Prematuritas adalah suatu keadaan yang belum matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Menurut WHO, persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Penentuan usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan skil Ballard dan kurva Battaglia dan Lubchenko. Dengan demikian, persalinan dapat terdiri dari persalian prematur dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan janin sesuai dengan masa kehamilan (SMK), dam kehamilan prematur dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan kurang/kecil untuk masa kehamilan (KMK).1 Penyebab terjadinya kelahiran prematur sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko kelahiran prematur faktor dari ibu antara lain infeksi akut, jarak kehamilan yang terlalu dekat dengan kehamilan sebelumnya, status gizi ibu kurang, penyalahgunaan obat, dll. Faktor janin yaitu hydroamnion, kehamilan ganda/multiple, gawat janin, plasenta previa, hydroamnion, infeksi, dll.1,2,3 Hyaline Membrane Desease (HMD) adalah suatu gangguan pernapasan yang terjadi paling sering pada bayi lahir prematur, dikarenakan defisiensi dari surfaktan paru. HMD biasanya ditandai dengan stress pernapasan, tachypnea, adanya retraksi terutama subcosta dan intercosta, dyspnea, grunting respiration, dan sianosis.1,4,5 Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada HMD yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksio sesaria. Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan
defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang. Surfaktan biasanya
1
didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya tampak segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.4,5 Sepsis pada bayi baru lahir (BBL/sepsis neonatal ) masih merupakan masalah yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan BBL. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian BBL terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernapasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Dari tahun ke tahun insiden sepsis tidak banyak mengalami perbaikan. Di Inggris, angka kematian sepsis neonatal pada tahun 1985 1987 ( 25-30 % ) menunjukan penurunan yang bermakna dibandingkan dengan tahun 1996-1997 (menjadi 10%), hal ini terjadi karena berbagai penemuan dan antibiotik baru. Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasive dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah, cairan sumsum tulang atau air kemih.6,7 Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera akibat akumulasi bilirubin yang tak terkonjugasi yang berlebih.6 Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna pada sclera dan kulit. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal, sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini yang menyebabkan dominaso bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin
secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sequel nerologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi hiperbilirubinemia yang berat.7,8 Ikterus fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2 mg/dL. Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun cukup bulan dan tidak disebabkan oleh faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Ikterus non fisiologis atau yang dulu disebut dengan ikterus patologis yaitu ikterus yang terjadi sebelum umur 24 jam, setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi, peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam, adanya tanda tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil ) dan ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.7,8
Anamnesis ( diberikan oleh ibu penderita ) Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga. Keputihan gatal dan berbau dan ada riwayat demam intrapartum. Selama kehamilan ibu minum obat anti hipertensi, nifedipin, untuk mengontrol tekanan darah.
Anamnesis antenatal dan kelahiran Ibu penderita melakukan pemeriksaan antenatal sebanyak 3x di Puskesman Tateli sebanyak 3 kali dan mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN KEHAMILAN : Perawatan antenatal Penyakit-penyakit selama kehamilan Komplikasi kehamilan : 3x di bidan :: Ibu sempat mengalami demam 3 hari sebelum melahirkan, saat melahirkan ibu tidak demam. KELAHIRAN : Tempat kelahiran : Puskesmas Tateli
: Pervaginam : 34 - 35 minggu
Berat badan lahir Panjang badan lahir Nilai APGAR Kelainan bawaan
sikap jendela sendi pergelangan tangan rekoil lengan sudut poplitea gerakan tumit kekuping tanda skarf
:3 :3 :3 :1 :1 :2+ 13
:2 :3 :3 :2 :2 :2+ 14
: 13 + 14 = 27 : 34-36 minggu
RIWAYAT PERKEMBANGAN
::::::::6
memanggil mama/papa
:-
RIWAYAT IMUNISASI VAKSIN BCG DPT/DT POLIO CAMPAK HEPATITIS B (DASAR) UMUR ULANGAN
RIWAYAT MAKANAN Umur (bln) 0-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 ASI/PASI Bubur susu Bubur saring Bubur biasa -
Otitis Radang paru Tuberkulosis Kejang Ginjal Jantung Darah Difteri Morbili Parotitis Demam berdarah Demam tifoid Cacingan Alergi Kecelakaan Operasi
PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum Skor APGAR Berat badan Panjang badan Tanda vital : : : : : Aktifitas (+) Reflex (+) tidak diketahui 1700 gram 40 cm HR : 142x/m, RR : 64x/m, SB : 36,5oC
Kepala dan leher Kepala Mata Hidung Telinga Mulut Dada Jantung : : : : : : : Ubun ubun besar datar Konjungtiva tidak anemis, sclera ikterik (-) Bentuk normal, secret tidak ada, PCH (+) Bentuk normal, secret tidak ada Sianosis tidak ada Simetris, kiri = kanan. Retraksi (+) IC, SC, Xyphoid Detak jantung 142x/m Iktus cordis tidak tampak Batas kiri linea midclavicularis sinistra Batas kanan Linea parasternalis dextra Batas atas ICS II-III Bunyi jantung apex M1<M2 Bunyi jantung apex aorta A1< A2 Bunyi jantung pulm P1> P2 Bising (-)
Paru paru
Inspeksi : Simetris Palpasi : Sonor kiri = kanan Perkusi : Stem fremitus kiri = kanan Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler Rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Abdomen
Hepar : tidak membesar, tali pusat terawat Lien : tidak teraba Ekstremitas Genitalia Anus Kulit : : : : Akral hangat, CRT < 3 Perempuan, normal. Labia mayora menutupi labia minora Lubang (+) Warna kemerahan Efloresensi (-) Pigmentasi (-) Jaringan parut (-) Lapisan lemak cukup Turgor kembali cepat Tonus (-) Oedema (-)
O2headbox 5-7 l/m Pasang NGT IVFD Dextrose 10% 5-6 gtt/m
10
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV Rawat tali pusat
Pro : DL, DDR, Diff. count, CRP LABORATORIUM Leukosit Eritrosit Hematokrit Hb Trombosit Malaria Radiologis : : : : : : : 8.500/mm3 3,93x106/mm3 42,6% 14,3 g/dL 187.000/mm3 negatif (-)
X-foto thoraks : Gambaran paru reticulogranuler disertai air bronkogram dan batas kontur jantung yang sudah mulai menghilang (HMD grade II-III).
11
Napas cepat, sesak, bab/bak (+), intake (-), demam (-), Ku : aktif (+) HR : 142x/m Refleks (+) RR : 60x/m SB : 36,50C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (-) PCH (+) Simetris, retraksi (+) IC, SC, Xyphoid Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis : O2 Headbox 5-7 l/m IVFD Kaen 4B D10% 172 ml 35 ml 13-14 gtt/m
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (2) Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (2) Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (2) Susu 8x3-4 cc/NGT ( 20 ml/kg/hari )
12
Napas cepat, sesak, bab/bak (+), intake (-), demam (-), Ku : aktif (+) HR : 142x/m Refleks (+) RR : 60x/m SB : 36,50C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (-) PCH (+) Simetris, retraksi (+) IC, SC, Xyphoid Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis : O2 Headbox 5-7 l/m IVFD Kaen 4B D40% Aminosteril KCl 103,5 ml 3,5 ml 23 ml 3 ml 5-6 gtt/m
Ca. Glukonas 7 ml Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (3) Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (3) Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (3) Susu 8x3-4 cc/NGT ( 20 ml/kg/hari ) Pro : Kultur Darah
13
: Sesak, bab/bak (+), intake (-), demam (-), : Ku : aktif (+) HR : 124x/m Refleks (+) RR : 56x/m SB : 36,60C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (-) PCH (+) Simetris, retraksi (+) IC, SC, Xyphoid Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis : O2 Headbox 5-7 l/m IVFD Kaen 4B D40% 149 ml 18 ml 5-6 gtt/m
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (4) Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (4) Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (4) Susu 8x4-5 cc/NGT ( 30 ml/kg/hari )
14
: Kuning (+) sampai dengan dada, napas cepat , demam (-) : Ku : aktif (+) HR : 132x/m Refleks (+) RR : 44x/m SB : 36,90C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (-) Simetris, retraksi (+) IC, SC, Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Kulit : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum : O2 Headbox 5-7 l/m IVFD Kaen 4B D40% Aminosteril KCl 93 ml 19,5 ml 21 ml 2,5 ml 5-6 gtt/m
Ca. Glukonas 7 ml Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (5) Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (5) Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (5) Susu 8x5-6 cc/NGT ( 40 ml/kg/hari )
15
: Kuning (+) sampai dengan dada, napas cepat , demam (-) : Ku : aktif (+) HR : 128x/m Refleks (+) RR : 56x/m SB : 36,80C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+) Simetris, retraksi (+)SC Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum : O2 Headbox 5-7 l/m IVFD Kaen 4B D40% Aminosteril KCl 113 ml 26,3 ml 21 ml 2,5 ml 5-6 gtt/m
Ca. Glukonas 7 ml Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (6) Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (6) Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (6) Susu 8x7-8 cc/NGT ( 50 ml/kg/hari )
16
: Kuning (+) sampai dengan dada, sesak napas (+), demam (+) : Ku : aktif (+) HR : 132x/m Refleks (+) RR : 62x/m SB : 37,80C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+) Simetris, retraksi (+) IC, SC Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK+ HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum : O2 Headbox 5-7 l/m IVFD Kaen 4B D40% Aminosteril KCl 113 ml 27 ml 21 ml 3 ml 5-6 gtt/m
Ca. Glukonas 7 ml Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (7) Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (7) Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV(7) Susu 12x9-10 cc/NGT (60-70 ml/kg/hari ) Pro : Cek bilirubin total, direct, indirect
17
: Kuning (+) sampai dengan lutut, napas cepat (+), sesak , demam (-) : Ku : aktif (+) HR : 130x/m Refleks (+) RR : 60x/m SB : 37,10C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+) Simetris, retraksi (+)SC Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum : O2 Headbox 5-7 l/m IVFD Kaen 4B 5-6 gtt/m
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (8) Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (8) Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV Susu 12x11-12 cc/NGT ( 90-100 ml/kg/hari ) Rencana pindah ke NICU II
18
: Kuning (+), sesak (-), demam (-) : Ku : aktif (+) HR : 132x/m Refleks (+) RR : 44x/m SB : 37,00C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+) Simetris, retraksi (+)SC minimal Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis + ikterus neonatorum : Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (9) INT Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (9) INT Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (9) INT Susu 12x12-13 cc/NGT ( 120 ml/kg/hari ) Pindah ke NICU II
: Kuning (-), sesak (-), demam (-) : Ku : aktif (+) HR : 132x/m Refleks (+) RR : 48x/m SB : 36,30C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+) Simetris, retraksi (-)
19
Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/Abd : Datar, Lemas, BU (+) N H/L : ttb. Tali pusat terawat Ekst : Dx Tx Hangat, CRT < 3
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis : Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (10) INT Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (10) INT Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (10) INT Susu 12x14-15 cc/NGT ( 130 ml/kg/hari )
: Kuning (-), sesak (-), demam (-), BAB (+), BAK (+) : Ku : aktif (+) HR : 120x/m Refleks (+) RR : 42x/m SB : 36,20C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+) Simetris, retraksi (+)SC minimal Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx
20
Tx
Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (11) INT Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (11) INT Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (11) INT Susu 12x15-16 cc/NGT ( 150 ml/kg/hari )
: Kuning (-), sesak (-), demam (-), BAB (+), BAK (+) : Ku : aktif (+) HR : 130x/m Refleks (+) RR : 48x/m SB : 36,20C
Kep : Tho :
Konj An (-) Scl ict (+) PCH (+) Simetris, retraksi (+)SC minimal Cor : Bising (-) Pulmo : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/- Wh -/-
Abd :
Ekst : Dx Tx
: Prematur SMK + HMD gr. II-III + suspek sepsis : Inj. Amoxicillin 2x85 mg IV (11) INT Inj. Gentamisin 8,5 mg/36 jam IV (11) INT Inj. Aminofillin 2x4,5 mg IV (11) INT Susu 12x16-17 cc/NGT ( 160 ml/kg/hari )
21
A. Prematuritas Prematuritas adalah suatu keadaan yang belum matang, yang ditemukan pada bayi yang lahir pada saat usia kehamilan belum mencapai 37 minggu. Menurut WHO, persalinan prematur adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500 gram. Penentuan usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan skil Ballard dan kurva Battaglia dan Lubchenko.1 The New Ballard Score Pada Bayi Prematur Sistem penilaian ini dikembangkan oleh Dr. Jeanne L Ballard, MD untuk menentukan usia gestasi bayi baru lahir melalui penilaian neuromuskular dan fisik. Penilaian neuromuskular meliputi postur, square window, arm recoil, sudut popliteal, scarf sign dan heel to ear maneuver. Penilaian fisik yang diamati adalah kulit, lanugo, permukaan plantar, payudara, mata/telinga, dan genitalia.1 Pada bayi ini didapatkan masa gestasi berdasarkan The New Ballard Score: 34-36 minggu, dengan berat badan lahir 1700 gram. Klasifikasi neonatus menurut kurva Battaglia dan Lubchenko dengan usia gestasi 34-36 minggu dan berat 1700, didapatkan sesuai masa kehamilan.
22
HMD merupakan kumpulan gejala gangguan pernapasan karena tidak adekuatnya surfaktan dalam paru akibat dari hambatan pembentukan surfaktan. Etiologinya dianggap karena faktor pertumbuhan atau karena pematangan paru belum sempurna. Biasanya mengenai bayi prematur, terutama bila menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya diabetes melitus, toksemia gravidarum, hipotensi, seksio secaria dan perdarahan antepartum dimana keadaan ini menyebabkan bayi lahir prematur.4,5 Patofisiologi terjadinya HMD, surfaktan berperan dalam pengembangan paru, merupakan kompleks yang terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak. Surfaktan berfungsi menurunkan tegangan permukaan alveolus agar tidak kolaps dan mampu untuk menahan sisa udara fungsionil pada akhir ekspirasi. Senyawa utama terdiri dari leisitin, dibentuk pada kehamilan 22 24 minggu dan berfungsi normal setelah minggu ke 35.4
23
Defisiensi Surfaktan
Peningkatan tekanan permukaan alveolus Tidak mampu menahan sisa udara fungsionil (FRS) Pada akhir ekspirasi Kolaps alveolus
Butuh tekanan negatif intra toraks yang lebih besar dan usaha inspirasi yang lebih kuat untuk pernapasan berikut
ATELEKTASIS
HIPOKSIA
ASIDOSIS
TRANSUDASI
24
Gejala Klinis5 Biasanya pada bayi prematur Sering disertai riwayat asfiksia setelah lahir Tanda gangguan pernafasan pada 6 8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang
karakteristik pada umur 24 72 jam Dispnu atau hiperpnu, dan pernapasan cuping hidung Sianosis, retraksi suprasternal, retraksi epigastrum, retraksi interkostal dan ekspirator
grunting Bradikardia, hipotensi, kardiomegali, pitting oedem (dorsal tangan atau kaki), hipotermi,
tonus otot menurun Derajat dari HMD dapat dikategorikan berdasarkan gambaran radiologis dari thoraks:9 Derajat I: Gambaran Reticulogranuler. Derajat II: Disertai gambaran air bronkogram meluas sampai ke perifer.
25
Derajat III: Disertai dengan batas tidak jelas antara kontur jantung dan diagfragma.
Pada bayi ini, didapatkan usia gestasi 34-36 minggu yaitu prematur, juga didapat gejala klinis pendukung berupa takipnea, adanya pernapasan cuping hidung, dan retraksi subkostal dan intercostal. Selain itu, diagnosis HMD didukung dengan adanya foto thoraks dimana terdapat gambaran paru reticulogranuler disertai air bronkogram dan batas kontur jantung yang sudah mulai menghilang ( HMD grade II-III). C. Sepsis Neonatorum Sepsis neonatal merupakan sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi yang terjadi dalam satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis pada neonatus. Insidensnya berkisar 1-8 di antara 1000 kelahiran hidup dan meningkat menjadi 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat < 1500 g.6,7
26
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga skrining dan pengelolaan terhadap faktor risiko perlu dilakukan. Terapi awal pada neonatus yang mengalami sepsis harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur.6,7 Keadaan infeksi umum pada bayi dalam 1 bulan I kehidupan ditandai dengan adanya kuman dalam peredaran darah penderita. Berikut ini faktor resiko sepsis :10 Mayor : KPD > 18 jam Ibu demam > 38o C Korioamnionitis Gawat janin ( BJJ > 160x/m ) Ketuban kental dan berbau Minor : KPD > 12 jam Ibu demam > 37,5oC Apgar score menit I < 5,5 < 7 BBLR < 1500 gram Usia kehamilan < 37 minggu Ibu mengalami keputihan Ibu terdiagnosis ISK
Pemeriksaan laboratorium dari neonatus tersangka sepsis terdiri dari darah lengkap, hitung jenis dan kultur darah. Biasanya ditemukan leukositosis ( >30.000 ) yang didominasi oleh sel PMN, leukopeni ( <5000 ), trombositopenia ( <100.000 ) dan neutropeni absolute (PMN < 1500).10 Faktor predisposisi antara lain ibu penderita ada riwayat keputihan gatal dan berbau demam intrapartum. D. Ikterus Neonatorum Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis ( terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada neonatus kurang bulan ) atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada sepsis, galaktosemia, penyumbatan
27
saluran empedu, dan sebagainya.2 Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin.1,8 Dua sumber bilirubin pada neonatus berasal dari pemecahan sel darah merah yang beredar (75%) dan eritropoiesis dan protein heme jaringan yang tidak efektif ( 25% ). Heme mengalami perubahan menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi ( larut lemak ) di dalam system retikuloendotelial dan dibawa ke hepar oleh albumin. Di hepar, dikonjugasi dengan asam glukoronat dengan suatu reaksi yang dikatalisir oleh glukoronil transferase. Bilirubin terkonjugasi ( larut air ) disekresi ke dalam saluran bilier untuk ekskrfesi melalui saluran pencernaan. Enzim B-glukoronidase terdapat di dalam usus halus dan menghidrolisis sejumlah bilirubin yang terkonjugasi. Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian dapat direabsorpsi ke dalam sirkulasi, menambah total bilirubin tak terkonjugasi ( sirkulasi enterohepatik ).1
I. Ikterus Fisiologis1 Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Secara klinis, ikterus fisiologis : 1. Tidak terjadi pada hari pertama 2. Bilirubin total harus meningkat dengan kurang dari 5 mg/dL/hari, mencapai puncak kurang dari 12,9 mg/dL, pada hari 3-4 bayi aterm dan 15 mg/dL pada hari 5-7 ( bayi premature ) 3. Fraksi konjugasi harus tidak melebihi 2 mg/dL
28
4. Ikterus harus bertahan tidak lebih 1 minggu pada bayi aterm dan 2 minggu pada bayi premature II. Ikterus Patologis1 Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Secara klinis, ikterus patologis : 1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama 2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam 3. Kadar bilirubin direk > 1 mg/dL 4. Ikterus yang menetap setelah 2 minggu pertama 5. Ikterus yang disertai proses hemolisis ( inkompabilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan sepsis )
6. Ikterus yang disertai keadaan berikut : Berat lahir < 2000 gram Masa gestasi < 36 minggu Asfiksia, hipoksia, sindroma gawat napas Trauma lahir di kepala Hipoglikemia Infeksi/sepsis neonatorum Hiperosmolaritas darah
29
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. 3. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat menggantikan transfuse tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat digunakan untuk pra dan pascatransfusi tukar 4. Transfusi tukar, dapat dilakukan dengan indikasi : Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek < 20 mg% Kenaikan kadar bilirubin yang cepat yaitu 0,3-1 mg%/jam Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung Bayi dengan kadar hemoglobin talin pusat < 14 mg%
30
Daftar Pustaka
1. Behrman, Kliegman. Nelson: Textbook of Pediatrics Edisi 15, halaman 561-572, 589-599,
riview of maternal mortality and morbidity. WHO. 2010. 4. Rennie JM, Roberton NRC. Respiratory Distress Syndrome. Dalam A Manual of Neonatal Intensive Care, Edisi 4. Arnold. London. 2002.
5. Jian Mao. Neonatal Hyaline Membrane Desease RDS. Neonatal Intensive Care Unit, Dept.
6. Aminullah A. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : IDAI Tahun 2012 Edisi Pertama. Hal :
170-185.
7. Antonius H. Pedoman Pelayanan Medis.Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia Tahun 2010. Hal :
36-37. 8. Abdulrahman S. Hiperbilirubinemia. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia Tahun 2012. Hal :147169. 9. Mardiana F. Peran Radiologis dalam Gangguan Napas Pada Neonatus. Bagian Radiologi FK UNDIP, RS. Dr Kariadi. Semarang. 2011.
31
10. Rusepno H. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jilid I. Hal : 1101-1124
32