Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PENGEMBANGAN KURIKULUM

(diajukan untuk memenuhi tugas mid smester mata kuliah curriculum development sabtu, pukul 08.50-10.30di ruang X2)

Oleh : Listiana Cahyantari 110210152003

PROGRAM PENDIDIKAN FISIKA DEPARTEMEN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Kurikulum Kurikulum merupakan suatu hal yang penting karena kurikulum bagian dari program pendidikan. Secara Etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu carier yang artinya pelari dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olah raga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang diajarkan disekolah.Pengertian kurikulum yang dianggap tradisional ini masih banyak dianut sampai sekarang, juga diindonesia. Sedangkan pengertian kurikulum menurut para ahli yaitu, menurut Crow Kurikulum adalah Rancangan Pengajaran atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan suatu program untuk memperoleh ijazah. Sedangkan menurut Carter V. Good dalam Oliva, Kurikulum adalah kelompok pengajaran yang sistematik atau urutan subjek yang dipersyaratkan untuk lulus atau sertifikasi dalam pelajaran mayor, misalnya kurikulum pelajaran sosial, kurikulum pendidikan fisika. Menurut Hilda Taba dalam Oliva Kurikulum pada umumnya berisi pernyataan tujuan dan tujuan khusus, menunjukkan seleksi dan organisasi konten, mengimplikasikan dan meanifestasikan pola belajar mengajar tertentu, karena tujuan menuntut mereka atau karena organisasi konten mempersyaratkannya.Pada akhirnya, termasuk di dalamnya program evaluasi outcome. Dari sekian banyak pengertian kurikulum dapat kita simpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat perencanaan pengajaran yang sistematik yang berisi pernyataan tujuan, organisasi konten, organisasi pengalaman belajar, program pelayanan, pola belajar mengajar, dan program evaluasi agar pebelajar dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dan perubahan tingkah laku.

1.2 Landasan Kurikulum Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan empat landasan utama dalam pengembangan kurikulum, yaitu: (1) filosofis; (2) psikologis; (3) sosial-budaya; dan (4) ilmu pengetahuan dan teknologi..Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut, yaitu : 1. Landasan Filosofis Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum.Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran filsafat. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak pada aliran aliran filsafat tertentu,

sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum. Beberapa aliran filsafat yaitu : a. Perenialisme Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu. b. Essensialisme Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di masyarakat.Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu. c. Eksistensialisme Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan tentang hidup dan makna.Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami dirinya sendiri. d. Progresivme Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif. e. Rekontruktivisme Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses. Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri.Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.Meskipun demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivis.

2. Landasan Psikologis Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. a. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. b. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum. Menurut Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori psikologis yang mendasari kurikulum berbasis kompetensi. Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu: a. Motif sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau keinginan untuk melakukan suatu aksi. b. Bawaan yaitu karakteristik fisisk yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau informasi. c. Konsep diri yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang. d. Pengetahuan yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang e. Keterampilan yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental. Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan.Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang.Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini.Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan dikembangkan.

3. Landasan Sosial-Budaya Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan.Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan.Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk terjun kelingkungan masyarakat.Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan mencapai pengalaman lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat pula.Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan. Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki-sosial budaya tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota masyarkat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau segi-segi kehidupan lainnya. Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat. Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbankan, merespons dan berlandaskan pada perkembangan sosial-budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal, nasional maupun global. 4. Landasan ilmu pengetahuan dan tekhnologi Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang dimiliki manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannyaakan terus semakin berkembang. Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi berkat kemajuan dalam

bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran manusia sebelumnya.Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal. Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dan standar mutu tinggi.Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta menngatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi, terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan manusia.Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

1.3 Prinsip Kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional.Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan. Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang

telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsipprinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum. Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsipprinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsipprinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu : 1. Prinsip relevansi secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponenkomponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis). 2. Prinsip fleksibilitas Dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik. 3. Prinsip kontinuitas yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan. 4. Prinsip efisiensi yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai. 5. Prinsip efektivitas

yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu : 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. 2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi. 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan. 5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya. 7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum .Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

BAB II KOMPONEN KURIKULUM

Komponen merupakan satu sistem dari berbagai komponen yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya, sebab kalau satu komponen saja tidak ada atau tidak berjalan sebagaimana mestinya. Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu: (1) Objective (tujuan); (2) Knowledges (isi atau materi); (3) School learning experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah) dan; (4) Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni: (1) Tujuan; (2) Isi dan struktur kurikulum; (3) Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan: (4) Evaluasi.

2.1 TUJUAN Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum adalah kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikuler yang diinginkan tidak hanya mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberi arahan dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Bagi orang yang berkepentingan dan berurusan dengan pendidikan dapat mengemukakan pendapatnya tentang tujuan pendidikan yang diharapkan dicapai oleh anak didiknya, baik dari orang tua, masyarakat pemakai lulusan maupun sampai pemerintah. Tujuan pendidikan itu dinyatakan dalam berbagai rumusan, ada rumusan pendidikan yang tidak resmi seperti yang dikemukakan oleh orang tua dan masyarakat pemakai lulusan dan ada juga rumusan tujuan resmi seperti yang tertulis dalam GBHN, kurikulum sekolah/GBPP atau dalam persiapan mengajar para guru. Pengkajian terhadap rumusan-rumusan tujuan pendidikan itu akan menunjukkan bahwa pada dasarnya tujuan pendidikan itu tidak berdiri secara mandiri. Pernyataan ini berarti bahwa tujuan pendidikan yang satu selalu berhubungan dengan tujuan pendidikan yang lain. Bila diurutkan tata tingkat tujuan pendidikan itu sebagai berikut: a. Tujuan pendidikan nasional

yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tataran nasional. Dalam pencapaiannya dapat berwujud sebagai warga negara berkepribadian nasional yang bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa dan tanah air. b. Tujuan institusional yaitu yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan, dalam pencapainnya dapat berwujud sebagai tamatan sekolah yang mampu didikan lebih lanjut menjadi tenaga profesional dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu. c. Tujuan kurikulum yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat tataran mata pelajaran atau bidang studi, dalam usaha pencapaiannya dapat berwujud sebagai siswa yang menguasai disiplin mata pelajaran atau bidang studi tertentu yang dipelajari. d. Tujuan instruksional yaitu tujuan yang ingin dicapai pada tingkat tataran pengajaran yang dapat berwujud sebagai bentuk watak, kemampuan berfikir dan berketerampilan teknologinya secara bertahap. Pada dasarnya tujuan ini merupakan perincian lebih lanjut dari tujuan intruksional menjadi sub bidang studi sehingga menjadi tujuan kognitif, afektif dan psikomotor.

2.2 KONTEN/MATERI Fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (materi/pengalaman belajar) agar keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976 : 322). Hal yang merupakan fungsi khusus dari kerikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara paling efektif dan supaya pengetahuan paling penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif. Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran. Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar tentang ataubelajar bagaimana disiplin berpikir dari suatu disiplin ilmu atau segala aktivitas siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2.3 ORGANISASI Menurut (Taba, 1962 : 290), jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan. Menurut pendapar Taba ini,materi dan pengalaman belajar dalam kurkulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Perbedaan antara belajar di sekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna bagi tujuan-tujuan pendidikan Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas bahwa materi dan pengalaman belajar dalam kurikulum diorganisasikan untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namun demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Organisasi kurikulum yang dimaksud ialah tataran materi, baik yang berkenaan dengan bentuk bahan dan pelaksanaannya. Tatanan materi yang berkenaan dengan bentuk bahan (struktur horizontal) diatur dengan cara: a. Pemisahan mata pelajaran yang berdiri sendiri (separated subject matter curriculum atau subject centered matter curriculum) b. Penyinggungan atau penghubungan antar bahan kurikulum dalam berbagai mata pelajaran (correlated curriculum) c. Pemaduan bahan kurikulum dari beberapa mata pelajaran dalam satu cakupan topik yang sedang dikaji. Kurikulum yang berintegrasi itu dapat berupa : 1. Paduan mata pelajaran serumpun (broadfield curriculum) 2. Pemungsian materi/bahan dalam mata pelajaran tertentu sebagai suatu unit/kelompok atau aspek dalam pengkajian dalam suatu topik (unit curriculum) 3. Paduan materi/bahan mata pelajaran yang relevan dengan suatu proyek kegiatan belajar mengajar atau pemecahan masalah, kurikulum ini biasanya disebut Project Curriculum. Dalam tatanan bahan kurikulum yang dikaitkan dengan pelaksanaan objektif di lapangan yang biasanya disebut struktur vertikal dapat dilaksanakan melalui: a. Sistem kelas di mana kenaikan kelas diadakan setiap program secara serempak b. Sistem tanpa kelas, perpindahan dari satu tingkat program ke tingkat program berikutnya dapat dilakukan tanpa harus menunggu teman-teman yang lain c. Gabungan sistem a dan b teserbut.

2.4 EVALUASI Evaluasi adalah komponen keempat dari kurikulum.Evaluasi ditujukan untuk melakukan evaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Menurut Zaiz mengemukakan evaluasi secara luas merupakan suatu usaha sangat besar yang kompleks yang mecoba menantang mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Proses evaluasi merupakan langkah yang sangat penting untuk mendapatkan informasi tentang ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi memegangperanan yang cukup penting, sebab dengan evaluasi dapat ditentukan apakah kurikulum yang digunakan sudah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah atau belum. Ada dua aspek yang perlu diperhatikan sehubungan dengan evaluasi, Pertama, evaluasi harus menilai apakah telah terjadi perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan.Kedua, evaluasi sebaiknya menggunakan lebih dari satu alat penilaian dalam suatu waktu tertentu. Dengan demikian, penilaian suatu program tidak mungkin hanya dapat mengandalkan hasil tes siswa setelah akhir proses pembelajaran. Penilaian mestinya membandingkan antara penilaian awal sebelum siswa melakukan suatu program dengan setelah siswa melakukan program tersebut. Dari perbandingan itulah akan tampak ada atau tidak adanya perubahan tingkah laku yan diharapkan sesuai dengan tujuan pendidikan. Ada dua fungsi evaluasi: Pertama, evaluasi digunakan untuk memperoleh data tentang ketercapaian tujuan oleh peserta didik. Dengan kata lain, bagaimana tingkat pencapaian tujuan atau tingkat penguasaan isi kurikulum oleh setiap siswa. Fungsi ini dinamakan sebagai fungsi sumatif. Kedua, untuk melihat efektivitas proses pembelajaran. Dengan kata lain, apakah program yang disusun telah dianggap sempurna atau perlu perbaikan. Fungsi ini kemudian dinamakan fungsi formatif

BAB III KONSEP DAN TEORI KURIKULUM

Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. 1. Konsep kurikulum Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum.Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi. a. Konsep pertama kurikulum sebagai suatu substansi: Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi.Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat.Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara. b. Konsep kedua Adalah kurikulum sebagai suatu sistem: Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis. c. Konsep ketiga Kurikulum sebagai suatu bidang studi: Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar

tentang kurikulum.Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum. Seperti halnya para ahli ilmu sosial lainnya, para ahli teori kurikulum juga dituntut untuk: 1. mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis 2. mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru 3. melakukan penelitian inferensial dan prediktif 4. mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum Keempat tuntutan tersebut menjadi kewajiban seorang ahli teori kurikulum.Melalui pencapaian keempat hal tersebut baik sebagai subtansi, sebagai sistem, maupun bidang studi kurikulum dapat bertahan dan dikembangkan. 2. PENGEMBANGAN TEORI KURIKULUM Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan/penggunaan dan evaluasi. Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum. Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya maupun jenis lingkungan.Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu.Hal-hal itu merupakan tujuan kurikulum.Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang harus

dikuasai anak.Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum. Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama, keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah kurikulum.Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan lainlain.Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa.Untuk mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa.Bertolak pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang sistematis. Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guruguru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya. Alizabeth S. Maccia. (1965) dari hasil analisisnya menyimpulkan adanya empat teori kurikulum, yaitu : 1. Teori kurikulum (curriculum Theory atau event theory) Merupakan teori yang menguraikan pemilihan dan pemisahan kejadian/peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan yang bukan. Menurut Maccia, kurikulum merupakan bagian dari pengajaran, teori kurikulum merupakan subteori pengajaran. 2. Teori kurikulum formal (formal-curriculum theory) memusatkan perhatiannya pada struktur isi kurikulum. 3. Teori kurikulum valuasional (valuational curriculum theory) mengkaji masalah-masalah pengajaran apa yang berguna/ berharga bagi keadaan sekarang. 4. Teori kurikulum praksiologi (praxiological curriculum theory ) merupakan suatu pengkajian tentang proses untuk mencapai tujuan-tujuan kurikulum. Walaupun mungkin, kita tidak setuju dengan seluruh

pendapatMaccia, tetapi is telah berhasil menunjukkan sejumlah dimensi kurikulum yang cukup berharga untuk menjelaskan teori kurikulum. Dari semua uraian tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori kurikulum, Beauchamp mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan teori kurikulum, yaitu : 1. Setiap teori kurikulum harus dimulai dengan perumusan (definisi) tentang rangkaian kejadian yang dicakupnya. 2. Setiap teori kurikulum harus mempunyai kejelasan tentang nilai-nilai dan sumber-sumber pangkal tolaknya. 3. Setiap teori kurikulum perlu menjelaskan karakteristik dari desain kurikulumnya. 4. Setiap teori kurikulum harus menggambarkan proses-proses penentuan kurikulumnya serta interaksi di antara proses tersebut. 5. Setiap teori kurikulum hendaknya menyiapkan diri bagi proses penyempurnaannya.

BAB IV LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN KURIKULUM

Pegembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran (instructional objective), menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar ( selection of learning experiences), mengorganisasi pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences), dan mengevaluasi (evaluating). 1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective) Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan adalah memahamitiga sumber, yaitu siswa (source of student), masyarakat (source of society), dan konten (source of content). Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology), kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan psikologi belajar (psychology of learning), dan tahap terakhir adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar (KD). 2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar ( selection of learning experiences) Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan landasan psikologi belajar (psychology of learning).Pengalaman belajar merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari, bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar. Ada lima prinsip umum dalam pemilihan pengalaman belajar. Kelima prinsip tersebut adalahpertama, pengalaman belajar yang diberikan ditentukan oleh tujuan yang akan dicapai, kedua, pengalaman belajar harus cukup sehingga siswa memperoleh kepuasan dari pengadaan berbagai macam perilaku yang diimplakasikan oleh sasaran hasil, ketiga, reaksi yang diinginkan dalam pengalaman belajar memungkinkan bagi siswa untuk mengalaminya (terlibat), keempat, pengalaman belajar yang berbeda dapat digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sama, dankelima, pengalaman belajar yang sama akan memberikan berbagai macam keluaran (outcomes). 3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning experiences) Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep, pandangan tentang pendidikan, perkembangan

anak didik, dan kebutuhan masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari, keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek pendidikan yang akan disampaikan. Jenis Pengorganisasian Kurikulum Pengorganisasian kurikulum terdiri atas beberapa jenis, yakni: (1) Kurikulum berdasarkan mata pelajaran (Subject curriculum) yang mencakup mata pelajaran terpisahpisah (separate subject curriculum), dan mata pelajaran gabungan (correlated curriculum). (2) Kurikulum terpadu (integrated curriculum) yang berdasarkan fungsi sosial, masalah, minat, dan kebutuhan, berdasarkan pangalaman anak didik, dan (3) berdasarkan kurikulum inti (core curriculum). 1. Subject Curriculum a. Separate curriculum Tujuan dari kurikulum ini untuk mempermudah anak didik mengenal hasil kebudayaan dan pengetahuan umat manusia tanpa perlu mencari dan menemukan kembali dari apa yang diperoleh generasi sebelumnya. Sehingga anak didik dapat membekali diri dalam menghadapi masalah-masalah dalam hidupnya. Dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan telah tersusun secara logis dan sistematis tidak hanya untuk memperluas pengetahuan tetapi juga untuk untuk memperoleh cara-cara berpikir disiplin tertentu. Keuntungan kurikulum ini, antara lain: 1. memberikan pengetahuan berupa hasil pengalaman generasi masa lampau yang dapat digunakan untuk menafsirkan pengalaman seseorang. 2. mempunyai organisasi yang mudah strukturnya. 3. mudah dievaluasi terutama saat ujian nasional akan mempermudah penilaian. 4. merupakan tuntutan dari perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru. 5. memperoleh respon positif karena mudah dipahami oleh guru, orangtua, dan siswa. 6. mengandung logika sesuai dengan disiplin ilmu nya. Kelemahan kurikulum berdasarkan mata pelajaran antara lain: terlalu fragmentasi, mengabaikan bakat dan minat siswa, penyusunan kurikulumnya menjadi tidak efisien, dan mengabaikan masalah sosial.
b.

Corelated curriculum Kurikulum ini merupakan modifikasi kurikulum mata pelajaran. Agar pengetahuan anak tidak terlepas-lepas maka perlu diusahakan hubungan antara dua matapelajaran atau lebih yang dapat dipandang sebagai kelompok namun masih mempunyai hubungan yang erat. Sebagai contoh, saat mengajarkan sejarah ada beberapa mata pelajaran yang berkaitan seperti geografi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan psikologi. Dan mata pelajaran yang digabungkan tersebut menjadi broad field. Namun demikian tidak bisa mengenyampingkan tujuan instruksionalnya atau yang sekarang lebih dikenal dengan kompetensi dasar, prinsip-

prinsip umum yang mendasari, teori atau masalah di sekitar yang dapat mewujudkan gabungan itu secara wajar. Dengan menggunakan kurikulum gabungan diharapkan akan mencegah penguasaan bahan yang terlalu banyak sehingga akan menjadi dangkal dan lepas-lepas sehingga pada gilirannya akan mudah dilupakan dan tidak fungsional. Pada praktiknya kurikulum gabungan ini kurang dipahami para guru sehingga walaupun namanya broad-field pada hakikatnya tetap separate subjectcentered.
c.

Integrated Currikulum Kurikulum terpadu mengintegrasikan bahan pelajaran dari berbagai matapelajaran. Integrasi ini dapat tercapai bila memusatkan pelajaran pada masalah tertentu yang memerlukan pemecahan dari berbagai didiplin ilmu. Sehingga bahan mata pelajaran dapat difungsikan menjadi alat untuk memecahkan masalah. Dan batas-batas antara mata pelajaran dapat ditiadakan. Pengorganisasian kurikulum terpadu ini lebih banyak pada kerja kelompok dengan memanfaatkan masyarakat dan lingkungan sebagai nara sumber, memperhatikan perbedaan individual, serta melibatkan para siswa dalam perencanaan pelajaran. Selain memperoleh sejumlah pengetahuan secara fungsional, kurikulum ini mengutamakan pada proses belajarnya. Kurikulum ini fleksibel, artinya tidak mengharapkan hasil belajar yang sama dengan siswa yang lain. tanggungjawab pengembangannya ada pada guru, orangtua, dan siswa. Core Curriculum Munculnya kurikulum inti ini adalah atas dasar pemikiran bahwa pendidikan memberikan tekanan kepada dua aspek yang berbeda, yakni: 1. adanya reaksi terhadap mata pelajaran teori yang bercerai-berai yang mengakumulasi bahan dan pengetahuan. 2. Adanya perubahan konsep tentang peranan sosial pendidikan di sekolah. Dengan demikian, kurikulum inti memberikan tekanan pada keperluan sosial yang berbeda terutama pada persoalan dan fungsi sosial. Sehingga konsep kurikulum inti bersifat society centered, dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. penekanan pada nilai-nilai sosial, 2. struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial dan per-kehidupan sosial, 3. pelajaran umum diperuntukkan bagi semua siswa, 4. aktivitas direncanakan oleh guru dengan siswa secara kooperatif.

d.

Kriteria Pengorganisasian Pengalaman Belajar yang Efektif Terdapat tiga kriteria utama dalam mengorganisasi pengalaman belajar, yaitu kontinuitas (continuity), berurutan (sequence), dan terpadu (integrity). Kriteria kontinuitas mengacu pengulangan elemen kurikulum yang penting pada kelas/level yang berbeda. Artinya pada waktu berikutnya pada kelas/level yang lebih tinggi pengetahuan dan skil yang sama akan diajarkan dan dilatihkan kembali dengan dikembangkan sesuai dengan psikologi belajar dan psikologi perkembangan anak. Kriteria berurutan (sequence) adalah berhubungan dengan kontinuitas tetapi lebih ditekankan kepada

bagaimana urutan pengalaman belajar diorganisasi dengan tepat pada kelas/level yang sama. Pengetahuan yang menjadi prasyarat akan disajikan sebelum pengetahuan lain yang memerlukan pengetahuan prasyarat tersebut. Kriteria terpadu (integrity) artinya mencakup ruang lingkup/scope pengetahuan dan skill yang diberikan kepada siswa, apabila pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber, maka akan dapat saling menghubungkannya, saat menghadapi suatu masalah.

Elemen-elemen yang Diorganisasi Elemen-elemen yang diorganisasi ada tiga yaitu konsep (concept), nilai (values), dan ketrampilan (skill). Konsep adalah berhubungan konten pengalaman belajar yang harus dialami siswa, nilai adalah berhubungan dengan sikap pebelajar baik terhadap dirinya sendiri maupun sikap pebelajar kepada orang lain. Sedangkan ketrampilan dalam hal ini adalah kemampuan menganalisis, mengumpulkan fakta dan data, kemampuan mengorganisasi an menginterpretasi data, ketrampilan mempresentasikan hasil karya, ketrampilan berfikir secara independen, ketrampilan meganalisis argumen, ketrampilan berpartisipasi dalam kelompok kerja, ketrampilan dalam kebiasaan erja yang baik, mampu mengiterpretasi situasi, dan mampu memprediksi konsekuesi dari tujuan kegiatan. Prinsip-prinsip Pengorganisasian Terdapat dua prinsip dalam mengorganisasikan kurikulum sekolah atau pengalaman belajar. Pengorgaisasian kurikulum harus bersifat kronologis (chronological) dan aplikatif. Kronologis artinya pengalaman belajar harus diorganisasi secara tahap demi tahap sesuai dengan pskologi belajar dan psoikologi perkembangan siswa. Sedangkan aplikatif berarti pengalaman belajar harus benar-benar dapat diterapkan kepada siswa.

4.Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi. Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai proses pengumpulan data sebagai dasar pengambilan keputusan. Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipe-tipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi sumatif (outcome atau produk). Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor, Alexander, dan Lewis, dan model CIPP yang didisain oleh Phi Delta Kappa National Study Committee on Evaluation yang diketuai Daniel L. Stufflebeam. Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen kurikulum yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives), program pendidikan secara

keseluruhan (the program of education as a totality), segmen khusus dari program pendidikan ( the specific segments of the education program, pembelajaran (instructional), dan program evaluasi (evaluation program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai konttribusi pada komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi program itu sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai implikasi pada proses evaluasi. Pada model CIPP mengkombinasikan tiga langkah utama dalam proses evaluasi, yaitu penggambaran (delineating), perolehan (obtainin), dan penyediaan (providing); tiga kelas seting perubahan yaitu homeostastis, incrementalisme, dan neomobilisme); dan empat tipe evaluasi (konteks, input, proses, dan produk); serta empat tipe keputusan ( planning, structuring, implementing, dan recycling). Evaluator kurikulum yang dipekerjakan oleh sistem sekolah dapat berasal dari dalam maupun dari luar. Banyak evaluasi kurikulum dibebankan pada guru-guru di mana mereka bekerja. Dalam mengevaluasi harus memenuhi empat standar evaluasi yaitu utility, feasibility, propriety, dan accuracy. Evaluasi kurikulum merupakan titik kulminasi perbaikan dan pengembangan kurikulum.Evaluasi ditempatkan pada langkah terakhir, evaluasi mengkonotasikan akhir suatu siklus dan awal dari siklus berikutnya.Perbaikan pada siklus berikutnya dibuat berdasarkan hasil evaluasi siklus sebelumnya.

BAB V KURIKULUM KTSP Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2007/2008 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah sebagaimana yang diterbitkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional masing-masing Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006, serta Panduan Pengembangan KTSP yang dikeluarkan oleh BSNP. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri.KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.Pelaksanaan KTSP mengacu pada Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan SI dan SKL. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP ) sebagai berikut : KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta didik. Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervise dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang pendidikan. Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan pendidikan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah meiliki keleluasaan dalam megelola sumber daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. 1. Tujuan KTSP Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah unutk memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan

dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam pengembangan kurikulum. Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk : 1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemnadirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. 2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam mengembangankan kurikulum melalui pengembalian keputusan bersama. 3. Meningkatkan kompetesi yang sehat antar satuan pendidikan yang akan dicapai. 4. Memahami tujuan di atas, KTSP dapat dipandang sebagai suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum dalam konteks otonomi daerah yang sedang digulirkan sewasa ini. Oleh Karen itu, KTSP perlu diterapkan oleh setiap satuan pendidikn, terutama berkaitan dengan tujuh hal sebagi berikut. 1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat menoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya. 2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 3. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan seklah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya. 4. Keterlibatan semua warga seklah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efesien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat sekitar. 5. Sekolah daapt bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dam masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimalkam mungkin unutk melaksanakna dan mencapai sasaran KTSP. 6. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat. 7. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasikannya dalam KTSP. 2. Landasan Kurikulum 1. UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 2. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan 3. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi

4. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan 5. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006 3.Ciri-ciri KTSP 1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah. 2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. 3. Guru harus mandiri dan kreatif. 4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran. 4. Kelebihan dan kelemahan KTSP Kelebihan 1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam menyelenggarakan pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu bentuk kegagalan pelaksanaan kurikulum di masa lalu adalah adanya penyeragaman kurikulum di seluruh Indonesia, tidak melihat kepada situasi riil di lapangan, dan kurang menghargai potensi keunggulan lokal. 2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan programprogram pendidikan. 3. KTSP sangat memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan mengembangkan mata pelajaran tertentu yang akseptabel bagi kebutuhan siswa. Sekolah dapat menitikberatkan pada mata pelajaran tertentu yang dianggap paling dibutuhkan siswanya. Sebagai contoh daerah kawasan wisata dapat mengembangkan kepariwisataan dan bahasa inggris, sebagai keterampilan hidup. 4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat. Karena menurut ahli beban belajar yang berat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak. 5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan. 6. Guru sebagai pengajar, pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum.

7. Kurikulum sangat humanis, yaitu memberikan kesempatan kepada guru untuk mengembangkan isi/konten kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah, kemampuan siswa dan kondisi daerahnya masing-masing. 8. Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi terutama di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan masyarakat sekitar. 9. Standar kompetensi yang memperhatikan kemampuan individu, baik kemampuan, kecakapan belajar, maupun konteks social budaya. 10. Berbasis kompetensi sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, sebagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkungan. 11. Pengembangan kurikulum di laksanakan secara desentralisasi (pada satuan tingkat pendidikan) sehingga pemerintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum. 12. Satuan pendidikan diberikan keleluasaan untyuk menyususn dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasikan potensi sekolah kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. 13. Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar siswa. 14. Mengembangkan ranah pengetahuan, sikap, dan ketrampilan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual. 15. Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerjasama antar sekolah, masyarakat, dan dunia kerja yang membentuk kompetensi peserta didik. 16. Evaluasi berbasis kelas yang menekankan pada proses dan hasil belajar. 17. Berpusat pada siswa. 18. Menggunakan berbagai sumber belajar. 19. kegiatan pembelajaran lebih bervariasi, dinamis dan menyenangkan Kelemahan 1. Kurangnnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan satuan pendidikan yang ada. Minimnya kualitas guru dan sekolah. 2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai kelengkapan dari pelaksanaan KTSP .

3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara komprehensif baik kosepnya, penyusunannya,maupun prakteknya di lapangan 4. Penerapan KTSP yang merekomendasikan pengurangan jam pelajaran akan berdampak berkurangnya pendapatan guru. Sulit untuk memenuhi kewajiban mengajar 24 jam, sebagai syarat sertifikasi guru untukmendapatkan tunjangan profesi.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono. 2010.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Bafadal. Ibrahim. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum di Prodi Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana (S2-Sandwich) UM. Malang : Universitas Negeri Malang. Mahasiswa MPD. 2007. Kumpulan Makalah Manajemen Pengembangan Kurikulum di Prodi Manajemen Pendidikan Program Pasca Sarjana (S2-Sandwich) UM. Malang : Universitas Negeri Malang. Oliva, Peter F. 1992. Developing The Curriculum 3rd Edition. New York: Harper Collins Publishers.

Anda mungkin juga menyukai