Anda di halaman 1dari 24

PERAN MAHKAMAH INTERNASIONAL DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA

Anggota Kelompok 6 Eva Sofiana (9) M. A bdul Alim (16) Nur Mufid ( ) Kelas : XI TEI 1

SMK Negeri 26 Pembangunan Jakarta

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Peran Mahkamah Internasional Dalam Menyelesaikan Sengketa. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan merealisasikan penyelesaian makalah ini, penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada guru bidang studi tentunya yaitu Lies Maniar yang telah membimbing penyusun agar kami dapat mengerti tentang

bagaimana cara kami menyusun makalah ini dengan baik dan benar. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna dalam proses pembelajaran tentang pendidikan

kewarganegaraan. Sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan. Terima kasih

Jakarta, Januari 2013

Penyusun

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


i

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i DAFTAR ISI............................................................................................... ii DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. iii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang............................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Mahkamah Internasional............................................................... 2 2.2. Peran Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional.................................................................. 3 2.3 Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui MahkamahInternasional................................................................ 11 2.4 Keputusan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional.................................................................. 14 2.5 Menghargai Keputusan Mahkamah Internasional......................... 16

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan................................................................................... 20 3.2. Saran............................................................................................ 20

ii

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mahkamah Internasional adalah sebuah organisasi yang bertugas dalam menyelesaikan sangketa atau perdebatan yang tak dapat diselesaikan oleh kedua Negara tersebut.Dengan adanya Mahkamah Internasioanal sebuah Negara tidak perlu menyelesaikan sangketa dengan cara perang melainkan dengan secara damai karena itu adalah tugas dari mahkamah internasional. Di dalam Makalah ini kami akan membahas bagaimana mahkamah internasional dalam menyelesaikan sebuah masalah dengan tata cara tertentu agar kedua Negara merasa diuntungkan, bagaimana sistematika keputusan mahkamah internasional dalam mengambil keputusan bahkan bagaimana menyelesaikan dampak suatu Negara yang melanggar Mahkamah internasional dan Negara yang menghargai keputusan mahkamah internasional.

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Mahkamah Internasional Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda. Sidang-sidang lengkap pada prinsipnya dihadirioleh 15 orang tetapi forum dengan 9 anggotasudah cukup untuk mengadili suatu perkara. Mahkamah memilih ketua dan wakil ketua untuk masa jabatan selama 3 tahun dan dapat epilih kembali. Adapun bahasa-bahasa resmi yang digunakan menurut Pasal 39 statuta, harus Perancis dan Inggris. Namun, atas permintaan salah satu dari yang bersengketa, mahkamah dapat mengizinkan penggunaan bahasa lain. Upaya untuk menyelesaikan sengketa-sengketa internasional dilakukan sedini mungkin dengan cara yang seadil-adilnya bagi para pihak yang terlibat. Upaya ini merupakan tujuan hukum internasional sejak lama dengan kaidah-kaidah serta prosedur-prosedur yang terkait. Konvensi Den Haag 1899 dan 1907 dalam hal penyelesaian seacara damai sengketa-sengketa internasional dan Charter Perserikatan Bangsabangsa yang dirumuskan di San Francisco tahun 1945. Salah satu dari tujuan pokok charter tersebut adalah membentuk organisasi persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempermudah penyelesaian secara damai mengenai perselisihan antara negara-negara di dunia. Hal inipun merupakan tujuan dari Liga Bangsa-Bangsa selama periode aktivitasnya di antara dua Perang Dunia.

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


2

2.2

Peran Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional

I.

Wewenang Mahkamah Internasional Wewenang mahkamah diatur oleh Bab II statuta yang khusus mengenai wewenang mahkaman dengan ruang lingkup masalahmasalah mengenai sengketa. Untuk mempelajari wewenang mahkamah dapat dilihat dari wewenang rational personal yaitu siapa-siapa saja yang dapat mengajukan perkara ke mahmah dari wewenang rational material yaitu mengenai jenis sengketa-

sengketa yang dapat diajukan. 1. Akses ke Mahkamah hanya Terbuka untuk Negara

(Wewenang Rational Personal) Pasal 34 ayat 1 statuta menyatakan, hanya negaranegara yang boleh menjadi pihak dalam perkara-perkara di muka mahkamah. Maksud isi pasal tersebut, individuindividu dan organisasi-organisasi international tidak dapat menjadi pihak dari suatu sengketa di muka mahkamah. Pada prinsipnya mahkamah hanya terbuka bagi negara-negara anggota dari statuta. Negara-negara anggota statuta yaitu semua anggota PBB yang banyaknya 192 negara.Dalam pasal pasal 93 ayat 2 piagam menyatakan bahwa negara yang bukan anggotra PBB dapat menjadi pihak pada statuta mahkamah, dengan syarat-syarat yang akan ditentukan untuk tiap-tiap permohonan oleh majelis Umum atas rekomendasi Dewan Kemanan. Keputusan mahkamah adalah keputusan organ

hukum tertinggi di dunia dan penolakan suatu negara

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


3

terhadap keputusan lembaga tersebut akan dapat merusak citranya dalam pergaulan antar bangsa, apalagi karena sebelumnya negara-negara tersebut telah menerima

wewenang wajib. Oleh karena itu, dengan mengadakan pengecualian terhadap ketentuan tersebut, juga diberikan kemungkinan kepada negara-negara lain yang bukan pihak pada statuta untuk dapat mengajukan suatu perkara ke mahkamah (Pasal 35 ayat 2 statuta). Dalam hal ini, Dewan keamanan yang menentukan syarat-syaratnya. 2. Kedudukan Individu Seseorang yang dinyatakan bersalah berdasarkan hukum international, untuk maka mahkamah Adapun international bila ada

berkewajiban

menuntutnya.

penolakan akses terhadap individu - individu. Namun melalui mekanisme perlindungan diplomatik di bidang

pertanggungjawaban international, negara-negara dapat mengambil alih dan memperjuangkan kepentingan-

kepentingan warga negara di depan mahkamah. Banyak perkara yang diperiksa mahkamah yang berasal dari pelaksanaan warga perlindungan diplomatik negara terhadap

negaranya. Court

Misalnya Justice (ICJ)

perkara

Ambotielos, perkara

International

1952-1953,

International ICJ 1957-1958. 3. Kedudukan Organisasi International Pasal 34 ayat 1 statuta hanya membolehkan negaranegara untuk mengerjakan suatu sengketa ke mahkamah. Namun, dalam ayat 2 dan 3 memberikan kemungkinan kerja sama antar organisasi-organisasi international dan

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


4

mahkamah. Mahkamah juga menentukan syarat-syarat kerja sama dengan organisasi-organisasi international. Langkah pertama yang dilakukan mahkamah adalah meminta kepada organisasi-organisasi mengenai international yang

keterangan-keterangan

soal-soal

diperiksanya, organisasi-organisasi international tersebut dengan inisiatif sendiri mengirim keterangan yang diperlukan ke mahkamah. Selanjutnya, bila dalam pemeriksaan suatu perkara, mahkamah terpaksa menginterpretasikan piagam konstitutif suatu organisasi international atau suatu konvensi yang dibuat atas dasar piagam tersebut, maka panitera mahkamah berhak meminta keterangan kepada organisasi international tadi dan mengirimkannya secara tertulis ke mahkamah. 4. Wewenang Rasional Material Pasal 36 ayat 1 statuta dengan jelas menyatakan bahwa wewenang mahkamah meliputi semua perkara yang diajukan pihak-pihak yang bersengketa kepadanya dan semua hal, terutama yang terdapat dalam piagam PBB atau dalam perjanjian-perjanjian dan konvensi-konvensi yang berlaku. Meskipun Pasal 36 ayat 1 ini tidak mengadakan pemberdayaan antar sengketa hukum dan politik yang boleh dibawa ke mahkamah, dalam prakteknya mahkamah selalu menolak memeriksa perkara-perkara yang tidak bersifat hukum. 5. Kompromi Dalam kerangka wewenang fakultatif, sengketa

diajukan ke mahkamah melalui suatu kompromi. Jadi,

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


5

kesepakatan negara-negara yang bersengketa dituangkan dalam suatu kompromi. Di samping itu, perlu dicatat bahwa kompromi di sini tidak lagi mempunyai arti yang sama dengan kompromi arbitrasi. Kompromi untuk mengajukan sengketa ke mahkamah tidak perlu lagi berisi kesepakatan mengenai komposisi tribunal, wewenang dan prosedur mahkamah. Dalam penyelesaian hukum secara fakultatif ini, kompromi hanya berisikan persetujuan pihak-pihak yang bersengketa untukmengajukan perkara mereka ke

mahkamah, dan penentuan hal yang dipersengketakan serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ke mahkamah. 6. Wewenang Wajib (Compulsory Jurisdication) Wewenang wajib dari mahkamah hanya dapat terjadi bila negara-negara sebelumnya dalam suatu persetujuan, menerima wewenang tersebut. a. Wewenang wajib berdasarkan ketentuan konvensional Seperti juga halnya dengan arbitrasi, dalam prakteknya wewenang wajib ini dapat diterima dalam bentuk perjanjianperjanjian umum. Klausal khusus ini terdapat dalam suatu perjanjian sebagai tambahan dari perjanjian itu sendiri. Klausul ini bertujuan menyelesaikan sengketa-sengketa yang mungkin lahir di masa yang akan datang mengenai pelaksanaan dan interpretasi perjanjian tersebut di muka mahkamah. Klausul-klausul khusus ini dijumpai dalam perjanjian perdamaian mandat dan tahun 1919, perjanjian-perjanjian wilayah

perjanjian-perjanjian mengenai

monoritas.

Sesudah Perang Dunia II, klausul-klausul yang demikian

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


6

juga terdapat dalam piagam-piagam konstitutif organisasiorganisasi international. Klausul - klausul tersebut juga terdapat dalam konvensi - konvensi kodifikasi yang baru. Misalnya konvensi-konvensi mengenai hubungan diplomatik tahun 1961 dan mengenai hukum perjanjian tahun 1969. Disamping itu, ada pula perjanjian-perjanjian umum bilateral maupun multilateral yaitu perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara - negara khusus bertujuan untuk menyelesaikan secara damai sengketra-sengketa hukum mereka di masa datang dan di muka mahkamah. Perlu diingat bahwa keharusan untuk menerima wewenang wajib mahkamah hanya terbatas pada sengketa-sengketa hukum. b. Klausul opsional Pasal 36 ayat 2 statuta mengatakan bahwa negaranegara pihak statuta, dapat setiap saat menyatakan untuk menerima wewenang wajib mahkamah dan tanpa

persetujuan khusus dalam hubungannya dengan negara lain yang menerima kewajiban yang sama, dalam sengketa hukum mengenai : Penafsiran suatu perjanjian Setiap persoalan hukum internasional Adanya suatu fakta yang bila terbukti akan merupakan pelanggaran terhadap kewajiban international. Jenis atau besarnya ganti rugi yang harus dilaksanakan karena pelanggaran dari suatu kewajiban international

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


7

7. Persyaratan Ada operasional banyak tersebut negara dengan yang menerima klausul Misalnya,

persyaratan.

mengenai lamanya masa penerimaan klausul yang dibatasi sampai lima tahun. Pada tahun 1946, Amerika Serikat menerima klausul opsional dengan persyaratan penting, yaitu menolak diajukan sengketa yang berada di

bawah domestic

jurisdiction atau

wewenang

nasional.

Mengenai sengketa apa saja yang berada di bawah wewenang nasional itu ditentukan sendiri oleh Amerika Serikat sesuai dengan Amandemen Conally. Pada tanggal 18 Februari 1947, Perancis juga menerima klausul opsional, tetapi dengan memasukkan persyaratan dari wewenang nasional, sama seperti apa yang dinyatakan Amerika Serikat yaitu persyaratan otomatis. Akan tetapi, tahun 1966 Perancis mengubah persyaratan otomatis itu dan selanjutnya mengajukan persyaratan terhadap sengketa-sengketa sebagai berikut : i. Terhadap sengketa-sengketa bahwa pihak-pihak

yang terlibat setuju untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan cara damai. ii. Terhadap sengketa-sengketa yang menurut hukum internasional, khusus berada di bawah wewenang nasional. iii. Terhadap sengketa-sengketa yang lahir dari suatu peperangan atau konflik internasional yang

mempunyai pengaruh langsung terhadap keamanan nasional.

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


8

iv.

Terhadap sengketa-sengketa dengan suatu negara, yang diwaktu lahirnya sengketa tersebut belum lagi menerima wewenang wajib mahkamah. Akhirnya, Perancis menarik diri dari klausul opsional

tersebut pada tanggal 10 Januari 1947, sebagai akibat diajukannya oleh Selandia Baru dan Austraia masalah uji coba nuklir Perancis di Samudra Pasifik ke Mahkamah. Jadi, sebagaimana dilihat persyaratan-persyaratan tersebut sangat membatasi wewenang mahkamah. II. Pendapat-Pendapat yang Tidak Mengikat (Advisory Opinion) Mahkamah mempunyai fungsi konsultatif, yaitu memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau disebut advisori opinion. Hal ini ditulis dalam Pasal 96 ayat 1 Piagam, sedangkan statuta dan aturan prosedur mahkamah yang menetapkan syaratsyarat pelaksanaan tersebut terdapat dalam Bab IV Statusta. 1. Natur Yuridik Pendapat Hukum (Advisori Opinion) 2. Permintaan Pendapat Mahkamah Pasal 96 Piagam dan 65 Statusta menyatakan bahwa mahkamah dapat memberikan pendapat mengenai semua

persoalan hukum. Berbeda dengan mahkamah yang dulu, mahkamah sekarang dapat diminta pendapatnya untuk semua persoalan hukum, baik yang kongkrit maupun yang abstrak. a. Badan yang dapat meminta pendapat mahkamah Kebalikan dari prosedur wajib, prosedur konsultatif hanya terbuka bagi organisasi-organisasi internasional dan bukan bagi negara-negara.menurut pasal 96 ayat 1 Piagam,

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


9

Majelis

Umum

dan

Dewan

Keamanan

PBB

dapat

meminta advisory opinion mengenai masalah hukum ke mahkamah. Selanjutnya menurut ayat 2 pasal tersebut, hak untuk meminta pendapat mahkamah ini juga dapat diberikan kepada organisasi-organisasi lain PBB dan badan-badan khusus, dengan syarat bahwa semuanya harus mendapat otorisasi terlebih dahulu dari Majelis Umum. b. Pemberian pendapat oleh Mahkamah Pasal 96 Piagam dan pasal 65 Statuta kurang jelas mengenai pemberian pendapat oleh mahkamah. Secara teoritis mahkamah tidak diwajibkan untuk menjawab. Namun dalam prakteknya mahkamah tidak pernah lalai dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan mahkamah menganggap bahwa sebagai organ hukum PBB, kewajibannya untuk memberikan pendapat-pendapat kalau diminta, untuk

membantu lancarnya tugas PBB. Sebaliknya, mahkamah dapat menolak permintaan pendapat kalau dianggap terdapat ketidaknormalan dalam permintaan tersebutr. Mahkamah memeriksa apabila

pertanyaan yang diajukan suatu organisasi international betul-betul berada dibawah wewenang khusus. Juga dilihat dari prakteknya mahkamah menolak memberikan pendapat terhadap soal-soal politik atau soal-soal yang berada di bawah wewenang nasional suatu negara. Mengenai kegiatan mahkamah, dari tahun 1922-1940, mahkamah tetap internasional telah mengeluarkan 31 keputusan, 27 advisory opinion dan 5 ordonasi. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan-kegiatan mahkamah tetap ini

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


10

tidaklah mengecewakan. Sedangkan tentang mahkamah internasional yang sekarang dari tahun 1946-1993 telah memutuskan 44 perkara, dan telah memberikan 21

pendapat (advisory opinion).

2.3

Prosedur Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Mahkamah Internasional

Mengenai ketentuan-ketentuan prosedural dalam kegiatan mahkamah berada dalam kekuasaan negara-negara yang bersengketa. Ketenttuan-ketentuan sengketa terdapat dalam Bab III statuta. Kemudian dalam pasal 30 statuta memberikan wewenang kepada Mahkamah untuk membuat tata tertib dan menyempurnakan Bab III. Jadi, bila statuta merupakan suatu konvensi, maka aturan prosedur tadi merupakan suatu perbuatan unilateral mahkamah yang juga mengingat negara-negara yang bersengketa. Isi ketentuan-ketentuan prosedural di muka mahkamah mempunyai kesamaan dengan yuridiksi intern suatu negara, yaitu : 1. Prosedur tertulis dan perdebatan lisan diatur sedemikian rupa untuk menjamin sepenuhnya masing-masing pihak mengemukakan pendapatnya. 2. Sidang-sidang mahkamah terbuka untuk umum, sedangkan sidangsidang arbitrasi tertutup. Tentu saja rapat hakim-hakim mahkamah diadakan dalam sidang tertutup. Pasal 24 statuta, menyebutkan bahwa mahkamah dari waktu ke waktu dapat membentuk satu atau beberapa kamar yang terdiri dari 3 hakim atau lebih untuk memeriksa kasus-kasus seperti perburuan atau masalah-masalah yang berkaitan dengan transit dan komunikasi. Kemungkinan ini telah digunakan beberapa kali oleh mahkamah seperti pembentukan kamar dengan 5 hakim untuk menetapkan tapal batas maritim di kawasan teluk Maine antara Amerika Serikat dan Kanada pada

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


11

tahun 1982, antara Burkina Faso dan Mali juga mengenai sengketa tapal batas pada tahun 1985, antara AS dengan Itali untuk menyelesaikan sengketa peritiwa Elsi pada 1987, dan sengketa antara Honduras dan Salvador pada tahun 1987, dan sengketa antara Honduras dan Salvodor pada tahun 1987. Prosedur penyelesaian sengketa internasional melalui mahkamah internasional adalah sebagai berikut : 1. Wewenang Mahkamah Mahkamah dapat mengambil tindakan sementara dalam bentuk ordonansi. Tindakan sementara ialah tindakan yang diambil mahkamah untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pihak-pihak yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar atau penyelesaian lainnya yang akan ditentukan mahkamah secara definitif. Contoh kasus okupasi kedutaan Besar Amerika Serikat oleh kelompok militan di Teheran (Iran) pada tanggal 4 November 1979. dalam hal ini mahkamah menetapkan tindakan-tindakan sementara agar menyerahkan kembali kedutaan Besar Amerika Serikat dan membebaskan sandra. Juga dalam kasus sengketa antara Amerika Serikat dan Nikaragua, mahkamah menetapkan tindakan-tindakan sementara pada tanggal 10 Mei 1984, agar hak Nikaragua atas kedaulatan dan kemerdekaan politiknya tidak diancam oleh militer Amerika Serikat. Kemudian selama berlangsungnya proses tersebut, mahkamah dapat membentuk angket, melakukan pemeriksaan-pemeriksaan oleh para ahli dan dapat berkunjung ke tempat sumber sengketa untuk lebih meyakinkan dalam keperluan pengumpulan bukti. 2. Penolakan Hadir di Mahkamah Pasal 53 statuta menyatakan bahwa bila salah satu pihak tidak muncul di mahkamah atau tidak mempertahankan perkaranya, pihak lain dapat meminta mahkamah mengambil

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


12

keputusan mendukung tuntutannya. Ketidakhadiran salah satu pihak dalam perkara di mahkamah pernah terjadi pada waktu mahkamah tetap dan juga terdapat dalam sistem mahkamah yang sekarang. Beberapa contoh ketidakhadiran salah satu pihak di mahkamah yaitu Albania dalam peristiwa Selat Corfu (keputusan mahkamah 15 Desember 1949), ketidakhadiran Islandia dalam peristiwa wewenang di bidang penangkapan ikan (keputusan mahkamah 25 Juli 1974), Prancis 20 Desember 1974 dalam peristiwa uji coba nuklir, Turki dalam peristiwa Landas Kontinen laut Egil 19 Desember1978, Iran dalam peristiwa personel Diplomatik dan Konsuler Amerika Serikat di Teheran 21 Mei 1980, dan Amerika Serikat 27 Juni 1986 dalam aktivitas militer kontra Nikaragua. Negara yang bersengketa kemudian tidak hadir di mahkamah tidak akan menghalangi organ tersebut untuk mengambil keputusan. Keputusan itu diambil dengan syarat sesuai dengan pasal 53 ayat 2 statusta, bahwa sebelum menjatuhkan keputusan kepada pihak yang tidak hadir, mahkamah harus yakin bahwa ia bukan saja mempunyai wewenang, tetapi juga atas fakta dan hukum. Jadi, pihak yang dihukum, sekalipun tidak hadir tidak dapat menolak keputusan yang telah ditetapkan oleh mahkamah. 3. Keputusan Mahkamah Keputusan mahkamah diambil dengan suara mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Bila suara seimbang, maka suara ketua atau wakilnya yang menentukan. Contohnya keputusan mahkamah pada tanggal 7 September 1027 dalam perkara Lotus antara Prancis dan Turki mengenai tabrakan kapal di laut lepas dan keputusan mahkamah pada tanggal 18 Juli 1966 mengenai peristiwa Afrika Barat Daya. Keputusan hanya dapat diambil dengan pemberian suara Ketua mahkamah. Keputusan mahkamah terdiri tiga bagian, yaitu :

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


13

1. Informasi megenai pihak-pihak yang bersengketa serta wakil-wakilnya analisa mengenai fakta-fakta, dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa. 2. Penjelasan mengenai motivasi mahkamah. 3. Dipositif yaitu berisikan keputusan mahkamah yang merugikan negara-negara yang bersengketa. 2.4 Keputusan Mahkamah Internasional dalam Menyelesaikan Sengketa Internasional Keputusan Mahkamah diambil dengan suara terbanyak atau mayoritas dari hakim-hakim yang hadir. Bila dalam proses pengambilan keputusan seimbang, maka seara ketua atau wakilnya yang akan menentukan. Misalnya, keputusan Mahkamah tanggal 7 September 1927 dalam masalah Lotus antara Prancis dan Turki mengenai tabrakan kapal di laut lepas dan keputusan Mahkamah tanggal 18 Juli 1966 mengenai peristiwa Afrika Barat Daya tersebut. Keputusan hanya dapat diambil dengan pemberian suara Ketua Mahkamah. Keputusan Mahkamah terdiri dari 3 bagian, yaitu : 1. Berisikan komposisi Mahkamah, informasi mengenai pihakpihak yang bersengketa serta wakil-wakilnya, analisa mengenai fakta-fakta, dan argumentasi, bukan pihak-pihak yang bersengketa. 2. Berisikan penjelasan mengenai motivasi Mahkamah. Pemberian motivasi keputusan Mahkamah merupakan karena suatu penyelesaian yuridiksi. Hal ini sering merupakan salah satu unsur dari penyelesaian yang lebih luas dari sengketa. Oleh karena itu, perlu dijaga sensibilitas pihak-pihak yang bersengketa. 3. Berita dispositif, ini berisikan keputusan Mahkama yang mengikat negara-negara yang bersengketa.

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK

14

Pasal 57 statuta menjelaskan tentang pendapat terpisah ialah bila suatu keputusan tidak mewaili seluruh atau hanya sebagian dari pendapat bulat para hakim, maka hakim-hakim yang lain berhak memberikan pendapatnya secara terpisah. Pendapat terpisah disebut dissenting opinion, maksudnya adalah pendapat seorang hakim yang tidak menyetujui suatu keputusan dan menyatakan keberatannya terhadap motif-motif yang diberikan dalam keputusan tersebut. Dengan kata lain, pendapat terpisah adalah pendapat hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh kebanyakan hakim. Pasal 13 Pakta Liga Bangsa-Bangsa telah memulai usaha ke arah pelaksanaan suatu keputusan dengan menyatakan, bila suatu keputusan peradilan tidak dilaksanakan, maka dewan dapat mengusulkan tindakantindakan yang akan menjamin pelaksanaan keputusan tersebut. Piagam PBB dalam Pasal 94 menjelaskan : 1. Tiap-tiap negara anggota PBB harus melaksanakan keputusan Mahkamah Internasional dalam sengketa apabila dia merupakan pihak. 2. Bila negara pihak suatu sengketa tidak melaksanakan kewajibankewajiban yang dibebankan oleh mahkamah kepadanya, negara pihak lainnya dapat mengajukan persoalannya kepada Dewan Kemanan dan dewan, kalau perlu dapat membuat rekomendasirekomendasi atau memutuskan tindakan-tindakan yang akan diambil supaya keputusan tersebut dilaksanakan. Sebagai warga negara yang baik, tentu kita harus mendukung setiap keputusan Mahkamah Internasional. Bila keputusan mahkamah tersebut, telah melalui suatu proses dan memenuhi persyaratanpersyaratan hukum, serta telah diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa karena memiliki nilai-nilai kebenaran dan keadilan demi suatu perdamaian.

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


15

2.5

Menghargai Keputusan Mahkamah Internasional

1. Peran Mahkamah Internasional


Mahkamah Agung Internasional atau biasa disebut Mahkamah Internasional, merupakan Mahkamah Pengadilan tertinggi di dunia. Pengadilan Internasional dapat mengadili semua perselisihan yang terjadi antara negara bukan anggota PBB. Dalam penyelesaian ini, jalan damai yang selaras dengan asas-asas keadilan dan hukum internasional yang digunakan. Mahkamah Internasional mengadili perselisihan kepentingan dan perselisihan hukum. Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu perkara,

berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional (traktat-traktat dan kebiasaan-kebiasaan internasional) sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan Mahkamah Internasional, merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta banding[19]. Selain Pengadilan Mahkamah Internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi Internasional. Arbitrasi Internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturam-peraturan hukum. Mahkamah Internasional dalam tugasnya untuk memeriksa

perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepadanya, dapat, melakukan perannya untuk menyelesaikan sengketa-sengketa internasional. Hal ini dapat kita lihat pada contohcontoh berikut ini ; i. Runtuhnya Federasi Yugoslavia (1992), melahirkan perang

saudara di antara bekas negara anggotanya (Kroasia, Slovenia, Serbia, dan Bosnia Herzegovina). Namun pemerintahan Yugoslavia yang dulu dikuasai oleh Serbia, tidak membiarkan begitu saja sehingga terjadi pembersihan etnik (ethnic cleaning) terutama kepada etnik Kroasia dan Bosnia. Campur tangan PBB melalui Mahkamah Internasinal yang didukung pasukan NATO, memaksa Serbia menghentikan langkah-langkah pembersihan etnik yang kemudian mengadili para penjahat perang. Mahkamah

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


16

Internasional sangat aktif mengadili perkara kejahatan perang. Hingga sekarang proses tersebut masih terus berlangsung. ii. Masalah perbatasan teritorial di pulau Sipadan dan Ligitan (Kalimantan) antara Indonesia dan Malaysia yang tidak kunjung ada di titik temu, disepakati untuk dibawa ke Mahkamah Internasional. Setelah melalui perdebatan dan perjungan panjang pada awal 2003 Mahkamah Internasional memutuskan untuk memenangkan Malaysia sebagai pemilik sah pulau tersebut. iii. Serikat di Filipina : tahun 1906 tentara AS melakukan pembunuhan warga Filipina, membunuh dan membakar 600 rakyat desa itu. Para pelakunya telah di sidang di pengadilan militer namun banyak yang dibebaskan. iv. Amerika serikat di Cina : pada tahun 1968 terjadi pristiwa My lai Massacre. Kompi Amerika menyapu warga desa denga senjata otomatis dan menewaskan 500 orang. Para pelakunya telah disidang dan dihukum. v. Amerika serikat di Jepang : pada tahun 1945 lebih dari 40.000 rakyat Jepang meninggal akibat Bom Atom. vi. Pembersihan etnis yahudi oleh Nazi Di jerman atas pimpinan Adolf Hitler, Mahkamah Internasional telah mengadili dan menhukum pelaku. vii. Jepang banyak membunuh rakyat Indonesia dengan Kerja paksa dan 10.000 rakyat Indonesia hilang. Pengadilan internasional telah dijalankan dan menghukum para penjahatnya. viii. Pemerintah Rwanda terhadap etnik Hutu : Selama tiga bulan di tahu 1994 antara 500 ribu samapai 1 juta orang etnik Hutu dan Tutsi telah dibunuh ioleh pemerintah Rwanda. PBB menggelar pengadilan kejahatan perang di Arusha Tanzania dan hanya menyeret 29 penjahat perangnya.

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


17

ix.

Kasus Timor Timur diselesaikan secara Intrnasional dengan referendum. Dan sejak tahun 1999 Timor-Timur berdiri sebagai sebuah Negara bernama Republik Tomor Lorosae /Timor Leste. Dari contoh kasus di atas Indonesia menyetujui hasil keputusan

tersebut sebagai dukungan terhadap keputusan Mahkamah Internasional.

2. Internasional
Prosedur penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan humaniter di suatu negara dapat dilakukan Mahkamah Internasional dengan melalui prosedur berikut: i. Apabila terjadi pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter (kemanusiaan) di suatu negara terhadap negara lain atau rakyat negara lain atau rakyat negara lain, pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM internacional lainnya oleh si korban (rakyat) dan pemerintahan negara yang menjadi korban. ii. iii. Penyelidikan. Jika ditemui bukti-bukti kuat terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya, pemerintahan dari negara yang didakwa melakukan kejahatan humaniter dapat diajukan ke Mahkamah Internasional atau Pengadilan Internasional. iv. v. Kemudian dilakukan proses peradilan sampai dijatuhkan sanksi Sanksi dapat dijatuhkan bila terbukti bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap konvensi-konvensi

internasional berkaitan dengan pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter. Selain dari prosedur di atas, rakyat suatu negara yang merasa mengalami pelanggaran HAM oleh pemerintahan juga dapat mengajukan pemerintahnya di ke Mahkamah Internasional atau Pengadilan

Internasional dengan melalui prosedur berikut:

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


18

i.

Melaporkan pemerintahannya sebagai pelaku pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter (kemanusiaan) di suatu negara kepada Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM Internasional lainnya.

ii.

Pengaduan ditinjaklanjuti dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan

iii.

Jika ditemui cukup bukti terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya, pemerintah negara yang

bersangkutan dapat diajukan ke Mahkamah Internasional atau Pengadilan Internasional.

19

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Mahkamah Internasional merupakan organisasi hukum utama PBB yang bertugas memeriksa perselisihan atau sengketa antar negara dan memutuskan kasus hukumnya. Keputusan yang diberikan Mahkamah Internasional bersifat mengikat pihak yang bersengketa, sehingga negara yang bersangkutan wajib memenuhi keputusan tersebut. Apabila negara yang bersengketa tidak menjalankan kewajiban tersebut, negara lawan sengketa dapat mengajukan permohonan kepada Dewan Keamanan PBB yang memiliki kewenangan untuk merekomendasikan agar keputusan itu dilaksanakan.

3. 2

Saran Saran kami untuk dapat mencapai tujuan perdamaian dunia yaitu

sebaiknya Mahkamah Internasional lebih meningkatkan prosedurnya dalam rangka menyelesaikan sengketa internasional dan

memberikan

keputusan. Dan Mahkamah Internasional harus lebih teliti dengan terus berpedoman

lagi dalam memeriksa suatu sengketa

kepada sumber-sumber hukum internasional agar dalam pengambilan keputusan tidak terjadi suatu kekecewaan yang negara. berlebihan dari suatu

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


20

DAFTAR PUSTAKA

http://rezpectorpecintait.blogspot.com/2012/03/peranan-mahkamahinternasional-dalam.html http://www.gudangmateri.com/2011/04/penyelesaian-sengketa-secaradiplomatik.html http://asyava.blogspot.com/2011/04/makalah-penyelesaian-sengketa.html http://inspiron24-history.blogspot.com/2012/05/vbehaviorurldefaultvmlo.html

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KELAS XI SMK


iii

Anda mungkin juga menyukai