Anda di halaman 1dari 32

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN ET CAUSA SPONDYLO ARTHRITIS

Disusun Oleh : I Komang yudhistira Husna Lidya Pramudiantari Muthia Ambar K.

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI VOKASI KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA 2012

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah komprehensi kasus ini telah dikoreksi, disetujui, dan diterima Pembimbing Praktik Klinik Program Studi Fisioterapi Muskuloskeletal untuk melengkapi tugas praktek klinik dan memenuhi persyaratan untuk mengikuti Ujian Tengah Semester 2012.

Pada Hari Tanggal

: Rabu : 17 Oktober 2012

Nama Pembimbing:

(Tanda Tangan)

1. dr. Siti Chandra, SpKFR.

..........................................

2. Bapak Saddoto Rosoyo, S.Pd, SST.FT

..........................................

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNYA penulis dapat menyelesikan makalh yang berjudul Penatalaksanaan Fisioterapi pada Low Back Pain et causa Spondylo Arthritis ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas komprehensi kasus pada Praktek Klinik I mahasiswa semster V Ptogram studi Fisioterapi Vokasi Kedokteran Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terimaksih kepada : 1. Dr. Anita Paulus, SpKFR selaku Ka. Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Persahabatan, Jakarta 2. Dr. Siti Chandra, SpKFR, Dokter Rehabilitasi Medik RSUP Persahabatan , Jakarta 3. Dr. Anita Rahmawti, SpKFR, Dokter Rehabilitasi Medik RSUP Persahabatan, Jakarta 4. Dr. Dina Savitri, SpKFR, Dokter Rehabilitasi Medik RSUP Persahabatan, Jakarta 5. Bpk. Saddoto Rosoyo, SPd, S.StFT Pembimbing Praktek Klinik dan Fisioterapi RSUP Persahabatan, Jakarta 6. Ibu Ema Yusnanita S.StFT, pembimbing Praktek Klinik dan Fisioterapi RSUP Persahabatan, Jakarta 7. Seluruh staff Fisioterapi RSUP Persahabatan, Jakarta 8. Tn. M selaku pasien kami yang telah bersedia menjadi pasien untuk komprehensi kasus kami

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk menyempurnakan makalah ini sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan pengetahuan bagi para pembaca.

Jakarta,17 Oktober 2012

Penulis
3

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................................ii KATA PENGANTAR................................................................................................iii DAFTAR ISI...............................................................................................................iv BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1 I.2 RUMUSAN MASLAH........................................................................................2 I.3 PEMBATASAN MASALAH.........................................................................2 I.4 TUJUAN I.4.1 TUJUAN UMUM..................................................................................2 I.4.2 TUJUAN KHUSUS...............................................................................2 I.5 MANFAAT................................................................................................2 BAB II KAJIAN TEORI II.1 DEFINISI LOW BACK PAIN.........................................................................4 II.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI.......................................................................4 II.3 ETIOLOGI................................................................................................10 II.4 EPIDEMIOLOGI......................................................................................11 II.5 PATOFISIOLOGI......................................................................................11 II.6 MASALAH...............................................................................................13 II.7 PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI...........................................................13 II.7.1 DEFINISI FISIOTERAPI.......................................................................13 II.7.2 PROSES FISIOTERAPI..........................................................................13 a. ANAMNESIS.....................................................................................13 b. PEMERIKSAAN...............................................................................14 1. PEMERIKSAAN UMUM.............................................................14 2. PEMERIKSAAN KHUSUS..........................................................14 c. TES KHUSUS.................................................................................16 d. PROBLEMATIKA............................................................................17 e. DIAGNOSA FISIOTERAPI...............................................................17 f. INTERVENSI FISIOTERAPI..............................................................17 g. HOME PROGRAM.........................................................................19 BAB III PEMBAHASAN FISIOTERAPI)........................................21 KASUS (FORMULIR

BAB IV PENUTUPAN..................................................................................................27 IV.1 KESIMPULAN...........................................................................................27 IV.2 SARAN......................................................................................................27 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................28

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah termasuk salah satu dari gangguan muskuloskeletal, gangguan psikologis dan akibat dari mobilisasi yang salah. LBP menyebabkan timbulnya rasa pegal, linu, ngilu, atau tidak enak pada daerah lumbal berikut sakrum. Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 S1 yang paling besar menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling besar sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute (2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya cidera pada lumbar spine. Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang (stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang (spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis) (William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang. Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain, spondylosis lumbal, piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis, fraktur kompresi osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan penyakit kongenital (skoliosis). Sedangkan Non Mekanikal nyeri pinggang contohnya karena Tumor, TB Tulang, Infeksi. Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal menduduki peringkat kedua dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang sedangkan lumbar strain/sprain memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal nyeri pinggang. Untuk lebih mendalami tentang low back pain, sejenak perlu diketahui dahulu fungsi dari tulang belakang. Tulang belakang merupakan daerah penyokong terbanyak dalam fungsi tubuh. Tulang belakang terdiri atas 33 ruas yang merupakan satu kesatuan fungsi dan bekerja bersama-sama melakukan tugas-tugas seperti memperhatikan posisi tegak tubuh, menyangga berat badan, fungsi pergerakan tubuh, dan pelindung jaringan tubuh. Pada saat berdiri, tulang belakang memiliki fungsi sebagai penyangga berat badan,sedangkan pada saat jongkok atau memutar, tulang belakang memiliki fungsi
5

sebagai penyokong pergerakan tersebut. Struktur dan peranan yang kompleks dari tulangbelakang inilah yang seringkali menyebabkan masalah

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan masalah uraian diatas, maka penulis dapat menemukan masalah-masalah yang akan dilaporkan untuk penatalaksanaan fisioterapi pada low back pain 1. Apa yang di maksud dengan Low Back Pain? 2. Bagaimana anatomi dari Lower Back? 3. Apakah etiologi dari Low Back Pain? 4. Apakah epidemoiologi dari Low Back Pain? 5. Apakah patofisiologi dari Low Back Pain? 6. Apakah problematik fisioterapi pada Low Back Pain? 7. Apakah penatalasaanaan fisioterapi yang di lakukan pada Low Back Pain?

1.3 PEMBATASAN MASALAH


Dikarenakan keterbatasan waktu dalam penanganan modalitas, manual terapi, ataupun latihan bagi pasien low back pain, maka kami membatasiintervensi sebagai banyaknya metode penanganan modalitas, manual terapi, ataupun latihan bagi pasien low back pain, maka kami membatasi intervensi yang diberikan kepada pasien. Intervensinya adalah modalitas yang digunakan TENS dan SWD, Jenis manual terapi yaitu exercise (metode exercise: william back exercise, streching otot latissimus dorsi, illiocostalis, dan longissimus serta strengthening otot rectus abdominis, tranversus abdominis, internal oblique, external oblique. Latihan sebagai home program : william back exercise, correct posture, serta strengthening otot rectus abdominis, tranversus abdominis, internal oblique, external oblique.

1.4 TUJUAN
1.4.1. TUJUAN UMUM Untuk mengetahui dan mempelajari masalah yang terjadi pada kasus low back pain serta bagaimana penanganan fisioterapi pada kasus ini. Untuk memenuhi tugas komprehensif fisioterapi musculoskeletal pada semester V dan praktek klinik I. 1.4.2 TUJUAN KHUSUS Untuk mengetahui dan memahami proses fisioterapi secara umum dan secara khusus pada low back pain.

1.5. MANFAAT
Manfaat penulisan makalah ini adalah: a. Manfaat bagi fisioterapi

Memberikan informasi atau masukan bagi fisioterapis tentang penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi low back pain b. Manfaat bagi penulis Menambah wawasan dan pemahaman tentang kondisi low back pain dan cara mengatasinya. c. Manfaat bagi institusi pendidikan Sebagai sarana pendidikan untuk mempersiiapkan peserta didik di lingkungan pendidikan fisioterapi d. Manfaat bagi masyarakat umum Memberitahukan dan menyebarluaskan informasi tentang peran fisioterapi pada kondisi low back pain bagi para pembaca dan masyarakat umum

BAB II KAJIAN TEORI

II.1. DEFINISI LOW BACK PAIN Low back Pain dipersepsikan ketidak nyamanan berhubungan dengan lumbal atau area sacral pada tulang belakang ataui sekitar jaringan ( Randy Mariam,1987 ). Low Back Pain adalah suatu tipe nyeri yang membutuhkan pengobatan medis walaupun sering jika ada trauma secara tiba-tiba dan dapat menjadi kronik pada masalah kehidupan seperti fisik,mental,social dan ekonomi (Barbara). Low Back Pain adalah nyeri kronik didalam lumbal,biasanya disebabkan oleh terdesaknya para vertebral otot, herniasi dan regenerasi dari nucleus pulposus,osteoartritis dari lumbal sacral pada tulang belakang (Brunner,1999). Low Back Pain terjadi dilumbal bagian bawah,lumbal sacral atau daerah sacroiliaca,biasanya dihubungkan dengan proses degenerasi dan ketegangan musulo (Prisilia Lemone,1996). Low back pain dapat terjadi pada siapasaja yang mempunyai masalah pada muskuloskeletal seperti ketegangan lumbosacral akut,ketidakmampuan ligamen lumbosacral,kelemahan otot,osteoartritis,spinal stenosis serta masalh pada sendi inter vertebra dan kaki yang tidak sama panjang (Lucman and Sorensens 1993). Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan Low Back Pain adalah nyeri kronik atau acut didalam lumbal yang biasanya disebabkan trauma atau terdesaknya otot para vertebra atau tekanan,herniasi dan degenerasi dari nuleus pulposus,kelemahan otot,osteoartritis dilumbal sacral pada tulang belakang.

II. 2. ANATOMI DAN FISIOLOGI Vertebra lumbal merupakan columna vertebra paling bawah sebelum sacrum. Pada regio lumbal tidak mempunyai foramen transversum dan facet articular costalis. Corpus vertebra lumbal berbentuk besar dan sedikit lebih tebal seperti ginjal. Seluruh struktur vertebra lumbal dihubungkan dengan arcus vertebra yang tumpul dan kuat. Processus tranversusnya datar dan seperti sayap pada 4 segmen lumbal bagian atas, tetapi pada L5 processus tranversusnya tebal dan bulat puntung. Diantara segmen gerak lumbal terdapat foramen intervertebralis yang terbentuk dari pedicle yang berhubungan dengan lamina bagian atas dan bawah.

Vertebra lumbal mempunyai processus articularis yang berhubungan dengan pedicles dan lamina, yang terdiri dari processus articularis superior yang terletak dalam bidang oblique kearah posterior dan lateral dimana facet articularisnya konkaf dan mengarah ke dorsomedial sehingga hampir saling berhadapan satu sama lain, serta processus articularis inferior yang muncul dari tepi inferior arcus vertebra yang dekat antara lamina dan processus spinosus, menghadap kearah inferior dan medial, dan permukaan sendinya mengarah ke ventrolateral. Dengan demikian antara facet articularis superior vertebra bagian bawah dan facet articularis inferior pada vertebra bagian atas
9

dapat saling mengunci dalam bentuk mortise and tenon (kunci dan cerat). Jelaslah bahwa susunan ini akan membatasi gerakan rotasi dan lateral fleksi pada regio lumbal. Karena susunan anatomis dan fungsi yang berbeda pada regio lumbal, maka dapat dipilah dalam segmentasi regional sebagai berikut : a. Thoracolumbal junction Merupakan daerah perbatasan fungsi antara lumbar dengan thorac spine dimana th12 arah superior facet pada bidang frontalis dg gerak terbatas, sedang arah inferior facet pada bidang sagital gerakan utamanya flexion-extension yg luas. Pada gerak lumbar spine memaksa th12 hingga Th10mengikuti. Pada atlit senam pada daerah ini dapat mencapai ROM fleksi 550dan ekstensi 250. b. Lumbal spine

Vertebra lumbalis lebih besar dan tebal membentuk kurva lordosis dengan puncak L3 sebesar 24 cm, menerima beban sangat besar dalam bentuk kompresi maupun momen. Stabilitas dan gerakannya ditentukan oleh facet, diskus, ligament dan otot disamping corpus itu sendiri. Berdasarkan arah permukaan facet joint maka facet joint cenderung dalam posisi bidang sagital sehingga pada regio lumbal menghasilkan dominan gerak yang luas yaitu fleksi - ekstensi lumbal. c. Lumbosacral joint

L5-S1 merupakan daerah yg menerima beban sangat berat mengingat lumbal mempunyai gerak yang luas sementara sacrum rigid (kaku). Akibatnya lumbosacral joint menerima beban gerakan dan berat badan paling besar pada regio lumbal. Segmen Junghans (Segmen Gerak) Pada Lumbal Segmen gerak diperkenalkan oleh Tn. Junghans (1956). Segmen gerak terdapat pada setiap level vertebra dengan three joint yang berperan penting sebagai elemen fungsional tunggal. Three joint dibentuk oleh satu sendi bagian anterior (diskus intervertebralis yang membentuk symphisis joint), dan 2 sendi bagian posterior (apophyseal/facet joint). Sedangkan segmen transitional adalah segmen gerak yang terbentuk dari level regio vertebral lain. Pada regio lumbal terdapat 2 segmen transitional yaitu segmen gerak Th12-L1 (thoracolumbal junction) dan segmen gerak L5-S1 (lumbosacral joint). Dibawah ini akan dijelaskan tentang three joint kompleks. a. Diskus Intervertebralis Diantara dua corpus vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis, merupakan fibrocartilago compleks yang membentukarticulasio antara corpus vertebra, dikenal sebagai symphisis joint. Diskus intervertebralis pada orang dewasa memberikan kontribusi sekitar dari tinggi spine. Diskus intervertebralis memberikan penyatuan yang sangat kuat, derajat fiksasi intervertebralis yang penting untuk aksi yang efektif dan proteksi
10

alignmen dari canal neural. Diskus juga dapat memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap diskus terdiri atas 2 komponen yaitu : 1) Nukleus pulposus ; merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly transparan, mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan proteoglycans yang merupakan unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat atau menarik air. Nukleus pulposus merupakan hidrophilic yang sangat kuat & secara kimiawi di susun oleh matriks mucopolysaccharida yang mengandung ikatan protein, chondroitin sulfat, hyaluronic acid & keratin sulfat. Nukleus pulposus tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Nukleus pulposus mempunyai kandungan cairan yang sangat tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus & sebagai shock absorber. 2) Annulus fibrosus ; tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan collagen yang nampak menyilang satu sama lainnya secara oblique & menjadi lebih oblique kearah sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30o satu sama lainnya maka struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi daripada beban kompresi, tension, dan shear. Serabut-serabutnya sangat penting dalam fungsi mekanikal dari diskus intervertebralis, memperlihatkan suatu perubahan organisasi dan orientasi saat pembebanan pada diskus dan saat degenerasi diskus. Susunan serabutnya yang kuat melindungi nukleus di dalamnya & mencegah terjadinya prolapsus nukleus. Secara mekanis, annulus fibrosus berperan sebagai coiled spring (gulungan pegas) terhadap beban tension dengan mempertahankan corpus vertebra secara bersamaan melawan tahanan dari nukleus pulposus yang bekerja seperti bola. Diskus intervetebralis akan mengalami pembebanan pada setiap perubahan postur tubuh. Tekanan yang timbul pada pembebanan diskus intervertebralis disebut tekanan intradiskal. Menurut Nachemson (1964), tekanan intradiskal berhubungan erat dengan perubahan postur tubuh. Nachemson meneliti tekanan intradiskal pada lumbal yaitu pada L3-L4 karena L3-L4 menerima beban intradiskal yang terbesar pada regio lumbal. Dari penelitian Nachemson menunjukan bahwa tekanan intradiskal saat berbaring antara 15 25 kp dan tidur miring menjadi 2 x lebih besar dari berbaring. Pada saat berdiri tekanan intradiskal sekitar 100 kp dan tekanan tersebut menjadi lebih besar saat duduk tegak yaitu 150 kp. Peningkatan tekanan terjadi saat berdiri membungkuk dari 100 kp menjadi 140 kp, begitu pula saat duduk membungkuk tekanan intradiskal meningkat menjadi 160 kp. Peningkatan tekanan dapat mencapai 200 kp lebih jika mengangkat barang dalam posisi berdiri membungkuk dan duduk membungkuk. b. Diskus Intervertebralis Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior dari vertebra bawah dengan processus articularis inferior dari vertebra atas. Sendi facet termasuk dalam non-axial diarthrodial joint. Setiap sendi facet mempunyai cavitas articular dan terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan yang terjadi pada sendi facet adalah gliding yang cukup kecil. Besarnya gerakan pada setiap vertebra sangat ditentukan oleh arah permukaan facet articular.

11

Pada regio lumbal kecuali lumbosacral joint, facet articularisnya terletak lebih dekat kedalam bidang sagital. Facet bagian atas menghadap kearah medial dan sedikit posterior, sedangkan facet bagian bawah menghadap kearah lateral dan sedikit anterior. Kemudian, facet bagian atas mempunyai permukaan sedikit konkaf dan facet bagian bawah adalah konveks. Karena bentuk facet ini, maka vertebra lumbal sebenarnya terkunci melawan gerakan rotasi sehingga rotasi lumbal sangat terbatas. Facet artikularis lumbosacral terletak sedikit lebih kearah bidang frontal daripada sebenarnya pada sendisendi lumbal lainnya. Sendi facet dan diskus memberikan sekitar 80% kemampuan spine untuk menahan gaya rotasi torsion dan shear, dimana -nya diberikan oleh sendi facet. Sendi facet juga menopang sekitar 30% beban kompresi pada spine, terutama pada saat spine hiperekstensi. Gaya kontak yang paling besar terjadi pada sendi facet L5-S1. Struktur pendukung lainnya dalam segmen gerak adalah ligament dan otot. Ligamen-ligamen yang memperkuat segmen gerak adalah : a. Ligamen longitudinal anterior

Ligamen longitudinal anterior merupakan ikatan padat yang panjang dari basis occiput ke sacrum pada bagian anterior vertebra. Dalam perjalanannya ke sacrum, ligamen ini masuk ke dalam bagian anterior diskus intervertebralis dan melekat pada anterosuperior corpus vertebra. Ligamen longitudinal anterior merupakan ligamen yang tebal dan kuat, dan berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan ektensi lumbal. b. Ligamen longitudinal posterior

Ligamen longitudinal posterior memanjang dari basis occiput ke canal sacral pada bagian posterior vertebra, tetapi ligamen ini tidak melekat pada permukaan posterior vertebra. Pada regio lumbal, ligamen ini mulai menyempit dan semakin sempit pada lumbosacral, sehingga ligamen ini lebih lemah daripada ligamen longitudinal anterior. Dengan demikian diskus intervertebralis lumbal pada bagian posterolateral tidak terlindungi oleh ligamen longitudinal posterior. Ligamen ini sangat sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferent nyeri (A delta dan tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. c. Ligamen flavum

Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya pada setiap lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral, ligamen ini menutup capsular dan ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengandung lebih banyak serabut elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen-ligamen lainnya pada vertebra. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal. d. Ligamen interspinosus

12

Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus dan memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. e. Ligamen supraspinosus

Ligamen ini melekat pada setiap ujung processus spinosus. Pada regio lumbal, ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan serabut insersio otot lumbodorsal. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal. f. Ligamen intertransversalis

Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral. Sedangkan otot-otot yang memperkuat segmen gerak lumbal adalah: a. Erector Spine, merupakan group otot yang luas dan terletak dalam pada facia lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan procesus spinosus thoraco lumbal. Group otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu: 1) M. Transverso spinalis 2) M. Longissimus 3) M. Iliocostalis 4) M. Spinalis 5) Paravertebral muscle (deep muscle) seperti m. intraspinalis dan m. intrasversaris Group otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan extensi lumbal dan sebagai stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak. b. Abdominal, merupakan group otot extrinsik yang membentuk dan memperkuat dinding abdominal. Pada group otot ini ada 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi spine, yaitu m. rectus abdominis, m. obliqus external, m. obliqus internal dan m. transversalis abdominis. Group otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu m.obliqus internal dan external berperan pada rotasi trunk. Didalam memperkuat dinding abdominal, m. abdominal bekerja sebagai direct brace, m. obliqus internal bekerja sebagai oblique brace kearah inferior dan posterior sedangkan m. obliqus external bekerja sebagai brace kearah anterior. c. Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri dari : 1) M. Quadratus Lumborum 2) M. Psoas
13

Group otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal. Segmen gerak sangat berperan pada setiap gerakan vertebra lumbal. Pada saat fleksi lumbal, nukleus pulposus akan bergerak kearah posterior sehingga mengulur serabut annulus fibrosus bagian posterior. Pada saat yang sama, processus articularis inferior dari vertebra bagian atas akan bergeser kearah superior dan cenderung bergerak menjauhi processus articularis superior dari vertebra bagian bawah sehingga kapsular-ligamenter sendi facet akan mengalami peregangan secara maksimal serta ligamen pada arcus vertebra (ligamen flavum), ligamen interspinosus, ligamen supraspinosus dan ligamen longitudinal posterior. Pada saat ekstensi lumbal, nukleus pulposus akan mendorong serabut annulus fibrosus bagian anterior sehingga terjadi penguluran dan ligamen longitudinal anterior juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal posterior relaks. Pada saat yang sama, processus articularis dari vertebra bagian bawah dan atas menjadi saling terkunci, dan processus spinosus dapat saling bersentuhan satu sama lain. Pada saat lateral fleksi lumbal, corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah ipsilateral sementara diskus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena nukleus bergeser kearah kontralateral. Ligamen intertransversal sisi kontralateral mengalami peregangan sementara sisi ipsilateral relaks. Pada saat yang sama, processus articular relatif bergeser satu sama lain sehingga processus articularis inferior sisi ipsilateral dari vertebra atas akan bergerak naik sementara sisi kontralateral akan bergerak turun. Pada saat rotasi lumbal, vertebra bagian atas berotasi terhadap vertebra bagian bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi disekitar pusat rotasi antara processus spinosus dengan processus articularis. Diskus intervertebralis tidak berperan dalam gerakan axial rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh orientasi sendi facet vertebra lumbal. Menurut Gregersen dan D.B. Lucas, axial rotasi pada vertebra lumbal mempunyai total ROM secara bilateral sekitar 10odan ROM segmental sekitar 2o dan segmental unilateral sekitar 1o.

II. 3. ETIOLOGI Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan pada tulang (stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan tulang (spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis) (William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa sekitar 90% pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang. Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar strain/sprain, spondylosis lumbal, piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis, fraktur kompresi osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan

14

penyakit kongenital (skoliosis). Sedangkan Non Mekanikal nyeri pinggang contohnya karena Tumor, TB Tulang, Infeksi. - perubahan postur tubuh biasanya karena trauma primer dan sekunder. Trauma primer seperti : trauma secara spontan, contohnya kecelakaan

Trauma sekunder seperti : adanya penyakit HNP, Osteoporosis, Spondilitis, Stenosis Spinal, Spondilistesis, Osteoatritis, Ketidak stabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot. - Prosedur degenarasi pada pasien lansia - Penggunaan hak sepatu yang terlalu tinggi - kegemukan - mengangkat beban dengan cara yang salah - keseleo - terlalu lama pada getaran - Gaya berjalan - Merokok - Duduk terlalu lama - Kurang latihan (olah raga) - Depresi/Stres - Olah raga (Golf, Tenis, Sepak bola) II. 4. EPIDEMIOLOGI Kebanyakan nyeri pinggang tidak mengakibatkan kecacatan. Lebih dari 50% penderita nyeri pinggang membaik dalam 1 minggu, sementara lebih dari 90% merasa lebih baik dalam 8 minggu. Sisanya sekitar 7-10% mengalami keluhan yang berlanjut sampai lebih dari 6 bulan. Pada nyeri pinggang terdapat faktor resiko, termasuk diantaranya pekerjaan dan kejiwaan; misalnya mengangkat barang di luar batas kesanggupan atau dalam posisi yang tidak baik. Nyeri pinggang mungkin pula berkaitan dengan berbagai kondisi psikologis seperti neurosis, steria, dan reaksi konversi. Secara klinis depresi sering menyebabkan nyeri pinggang. Obesitas dan merokok juga merupakan faktor resiko nyeri pinggang. Sembilan puluh persen (90%) penderita nyeri pinggang mempunyai dasar mekanik. Nyeri pinggang mekanik (mechanical low back pain) di

15

definisikan sebagai nyeri pinggang pada struktur anatomi normal yang digunakan secara berlebihan (muscle strain) atau nyeri yang sekunderterhadap trauma atau deformitas (misalnya HNP); 10% penderita nyeri pinggang sisanya menunjukan keluhan penyakit sistemik diperkirakan ada lebih dari 70 penyakit non mekanik yang berkaitan dengan nyeri pinggang. Evaluasi klinis yang teliti dapat memisahkan penderita nyeri pinggang mekanik dari penderita nyeri pinggang non mekanik/medik.

II. 5 PATOFISIOLOGI Salah satu aspek yang penting dari proses penuaan adalah hilangnya kekuatan tulang. Perubahan ini menyebabkan modifikasi kapasitas penerimaan beban (load-bearing) pada vertebra. Setelah usia 40 tahun, kapasitas penerimaan beban pada tulang cancellous atau trabecular berubah secara dramatis. Sebelum usia 40 tahun, sekitar 55% kapasitas penerimaan beban terjadi pada tulang cancellous atau trabecular. Setelah usia 40 tahun penurunan terjadi sekitar 35%. Kekuatan tulang menurun dengan lebih cepat dubandingkan dengan kuantitas tulang. Hal ini menurunkan kekuatan pada end-plates yang ,elebar jauh dari diskus, sehingga terjadi fraktur pada tepi korpus vertebra dan fraktur endplate umumnya terjadi pada vertebra yang osteoporosis (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006). Kartilaginous end-plate dari corpus vertebra merupakan titik lemah dari discus sehingga adanya beban kompresi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada cartilaginous end-plate. Pada usian 60 tahun, hanya lapisan tipis tulang yang memisahkan discus dari channel vascular, dan channel nutrisi lambat laun akan hilang dengan penebalan pada pembuluh arteriol dan venuls. Perubahan yang terjadi akan memberikan pelluang terjadinya patogenesis penyakit degenerasi pada discus lumbar. Disamping itu, discus intervertebralis orang dewasa tidak mendapatkan suplai darah dan harus mengandalkan difusi untuk nutrisi (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006). Menurut Kirlkaldy-Willis (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006), terdapat sistem yang berdasarkan pada pemahaman segmen gerak yang mengalami degenerasi. Perubahan degeneratif pada segmen gerak dapat dibagi kedalam tiga fase kemunduran yaitu :

16

a. Fase Disfungnsi Awal (Level 1) : Proses patologic kecil yang mengahasilkan fungsi abnormal pada komponen posterior dan discus intervertebralis. Kerusakan yang terjadi pada facet joint selama fase ini sama dengan yang terjadi pada sendi sinovial lainnya. Kronic sinivitis dan efusi sendi dapat menyebabkan stretch pada kapsul sendi. Membran sinovial yang inflamasi dapat membentuk suatu lipatan didalam sendi sehingga menghasilkan penguncian didalam sendi antara permukaan cartilago dan kerusakan cartilago awal. Paling sering terjadi pada fase disfungsi awal selain melibatkan kapsul dan sinovium juga melibatkan permukaan cartilago atau tulang penopang (corpus vertebra). Disfungsi discus pada fase ini masih kurang jelas tapi kemungkinan melibatkan beberapa kerobekan circumferential pada anulus fibrosus. Jika kerobekannya pada lapisan paling luar maka penyembuhannya mungkin terjadi karena adanya beberapa suplai darah. Pada lapisan paling dalam, mungkin kurang terjadi penyembuhan karena sudah tidak ada lagi suplai darah. Secara perlahan akan terjadi pelebaran yang progresif pada area circumferensial yang robek dimana bergabung kedalam keribekan radial. Nucleus mulai mengalami perubahan dengan hilangnya kandungan proteoglican. b.Fase Instabilitas intermediate (level II) : fase ini menghasilkan laxitas (kelenturan yang berlebihan) pada kapsul sendi bagian posterior dan annulus fibrosus. Perubahan permanen dari instabilitas dapat berkembang karena kronisitas dan disfungsi yang terus menerus pada tahun-tahun awal. Re-stabilisasi segmen posterior dapat membentuk formasi tulang sehingga membentuk osteofit perifacetal dan traksi spur. Pada akhirnya, diskus membentuk jangkar oleh adanya osteofit perifer yang berjalan disekitar circumferentianya, sehingga menghasilkan segmen gerak yang stabil. c. Fase stabilisasi akhir (level III) : fase ini menghasilkan fibrosis pada sendi bagian posterior dan kapsul sendi, hilangnya material diskus, dan formasi osteofit. Osteofit membentuk respon terhadap gerak abnormal untuk menstabilisasi segmen gerak yang terlibat. Formasi osteofit yang dibentuk disektar three joint dapat meningkatkan permukaan penumpuan beban dan gerakan, sehingga menghasilkan suatu kekakuan segmen gerak dan menurunnya nyeri hebat pada segmen gerak. Pada lumbar spine bagian atas, degenerasi mulai terlihat pada awal level I dengan fraktur end-plate dan herniasi diskus, kaitannya dengan beban vertikal yang esensial terhadap gerak tersebut.

17

II. 6. MASALAH Adapun masalah yang umumnya ditemui dalam kasus low back pain adalah sebagai berikut : Nyeri pada pinggang bawah Spasme pada otot-otot pinggang bawah Keterbatasan gerak pada lumbosakral joint Kelemahan otot perut Postur yang buruk, seperti kifosis, lordosis, dan kifosis Sukar untuk membungkukkan badan, memutar badan ke kanan dan kekiri serta membengkokkan badan ke kanan dan kiri sehingga mengganggu kegiatan seharihari pasien.

II. 7. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN ET CAUSA SPONDYLOARTHRITIS II. 7.1. DEFINISI FISIOTERAPI Fisioterapi sebagai salah satu pelaksanaan pelayanan kesehatan, meliputi masalah gerak dan fungsi dengan kajian menyangkut aspek peningkatan (promotif), aspek pencegahan (preventif), aspek penyembuhan (kuratif), aspek pemulihan dan pemeliharaan (rehabilitasi) untuk mewujudkan program pemerintah yaitu program sehat 2010 (DepKes RI, 1999) II. 7. 2. PROSES FISIOTERAPI A. ANAMNESIS: Anamnesis adalah proses tanya jawab untuk mendapatkan data pasien, meliputi keadaan dan keluhan yang dialami oleh pasien. Anamnesa terbagi menjadi dua jenis, yaitu auto anamnesa dan allo anamnesa. Auto anamnesa yaitu apabila tanya jawab dilakukan dengan pasien sendiri, sedangkan allo anamnesa yaitu apabila tanya jawab dilakukan dengan orang lain yang dianggap mengetahui keadaan pasien (care giver). 1. Anamnesis umum: identitas pasien Berisi nama paien, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan pasien, pendidikan terakhir dan hobi. Anamnesis khusus Terdiri dari keluhan utama, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat psikososial. 3. Keluhan utama merupakan gejala yang menyebabkan penderita mencari pertolongan. Biasanya diungkapkan hanya dalam satu kalimat 4. Riwayat penyakit sekarang merupakan penggambaran perjalanan penyakit dari awal mula terjadi, penanganan pertama, letak keluhan, factor yang memperberat dan memperingan keluhan.

2.

18

5. Riwayat penyakit dahulu merupakan daftar penyakit fisik atau psikiatrik yang pernah diderita ssebelumnya seperti penyakit serius, trauma, diabetes, ataupun hipertensi. 6. Riwayat penyakit keluarga merupakan penyakit dengan kecenderungan herediter atau menurun 7. Riwayat psikososial merupakan keadaan psikologi atau social pasien yang diduga mempengaruhi kondisi penyakit. B. PEMERIKSAAN Meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus/pemeriksan fisioterapi. 1. Pemeriksaan Umum -Cara datang : bagaimana pasien mendatangi fisioterapis, seperpola jalan dan kemandirian. : bagaimana keadaan kesadaran pasien saat mendatangi fisioterapis

-Kesadaran

-Kooperatif/tidak kooperatif -Tensi : merupakan ukuran tekanan darah pasien, apakah hipertensi, hipotensi, atau normal. : merupakan acuan untuk dilakukannya latihan atau tidak. : untuk menilai bagaimana frekuensi pernapasan pasien ketika akan melakukan latihan : pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan Termometer (afebris,febris)

-Nadi

-RR

-suhu

2. Pemeriksaan Khusus a. Inspeksi : Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat dan mengamati. Inspeksi dapat kita lakukan dari depan (kedudukan bahu, clavicula, papilla mamae, body arm distance, SIAS), samping (postur:kifosis protraksi scapula, foreward head), dan belakang (kedudukan bahu, scapula, bodya arm distance, SIAS). b. Palpasi : Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui adanya nyeri, spasme, suhu, oedema, dan atrofi. c. Gerak :
19

1.

Aktif Pergerakan dalam lingkup gerak sendi sesuai dengan ekstremitas yg bermasalah, dihasilkan oleh kontraksi aktif otot yang melewati sendi. Pasif Pergerakan dalam lingkup gerak sendi sesuai dengan ekstremitas yg bermasalah, dihasilkan seluruhnya oleh kekuatan dari luar, tidak ada kontraksi otot. Aktif-Assisted Semacam lingkup gerak sendi aktif, dimana juga diberikan bantuan dari kekuatan luar, baik secara manual atau mekanikal, karena untuk melengkapi pergerakan, otot primer mover membutuhkan bantuan. Pemeriksaan Manual Muscle Testing Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan tahanan Manual dari terapis untuk mengetahui kekuatan otot pada sisi anggota tubuh yang bermasalah. Yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan ini ialah : Posisi pasien Stabilisasi Besarnya Tahanan yang diberikan Kriteria Hasil MMT ialah sebagai berikut :

2.

3.

4.

Nilai (angka) 0 1 2

Nilai (verbal) Zero Trace Poor

Keterangan tidak ada kontraksi otot Ada kontraksi otot tetapi tidak ada gerakan sendi Kontraksi otot, ada gerakan sendi, belum bisa melawan gravitasi Ada kontraksi otot dapat menggerakan sendi secara penuh dengan melawan gravitasi

Fair

Good

kontraksi otot dengan gerakan sendi penuh, mampu melawan gravitasi dengan tahanan ringan

Normal

kontraksi otot dengan gerakan sendi penuh, mampu melawan gravitasi dengan tahanan penuh

20

Tujuan Hasil Pemeriksaan : 1. Menentukan derajat kekuatan otot. Selanjutnya sebagai dasar penentuan terapi 2. Mencegah deformitas akibat imbalans otot 3. Menentukan perlu tidaknya alat bantu 4. Evaluasi efektivitas terapi 5. Mengevaluasi keterbatasan ADL 6. Seleksi aktivitas dengan kemampuan yang ada C. TES KHUSUS Untuk memastikan atau menegegkan diagnosa yang telah ada, pemeriksaan khusus yang dapat dilakukan : 1. VAS (Visual Anlagoc Scale) Merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (potter, 2005). Cara penilaiannya dengan alat tulis, pasien diminta untuk menandai pada nilai skala berapakah yang sesuai dengan keluhan yang dirasakan setelah diberi penjelasan dari penelitian tentang intensitas skala nyeri tersebut.

10

Keterangan : 0 1-3 : Tidak nyeri : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyerinagai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik. : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi dan distraksi

4-6

7-9

2. Tes Straight Leg Raising Test ini dapat di kombinasikan dengan fleksi leher atau fleksi dorsal dari kaki. Apabila positif maka terjadi yang mengakibatkan nyeri kejut

21

yang amat sangat, maka kemungkinan besar bahwa ada rangsangan dari satu akar atau lebih dari L4-S2. 3. Tes Gapping Bertujuan untuk mengetahui apakah ada kelainan (locking) pada sacro iliaca joint atau ligament. D. PROBLEMATIK FISIOTERAPI Dari anamnesis dan pemeriksaan, maka akan didapatkan problematik fisioterapi yang kemudian akan disusun berdasarkan prioritas a. Nyeri Merupakan sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Oleh karena itu, dianggaplah bahwa apa yang diterima oleh nosireseptor di perifer ditangkap pula oleh korteks cerebri, bagaikan suara halo yang diucapkan oleh penelpon dan terdengar pula sebagai halo senada dan seirama oleh telingan orang yang menerima itu. (International Association for Study of Pain) . b. Ketrbatasan Lingkup Gerak Sendi Lingkup Gerak Sendi (LGS) atau Range of Motion (ROM) adalah gerakan sendi yang terjadi pada saat sendi bergerak dari satu posisi ke posisi lain baik secara aktif maupun pasif. Alat ukur LGS adalah goniometri yang mempunyai dua tagkai. Masing-masing tangkai untuk fixed dan tangkai lainnya untuk mobile yang nantinya akan dihubungan oleh sebuah titik yang disebut titik fulcrum sehingga kedua tungkai tersebut dapat diatur untuk mengukur besaran sudut sebuah sendi atau beberapa sendi. c. Spasme d. Kelemahan Otot abdominal e. Gangguan postur. E. DIAGNOSA FISIOTERAPI Berisikan setidaknya anatomi, patologi, dan gangguan gerak dan fungsi. F. INTERVENSI FISIOTERAPI a. TENS Transcutaneus electrical nerve stimulation (TENS) merupakan suatu cara penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation merupakan cara suatu penggunaan energi listrik guna merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit dan terbukti efektif merangsang berbagai tipe nyeri dengan meningkatkan ambang rasa nyeri, TENS mampu mengaktivasi baik saraf yang berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensorik ke saraf pusat.

22

Mekanisme kerja TENS berdasarkan : Teori melzack and wall ( Gate Control Therapy) Serabut sensori aferen ada tiga : Sel A-Beta : Diameter besar, merupakan sel neuron sensory tidak menghantarkan nyeri/sel rangsang dingin) : Diameter kecil, merupakan sel nociceptive (menghantarkan nyeri/sel rangsang dingin) : Diameter kecil, tidak bermielin (sel rangsang hangat)

Sel A-Delta

Sel C-Fiber

Secara normal, sel A-Delta (nociceptive) menghantarkan nyeri ke gate di substantia gelatinosa untuk diteruskan ke talamus dan otak. Namun, TENS merangsang sel ABeta untuk masuk lebih dahulu ke gate di substantia gelatinosa dan menghambat sel A-Delta untuk memberikan informasi ke otak sehingga nyeri berkurang. Mekanisme fisiologi : Central (Ad2) berpusat di brainsteam, berfungsi untuk menghambat impuls nyeri melalui control ascenden dan descenden. Perifer (Ad2) menghambat transmisi sinaps melalui saraf berdiameter besar (A-Beta) Neurohumeral, melalui pengeluaran zat endorphin/enklaping pada substantsia grisea yang menghasilka midbrain kornu dorsalis Pemberian TENS dapat menurunkan nyeri, baik dengan cara peningkatan vaskularisasi pada jaringan yang rusak tersebut, meupun melalui normalisasi saraf pada leve spinal maupun supraspinal, sehingga dengan berkurangnya nyeri pada bahu didapat gerakan yang lebih ringan. Efek TENS terhadap pengurangan nyeri juga dapat mengurangi spasme dan meningkatkan sirkulasi, sehingga memutuskan lingkaran viscous circle of reflex yang pada akhirnya dapat meningkatkan LGS. TENS efektif mengurangi nyeri melalui aktivasi saraf berdiameter besar dan kecil melalui kulit yang selanjutnya akan memberikan informasi sensori ke saraf pusat. TENS menghilangkan nyeri dikaitkan melalui sistem respon nosiseptif dan mekanoreseptor. Sistem reseptor nosiseptif bukan akhiran saraf bebas, melainkan fleksus saraf halus tak bermyelin yang mengelilingi jaringan dan pembuluh darah. Pengurangan nyeri yang ditimbulkan oleh TENS dapat juga meningkatkan kekuatan otot karena menormalkan aktivasi alfa motor neuron sehingga otot dapat berkontarksi secara maksimal, dan berkurangnya refleks exitability dari bebrapa otot atntagonis gelang bahu sehingga otot agonis dapat melakukan gerakan, dan karena stabilisasi terbesar pada sendi bahu oleh otot, maka hal tersebut meningkatkan mobilitas sendi bahu.

23

b. Short Wave Diathermy SWD (Short Wave Diathermy) adalah suatu alat terapi yang menggunakan pemanasan pada jaringan dengan merubah energi. elektromagnetik menjadi energi panas. Biasa disebut dengan Diathermy gelombang pendek. Berfungsi untuk memanaskan jaringan dan pembuluh darah dengan gelombang pendek, sehingga peredaran darah menjadi lancar.

d. Stretching Suatu metode terapi untuk memanjangkan struktur jaringan kontraktil dan non kontraktil yang memendek secara patologis sehingga ROM meningkat

e. Strengthening Bentuk latihan penguatan otot dengan melawan tahanan secara kontraksi otot dinamik static

G. HOME PROGRAM

Edukasi Latihan

: saat tidur tidak menggunakan batal yang tinggi dan keras : William back Exercise Correct Posture Aktif ROM Pasif ROM Strenghtening

24

PEMBAHASAN KHUSUS DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK RSUP. PERSAHABATAN JAKARTA

FORMULIR FISIOTERAPI Nama Fisioterapi Nomor Registrasi : Ibu Ema Widyastuti : Ruangan : Poli Fisioterapi Tanggal : 3 Oktober 2012

I.

PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S) Nama Jelas : Tn. M

Tempat & tgl lahir : Ambon, 1 Januari 1947 Alamat : Jl. Sawah Barat Dalam 2 Rt. 18 Rw 06 No. 50

Pendidikan terakhir: SMA Pekerjaan Hobi : Pensiunan Sipir LP Pondok Bambu : Tinju

Diagnosis Medik : Simple LBP II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S) K.U : Os merasa nyeri pinggang bawah kanan RPS : Pada bulan April 2012 Os sakit pinggang bawah kanannya kambuh akibat salah posisi saat membenarkan mesin cuci. Sebelumnya 2 tahun yang lalu Os sudah pernah terkena sakit pinggang bawah kanan akibat terjatuh pada posisi duduk saat menyapu halaman rumah. Setelah terjatuh langsung dibawa ke tukang urut sebelum dibawa ke fisioterapi. Os merasa sakit pada pinggang bawah kanan saat ingin bangun dari tidur dan pada saat memiringkan badan kekanan dibandingkan dengan miring ke kiri. Os tidak bisa mengambil barang yang ada dibawah dengan membungkukkan badan karena nyeri. Os saat ini bekerja sebagai tukang kayu setelah pensiun dari Sipir Rutan Cipinang & Ponok Bambu. RPD : Jantung (+), hipertensi (+) RPK :-

25

R. psiko

: os dahulu bekerja sebagai Sipir Rutan Cipinang dan Pondok Bambu tetapi saat ini sudah pensiun. Aktifitas saat ini adalah sebagai tukang angkat kayu.

III.

PEMERIKSAAN (O) a. Pemeriksaan Umum Cara datang : Mandiri tanpa alat bantu Kesadaran : Compos Mentis Koperatif : koperatif Tensi : 150/60 mmHg Nadi : 48X per menit RR : 20X per menit Suhu : Afebris b. Pemeriksaan khusus Inspeksi a. Pola jalan : tidak ada heel strike dan narrow base b. Postur

Depan Belakang Samping Kedudukan bahu asimetris (dx Kedudukan bahu asimetris ( Postur protaksi scapula, lebih rendah daris sin) dx lebih rendah dari sin) forward head,kifosis Kedudukan clavikula (sin lebih Scapula (dx lebih menonjol menonjol dari dx) dari sin) Kedudukan papila mamae (dx Body Arm distance (dx > lebih rendah dari sin) sin) Body Arm distance (dx > sin) SIAS dx lebih turun daripada sin Palpasi : Nyeri tekan pada m. Quadratus Lumborum dextra, spasme m. trapezius & m. latissimus dorsi, suhu normal, : Aktif 550 250 200 FULL 500 550 Pasif 600 300 400 FULL 600 650 MMT 4 4 4 4 4 4 SIAS dx lebih turun daripada sin

Move Joint Gerakan

Cervical

ROM normal* Fleksi 0 - 600 Ekstensi 0 - 750 Lateral fleksi 0 - 450 kanan Lateral fleksi 0 - 450 kiri Rotasi kanan 0 - 800 Rotasi kiri 0 - 800

*American Medical Association: Guides to the Evaluation of Permanent Impairment. AMA, Chicago, 1988.
26

Joint

Gerakan Fleksi Ekstensi Lateral Fleksi Kanan Lateral Fleksi Kiri Rotasi Kanan Rotasi Kiri Fleksi

ROM normal* 0 - 800 0 - 300 0 - 400 0-400 0 - 450 0 - 450 00 - 1250 00 - 300 00-350 00-450 00-450 00-300 001350 00 00 200 00 - 500

Dextra Aktif 600 200 200

pasif Full Full Full

MMT 3 3 5

Sinistra Aktif Pasif

MMT

Trunk

30 350 350 1200 300 400 250 200 200 1350 00 200 500

Full Full full Full

5 3 3 5 (nyeri di akhir gerakan) 3 5 5 5 5 5 5 5 5 1200 200 400 100 200 250 1350 00 200 500 Full 5 (nyeri diakhir gerakan) 3 5 5 5 5 5 5 5 5

Hip Ekstensi Endorotasi Eksorotasi Abduksi Adduksi Fleksi Ekstensi Dorsi Fleksi Plantar Fleksi Full Full Full Full Full Full Full Full Full

Knee Ankle

Full Full Full Full Full Full Full Full Full

Pemeriksaan khusus : IV. VAS (Visual Analog Scale) : skala no.6 (pada tanggal 19 September 2012) SLR test : (-) tidak dilakukan lagi Neri test, Bragard test Gapping : (+) ada locking pada sacroiliac joint dextra PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN PENUNJANG Rontgen pada : Lumbosakral dan pelvis Tanggal : 15 februari 2012 Kesimpulan&kesan : spondilo atritis dengan stenosis pada L5-S1 dan Arthrosis pelvis

27

V.

1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN PRIORITAS Nyeri Spasme latissimus dorsi Kelemahan otot-otot abdominal Keterbatasan Aktif ROM Postur kifosis dan forward neck Gangguan aktifitas fungsional 2. DIAGNOSA FISIOTERAPI Adanya gangguan fungsi dan gerak lumbal karena nyeri, spasme, kelemahan otot, dan keterbatasan aktif ROM low back pain dextra et causa spondylo arthritis.

VI.

PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P) 1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi Medik SWD TENS 2. Tujuan : a. Tujuan Jangka Pendek : Mengurangi nyeri Mengurangi spasme Meningkatkan kekuatan otot Meningkatkan aktif ROM b. Tujuan Jangka Panjang : Mengembalikan aktifitas fungsional os seperti sebelumnya 3. Metoda Pemberian Fisioterapi N Jenis Metode Dosis Keterangan O 1 Modalitas Colateral F: 150 Hz Untuk mengurangi TENS (1 channel) I: 27,5 mA nyeri T: 15 menit Meningkatkan R: 2 kali ambang batas nyeri seminggu Modalitas Flexiplode F: 34.56 MHz Efek sedative: SWD I: 40 watt untuk mengurangi T: 15 menit nyeri R: 2 kali Micro massage seminggu Peningkatan kelenturan jaringan lunak 2 exercise 1. Aktif ROM F: 2kali sehari Untuk mengukur I: sebatas LGS kemampuan Untuk menentukan pasien ada tidaknya nyeri T: 10 menit gerak R: 6kali repetisi Menilai kekuatan otot F: 2 kali sehari Untuk I: sebatas mengukur

2. Pasif ROM

28

3. Stretching

4. Strengthenin g

kemampuan LGS pasien T: 10 menit R: 6kali pengulangan F: 2 kali sehari Untuk mengurangi I: sebatas nyeri spasme T: 10 menit Meregang jaringan R: 6 kali lunak pengulangan F: 2 kali sehari Untuk I: sub maksimal meningkatkan T: 10 menit kekuatan otot R: 6kali pengulangan

4. Uraian Tindakan Fisioterapi Modalitas TENS o Persiapan Alat : cek kabel, alat, elektroda, dan spons; atur frekuensi, intensitas dan timer o Persiapan Pasien : posisi pasien nyaman dan rileks (duduk); pasien tidak termasuk dalam kontraindikasi;area terapi bersih dari pakaian dan logam o Pelaksanaan : beritahu pasien tentang keamanan dan manfaat modalitas, sensasi yang akan dirasakan; pasang pad dengan posisi contralateral dengan kontak langsung pada area terapi; naikkan intensitas perlahan sampai batas cukup pasien namun tidak melebihi batas dari penggunaan modalitas tersebut; setelah terapi lepaskan pad dan evaluasi area terapi. Stretching (hold relax) o Persiapan terapis : menyiapkan bed/ kursi untuk pasien, posisi terapis di sebelah kanan pasien o Persiapan Pasien :posisi pasien duduk rileks, o Pelaksanaan :menjelaskan apa yang akan dilakukan terapis beserta tujuan, membertahu pasien saat melawan tahanan tidak boleh menahan nafas, memulai stretching pada fleksi shoulder dan abduksi shoulder Strengthening (isometric contraction) o Persiapan terapis: mempersiakan bed/kursi untuk pasien, posisi pasien di sebelah kanan pasien o Persiapan Pasien : posisi pasien rileks (duduk) o Pelaksanaan : menjelaskan apa yang akan dilakukan terapis beserta tujuan, memberitahu pasien saat melawan tahanan tidak boleh menahan nafas, memulai strengthening dengan memperhatikan fiksasi dan peletakan tahanan 5. Program untuk di rumah 1. Edukasi : saat tidur tidak menggunakan bantal yang tinggi dan eras 2. Latihan: pendulum exc, aktif ROM, pasif ROM, strengthening,

29

VII.

EVALUASI 1. Evaluasi hasil terapi

Hasil Terapi (15 Oktober 2012) S = - Os menyatakan bahwa nyeri pada pinggang bawah kanan tidak senyeri saat pemeriksaan pertama a. Vital Sign Tensi :150/60 RR : 20x/menit HR b.VAS A : 48x/menit :4

= Adanya gangguan fungsi dan gerak karena nyeri, spasme, kelemahan otot, dan keterbatasan aktif ROM trunk terkait dengan Simple Low Back Pain ec Spondiloarthritis. = TENS, SWD, Aktif ROM, Aktif ROM resisted, streching, strengthening, correct postur, core stability. 2. Jadwal evaluasi ke dokter : setelah 4 kali terapi

30

BAB IV PENUTUP

IV.1

KESIMPULAN Pasien dengan nama Tn. M dengan diagnosa Simple Low Back Pain ec Spondiloarthritis dengan keluhan utama nyeri pada pinggang bawah kanan dengan keterbatasan lingkup gerak sendi (LGS) pada pinggang bawah kana. Dengan keadaan seperti ini pasien merasa sangat terganggu aktivitas kesehariannya. Dengan beracuan pada pada permasalahan tersebut penulis mencoba memberikan program fisioterapi dengan modalitas TENS dan SWD, ditambah dengan latihan active exercise, pasif exercise, stetching,strengthening, massage dengan tehnik stroking, efflurage, frictio thum kneeding, dengan tujuan untuk mengatasi problem yang muncul pada pasien. Setelah diberikan dengan program fisioterapi selama dua kali pertemuan diperoleh hasil yang cukup memuaskan ini ditandai dengan : Penurunan nyeri dilihat dari VAS.

IV. 2 SARAN Pada kasus simple low back pain akibat spondyloarthritis ini dalam pelaksanaannya sangat dibutuhkan kerjasama antara terapis dengan penderita serta bekerjasama dengan tim medis lainnnya, agar tercapai hasil yang maksimal. Selain itu hal-hal lain yang harus diperhatikan antara lain : a. Bagi penderita disarankan untuk melakukan terapi secara rutin, serta melakukan latihan-latihan yang dianjurkan b. Bagi keluarga pasien disarankan agar terus memberikan motivasi kepada pasien agar mau latihan di rumah dan ikut mengawasi pasien dalam berlatih

31

DAFTAR PUSTAKA

Anatomi biomekanik lumbal http://fisioterapishamdialfin.blogspot.com/ Cael, Christy (2010),Functional anatomy. De wolf, A.N dan Mens, J.M.A (1990), Pemeriksaan fungsi dan gerak edisi 2, bohn stefeu van loghum bv. Hal 180 Cermin dunia kedokteran (2000)- sistematika pendekatan pada nyeri pinggang- from: id.scribd.com/doc/69133636/34/epidemiologi-13 oktober 2012 Fisioterapi pada penderita lbp akibat spondylosis(2010)-pendahuluan-from: Fisioterapishamdialfin.blogspot.com 13 oktober 2012 Id.scribd.com/doc/73454215/1

32

Anda mungkin juga menyukai