + zinc phosphate cement Kelompok C1 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) + glass ionomer cement Kelompok C2 = Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) + zinc phosphate cement

Tabel 5.1 menunjukkan kekuatan tarik dari semen luting terhadap penghalusan dinding aksial preparasi pada lempeng logam. Nilai rerata kekuatan P r o s t o d o n s i | 37

tarik yang paling tinggi adalah kelompok C1 (Bur intan (coarse) + bur karbit (fine) +
glass ionomer cement), yaitu 0,47 N/mm2, dan kekuatan tarik yang paling rendah

adalah kelompok A2 (Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement), yaitu 0,25 N/mm2 Sebelum dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, dilakukan uji Levene untuk mengetahui homogenitas data. Hasil uji Levene pada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam diperoleh probabilitas 0,628. Berarti hasil uji Levene p > 0,05. Hal ini berarti bahwa data tersebut homogen. Selanjutnya untuk mengetahui apakah ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, maka dilakukan uji statistik ANOVA satu arah dengan menggunakan = 0,05. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Hasil uji ANOVA pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam
Sumber Variasi Perlakuan(BetweenGroups) Sisa / Residual(WithinGroups) Total Keterangan : JK db MK F hit P : jumlah kuadrat : derajat bebas : median kuadrat : nilai F hitung : probabilitas JK 0,146 0,033 0,179 Db 5 18 23 MK 0,029 0,002 F hit 15,88 8 P 0,000

P r o s t o d o n s i | 38

Dari hasil uji ANOVA untuk melihat pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam

menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Dari hasil uji ANOVA tersebut didapatkan nilai p < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan yang diuji. Hal ini berarti bahwa hipotesis nol (Ho) tidak dapat diterima atau ditolak dan Ha dapat diterima, yang berarti bahwa ada pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam. Dikarenakan hasil dari uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, maka perlu dilakukan uji lebih lanjut menggunakan uji LSD (least significant different) untuk melihat besarnya perbedaan dari setiap perlakuan. Tabel 5.3 Hasil uji LSD pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam
Kelompok A1 A2 B1 B2 C1 C2 A1 0 0,09750* 0,09250* 0,07500* 0,12500* 0,11500* A2 0,09750* 0 0,19000* 0,17250* 0,22250* 0,21250* B1 0,09250* 0,19000* 0 0,01750 0,03250 0,02250 B2 0,07500* 0,17250* 0,01750 0 0,05000 0,04000 C1 0,12500* 0,22250* 0,03250 0,05000 0 0,01000 C2 0,11500* 0,21250* 0,02250 0,04000 0,01000 0

*Perbedaan rerata significant pada level 0,05

Pada tabel 5.3, dapat dilihat hasil dari uji LSD (least significant different) pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam. Dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan

P r o s t o d o n s i | 39

yang signifikan atau bermakna pada kelompok A1 dengan A2, B1, B2, C1 dan C2, dan kelompok A2 dengan A1, B1, B2, C1, dan C2. Ini berarti bahwa bur intan (coarse) + glass ionomer cement berbeda bermakna dengan bur intan (coarse) + zinc phosphate cement. Selain itu bur intan (coarse) + glass ionomer cement juga berbeda bermakna dengan bur intan (fine) + glass ionomer cement, bur intan (fine) + zinc phosphate cement, bur intan (coarse) + bur intan (fine) + glass ionomer cement, dan bur intan (coarse) + bur intan (fine) + zinc phosphate cement. Bur intan (coarse) + zinc phosphate cement berbeda bermakna dengan bur intan (coarse) + glass ionomer cement, bur intan (fine) + glass ionomer cement, bur intan (fine) + zinc phosphate cement, bur intan (coarse) + bur intan (fine) + glass ionomer cement, dan bur intan (coarse) + bur intan (fine) + zinc phosphate cement.

P r o s t o d o n s i | 40

BAB VI PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini digunakan 2 macam semen luting yaitu glass ionomer cement dan zinc phosphate cement karena di bidang kedokteran gigi saat ini glass ionomer cement masih lebih sering digunakan sebagai bahan luting. Hanya saja karena glass ionomer cement memiliki beberapa kekurangan antara lain mudah larut dalam saliva, kasar, dan sensitif terhadap air pada saat setting time, maka ada juga yang menggunakan zinc phosphate cement sebagai bahan luting. 15,16 Berdasarkan tabel 2.1 sifat semen untuk perekatan, glass ionomer cement dan zinc phosphate cement adalah semen yang memiliki sifat kekuatan tarik diametral 24 jam yang tinggi dibandingkan semen luting yang lain. Glass ionomer cement memiliki kekuatan tarik diametral 24 jam sebesar 6,2 MPa. Sedangkan zinc phosphate cement memiliki kekuatan tarik diametral 24 jam sebesar 5,5 MPa.15 Dari hasil penelitian pada tabel 5.1, jumlah rerata pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam menunjukkan bahwa dari setiap perlakuan pengasahan pada gigi premolar yang disemen dengan 2 macam semen luting yaitu glass ionomer cement dan zinc phosphate cement memiliki pengaruh terhadap kekuatan tarik semen luting. Terlihat pada tabel 5.1, menunjukkan rerata kekuatan tarik dari glass ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan

P r o s t o d o n s i | 41

pengasahan dengan bur intan (coarse) lebih rendah bila dibandingkan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine), dan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine). Hal ini dapat terlihat pada kelompok A1 {glass ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse)} menunjukkan nilai reratanya sebesar 0,35 N/mm2, kelompok B1 {glass ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine)} nilai reratanya sebesar 0,44 N/mm2, dan kelompok C1 {glass ionomer cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine)} nilai reratanya sebesar 0,47 N/mm2. Begitu juga untuk kelompok zinc phosphate cement, pada tabel 5.1 menunjukkan rerata kekuatan tarik dari zinc phosphate cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse) lebih rendah bila dibandingkan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine), dan terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine). Hal ini dapat terlihat pada kelompok A2 {zinc phosphate cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (coarse)} menunjukkan nilai reratanya sebesar 0,25 N/mm2, kelompok B2 {zinc phosphate cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan (fine)} nilai reratanya sebesar 0,42 N/mm2, dan kelompok C2 {zinc phosphate cement pada lempeng logam terhadap gigi yang dilakukan pengasahan dengan bur intan

P r o s t o d o n s i | 42

(coarse) yang kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine)} nilai reratanya sebesar 0,46 N/mm2. Hal tersebut di atas sesuai dengan yang dikemukakan oleh Shillingburg dkk yang mengemukakan bahwa merupakan hal yang penting

cavosurface finish line hendaknya halus untuk memfasilitasi pembuatan restorasi yang memiliki adaptasi tepi yang baik. Pengurangan jaringan dalam jumlah yang banyak difasilitasi dengan penggunaan bur intan. Akan tetapi penggunaannya meninggalkan cavosurface finish line yang tidak teratur sehingga diperlukan instrumen lain untuk mendapat permukaan yang halus. Untuk itu digunakan bur karbit dengan ukuran dan bentuk yang sama. 1 Pada tabel 5.2, dapat dilihat hasil uji ANOVA terhadap nilai-nilai kekuatan tarik dari semen luting pada lempeng logam terhadap gigi yang dipreparasi dengan bur intan (coarse), bur intan (fine), dan yang dipreparasi dengan bur intan (coarse) dan kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine) didapatkan perbedaan yang bermakna {p = 0,000 ( = 0,05)} yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan yang diuji. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sevgican dkk yang meneliti tentang pengaruh pemakaian 2 macam bur intan dengan kekuatan ikatan tensil adesif ke gigi. Sevgican menggunakan 2 macam bur intan yaitu bur intan (regular) dan bur intan (superfine). Hasil penelitiannya mengemukakan bahwa penggunaan dua macam bur tersebut tidak mempengaruhi kekuatan tarik adesif ke gigi.

P r o s t o d o n s i | 43

Dikarenakan hasil dari uji ANOVA menunjukkan adanya pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam, maka perlu dilakukan uji lebih lanjut menggunakan uji LSD untuk melihat besarnya perbedaan dari setiap perlakuan. Pada tabel 5.3, dapat dilihat hasil dari uji LSD pengaruh penghalusan dinding aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam. Dapat diketahui bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan atau bermakna pada kelompok A1 dengan A2, B1, B2, C1 dan C2, dan kelompok A2 dengan A1, B1, B2, C1, dan C2. Kekuatan tarik adalah salah satu faktor yang mempengaruhi retensi dari sebuah gigitiruan cekat. Retensi adalah kemampuan dari preparasi untuk mencegah restorasi terlepas dari gigi penyangga oleh tekanan yang datang searah dengan sumbu gigi. Ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan pada waktu melakukan preparasi gigi yang mempengaruhi retensi, yaitu derajat kelancipan preparasi, luasnya daerah permukaan lapisan semen, daerah yang mengalami gesekan, dan kekasaran permukaan. Adanya kekasaran permukaan permukaan preparasi dimaksudkan untuk meningkatkan daerah adesi antara semen dan permukaan preparasi sehingga diharapkan akan meningkatkan retensi. 1 Dapat dilihat jelas pula dalam tabel 5.1 perbandingan antara semen luting glass ionomer cement dengan zinc phosphate cement di setiap kelompok 3 macam perlakuan preparasi bahwa semen glass ionomer cement memiliki kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan zinc phosphate cement terhadap kekasaran dinding yang tidak dihaluskan maupun yang dihaluskan. Pada hasil uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan

P r o s t o d o n s i | 44

yang diuji. Untuk kelompok glass ionomer cement dan zinc phosphate cement, dari hasil uji LSD dapat dilihat bahwa hanya terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok A1 dan A2. Ini berarti bahwa pada perbandingan antara glass ionomer cement dan zinc phosphate cement hanya pada kelompok yang menggunakan bur intan (coarse) saja yang memiliki perbedaan bermakna, sedangkan pada kelompok bur intan (fine) dan bur intan (coarse) + bur karbit (fine) tidak memiliki perbedaan yang bermakna. Hal ini kemungkinan disebabkan karena glass ionomer cement memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, yaitu perlekatan yang bagus dengan struktur gigi, dan memiliki retensi yang cukup tinggi. Perbedaan yang tidak bermakna antara glass ionomer cement dan zinc phosphate cement pada kelompok bur intan (fine) dan bur intan (coarse) + bur karbit (fine) kemungkinan disebabkan karena kekuatan kompresi dari glass ionomer cement sebanding dengan zinc phosphate cement, dan kekuatan tarik diametral glass ionomer cement sedikit lebih tinggi daripada zinc phosphate cement. Modulus elastisitas glass ionomer cement hanya separuh dari zinc phosphate cement. Jadi glass ionomer cement tidak terlalu kaku dan lebih peka terhadap perubahan bentuk elastis. 15,16 Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dan zinc

phosphate cement dari hasil preparasi yang dinding oklusal preparasinya dipreparasi dengan bur intan (coarse) dan tidak dihaluskan lebih rendah daripada kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dan zinc phosphate cement dari hasil preparasi yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (fine) dan tidak dihaluskan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada

P r o s t o d o n s i | 45

preparasi yang menggunakan bur intan (coarse) akan menghasilkan permukaan yang tidak rata dan tidak teratur, sehingga mengurangi kekuatan perlekatan semen luting terhadap permukaan dinding pada lempeng logam. Selain itu, permukaan tidak dihaluskan berarti masih ada kekasaran dalam skala kecil, yang berarti permukaannya lebih luas. Jika dua permukaan yang relatif datar dipertemukan, misalnya suatu protesis cekat ditempatkan di atas gigi yang sudah dipreparasi, ada celah mikroskopik diantara substrat tersebut. Jika dilihat secara mikroskopis, permukaan gigi yang sudah dipreparasi tampak kasar, yaitu ada bagian puncak dan ada bagian lembahnya. Pada preparasi yang tidak dihaluskan, permukaan preparasi tampak bergerigi kasar, sedangkan preparasi yang dihaluskan permukaannya tampak bergerigi halus. Kekuatan tarik semen luting lebih tinggi pada permukaan yang luas dibandingkan permukaan yang sempit. Sehingga jika dibandingkan luas permukaannya, permukaan preparasi yang dihaluskan lebih luas dibandingkan preparasi yang tidak dihaluskan. 15

P r o s t o d o n s i | 46

BAB VII PENUTUP

VI.1

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh penghalusan dinding

aksial preparasi terhadap kekuatan tarik semen luting pada lempeng logam dapat disimpulkan bahwa :
1. Ada pengaruh bermakna terhadap kekuatan tarik semen luting pada

lempeng logam terhadap penghalusan dinding aksial preparasi.


2. Kekasaran dari dinding aksial preparasi yang dapat memberikan kekuatan

tarik yang paling tinggi bagi semen luting adalah yang dipreparasi dengan bur intan (coarse) dan kemudian dihaluskan dengan bur karbit (fine).
3. Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi

yang dinding aksial preparasinya dihaluskan sebesar 0,47 N/mm2 lebih tinggi daripada zinc phosphate cement sebesar 0,46 N/mm2.
4. Kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi

yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (coarse) dan tidak dihaluskan sebesar 0,35 N/mm2 lebih rendah daripada kekuatan tarik semen luting glass ionomer cement dari hasil preparasi yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (fine) dan tidak dihaluskan sebesar 0,44 N/mm2.

P r o s t o d o n s i | 47

5. Kekuatan tarik semen luting zinc phosphate cement dari hasil preparasi

yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (coarse) dan tidak dihaluskan sebesar 0,25 N/mm2 lebih rendah daripada kekuatan tarik semen luting zinc phosphate cement dari hasil preparasi yang dinding aksial preparasinya dipreparasi dengan bur intan (fine) dan tidak dihaluskan sebesar 0,42 N/mm2.
6. Kekuatan tarik glass ionomer cement lebih tinggi daripada kekuatan tarik

dari zinc phosphate cement pada setiap kelompok.

VI.2

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis kekuatan

lain dari semen luting terhadap penghalusan dinding aksial preparasi.


2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kekuatan tarik

dari semen luting dengan menggunakan variabel semen luting yang lain.

P r o s t o d o n s i | 48

DAFTAR PUSTAKA
1. Shillingburg Jr HT, Hobo S, Whitsett LD, Jacobi R, Brackett

SE.

Fundamentals of fixed prosthodontics. 3rd Ed. Illinois: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1997. P.139-41 2. Machmud E. Uji beda kekuatan lekat semen resin adhesive pada permukaan logam yang diberi empat macam perlakuan [tesis]. Bandung: Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran; 2003. 3. Hirata T, Nakamura T, Wakabyashi K, Yatani H. Study of surface roughness and marginal fit using a newly developed microfinishing bur and new preparation technique. Int J Microdent 2009; 1: 61-4 4. Sevgican F, Inoue S, Koase K, Kawamoto C, Ikeda T, Sano H. Bond strength of simplified-step adhesives to enamel prepared with two different diamond burs. Aust Dent J 2004; 49(3): 141-5. 5. Ayad MF. Effects of tooth preparation burs and luting cement types on the marginal fit extracoronal restorations. J Prosthodont 2009; 18: 141-5. 6. Yamamoto T, Nishiura R, Momoi Y. Influence of surface roughness on crack formation in a glass-ceramic bonded to a resin composite base. J Oral Sci 2006; 48: 125-30. 7. elik C, zgnaltay. Effect of finishing and polishing procedures on surface roughness of tooth-colored materials. Quintessence Int 2009; 40: 783-9.
8. Grene SA. Crowns. [serial on the internet]. 2004 [cited 2011 March 20].

Available from : http://www.quality.com/dental/restorative/crown.html

P r o s t o d o n s i | 49

9. ._____. Crowns & bridges. [serial on the internet]. 2004 [cited 2011 March

20]. Available from : http://www.oceandental.com/crownsbridges.html


10. Cowel CR. Inlay, crowns and bridges a clinical hand book. 4th Ed. London :

Wright Bristol; 1985. P. 74 -7


11. Tarigan R. Perawatan pulpa gigi (endodonti). 2nd Ed. Jakarta : EGC: 2006. P.

200-1
12. ._____. Mahkota selubung (jaket crown). [serial on the internet]. 20 April

2010

[cited

2011

January

27].

Available

from

http://www.potooloodental.blog.com/2010/04/20/mahkota-selubung-jacketcrown/
13. Goldstein RE. Universal crown and bridge preparation the all-ceramic crown

preparation technique for predictable success. Georgia : Brasseler ; 2007.


14. Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics. 3rd

Ed. St. Louis : Mosby; 2001. P. 205-12, 765-9 15. Anusavice KJ. Phillips science of dental materials. Ed.10. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1996. P.274, 365, 449, 470-2
16. ._____. Glass ionomer. [serial on the internet]. 28 May 2009 [cited 2011

January 27]. Available from : http://shehae.blogspot.com/2009/05/glassionomer_28.html 17. Berg JH. Glass ionomer cement. Pediatric Dent 2002 ; 24:430-8
18. ._____. Porcelain fused to metal crown placement. [serial on the internet]. 09

October

2009

[cited

2011

January

27].

Available

from

http://costdentures.com/fixed/porcelain-fused-to-metal-crown-placement/

P r o s t o d o n s i | 50

19. ._____. Zink Phosphate Cement. [serial on the internet]. 2008 [cited 2011

January

27].

Available

from

http://www.mediceptdental.com/products/dental-cements/zinc-phosphatecement.html
20. Baum L, Phillips RW, Lund MR. Buku ajar ilmu konservasi gigi (textbook of

operative dentistry). 3rd Ed. Alih bahasa: Tarigan R. Jakarta : EGC; 1997
21. Yuwono AH. Buku panduan praktikum karakterisasi material 1 pengujian

merusak (destructive testing). Jakarta: Departemen metalurgi dan material fakultas teknik universitas indonesia; 2009. 22. Zainuddin M. Metodologi penelitian. Surabaya; 1991. 23. Marzuki. Metodologi riset. Yogyakarta; 1983

P r o s t o d o n s i | 51

Anda mungkin juga menyukai