Anda di halaman 1dari 83

DEPARTEMEN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN


BALAI PENELITIAN KEHUTANAN SOLO

LAPORAN HASIL PENELITIAN


(LHP)

TAHUN ANGGARAN 2008

MODEL REHABILITASI LAHAN DAN


KONSERVASI TANAH PANTAI BERPASIR

Penanggung Jawab Kegiatan :

Ir. Beny Harjadi, MSc.

SURAKARTA, DESEMBER 2008


LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN

MODEL REHABILITASI LAHAN DAN


KONSERVASI TANAH PANTAI BERPASIR

Tahun 2008

Surakarta, Desember 2008

Diperiksa oleh : Diperiksa oleh : Disusun oleh,


Kepala Seksi EP, Ketua Kelti KTA, Ketua Tim Pelaksana

Ir. Sukresno, MSc Ir. Beny Harjadi, MSc


NIP. 710 001 486 NIP. 710 017 594

Disahkan oleh :
Kepala BPK Solo,

Ir. Edy Subagyo, MP.


NIP. 710 008 439

ii
KATA PENGANTAR

Laporan kegiatan penelitian lahan pantai berpasir tahun 2008 yang berjudul :
Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir merupakan kegiatan
pengembangan dan sosialisasi hasil penelitian yang pernah dilakukan di Samas,
Yogyakarta. Judul tersebut merupakan bagian dari UKP Teknologi dan Kelembagaan
Rehabilitasi Lahan Terdegradasi.
Laporan ini berisikan informasi mengenai kegiatan pengembangan pada lahan
pantai berpasir dengan mengembangkan berbagai macam tanaman tanggul angin yang
terdiri dari cemara laut, tanaman buah-buahan dan tanaman kehutanan. Disamping itu juga
dengan tanam tanaman semusim dan kelengkapan sarana dan prasarana untuk pengamatan
berbagai macam fisik tanah dan iklim, meliputi evaporasi, kecepatan angin, erosi tanah,
dan lain-lain. Sehingga tujuan penelitian ini adalah : untuk menyediakan sarana
pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai, berupa demplot yang
representatif serta inovatif yang memuat kegiatan-kegiatan antara lain :
1) Mengembangkan jalur TA dengan tanaman Casuarina equisetifolia.
2) Mengembangkan sarana pengairan berupa sumur bak renteng.
3) Mengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.
4) Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
5) Meningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata.
Dengan selesainya laporan ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk
penelitian yang sejenis baik di rumah kaca maupun di lapangan. Selanjutnya ucapan terima
kasih disampaikan kepada seluruh Tim Peneliti, Pemimpin Proyek serta rekan-rekan di
BPK Solo yang telah memberikan saran dan kritik.
Surakarta, Desember 2008
Kepala Balai,

Ir. Edy Subagyo, MP


NIP. 710 008 439

iii
Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir
Oleh :
Beny Harjadi, Purwanto, Arina Miardini,
Gunawan, Aris Budiarto, dan Siswo

ABSTRAK
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10/Men/2002 tentang
pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu; dan UU No.5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; dan pentingnya pesisir pantai yang kaya
akan SDA dan jasa lingkungan, hendaknya pemanfaatan lahan pantai berpasir dilakukan secara baik
dan benar dan dapat berfungsi ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim dan tanaman keras.
Pada wilayah pantai berpasir, dimana berlangsung erosi angin yang terjadi secara terus menerus,
kondisi lahannya marginal dan cenderung diabaikan. Peristiwa tersebut menjadikan lahan pantai
berpasir menjadi semakin kritis, baik untuk wilayah itu sendiri maupun wilayah di belakangnya.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan
pantai berpasir yang sesuai. Pada wilayah pantai berpasir berlangsung erosi angin yang terjadi terus
menerus, kondisi lahannya marginal dan tidak terurus. Peristiwa tersebut menjadikan lahan pantai
berpasir menjadi semakin kritis. Metode penelitian meliputi : (a) Pemetaan lokasi (b) Kegiatan
tanaman TA, antara lain : Casuarina equisetifolia (cemara laut). (c) Bibit tanaman budidaya semusim
untuk ditanam di antara jalur tanaman TA antara lain : cabe merah (Capsicum annuum) dan jagung
(Zea mays L.). (d) Kegiatan perbaikan tanah berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha serta
pupuk anorganik ZA, KCl, urea, TSP, insektisida, dan fungisida. (e) Kegiatan pengembangan sarana
pengairan tanaman budidaya antara lain berupa bak renteng, pralon, gembor, selang, pompa air.
(f) Kegiatan pengamatan perlakuan, antara lain: Sand trap, evaporimeter, ombrometer,
anemometer, termometer udara, dan termometer tanah. tanaman tanggul angin yang
dikembangkan di pantai berpasir yaitu cemara laut (Casuarina equisetifolia). Tinggi cemara laut
tahun 2006 dari 185,2 – 226 cm dengan pertambahan tinggi 4 – 30,8 cm/tahun dan keliling cemara
laut tanaman tahun 2006 dari 7,5 – 10,1 cm dengan pertambahan keliling 4 – 55,2 cm/tahun .
Pengikisan pasir pada daerah lembah (-0,4 -- -38,4 cm/tahun) dan penimbunan erosi pasir pada
gisik pasir (+0,4 -- +8,4 cm/tahun). Kecepatan angin tertinggi bulan Januari (9,3 m/det) dan
terendah bulan Mei (3,8 m/det). Hampir sebagian unsur hara dalam ketersediaannya yang sangat
rendah kecuali P total (270,51 – 445,94 ppm) dan Na tersedia (2,07 – 5,32 me/100 g) sangat tinggi.
Suhu udara siang (38 oC) lebih tinggi dari suhu udara malam hari (22,9 oC), suhu udara minimal
pada bulan Januari (24 oC) dan September (28 oC). Suhu tanah lebih tinggi dari suhu udara, suhu
tanah malam hari (30 oC) lebih rendah suhu tanah siang hari (34 oC). Semakin ke lapisan dalam
dari lapisan A ke C maka suhu tanah semakin menurun. Produksi tanaman cabe merah 4.000 –
70.000 kg/ha dengan harga jual Rp.141.000.000,-dan untuk semangka milik penduduk diperoleh
keuntungan bersih Rp.23.696.500,-/ha. Curah hujan bulanan tertinggi 743 mm/bl Januari 2006,
547,6 mm/bl November 2007, dan 482,6 mm/bl Maret 2008. Musim kemarau pada bulan Mei
sampai September dan musim penghujan pada bulan Oktober sampai April. Kunjungan wisata dari
tahun 2006 – 2008 mengalami peningkatan 19 % ( 66.100 – 81.665 orang) dengan pendapatan
Rp.161.227.250,-. Penanaman cemara laut sebaiknya bulan Januari dan September dimana pada
saat itu suhu paling rendah, kecepatan angin paling tinggi dan curah hujan ada kecenderungan
akan menaik di bulan berikutnya. Bibit hendaknya yang biasa tahan terhadap kekurangan hara
dan air dengan diameter batang ½ cm dan tinggi kurang dari 1 m dengan umur 6 bulan.

Kata Kunci : Rehabilitasi, Konservasi Tanah, Pantai Berpasir, Erosi angin, Kebumen

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii


ABSTRAK......................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI....................................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
C. Tujuan dan Sasaran UKP ........................................................................................... 2
D. Tujuan dan Sasaran PPTP .......................................................................................... 3
E. Tujuan dan Sasaran RPTP Tahun 2008..................................................................... 3
F. Luaran Tahun 2008.................................................................................................... 4
G. Ruang Lingkup Tahun 2008 ..................................................................................... 5
H. Hasil yang Telah Dicapai.......................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................ 8


A. Lahan Kritis dan Upaya Rehabilitasi ......................................................................... 8
B. Erosi Angin ................................................................................................................ 9
1. Proses Erosi Angin...........................................................................................9
2. Faktor-faktor Penyebab Erosi Angin .............................................................10
3. Erosi Angin Pada Lahan Pantai Berpasir.......................................................10
C. Model Pengendalian Erosi Angin ............................................................................ 11
1. Metode Pengendalian Kecepatan Angin........................................................11
2. Metode Pengendalian Faktor Tanah ..............................................................12
D. Teknik Budidaya Tanaman yang Dikembangkan................................................... 14
1. Tanaman Tanggul Angin ...............................................................................14
1.1. Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) ..................................................14
1.2. Pandan (Pandanus tectorius) ..................................................................15
2. Tanaman Tahunan..........................................................................................16
2.1. Keben (Barringtonia asiatica) = Lecythidaceae/Barringtoniaceae ........16
2.2. Bintangur (Calophyllum inophyllum) = Guttiferae.................................16
2.3. Waru (Hibiscus tilliaceus) = Malvaceae.................................................17
2.4. Ketapang (Terminalia catappa) = Combretaceae...................................18
3. Tanaman Budidaya ........................................................................................18
3.1. Semangka (Citrullus vulgaris)................................................................18
3.2. Terong Ungu (Solanum melongena).......................................................18
3.3. Bawang Merah (Allium cepa) .................................................................19
3.4. Cabe Merah Keriting (Capsicum annuum) .............................................19
3.5. Kacang Panjang (Vigna sinensis)............................................................20
E. Sosial, Ekonomi dan Budaya.................................................................................... 20
1. Adopsi ...........................................................................................................20

v
2. Pengertian Partisipasi....................................................................................22
3. Perencanaan Partisipatif................................................................................24

III. BAHAN DAN METODE .......................................................................................... 29


A.Lokasi Penelitian dan Tata Waktu ............................................................................ 29
B.Bahan dan Metode..................................................................................................... 32
1. Jenis Kegiatan ................................................................................................32
2. Tahapan Kegiatan ..........................................................................................32
2.1. Pemeliharaan jalur tanaman TA permanen Casuarina equisetifolia di Samas
dan pengembangan jalur tanaman TA di Kebumen..............................32
2.2. Pemeliharaan sarana pengairan berupa sumur bak renteng ....................34
2.3. Pengembangan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.........34
2.4. Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat ........................................34
2.5. Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata............................35
3. Parameter ......................................................................................................35
3.1. Tanaman TA sebagai Pengendali Erosi Pasir .........................................35
3.2. Pengembangan sarana pengairan berupa sumur bak renteng .................36
3.3. Pengembangan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.........36
3.4. Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat ..........................................37
3.5. Peningkatan kenyamanan lingkungan sekitar wisata..............................37
4. Pengambilan Data .........................................................................................38
4.1. Tanaman TA Casuarina equisetifolia.....................................................38
4.2. Sarana Pengairan....................................................................................38
4.3. Model Tanaman Budidaya.....................................................................38
4.4. Tingkat Pendapatan Masyarakat .............................................................39
4.5. Kenyamanan Lingkungan Wisata ..........................................................39
5. Pengolahan dan Analisa Data .......................................................................40
5.1. Tanaman TA Casuarina equisetifolia.....................................................40
5.2. Sarana pengairan berupa sumur bak renteng .........................................40
5.3. Model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.................................40
5.4. Tingkat pendapatan masyarakat.............................................................40
5.5. Kenyamanan lingkungan sekitar wisata..................................................41

IV. BIAYA DAN ORGANISASI PELAKSANA ............................................................ 42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................................... 44


A. Pengembangan Jalur TA dengan Tanaman Casuarina equisetifolia ...................... 44
B. Pengembangan Sarana Pengairan Berupa Sumur Bak Renteng............................... 47
C. Pengembangan Model Pola Tanam Tanaman Budidaya yang Sesuai .................... 59
D. Peningkatan Tingkat Pendapatan Masyarakat ......................................................... 63
E. Peningkatan Kenyamanan Lingkungan Sekitar Wisata .......................................... 65

VI. KESIMPULAN........................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 70

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan Evaluasi Konvensional dan Partisipatif ...........................................28

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir
2008 .......................................................................................................................31

Tabel 3. Tim Pelaksana Kegiatan Tahun 2008 .....................................................................43

Tabel 4. Rata-rata Pertumbuhan Tingg, Kelilingi dan Diameter Cemara Laut ....................45

Tabel 5. Data Pengamatan Erosi Angin Pantai Berpasir dengan Stik .................................46

Tabel 6. Data Kecepatan Angin di Pantai Karanggadung, Petanahan Tahun 2006-2008 ....48

Tabel 7. Kriteria Kecukupan Hara Tanah dari Sangat Rendah sampai Sangat Tinggi........48

Tabel 8. Hasil Analisis Laboratorium Tanah Pantai Berpasir, Kondisi Penutupan Lahan
Berbeda di Kebumen, Samas dan Pemalang .........................................................50

Tabel 9. Suhu Udara Maximum, Rerata, dan Minimum pada Malam dan Siang Hari........55

Tabel 10. Hasil Produksi Cabe untuk Kwalitas Baik (A) sampai Kurang (C) Tahun 2008 .59

Tabel 11. Produksi Semangka di Pantai Berpasir Tahun 2008, Karanggadung Petanahan.60

Tabel 12. Pengunjung di Obyek Wisata Karanggadung dari Tahun 2006--2008.................65

Tabel 13. Pendapatan Obyek Wisata Karanggadung dari Tahun 2006—2008 ...................66

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana Kegiatan Lapangan..................................................25

Gambar 2. Lokasi Penelitian Lahan Pantai Berpasir di Samas, Bantul sejak Tahun 1994
dan Karanggadung, Kebumen Sejak Tahun 2005...............................................29

Gambar 3. Areal Penelitian Lahan Pantai Berpasir di desa Karanggadung, Kecamatan


Petanahan, Kabupaten Kebumen, Sejak Tahun 2005 .........................................30

Gambar 4. Areal Penelitian Lahan Pantai Berpasir di desa Srigading, Kecamatan Samas,
Kabupaten Bantul, Sejak Tahun 1994 ................................................................30

Gambar 5. Tata Letak Cemara Laut pada Berbagai Perlakuan...............................................33

Gambar 6. Tata Letak Stik Bambu untuk Pengamatan Erosi Angin di Pantai Berpasir......35

Gambar 7. Pertumbuhan Cemara Laut pada Berbagai Perlakuan............................................44

Gambar 8. Terjadinya Pengikisan (-) dan Penimbunan (+) Partikel Pasir di Pantai................45

Gambar 9, Rata-rata Perubahan Kecepatan Angin Tahun 2006, 2007 dan 2008 ....................47

Gambar 10. Tingkatan Kriteria Ketersediaan Unsur Hara dari Sangat Rendah sampai
Sangat Tinggi ......................................................................................................51

Gambar 11. Perbedaan Kandungan Hara pada Cemara, Tanaman Semusim dan Bero ..........52

Gambar 12. Kandungan P di Pantai Berpasir Kebumen (K), Bantul (B) dan Pemalang (P)...52

Gambar 13. Kondisi pH, KPK dan Na Tersedia di Pantai Berpasir ........................................53

Gambar 14. Suhu Udara pada Malam (M) dan Siang (S) Hari Tahun 2008 ...........................54

Gambar 15. Suhu Tanah pada Malam Hari untuk Lapisan A, B, C dari Tahun 2006—2008 .56

Gambar 16. Suhu Tanah pada Siang Hari untuk Lapisan A, B, C dari Tahun 2006--2008.....58

Gambar 17. Fluktuasi Curah Hujan Bulanan dari Tahun 2006 -- 2008...................................61

Gambar 18. Fluktuasi Curah Hujan Harian Maximum dan Minimum, Tahun 2006—2008..62

Gambar 19. Kunjungan dan Pendapatan Wisata, Oktober dan Total Setahun 2006—2008 ...66

Gambar 20. Kunjungan dan Pendapatan Wisata Bulanan, Tahun 2006 – 2008 ......................67

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1. Kerangka Logis Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi
Tanah Pantai Berpasir (RPTP 2008) ..........................................................................72

ix
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah pantai yang luas.
Bentuk lahan (landform) wilayah pantai secara umum dikelompokkan atas wilayah pantai
berlumpur (muddy shores), pantai berpasir (sandy shores), dan pantai berbatu karang atau
andesit (Bloom, 1979).
Pada wilayah pantai berpasir (bergisik), pola penggunaan lahan yang umum
merupakan pola berulang cekungan antara beting pantai (swale) dan punggung pantai
(beach ridge) yang berupa lahan kosong (tanpa taaman), bertekstur tanah kasar (pasir), atau
diusahakan untuk tegalan (Tim UGM, 1992). Wilayah ini bersifat dinamis dimana terdapat
hubungan antara pasokan butir-butir pasir dari hasil abrasi pantai oleh ombak menuju pantai
dan dari gisik yang merupakan hasil erosi angin kearah daratan, sehingga pasokan pasir
terjadi terus-menerus. Peristiwa tersebut menyebabkan lahan pantai berpasir menjadi kritis,
baik untuk wilayah itu sendiri maupun wilayah di belakangnya. Kondisi lahan yang kritis
tersebut disebabkan tidak hanya oleh faktor biofisik semata yang secara alami telah kritis,
tetapi juga upaya penanganan yang ada masih belum optimal, sehingga bila tidak segera
ditangani, dampak negatif yang akan terjadi akan semakin luas.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 10/Men/2002
tentang pedoman umum perencanaan pengelolaan pesisir terpadu; UU No.5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya; dan pentingnya pesisir
pantai yang kaya akan SDA dan jasa lingkungan, hendaknya pemanfaatan lahan pantai
berpasir dilakukan secara baik dan benar dan dapat berfungsi ganda, yaitu untuk
mengendalikan erosi (angin) dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui usaha
budidaya tanaman semusim yang sesuai dan bernilai ekonomis. Dengan model pengelolaan
tersebut dimana hasilnya dapat mengubah lahan yang tadinya terlantar menjadi lahan yang
potensial untuk dapat diusahakan sebagai lahan budidaya, maka perlu dikembangkan
dengan model demplot.
B. Rumusan Masalah

Pada wilayah pantai berpasir, biasanya berlangsung erosi angin yang terjadi secara
terus menerus, kondisi lahannya marginal, dan cenderung diabaikan. Peristiwa tersebut
menjadikan lahan pantai berpasir menjadi semakin kritis, baik untuk wilayah itu sendiri
maupun wilayah di belakangnya. Dampak peristiwa erosi pasir yang nyata antara lain : 1)
tanah pada lahan pantai bertekstur kasar dan bersifat lepas sehingga sangat peka terhadap
erosi angin, 2) hasil erosi berupa endapan pasir (sand dune) dapat menutup wilayah
budidaya dan pemukiman di daerah di belakangnya, dan 3) butiran pasir bergaram yang
dibawa dari proses erosi angin dapat merusak dan menurunkan produktivitas tanaman
budidaya. Kondisi tersebut jika tidak segera ditangani dengan serius maka akan berdampak
buruk pada lingkungan dan pengaruh negatif yang terjadi akan semakin meluas.
Adanya pemanfaatan lahan pantai berpasir secara baik dan benar akan berfungsi
ganda, yaitu untuk mengendalikan erosi (angin) dan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat melalui usaha budidaya tanaman semusim yang sesuai dan bernilai ekonomis.
Dengan model pengelolaan tersebut diharapkan hasilnya dapat mengubah lahan yang
tadinya terlantar menjadi lahan yang potensial sebagai lahan budidaya.

C. Tujuan dan Sasaran UKP

Kegiatan ini merupakan bagian dari UKP Teknologi dan Kelembagaan Lahan
Terdegradasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi dan teknologi tepat guna,
kajian sosial ekonomi serta rekomendasi kebijakan/kelembagaan rehabilitasi lahan
terdegradasi agar lahan terdegradasi dapat berfungsi kembali sebagai habitat flora, fauna,
dan secara keseluruhan sebagai penyangga kehidupan, termasuk didalamnya dapat
meningkatkan perekonomian rakyat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat dari
mulai perencanaan, kegiatan pelaksanaan, dan pengelolaan pada pasca rehabilitasi lahan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model-model rehabilitasi lahan
terdegradasi yang tepat guna dengan pendekatan social forestry.
Adapun sasaran kegiatan ini adalah pengembangan model rehabilitasi lahan
pantai berpasir, dengan melibatkan peran masyarakat secara aktif. Dampak yang
diharapkan yaitu masyarakat sekitar pantai berpasir tetap dapat melanjutkan secara

2
mandiri pemanfaatan lahan pantai untuk usaha produktif sebagai upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestarian alam dan konservasi tanah
dan air.

D. Tujuan dan Sasaran PPTP

Tujuan kegiatan pada Proposal Penelitian Tim Peneliti (PPTP) adalah untuk
menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai,
berupa demplot yang representatif dan inovatif serta memuat kegiatan-kegiatan antara lain :
1) Mengembangkan jalur tanaman tanggul angin
2) Mengembangkan sarana pengairan air tawar
3) Mengembangkan model pola tanam tanaman semusim dan tahunan
4) Meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat
5) Meningkatkan kenyamanan kawasan wisata dan sekitarnya.
Sasaran kegiatan adalah agar pelaksanaan Kepres No. 32 tahun 1990 tentang
kawasan lindung sempadan pantai yang ditentukan minimal 100 m dari titik tertinggi
pasang-surut kearah daratan maupun SKB Mentan dan Menhut No. 550/246/Kpts/4/1984
dan No. 082/Kpts-11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan kawasan hutan untuk
pengembangan usaha budidaya pertanian dan jalur hijau hutan pantai yang dipertahankan
lebarnya 200 m dapat terwujud, yaitu melalui pengembangan model tanaman tanggul angin
Casuarina equisetifolia (pembiakan dan pola tanam), model pengelolaan tanaman budidaya
(bawang merah, cabe, semangka, terong, dll) yang ditanam di antara tanaman tanggul angin.
Keluaran yang diharapkan adalah berupa demplot sesuai petunjuk teknis seluas 1- 2 ha.
Dampak yang diharapkan adalah masyarakat dapat menerima dan melaksanakan teknik
konservasi lahan pantai berpasir dengan model pengendali erosi angin sehingga dapat
meningkatkan produktivitas lahan terlantar.

E. Tujuan dan Sasaran RPTP Tahun 2008


Tujuan kegiatan dalam Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP) adalah untuk
menyediakan sarana pengembangan teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir yang sesuai,
berupa demplot yang representatif serta inovatif.

3
Sasaran kegiatan tahun 2008 antara lain :
1) Pemeliharaan jalur tanaman TA permanen di Samas dan pengembangan
jalur tanaman TA di Kebumen.
2) Pemeliharaan sarana pengairan berupa sumur bak renteng
3) Pengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai.
4) Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat
5) Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata.
Kegiatan penelitian pantai berpasir ini sesuai pelaksanaan Kepres No. 32 tahun 1990
tentang kawasan lindung sempadan pantai yang ditentukan minimal 100 m dari titik
tertinggi pasang-surut kearah daratan maupun SKB Mentan dan Menhut No.
550/246/Kpts/4/1984 dan No. 082/Kpts-11/1984 tentang pengaturan penyediaan lahan
kawasan hutan untuk pengembangan jalur hijau hutan pantai, yaitu melalui pengembangan
model tanaman tanggul angin Casuarina equisetifolia (pembiakan dan pola tanam) dan
model pengelolaan tanaman budidaya yang ditanam di antara tanaman tanggul angin
(bawang merah, cabe, semangka, terong, dll) yang dilakukan bersama masyarakat dan
instansi terkait.

F. Luaran Tahun 2008


Luaran yang diharapkan dapat dihasilkan antara lain :
1. Tersedianya informasi pertumbuhan tanaman C. equisetifolia sebagai tanaman
jalur TA dan informasi efektivitas jalur TA sebagai pengendali erosi pasir.
2. Tersedianya informasi sistem pengairan yang sesuai untuk lahan pantai pasir.
3. Tersedianya informasi pertumbuhan dan hasil jenis-jenis tanaman semusim yang
sesuai untuk lahan pantai berpasir.
4. Tersedianya analisis finansial model rehabilitasi lahan dan konservasi tanah
yang dikembangkan pada lahan pantai berpasir.
5. Tersedianya informasi kelembagaan, tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat
terhadap upaya RLKT (Reboisasi Lahan dan Konservasi Tanah) lahan pantai
berpasir yang mendukung wisata lingkungan terpadu.

4
G. Ruang Lingkup Tahun 2008

Ruang lingkup pengembangan meliputi :


1. Rehabilitasi lahan melalui perbaikan beberapa sifat tanah yang dimungkinkan
dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama.
2. Rehabilitasi lahan melalui perbaikan sistem pola tanam pada lahan marginal
pantai berpasir.
3. Rehabilitasi lahan melalui perbaikan sistem pola tanam lahan pantai, dengan
kombinasi antara tanaman TA: cemara laut, buah-buahan, dan kayu-kayuan
dengan tanaman hortikultura bawang merah, cabe, jagung, semangka dll.
4. Analisis biaya dan pendapatan usahatani dari perlakuan yang dicoba.
5. Tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat serta kelembagaan dalam kegiatan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah.

H. Hasil yang Telah Dicapai


Penanganan lahan pantai berpasir melalui upaya rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah (RLKT) telah dilakukan uji coba oleh BP2TPDAS Surakarta (1997-2000), yaitu
dengan menerapkan model tanam tanaman tanggul angin (windbreak) dengan tanaman
budidaya (semusim) yang ditanam di antara jalur tanaman tanggul angin (TA). Hasil yang
diperoleh berupa Pedoman Teknis Pemanfaatan Lahan Pantai Berpasir, yang memuat
antara lain (Sukresno, 1996b) : 1) Jenis tanaman TA permanen yang sesuai adalah jenis
tanaman-tanaman bergetah seperti cemara laut (Casuarina equisetifolia), Glirisidae, pandan,
dan mete; 2) Jenis tanaman TA sementara yang sesuai adalah tanaman semusim seperti
jagung, ketela pohon dan sorghum; 3) Jenis tanaman budidaya yang sesuai untuk ditanam di
antara jalur tanaman TA adalah semangka, terong, bawang merah, cabe, dan kacang
panjang; 4) Penggunaan pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha telah memberikan hasil
semangka sebanyak 20 ton/ha pada lahan pantai berpasir yang baru dibudidayakan, 21
ton/ha pada lahan tahun kedua, dan 25 ton/ha pada lahan tahun ketiga; 5) Lahan bekas
tanaman semangka yang ditanami terong hasil produksinya sebesar 26 ton/ha; 6) Produksi
bawang merah yang ditumpang gilirkan dengan cabe merah keriting dan kacang panjang,
hasilnya masing-masing sebesar 7.5 ton/ha, 5 ton/ha, dan 26 ton/ha; 7) Hasil analisis input-

5
output atau benefit cost per satuan luas pada tanaman-tanaman budidaya yang dicobakan,
pola bawang merah yang ditumpang gilirkan dengan kacang panjang dan cabe merah
hasilnya lebih tinggi dibanding dengan pola semangka-terong.
Teknik Rehabilitasi Lahan Pantai Berpasir di Desa Sri Gading, Kecamatan
Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bagian Selatan, luas daerah
pengembangan + 1-2 ha untuk tanaman semusim dan 500 m untuk tanaman tanggul angin
dengan lebar jalur 15 m, yang dilaksanakan tahun 2003 antara lain :
a. Tanaman Casuarina equisetifolia terbukti efektif sebagai tanaman tanggul angin
permanen di lahan pantai berpasir, dimana bibitnya dapat dikembangkan sendiri oleh
masyarakat (petani) setempat dengan cara pembiakan vegetatif metode merunduk
(layering).
b. Tanaman tanggul angin dan tanaman budidaya yang dikembangkan, sangat nyata dapat
mengendalikan erosi pasir dan memperbaiki iklim mikro setempat (kecepatan angin,
suhu tanah, dan laju evaporasi lebih rendah). Secara finansial, kombinasi tanaman
budidaya yang paling layak dikembangkan adalah kombinasi bawang merah, terong
dan ketimun.
c. Teknik rehabilitasi lahan pantai berpasir ini akan sulit dikembangkan oleh masyarakat
sekitar secara swadaya. Salah satu penyebabnya adalah tingginya biaya untuk
pembangunan sarana pendukung (infrastruktur) bagi penerapan teknik rehabilitasi
tersebut, sehingga perlu ada campur tangan pemerintah. Namun demikian, sampai
saat ini belum terbangun suatu pola pengembangan lahan pantai berpasir yang
komprehensif dari berbagai instansi terkait.
Jalur tanaman tanggul angin yang dikembangkan di Pantai Petanahan, Desa
Karanggadung, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen berupa Cemara laut cangkok
(69,5% hidup) dan biji (98% hidup) serta Pandan (100% hidup), dan tanaman kehutanan
Mahoni (100% hidup), Akasia (100% hidup), dan buah-buahan Rambutan (100% hidup),
Mangga (100% hidup). Curah hujan rata-rata di pasir berpantai Karanggadung, Petanahan,
Kebumen adalah 35 mm/hari. .Evaporasi berkisar antara 0,3 mm/hari (Desember) sampai
0,9 mm/hari (September). Suhu tanah semakin dalam maka semakin menurun, pada malam
hari suhu tanah 33 oC dan pada siang hari 36 oC. Suhu udara siang hari antara 27 – 36 oC

6
dan pada malam hari 20 oC sampai 24 oC. Kecepatan angin antara 2 sampai 12 km/jam,
dengan Erosi angin 0,5 sampai 3,5 g yang tertangkap pada diameter sandtrap 10 cm.
Anggota kelompok tani yang sebagian besar bermata pencaharian utama petani
mempunyai mata pencaharian sampingan sebagai penderes gula kelapa dan tukang.
Mayoritas anggota kelompok tani adalah tenaga produktif, sehingga tidak selalu
mempunyai banyak waktu untuk terlibat dalam kegiatan Rehabilitasi Lahan dan
Konservasi Tanah di lahan pantai bepasir. Pemahaman tentang konsep Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah di lahan pantai berpasir perlu ditingkatkan, pendampingan dari
tenaga penyuluh maupun dari instansi pemerintah kabupaten yang terkait masih sangat
diperlukan. Kerjasama Dinas Pariwisata dengan kelompok tani dalam pengelolaan lahan
pantai berpasir yang berorientasi konservasi dan dapat meningkatan pendapatan
masyarakat, tetap perlu dilaksanakan dan dibina khususnya di sekitar lokasi lahan pantai
berpasir di desa Karanggadung, Petanahan.

7
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Lahan Kritis dan Upaya Rehabilitasi

Lahan kritis menurut Departemen Kehutanan (2000) didefinisikan sebagai


lahan yang tidak mampu lagi berperan menjadi unsur produksi pertanian baik
sebagai media pengatur tata air maupun sebagai perlindungan alam lingkungan.
Lahan kritis disebabkan oleh proses degradasi pada lahan. Degradasi lahan
didefinisikan sebagai hilangnya atau berkurangnya kegunaan atau potensi kegunaan
lahan untuk mendukung kehidupan. Kehilangan atau perubahan kenampakan
tersebut menyebabkan fungsinya tidak dapat diganti oleh yang lain (Barrow,1991
dalam Widjajanto, 2003). Faktor-faktor utama penyebab degradasi lahan adalah: 1)
bahaya alami, 2) perubahan jumlah populasi manusia, 3) marjinalisasi tanah, 4)
kemiskinan, 5) status kepemilikan tanah, 6) ketidakstabilan politik dan masalah
administrasi, 7) kondisi sosial ekonomi, 8) masalah kesehatan, 9) praktek pertanian
yang tidak tepat, 10) aktifitas pertambangan dan industri. Erosi pantai yang
merupakan salah satu penyebab terjadinya degradasi biofisik sumberdaya pesisir
pantai disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya penambangan pasir, penebangan
bakau, energi gelombang dan pola arus pasang, degradasi DAS, dan meluasnya DAS
kritis.
Rehabilitasi adalah proses pengembalian ekosistem atau populasi yang
telah rusak ke kondisi yang tidak rusak, yang mungkin berbeda dari kondisi semula.
Salah satu upaya rehabilitasi lahan kritis adalah revegetasi. Tujuan revegetasi adalah
memperbaiki lahan yang labil, tidak produktif, dan mengurangi erosi. Dalam jangka
panjang rehabilitasi lahan diharapkan dapat memperbaiki iklim mikro, meningkatkan
biodiversitas dan memperbaiki lahan agar menjadi lebih produktif. Upaya dengan
revegetasi antara lain dapat dilakukan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, dan
pembangunan hutan rakyat. Selain itu, ada juga upaya peningkatan produktivitas
lahan kritis melalui penambahan bahan organik berupa hijauan tanaman maupun
pupuk kandang yang telah banyak diteliti oleh Puslit Tanah dan Agroklimat
(Purnomo, dkk, 1992).

8
Menurut Setiadi dan Prematuri (1998), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
rehabilitasi lahan kritis adalah :
1. Pemilihan jenis pohon, hendaknya dipilih jenis pohon dengan karakteristik:
a. Adaptif (pohon sesuai dengan lingkungan setempat)
b. Cepat tumbuh, cepat menutup tanah (tajuk melebar), perakaran intensif
c. Teknik silvikultur diketahui
d. Ketersediaan bahan tanaman
e. Bersimbiosis dengan mikroba
2. Perbaikan kondisi tanah yang meliputi :
a. Perbaikan ruang tumbuh
b. Perbaikan top soil dan bahan organik
Namun demikian, upaya rehabilitasi lahan ini seyogyanya dikombinasikan
dengan penerapan teknik konservasi tanah dan air terutama di lahan-lahan berlereng
curam, serta berbagai teknik tanam.

B. Erosi Angin
1. Proses Erosi Angin

Angin, seperti halnya jatuhan hujan dan aliran air, memiliki gaya yang dapat
melepaskan (detach) dan memindahkan (transport) butiran tanah dari satu tempat ke tempat
lain yang baru untuk diendapkan (deposition).
Kemampuan melepaskan butiran tanah oleh angin ini besarnya sangat dipengaruhi
oleh kondisi kekasaran permukaan tanah dan besar butiran partikel tanahnya. Adapun
kemampuan angin untuk memindahkan butiran tanah dipengaruhi oleh besarnya kecepatan
angin, bentuk agregat, dan komposisi ukuran partikel tanah. Sedang jarak tempuh
perpindahan partikel tanah hasil erosi tersebut besarnya dipengaruhi oleh kuat-lemahnya
kecepatan angin, ukuran, dan berat partikel dan agregat tanah.
Perpindahan partikel-partikel tanah oleh proses erosi angin secara prinsip adalah
sama seperti pada proses erosi tanah oleh jatuhan hujan, yaitu: 1) merayap (creep) untuk
partikel tanah berukuran 0,5 - 2,0 mm, 2) meloncat-loncat (saltation) untuk partikel tanah
berukuran 0,05 - 0,50 mm atau lebih umum antara 0,10 - 0,15 mm, dan 3) dalam bentuk

9
suspensi partikel tanah halus dengan ukuran < 0,1 mm dan untuk beberapa waktu tetap
dalam bentuk suspensi di udara karena aliran turbulen dan pusaran arus angin.

2. Faktor-faktor Penyebab Erosi Angin

Seperti yang diperlihatkan dalam proses erosi tanah oleh gaya angin, maka beberapa
faktor utama yang berpengaruh terhadap terjadinya erosi angin adalah:
1) Faktor iklim, seperti: temperatur, distribusi hujan, kecepatan dan arah angin.
2) Faktor tanah, seperti: ukuran butir, kelengasan, dan kekasaran permukaan.
3) Faktor vegetasi, seperti: bentuk, tinggi, kerapatan, dan distribusi.

3. Erosi Angin Pada Lahan Pantai Berpasir

Berdasarkan prinsip yang umumnya berlaku pada proses erosi angin dan faktor-
faktor penyebabnya, maka proses erosi angin yang terjadi pada lahan pantai berpasir juga
mengikuti prinsip-prinsip tersebut. Contoh kasus adalah endapan pasir yang terjadi di
sepanjang pantai Kedu Bagian Selatan (Jawa Tengah) hingga pantai Parangtritis (DIY)
berasal dari pasir volkanik Gunung Merapi yang terbawa melalui Sungai Progo (Tim UGM,
1992). Endapan pasir ini membentuk gisik dengan lebar antara 700 hingga 1500 meter yang
diukur dari garis pantai. Hembusan angin laut di musim kemarau merubah posisi endapan
pasir dari kedudukannya semula sehingga membentuk bukit-bukit pasir (sand dune). Daerah
di belakang gisik biasanya berupa laguna, beting gisik dan dataran aluvial pantai. Oleh
karena permeabilitas lahan pantai berpasir ini sangat tinggi sehingga seluruh air permukaan
meresap ke dalam tanah, gisik dan bukit-bukit pasir pantai ini miskin akan tumbuhan.
Sedang daerah di belakangnya dimana tanah dan airnya memungkinkan sebagai media
tumbuh tanaman, banyak dimanfaatkan untuk tegal, sawah, dan pemukiman yang suatu
ketika dapat terkena dampak hasil erosi angin berupa endapan pasir bersalinitas tinggi.

10
C. Model Pengendalian Erosi Angin
Erosi angin berlangsung jika kondisinya memungkinkan untuk melepaskan dan
memindahkan partikel tanah untuk selanjutnya pasir tersebut diendapkan di tempat lain.
Besar erosi angin sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor erodibilitas tanah, kekasaran
permukaan tanah, kondisi iklim (kecepatan angin dan kelembaban), panjang permukaan
tanah terbuka, dan penutupan tanaman.
Metode pengendalian erosi angin melalui upaya rehabilitasi lahan dan konservasi
tanah (RLKT) di lahan pantai berpasir, secara umum yaitu:
1) Menurunkan kecepatan angin di atas permukaan tanah.
2) Menurunkan tingkat erodibilitas tanah.
3) Melindungi tanah permukaan dengan tanaman, mulsa, dan bahan tidak mudah
tererosi lainnya.
4) Meningkatkan kekasaran tanah permukaan.
Mengingat bahwa metode pengendalian erosi angin disini berkaitan dengan
permasalahan erosi angin di lahan pantai berpasir maka untuk selanjutnya yang dimaksud
'tanah' adalah lahan pantai berpasir (tanah berpasir).

1. Metode Pengendalian Kecepatan Angin

Laju kecepatan angin untuk berbagai ketinggian di atas permukaan tanah yang
homogen menunjukkan hubungan yang kwadratik. Dari persamaan ini dapat diketahui
bahwa laju kecepatan angin akan bertambah besar seiring dengan peningkatan posisinya di
atas permukaan tanah pada kondisi tanah yang homogen. Besar kecepatan angin yang tinggi
pada posisi tertentu di atas permukaan tanah adalah berkaitan dengan kondisi kekasaran
permukaan tanahnya.
Upaya pengendalian kecepatan aliran angin prinsipnya membuat bangunan penahan
aliran angin yang berupa tanggul angin (windbreak). Bentuk tanggul angin (TA), yaitu
model mekanis dan model vegetatif. Pada model mekanis bentuknya dapat berupa anyaman
bambu atau anyaman daun kelapa (perlindungan sementara). Pada model tanggul angin
vegetatif dimana lebih murah dibanding model mekanis, secara alami akan lebih tahan.
Ketahanan model vegetatif, efektivitasnya tergantung pada kondisi pertumbuhan tanaman
yang diterapkan sebagai jalur tanggul angin. Bentuk TA vegetatif yang umum adalah berupa

11
kelompok jalur-jalur tanaman baik yang bersifat sementara (dengan tanaman semusim)
maupun permanen (dengan tanaman pohon, semak atau perdu) harus sesuai dengan kondisi
setempat. Untuk lahan pantai berpasir jenis tanaman TA sementara, yaitu jagung, ketela
pohon, dan cantel. Sedang jenis yang permanen untuk tanaman pohon, antara lain.,
Casuarina equisetifolia (cemara laut), Calophyllum inophyllum (nyamplung), Terminalia
catapa (ketapang), Barringtonia asiatica (rawang), Hibiscus tiliaceus (waru), Glirisidae;
untuk tanaman semak dan perdu, antara lain.: Pandanun tectorius (pandan), Cyperus
martima (teki laut), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola taccada (gabusan), Thuarea
involuta (rumput glinting), Ximenia americana (widuri) dan jenis-jenis tanaman bergetah
lainnya (Kartawinata, 1979).
Bentuk tanggul angin yang paling efektif dalam mengendalikan laju kecepatan angin
adalah menggunakan model vegetatif yang tidak terlalu rapat. Tanggul angin model rapat
menyebabkan arus balik (putar) di belakang tanggul angin dimana justru menimbulkan erosi
pasir. Bila model mekanis yang akan digunakan, dalam praktek harus diupayakan agar
bentuk tanggul angin (misal dengan anyaman bambu) harus diberi angin-angin
(permeabilitas angin) sebesar 35-40 %. Disamping itu beberapa faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap efektivitas pengendalian laju kecepatan angin ini, antara lain.: 1)
lebar, 2) tinggi, dan 3) jarak antar tanggul angin.

2. Metode Pengendalian Faktor Tanah

Prinsip pengendalian faktor tanah terhadap tekanan gaya erosif angin adalah:
1) Menurunkan tingkat erodibilitas tanah.
2) Melindungi tanah permukaan yang terbuka dengan tanaman, mulsa, dan bahan tidak
mudah tererosi lainnya.
3) Meningkatkan kekasaran tanah permukaan.

Upaya pengendalian faktor tanah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu:
metode konservasi lengas tanah dan metoda perbaikan agregat tanah lapisan atas (top soil).
Pengendalian lengas tanah dapat dilakukan dengan melindungi tanah permukaan dengan
penutupan oleh tanaman, mulsa, atau bahan tidak mudah tererosi lainnya. Agar
pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (mudah dan cepat tumbuh), sehingga lahan pantai

12
berpasir yang arealnya banyak terbuka dan peka erosi angin menjadi berkurang luasnya,
dapat dilakukan dengan penerapan berbagai perlakuan ameliorasi tanah dan pemilihan jenis-
jenis tumbuhan yang sesuai dengan kondisi setempat (Sukresno, 1998).
Dalam praktek usaha pengendalian kelengasan tanah ini, antara lain, dilakukan
dengan usaha budidaya pada areal lahan di antara jalur tanggul angin (jalur tanaman cemara
dan pandan) dengan menanami tanaman semusim bernilai ekonomi tinggi (semangka,
mentimun, bawang merah, cabe keriting tampar, terong, dll). Upaya perbaikan agregat tanah
pasiran lapisan permukaan (top soil) di lahan pantai berpasir dilakukan dengan metode
pemberian ameliorat bahan organik (pupuk kandang) dan tanah liat ke areal budidaya yang
letaknya berada di antara jalur tanggul angin (Sukresno, 1998). Secara teknis pemberian
ameliorat pupuk organik dan tanah liat untuk perbaikan agregat adalah untuk meningkatkan
kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman dan hasil tanaman. Pelaksanaannya dilakukan
dengan cara membenamkan ameliorat tersebut ke tanah berpasir sedalam + 10 - 30 cm. Hal
ini dimaksudkan agar kelengasannya tetap terjaga dan beratnya yang ringan bila kering tidak
mudah tererosi (Sukresno, 1998).
Berbagai upaya pengendalian erosi angin telah diuji oleh BTPDAS pada tahun
1997/1998 secara nyata hasilnya telah meningkatkan kondisi tanah dan produktivitas lahan
pasir pantai menjadi lebih baik (Sukresno, 1998), antara lain.:
1) Pertumbuhan tanaman tanggul angin (Casuarina equisetifolia, Glirisidae dan
Pandanun tectorius) mencapai > 60% sehingga bermanfaat untuk meningkatkan
produktivitas tanaman-tanaman budidaya (semangka, mentimun dan jagung),
2) Dampak penerapan jalur tanggul angin dan tanaman-tanaman budidaya secara positip
memperbaiki iklim mikro setempat (suhu tanah dan laju evaporasi yang lebih rendah),
3) Perlakuan vegetatif yang diterapkan pada lahan pasir pantai memberikan dampak yang
baik pada perbaikan sifat-sifat fisik dan kimia tanahnya, antara lain.: bahan organik
tanah lebih tinggi, BV dan BJ lebih rendah, Na tersedia lebih tinggi sebagai akibat dari
tertangkapnya pasir bergaram oleh tanaman,
4) Hasil produksi tanaman semangka (jenis New Dragon) yang ditanam di antara
tanaman tanggul angin tertinggi sebesar 31,6 t/ha (perlakuan kombinasi tanah liat 45
t/ha dan pupuk kandang 36 t/ha) dengan rata-rata hasil antara 20-30 t/ha).

13
Dari kegiatan kajian tahun 1998/1999, hasil yang dicapai (Sukresno, 1999), antara
lain.:
1) Tanaman Casuarina equisetifolia (cemara laut) sangat sesuai sebagai tanaman tanggul
angin di lahan pantai berpasir serta dapat dikembangkan melalui pembiakan vegetatif
cara merunduk.
2) Tanaman tanggul angin dan tanaman budidaya di antara jalur tanggul angin
bermanfaat sangat nyata baik dalam mengendalikan erosi pasir maupun memperbaiki
iklim mikro setempat.
3) Tanaman budidaya yang ditanam di antara jalur tanggul angin (semangka, terong,
bawang merah, cabe merah keriting tampar dan kacang panjang) secara nyata dapat
memberikan hasil seperti yang diharapkan bila beberapa perlakuan diterapkan, seperti:
pemakaian tanah liat sebagai alternatif pengganti pupuk kandang, pengaturan jarak
tanam, pengaturan waktu tanam yang sesuai, dan pengaturan pemberian air yang
sesuai.
4) Di antara tanaman-tanaman budidaya yang dicobakan di lahan pantai berpasir,
perlakuan model pertanaman bawang merah yang ditumpang gilirkan dengan cabe
merah keriting tampar dan kacang panjang atau model pertanaman terong,
memberikan prospek dampak yang positip baik pada aspek ekonomi (peningkatan
hasil per satuan luas) maupun lingkungan (pengendalian erosi pasir (dipanen secara
bertahap sampai 180-210 HST).

D. Teknik Budidaya Tanaman yang Dikembangkan


1. Tanaman Tanggul Angin

1.1. Cemara Laut (Casuarina equisetifolia)


Tanaman cemara laut (Casuarina equisetifolia) merupakan tanaman berumah satu
(monocious) yang dapat mencapai tinggi 50 m dan diameter batang 100 cm. Kulit kayu
berwarna hijau kecoklatan-coklat gelap. Spesies ini banyak diketemukan dekat dengan
wilayah pantai berpasir di Kalimantan. Kayunya sangat berat, sangat keras dengan BJ 1.04-
1.18 g/cm3, kelas awet II-III, kelas kekuatan I-II, sehingga sesuai untuk bangunan, lantai,
dinding, bantalan, tiang listrik, perkapalan, dan arang. tanaman cemara laut merupakan
tanaman yang tahan terhadap garam, kekeringan, dan keasaman tanah. tanaman ini dapat

14
mengikat N dari udara sebanyak 50-80% sehingga akumulasi hara pada lantai hutan sangat
tinggi, yaitu 1600 kg N/ha dan 85 kg P/ha.
Untuk pemanfaatan Casuarina equisetifolia sebagai tanaman TA yang terbaik,
tanaman cemara laut tersebut ditanam pada lahan pantai berpasir dengan jarak tanam 3 m x
3 m dengan sistem selang-seling (gigi belalang) dengan posisi tegak lurus menghadap arah
angin. Untuk mengembangbiakan tanaman yang dapat dilakukan sebelum tanaman
menghasilkan biji adalah melalui metode vegetatif, yaitu dengan cara merunduk (layering).
Untuk memperoleh bibit yang lebih cepat terbentuk, pada bagian batang yang dirundukkan
diberi perlakuan pengupasan secara melingkar, kemudian pada ujung kulit kayu terkupas
bagian atas diberikan pasta zat perangsang pertumbuhan jenis rootone-F (Sukresno, 2000).

1.2. Pandan (Pandanus tectorius)


Tanaman pandan adalah jenis perdu yang paling banyak tumbuh di daerah pantai
berpasir. Akarnya berupa akar tunjang yang tumbuh lurus mengikuti pangkal batang
sehingga bentuk tanaman seperti kerucut. Daunnya panjang-panjang dan berduri di tepi
kedua sisinya. Buah berupa buah majemuk yang berbentuk seperti bola panjang berwarna
kuning hingga merah jingga (Kartawinata, 1979).
Sebagai tanaman perdu untuk mengendalikan erosi pasir, maka tanaman ini ditanam
secara rapat menurut jalur yang tegak lurus arah angin. Untuk areal budidaya tanam
tanaman ini dilakukan pada jalur yang merupakan batas antar pemilik penggarap (Sukresno,
1999b).

15
2. Tanaman Tahunan

2.1. Keben (Barringtonia asiatica) = Lecythidaceae/Barringtoniaceae


Barringtonia asiatica KURZ (B. speciosa FORST.). Di Jawa dikenal dengan
nama: Butun, Keben.
Pohon dari Asia Tenggara,tinggi hingga 17 m dan gemangnya 50 cm, pada
umumnya agak bengkok, bercabang-cabang rendah dekat tanah, tumbuhnya berpencar-
pencar di pantai-pantai yang berpasir dan berkarang, kadang-kadang ditanam karena
daunnya yang bagus dan bunga-bunganya yang indah. Kayunya lunak dan tidak awet.
Namun di Kediri menurut pemberitahuan secara lisan, kayu ini dapat digunakan untuk
membangun rumah.
Buah-buahnya yang persegi empat dan sebesar kepalan tangan itu terdiri atas kulit
yang berserabut, dibawahnya yang tanpa tempurung terdapat sebutir biji yang juga sedikit
banyak bersegi empat. Biji ini keras, di dalamnya putih dan agak berlendir. Biji ini, oleh
masyarakat Ternate biasa digunakan untuk menangkap ikan-ikan di sungai.
Di Ternate, biji yang dilumatkan ini dioleskan pada ruam seperti kudis guna
membasmi parasit-parasit yang menjadi penyebabnya. Abu biji-bijinya yang dipirik
menjadi serbuk dicampur dengan ramuan-ramuan lain, digunakan sebagai obat dalam
maupun luar terhadap kolik/mulas (Rumphius dalam Heyne, 1987). Penemuan baru
membuktikan biji keben berupa obat tetes dapat dipakai untuk mengobati penyakit
katarak (Trubus No.434, Januari 2006 XXXVII).

2.2. Bintangur (Calophyllum inophyllum) = Guttiferae

Calophyllum inophylum LINN., di Indonesia dikenal dengan nama Bintangur


dan di Jawa dikenal dengan nama Nyamplung. Pohon agak tinggi mencapai 20 m dengan
diameter batang yang besar hingga 1.50 m, dengan batangnya sangat pendek, bercabang
rendah dekat permukaan tanah. Pohon ini tersebar di seluruh daerah tropis, hampir
khusus di sepanjang pantai dan biasanya tumbuh sedikit mengelompok.
Kayu memiliki berat agak ringan hingga sedang, tetapi padat dan agak halus
struktumya, berurat kusut, sehingga tak dapat dibelah. Karena kayu ini tidak membelah
maka baik digunakan untuk roda, poros dan alas meriam berat. Kayu juga dipakai untuk

16
memangkal perahu, karena bagian luarnya lebih awet di dalam air laut. Karena
keawetannya yang tinggi, kekuatan serta lukisan kayunya yang indah maka di Jawa kayu
ini bernilai tinggi.
Gelam kayu berpotensi sebagai obat. Jika dihilangkan lapisan luarnya, direbus
dalam air dengan gelam Intsia amboinensis, samama (Anthocephalus macrophyllus
HAVIL.) dan gayang laut serta rebusannya diminum, mempunyai khasiat pembersih
untuk wanita bersalin, mengobati kencing berdarah dan penyakit kencing nanah (Heyne,
1987). Pohon ini menghasilkan damar yang berguna mengobati rematik (encok), sendi-
sendi kaku dan pereda kejang yang mujarab. Air rendaman daun dapat dipakai untuk
mencuci mata yang meradang . Bijinya setelah disalai juga dapat dipakai untuk
mengobati ruam seperti kudis.

2.3. Waru (Hibiscus tilliaceus) = Malvaceae

Hibiscus tiliaceus LINN. Di Jawa dikenal dengan nama: Waru. Tumbuhan ini
ditemukan di daerah-daerah tropis, terutama tumbuh di pantai-pantai berpasir atau di
dekat pesisir, biasanya berkelompok. Di Jawa pohon ini ditanam di pekarangan dan di
pinggir-pinggir jalan daerah pesisir, namun jarang sekali di daerah pedalaman. Tumbuhan
ini dianjurkan agar dibudidayakan untuk menghasilkan kayu bakar pada tanah-tanah tak
berguna yang berpasir, kering dan asin, terutama sekali di sekitar pantai.
Rebusan akar Waru setelah dicampur dengan akar tapakliman (daun mangkokan)
dapat digunakan sebagai obat dalam untuk penurun panas (demam).
Di Madura, daun waru telah digunakan sebagai makanan ternak pada waktu
kekurangan makanan lain, sakit panas pada saat demam. Daun waru yang dilumatkan dan
ditaruh pada bisul menjadi obat pematang dan pemecah bisul tersebut. Kepala yang
dicuci dengan air remasan daun waru muda akan mendatangkan rasa sejuk serta
menambah kesuburan rambut. Rebusannya pun dianggap berkhasiat mengobati sulit
kencing.

17
2.4. Ketapang (Terminalia catappa) = Combretaceae

Terminalia cattapa LINN., di Jawa dikenal dengan nama Ketapang. Raksasa


rimba memiliki tinggi hingga 40 m dan gemang batangnya 2 m; tingginya 20 m dan
gemangnya 1 m, tumbuh liar di dataran rendah nusantara. Di Jawa hanya di pantai atau di
tanah masin dekat pesisir; pohon ini ditanam hingga kurang lebih 800 m di atas
permukaan laut, tetapi terutama sekali di daerah panas dan dekat pesisir.
Kulit kayu yang kaya akan damar sering digunakan sebagai obat penutup luka
sariawan dan dapat menyembuhkan radang selaput lendir usus. Biji buah ketapang yang
dibudidayakan dapat dimakan mentah seperti biji kenari, lebih kering dan rasanya lebih
enak.

3. Tanaman Budidaya

3.1. Semangka (Citrullus vulgaris)


Tanaman semangka termasuk dalam keluarga buah labu-labuan (Cucurbitaceae)
yang berasal dari Afrika tropika. Daya tarik budidaya semangka terletak pada nilai
ekonominya yang tinggi, berumur relatif singkat (70-80 hari). Keuntungan yang dapat
diperoleh dari budidaya semangka di lahan pantai berkisar antara 1-2 kali lipat dari
investasinya. Hasil rata-rata semangka jenis New Dragon per hektar di lahan sawah
mencapai 24 ton.
Tanaman semangka yang ditanam di antara jalur tanaman TA di pantai berpasir
Samas, DIY menggunakan bedengan dengan jarak tanam 4 m x 0.65 m dan jarak antar
bedeng 0.6 m. Dengan pemberian pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha, ZA 500 kg/ha, urea
150 kg/ha, KCl 350 kg/ha, dan TSP 500 kg/ha dapat memberikan hasil pada tahun I, II, dan
III masing-masing sebesar 20 ton/ha, 21 ton/ha, dan 25 ton/ha (Sukresno, 1999a).

3.2. Terong Ungu (Solanum melongena)


Tanaman terong sudah lama dikenal dan dibudidayakan baik untuk lalapan maupun
sayuran karena banyak mengandung gizi, terutama vitamin A. Jenis dan varietas terong
mempunyai aneka bentuk, ukuran, dan warna buah dengan varietas lokal maupun unggul.
Varietas unggul yang banyak ditanam petani adalah jenis Farmers Long (Taiwan) dan

18
Money Maker No.2 (Jepang). Ciri-ciri jenis Farmer Long adalah umur tanaman pendek,
pertumbuhannya tegak, tahan penyakit layu Fusarium, buahnya panjang-lurus, warna ungu-
kemerah merahan, dan berserat halus. Produksi rata-rata terung hibrida adalah 30 ton/ha.
Tanaman terong yang ditanam sebagai tanaman budidaya setelah semangka di antara
jalur tanaman TA di pantai Samas, DIY adalah jenis hibrida (ungu), jarak tanam seperti
semangka 4 m x 0.65 m dan jarak antar bedeng 0.6 m, hasil yang diperoleh 26.4 ton/ha
(Sukresno, 1999a).

3.3. Bawang Merah (Allium cepa)


Tanaman bawang merah termasuk keluarga Liliaceae dengan ciri berumbi lapis,
berakar serabut, dan berdaun silindris. Umbi lapis tersebut berasal dari pangkal daun yang
bersatu dan membentuk batang-batang semu serta berubah bentuk dan fungsinya. Sebagai
tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh tegak, tingginya dapat mencapai 15-20
cm dan membentuk rumpun. Karena sifat perakaran yang berbentuk serabut maka bawang
merah kurang tahan (peka) terhadap kekeringan. Dari satu umbi yang ditanam dapat
membentuk tunas-tunas lateral sebanyak 2-20 tunas, yang akhirnya akan menjadi umbi
sebagai hasil panennya. Hasil panen bawang merah yang pertumbuhannya baik dan ditanam
dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm dapat mencapai 10-15 ton/ha.
Tanaman bawang merah yang ditanam di lahan pantai berpasir di Samas, ditanam
dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, pupuk kandang 30 ton/ha memberikan hasil 7.5 ton/ha
(Sutikno dkk., 1998).

3.4. Cabe Merah Keriting (Capsicum annuum)


Tanaman cabe adalah tanaman hortikultur, mudah dikenal, banyak manfaat, dan
merupakan tanaman semusim. tanaman berbentuk perdu dengan ketinggian antara 70-110
cm, memiliki banyak cabang dan pada setiap percabangan akan muncul buah cabe. Ukur
dan bentuk buah tergantung dari jenis dan varietasnya. Untuk jenis cabe cerah dengan
bentuk ramping-memanjang, umur dapat mencapai 115 HST, dan pedas adalah sesuai untuk
ditanam dari dataran rendah-dataran tinggi. Produksi rata-rata dari cabe hibrida dengan
pertumbuhan baik dapat mencapai 30 ton/ha dan untuk cabe lokal berkisar antara 10-15
ton/ha.

19
Pemanfaatan lahan pantai berpasir di Samas dengan tanaman cabe besar yang
ditanam dengan jarak tanam 15 cm x 25 cm, pupuk kandang 36 ton/ha, dan diberi mulsa
jerami 6 ton/ha, memberikan hasil sebesar 44.2 ton/ha (Sutikno dkk., 1998). Sedang pada
tanam tumpang gilir cabe merah keriting dengan kacang panjang yang ditanaman setelah
bawang merah dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm memberikan hasil 5 ton/ha (Sukresno,
1999a).

3.5. Kacang Panjang (Vigna sinensis)


Tanaman kacang panjang sudah umum dibudidayakan di antara kacang tunggak,
kacang uci dan kacang hibrida. Kacang panjang yang merupakan tanaman semusim jenis
merambat dan setengah membelit memiliki batang yang panjang, liat dan sedikit berbulu
serta berbuku-buku. Buah kacang panjang berbentuk polong dengan ukuran panjang dan
ramping, berwarna hijau keputih-putihan (muda) atau kemerah-merahan, namun menjadi
putih kekuning-kuningan atau hijau kekuning-kuningan (tua). Sistem perakaran Tanaman
ini dapat menembus lapisan olah tanah hingga ke dalaman 60 cm. Tanaman kacang panjang
termasuk jenis tanaman yang akar-akarnya dapat bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium
untuk mengikat N dari udara. Unsur N terikat dari bintil-bintil akarnya dapat mencapai 198
kg bintil akar/tahun atau setara dengan 440 kg urea. Produksi polong muda kacang panjang
dapat mencapai 20 ton/ha.
Tanam tanaman kacang panjang yang ditanam dengan cabe merah keriting pada
lahan pantai berpasir dengan jarak tanam 30 cm x 60 cm, memberikan hasil sebesar 19
ton/ha (Sukresno, 1999a).

E. Sosial, Ekonomi dan Budaya


1. Adopsi

Adopsi dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa
pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri
seseorang setelah menerima inovasi. Mengingat adopsi adalah suatu proses perubahan
maka ada beberapa tahapan yang dilalui (Pusat Penyuluhan Kehutanan, 1997) yaitu :
a) Awareness (kesadaran) yaitu sasaran mulai sadar tentang inovasi yang
ditawarkan

20
b) Interest yaitu tumbuhnya minat yang ditandai oleh keinginan untuk mengetahui
lebih banyak tentang hal-hal yang berkaitan dengan inovasi.
c) Evaluation yaitu penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi yang
meliputi aspek teknis, ekonomi, sosial budaya dan kesesuaiannya dengan
kebijaksanaan pembangunan.
d) Trial yaitu masyarakat mulai mencoba dalam skala kecil untuk lebih
meyakinkan penilaiannya.
e) Adoption yaitu menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan berdasarkan
penilaian dan uji coba yang telah dilakukan sendiri.
Menurut Pusat Penyuluhan Kehutanan (1997), kecepatan masyarakat
mengadopsi suatu teknologi dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
a. Sifat inovasi yang ditawarkan yaitu sifat intrinsik (yang melekat pada inovasinya)
antara lain keunggulan teknis, ekonomis dan budaya, mudah tidaknya
dikomunikasikan dan diamati, serta sifat ekstrinsik yang mencakup kesesuaian
lingkungan setempat dan tingkat keunggulan relatif dibanding teknologi yang sudah
ada.
b. Sifat sasaran yaitu cepat atau tidaknya sasaran mengadopsi suatu inovasi yang
menurut dibagi dalam 5 kelompok yaitu : (a) Golongan perintis; (b) Golongan
penerap dini/pelopor; (c) Golongan penganut dini; (d) Golongan penganut lambat dan
(e) Golongan kolot/penolak.
c. Cara pengambilan keputusan, dimana secara individu lebih cepat dibandingkan secara
kelompok.
d. Saluran komunikasi yang digunakan dapat berupa media masa, kelompok atau media
antar pribadi.
e. Keadaan penyuluh yaitu tergantung bagaimana kegigihan dan kerajinan penyuluh
dalam menyampaikan inovasi.
f. Sumber informasi yang antara lain media masa, penyuluh, teman, tetangga, serta
pedagang.

21
2. Pengertian Partisipasi

Secara harfiah, partisipasi berarti turut berperan serta dalam suatu kegiatan;
keikutsertaaan atau peran serta dalam suatu kegiatan; peran serta secara aktif atau
proaktif dalam suatu kegiatan. Partisipasi dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk
keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-
alasan dari dalam dirinya (intrinsik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam
keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Irfani, 2004).
Sedang menurut Keith Davis (1962) dalam Karyana (2004), participation can
be defined as mental and emotional involvement of a person in group situation which
encourages to contribute to group goals and share responsibility in them. Dalam definisi
tersebut terdapat tiga gagasan yang penting yaitu :
a) Dalam partisipasi bukan semata-mata keterlibatan secara jasmaniah, tetapi juga
keterlibatan mental dan perasaan.
b) Adanya kesediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha untuk mencapai
tujuan kelompok.
c) Adanya tanggung jawab bersama.
Partisipasi sebagai suatu proses dimana seluruh pihak terkait (stakeholder)
secara aktif terlibat dalam rangkaian kegiatan, mulai dari perencanaan sampai pada
pelaksanaan. Pelibatan semua kelompok tidak selalu berarti secara fisik terlibat, tetapi
yang penting adalah prosedur pelibatan menjamin seluruh pihak dapat terwakili
kepentingannya. Partisipasi harus sudah dimulai sejak evaluasi sumberdaya yang ada
sebelum perencanaan disusun.
Menurut Irfani (2004), pendekatan partisipatif lahir sebagai kritik terhadap
metode penelitian konvensional antara lain penelitian yang banyak menggunakan logika
sains dan penelitian etnometodologis. Penelitian konvensional dirasa mengandung
beberapa kelemahan antara lain : 1) hanya menghasilkan pengetahuan yang empiris-
analitis dan cenderung tidak mendatangkan manfaat bagi obyek (masyarakat) dan 2)
banyak bermuatan kepentingan teknis untuk melakukan rekayasa sosial (social
enginering). Sebagai alternatif muncul pendekatan partisipatif. Kepentingan pendekatan
ini adalah pelibatan masyarakat. Metode yang menggunakan pendekatan partisipatif
antara lain Participatory Rural Appraisal (RRA) dan Participatory Action Research

22
(PAR). Pendekatan ini menekankan pentingnya proses sharing of knowledge antara
peneliti dengan masyarakat di lokasi penelitian. Proses analisa dilakukan bersama peneliti
dan masyarakat. Hasil analisa langsung dikembalikan kepada masyarakat untuk disusun
rencana tindakan bersama. Oleh karena itu, pendekatan ini juga disebut riset aksi, dimana
ukuran dari pendekatan adalah terjadinya perubahan sosial. Melalui PAR, pihak terkait
menarik pelajaran dan pengalaman melalui observasi, perencanaan, aksi dan refleksi
secara bersama dan terus-menerus. Proses interaksi antara pihak terkait melalui siklus
belajar PAR dijadikan dasar observasi. Dalam hal ini, alat bantu observasi utama adalah
dokumentasi proses (Kusumanto, 2002).
Partisipasi dalam pembuatan keputusan berarti mendefinisikan permasalahan,
memilih alternatif pemecahan masalah yang memuaskan bagi masyarakat dan
menetapkan bagaimana melaksanakan keputusan tersebut. Pelibatan masyarakat dalam
suatu proses perencanaan perlu menganut prinsip dasar proses partisipatif, yaitu :
1. Partisipasi penuh (Full Participation), dimana proses pengambilan keputusan
melibatkan seluruh pihak terkait dan terkena program, termasuk pihak-pihak yang
selama ini diabaikan.
2. Saling pengertian ( Mutual Understanding) dimana kesepakatan kegiatan harus
bersifat awet. Para pihak yang terlibat dalam kegiatan perlu menerima secara
terbuka pikiran dan harapan yang berkembang dalam proses pengambilan
keputusan.
3. Solusi yang diterima semua pihak (Inclusive Solution) dimana solusi yang
diciptakan berangkat dari proses integrasi antara perspektif dan kebutuhan semua
pihak yang terlibat dalam suatu kegiatan. Dengan demikian solusi yang
diciptakan bisa sesuai dengan visi dan karakteristik yang terlibat dalam kegiatan.

23
3. Perencanaan Partisipatif

Perencanaan adalah suatu proses menyusun langkah-langkah untuk mencapai


suatu tujuan tertentu. Dalam konsteks suatu komunitas (masyarakat), perencanaan berarti
himpunan langkah untuk memecahkan persoalan dan kebutuhan komunitas tersebut, guna
mencapai maksud dan tujuan tertentu yang bisa diidentifikasikan sebagai keadaan yang
lebih baik. Sedang perencanaan partisipatif adalah perencanaan yang dalam tujuannya
melibatkan kepentingan rakyat dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (Abe, 2002).
Menurut Abe (2002), tahap-tahap untuk menyusun perencanaan dari bawah
adalah penyelidikan, perumusan masalah, menentukan tujuan dan target,
mengidentifikasi sumberdaya (daya dukung), merumuskan rencana kerja, dan
menentukan anggaran yang hendak digunakan dalam realisasi rencana.

1. Penyelidikan

Penyelidikan adalah sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan mengumpulkan


persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat. Dalam proses ini, keterlibatan
masyarakat menjadi faktor kunci. Melalui proses ini, masyarakat diajak untuk
mengenali secara seksama problem-problem yang mereka hadapi.

2. Perumusan masalah

Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari hasil penyelidikan. Untuk mencapai
perumusan perlu dilakukan suatu proses analisis atas informasi yang ada, untuk
menemukan keterkaitan antara satu fakta dengan fakta yang lain. Masyarakat harus
terlibat dalam proses, agar rumusan masalah dapat mencerminkan kebutuhan dari
komunitas dan bukan sekedar keinginan. (catatan : pendamping/petugas diharapkan
mampu menjadi teman diskusi/fasilitator yang baik sehingga perumusan masalah
yang diperoleh merupakan hal yang dapat dicarikan jalan keluarnya).
Pengorganisasian masalah perlu juga dilakukan untuk menyusun kembali masalah,
menyeleksi masalah, melihat hubungan sebab-akibat dari masalah tersebut,
mendiskusikan prioritas masalah dan menggalinya, menganalisis alternatif
pemecahan masalah, dan pengembangan potensi sosial. Pengorganisasian masalah
merupakan tahapan yang sangat kritis dalam proses pembangunan masyarakat, karena

24
apabila terjadi kesalahan dalam menganalisis dapat mengakibatkan kebutuhan riil
masyarakat tidak dapat diketahui (Hikmat, 2001).

3. Identifikasi daya dukung

Daya dukung bukan hanya sekedar dana konkrit, tetapi keseluruhan aspek yang
memungkinkan terselenggaranya aktivitas dalam mencapai tujuan dan target yang
telah ditetapkan. Daya dukung ini bisa merupakan daya dukung konkrit, aktual, ada
tersedia dan daya dukung yang merupakan potensi (akan ada atau bisa diusahakan).
Pemahaman mengenai daya dukung ini diperlukan agar rencana kerja yang disusun
tidak bersifat asal-asalan tetapi merupakan hasil perhitungan yang masak (Gambar 1).

Proses Perencanaan Rumusan Rencana


- Mendefinisikan masalah - Situasi, kondisi dan
- Menetapkan tujuan dan kebutuhan
target Diskusi - Perubahan yang
- Identifikasi sumberdaya intensif yang diinginkan
pendukung melibatkan - Peluang dan sumberdaya
- Merumuskan rencana masyarakat yang tersedia
tindakan - Rincian rencana kerja
- Menyusun anggaran - Anggaran

Gambar 1. Proses Penyusunan Rencana Kegiatan Lapangan


4. Perumusan tujuan

Tujuan adalah kondisi yang hendak dicapai (suatu keadaan yang diinginkan) dan
karenanya dilakukan sejumlah upaya untuk mencapainya.

5. Menetapkan langkah-langkah

Proses membuat rumusan yang lebih utuh perencanaan dalam sebuah rencana
tindakan. Umumnya suatu rencana tindakan akan memuat : 1) apa yang hendak
dicapai; 2) kegiatan yang hendak dilakukan; 3) pembagian tugas atau pembagian
tanggung jawab; dan 4) waktu (kapan dan berapa lama kegiatan akan dilakukan).

25
6. Anggaran

Perencanaan anggaran bukan berarti menghitung uang, melainkan suatu usaha


untuk menyusun alokasi anggaran atau sumber daya yang tersedia. Hal ini sangat
menentukan berhasil tidaknya sebuah perencanaan.
Dalam konteks perencanaan partisipatif (Abe, 2002), tahapan tersebut bisa
dikembangkan menjadi tahap-tahap berikut :
1) Melakukan identifikasi peserta, sehinga ada pengenalan yang lebih seksama
terhadap mereka yang ingin dilibatkan dalam proses perencanaan.
2) Melakukan identifikasi persoalan-persoalan desa, potensi dan masa depan yang
hendak dicapai. Sebaiknya tim awal telah mempersiapkan suatu penyelidikan.
3) Setelah bahan terkumpul dan dipilah-pilah bersama, apa yang menjadi masalah
terutama untuk keperluan menemukan sebab dasar dan kaitan antara satu masalah
dengan masalah lain.
4) Melakukan analisis tujuan. Disebut analisis karena dalam proses ini dilakukan
penggalian mengenai apa yang hendak dituju dengan menggunakan pohon
masalah. Tujuan bisa bermakna penyelesaian masalah atau rumusan yang ingin
dicapai.
5) Memilih tujuan untuk persoalan yang komplek sehingga diperlukan langkah-
langkah sistematik agar tujuan utama dapat tercapai. Memilih tujuan mengandung
maksud menetapkan apa yang paling mungkin dilakukan, dengan
mempertimbangkan sumberdaya.
6) Menganalisis kekuatan dan kelemahan.
7) Melakukan perumusan hasil-hasil dalam sebuah matrik program. Dalam matriks
telah disusun dengan lebih seksama yakni tujuan, target, jenis aktivitas, waktu,
tahap kerja, penanggung jawab, sampai pada biaya yang dibutuhkan. Matriks
sebaiknya juga dilengkapi dengan detail kegiatan yang akan dilakukan.
8) Menyiapkan organisasi kerja. Rumusan perencananan hanya akan menjadi
sekedar rencana bila tidak diikuti dengan kejelasan organisasi kerja. Untuk itu,
semua potensi yang terlibat diharapkan bisa menjadi bagian dari organisasi kerja.

26
Partisipasi warga masyarakat dalam melaksanakan gerakan pembangunan harus
selalu didorong dan ditumbuhkembangkan secara bertahap, ajeg dan berkelanjutan.
Prinsip-prinsip penerapan partisipasi (Hikmat, 2001) yang harus dilakukan adalah :
1) Masyarakat dipandang sebagai subyek dan bukan obyek
2) Praktisi berusaha menempatkan diri sebagai insider bukan outsider
3) Praktisi berperan sebagai fasilitator, sedang masyarakat yang harus
mengidentifikasi masalah, mendiskusikan, menganalisis, menyeleksi prioritas
masalah, menyajikan hasil dan merencanakan kegiatan aksi.
4) Pelaksanaan evaluasi termasuk penentuan indikator keberhasilan dilakukan secara
partisipatif.
Perencanaan partisipatif dapat dilaksanakan jika praktisi pembangunan tidak
berperan sebagai perencana untuk masyarakat tetapi sebagai pendamping dalam proses
perencanaan yang dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat yang mempunyai peran utama
sebagai pengelola perencanaan dari mulai tahap identifikasi masalah dan kebutuhan,
identifikasi potensi lokal, pendayagunaan sumber-sumber lokal, penyusunan dan
pengusulan rencana hingga evaluasi dari mekanisme perencanaan. Menurut Hikmat
(2001), untuk menjadi pendamping yang baik, ada beberapa ketrampilan dasar yang
harus dimiliki dalam rangka untuk menciptakan kemampuan internal masyarakat antara
lain :
1) Kemampuan melakukan diskusi kelompok yang terarah
2) Kemampuan memfasilitasi analisis pola keputusan yang dilakukan masyarakat
dalam proses perencanaan.
3) Negosiasi yaitu keahlian meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penawaran
program, proyek dan kegiatan yang diusulkan kepada sumber-sumber lokal.
4) Pengambilan keputusan yaitu keahlian meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam mengambil keputusan secara demokratis, transparan dan memperhatikan
akuntabilitas masyarakat.
5) Pelibatan berbagai pihak (stakeholders) di tingkat lokal, yaitu keahlian
meningkatkan kemampuan mengidentifikasi semua untur masyarakat yang
seharusnya memiliki peran yang optimal dalam pembangunan. Stakeholders ini

27
harus diidentifikasi bersama masyarakat (siapa, apa perannya dan apa
kontribusinya terhadap pembangunan).
Dalam fungsi manajemen, monitoring dan evaluasi harus dilakukan dari mulai
penyusunan rencana sampai ke pelaksanaan kegiatan untuk memberi masukan pada
setiap tahap kegiatan. Ada beberapa perbedaan antara evaluasi konvensional dan
partisipatif (Tabel 1).

Tabel 1. Perbandingan Evaluasi Konvensional dan Partisipatif


Aspek Evaluasi Konvensional Evaluasi Partisipatif
Siapa Ahli dari luar Anggota masyarakat, staf proyek,
fasilitator
Apa Indikator keberhasilan, efisiensi Masyarakat mengidentifikasi
biaya dan keluaran hasil/produk sendiri indikator keberhasilan
yang telah ditentukan termasuk hasil yang dicapai
Bagaimana Fokus pada ”obyektivitas Evaluasi sendiri, metode sederhana
ilmiah”, ada jarak antara yang diadaptasi dengan budaya
evaluator dan partisipan, ada lokal, terbuka, ada diskusi hasil
pola seragam, prosedur dengan melibatkan partisipan dalam
kompleks, akses terbatas pada proses evaluasi
hasil
Kapan Biasanya tergantung jadwal, Bergantung pada proses
kadangkala juga ada evaluasi perkembangan masyarakat dan
midterm intensitas relatif sering
Mengapa Pertanggungjawaban biasanya Pemberdayaan masyarakat lokal
sumatif, menentukan biaya untuk inisiasi, mengontrol,
selanjutnya melakukan tindakan koreksi.
Sumber : Narayan, Deepa. 1993. Participation Evaluation. World Bank Technical Paper
Number 207. Washington, D. : The World Bank dalam Hikmat, H. 2001.
Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press. Bandung.

28
III. BAHAN DAN METODE

A. Lokasi Penelitian dan Tata Waktu

Lokasi pengembangan adalah lahan pantai berpasir yang secara administratif


terletak di Desa Petanahan, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa
Tengah. Secara geografi berdasarkan peta topografi skala 1 : 25.000 terletak pada 109o
35’ 01,9” BT , 07o 46’ 31,3” LS sampai 109o 35’ 34,9” BT , 07o 46’ 39,1” LS (lihat
Gambar 2 sampai Gambar 4).. Kondisi Geologi berupa endapan alluvium pasiran dan jenis
tanah yang terbentuk adalah jenis tanah regosol yang berasal dari endapan pasiran dengan
topografi umumnya berombak. Puncak hujan pada bulan Oktober dan November dengan
curah hujan rata-rata 3378 mm, bulan basah 8.3 bulan dan bulan kering (hujan < 50
mm/bl) selama 3 bulan. Bulan kering pada bulan Juli, Agustus dan September, bulan
lembab Mei dan Juni, sedangkan lainnya adalah bulan basah mulai dari Oktober. Untuk
kegiatan pengembangan dipilih pantai berpasir yang letaknya berdekatan dengan garis
pantai pada areal seluas ± 11 Ha.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Lahan Pantai Berpasir di Samas, Bantul sejak Tahun 1994
dan Karanggadung, Kebumen Sejak Tahun 2005

29
Gambar 3. Areal Penelitian Lahan Pantai Berpasir di desa Karanggadung, Kecamatan
Petanahan, Kabupaten Kebumen, Sejak Tahun 2005

Gambar 4. Areal Penelitian Lahan Pantai Berpasir di desa Srigading, Kecamatan Samas,
Kabupaten Bantul, Sejak Tahun 1994

30
Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir
tahun 2008 dilaksanakan dengan tata waktu sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai
Berpasir 2008
No KEGIATAN BULAN PELAKSANAAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
A. KEGIATAN KANTOR
1 Persiapan
- Pengadaan ATK dan
Opers. Komputer
- Bahan perlengkapan
lapangan
- Bahan penelitian

B. KEGIATAN LAPANGAN
2. Perjalanan Dinas
- Konsultasi/Koordinasi
- Orientasi lapangan
- Pelaksanaan lapangan
3. Pengamatan &
Pengukuran
- Pengumpulan data tanm
- Data erosi pasir dll
C. KEGIATAN LABORAT
4. Analisa data
- Analisa data
5. Penyusunan laporan
- Ft.copy/penggandaan
- Rapat intern

31
B. Bahan dan Metode
Bahan dan peralatan kegiatan pengembangan meliputi :
a. Kegiatan penetapan lokasi, pembuatan rancangan, dan pemetaan lokasi antara
lain : patok, meteran, kompas, peta dasar.
b. Kegiatan pembuatan sarana penahan erosi pasir tanaman TA, antara lain :
Casuarina equisetifolia (camara laut) dan jagung (Zea mays L.).
Bibit tanaman budidaya semusim untuk ditanam di antara jalur tanaman TA
antara lain : terong, bawang merah, cabe merah, dan ketimun, dll.
d. Kegiatan perbaikan tanah berupa pupuk kandang dengan dosis 20 ton/ha serta
pupuk anorganik ZA, KCl, urea, TSP, insektisida, dan fungisida.
e. Kegiatan pengembangan sarana pengairan tanaman budidaya antara lain
berupa bak renteng, pralon, gembor, selang, pompa air.
f. Kegiatan pengamatan perlakuan, antara lain: Sand trap, evaporimeter,
ombrometer, anemometer, termometer udara, dan termometer tanah.
g. Kegiatan sosialisasi masyarakat berupa blanko/kuisioner yang relevan.

1. Jenis Kegiatan

Kegiatan ini merupakan pengembangan dari hasil penelitian lahan pantai di


Samas yang berlangsung sejak tahun 1997. Disamping itu juga merupakan sarana
sosialisasi pada masyarakat di Kebumen dan juga dicobakan tanam tanaman kehutanan
yang berfungsi sebagai tanggul angin sekaligus juga sebagai tanaman permanen yang
membuat kondisi lingkungan semakin nyaman dan iklim mikro semakin baik.

2. Tahapan Kegiatan

2.1. Pemeliharaan jalur tanaman TA permanen Casuarina equisetifolia di Samas dan


pengembangan jalur tanaman TA di Kebumen

Pemeliharaan dan pengamatan tanaman TA permanen cemara laut di Samas.


Sedangkan untuk kegiatan di Kebumen rancangan demplot pengembangan yang akan
dilakukan pada tahun dinas 2008. Upaya rehabilitasi lahan pantai berpasir dilakukan

32
untuk mengendalikan erosi angin, memperbaiki iklim mikro dan meningkatkan
produktivitas lahan. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan pada lahan pantai berpasir
di Desa Karanggadung, Kecamatan Petanahan, Kabupaten Kebumen tanaman yang tepat
sebagai tanggul angin permanen adalah cemara laut (Casuarina equisetifolia), lihat
Gambar 5.

Tanam tanaman Casuarina equisetifolia sebagai tanaman tanggul angin


permanen sepanjang 500 m searah garis pantai selebar 15 m. tanaman tersebut berfungsi
sebagai tanaman penghijauan untuk melindungi tanaman budidaya yang ditanam di
antara jalur tanaman tanggul dari pengaruh erosi pasir, tiupan angin dan kadar garam.
Metode tanam tanaman tanggul tersebut dilakukan dengan jarak tanam 5 m x 5 m setiap
jalurnya, dengan model ‘gigi belalang’ dengan 3 jalur tanam.

Gambar 5. Tata Letak Cemara Laut pada Berbagai Perlakuan

33
2.2. Pemeliharaan sarana pengairan berupa sumur bak renteng

Pemeliharaan sarana pengairan dengan menggunakan bak tampung dari buis beton
yang dipasang secara berentengan. Sumur renteng tersebut dipakai untuk persediaan
cadangan air tawar sepanjang waktu. Khususnya pada masa pertumbuhan tanaman
diperlukan penyiraman air tawar rutin sehari dua kali pagi dan sore.

2.3. Pengembangan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai

Sedang tanaman budidaya terdiri dari bawang merah, terong, cabe merah,
kacang panjang, ketimun, dan semangka dengan beberapa kombinasi. Oleh karena itu,
pola yang diterapkan dalam pembuatan demplot untuk upaya pengembangan rehabilitasi
lahan pantai berpasir di Desa Patanahan akan mengacu pada hasil uji coba yang telah
dilakukan.

Tanaman budidaya di antara jalur tanaman tanggul angin untuk sementara


adalah : bawang merah, terong, cabe merah, kacang panjang, ketimun, dan semangka.
Adapun kebutuhan bibit per hektar dari masing-masing tanaman budidaya tersebut,
yaitu: a) Terong sebanyak 10 bungkus (2 kg), b) Bawang merah sebanyak 200 kg, c)
Cabe merah keriting sebanyak 50 pak (5 kg), benih jagung 20 kg.

Dosis ameliorat pupuk kandang untuk meningkatkan produktivitas tanaman-


tanaman budidaya tersebut sebanyak 20 t/ha untuk MT I. Sedang dosis pupuk kimia per
hektar seperti ZA, urea, KCl, dan TSP masing-masing sebanyak 200kg.

2.4. Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat

Untuk tanaman budidaya terlebih dahulu akan dilakukan identifikasi untuk


mengetahui jenis yang relatif sesuai dengan kondisi fisik, minat masyarakat dan kebutuhan
pasar. Demplot akan dibangun pada lahan seluas ± 1 Ha yang akan dibagi dalam blok-blok
yang merupakan petak milik petani penggarap dengan luas masing-masing 1.000 m2.

34
2.5. Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata

Menyediakan sarana terpadu dalam bentuk tempat-tempat berteduh para


wisatawan yang nyaman untuk menikmati pemandangan pantai dan juga hasil tanaman
yang dibudidayakan di sekitar pantai berpasir.

3. Parameter

3.1. Tanaman TA sebagai Pengendali Erosi Pasir


Pengembangkan jalur TA antara lain dengan tanaman Casuarina equisetifolia
dimaksudkan untuk mengendalikan erosi angin. Parameter biofisik yang dikumpulkan
adalah curah hujan, kecepatan angin, erosi pasir (Gambar 6), evaporasi, kandungan
garam, suhu tanah, pertumbuhan dan daya tumbuh tanaman cemara laut, serta input dan
produksi tanaman budidaya.

Gambar 6. Tata Letak Stik Bambu untuk Pengamatan Erosi Angin di Pantai Berpasir

35
3.2. Pengembangan sarana pengairan berupa sumur bak renteng
Agar perawatan tanaman dapat berjalan dengan baik perlu disediakan sarana
penyediaan air antara lain dalam bentuk pengembangkan sarana pengairan berupa sumur
bak renteng. Setiap tandon air dari bius beton akan diamati berapa kali sehari air harus
dipompa untuk mengisi bak-bak penampung, dan berapa volume air yang diperlukan untuk
menyirami tanaman tanggul angin, tanaman semusim dan tanaman kehutanan serta buah-
buahan setiap harinya. Kebutuhan air tersebut dibandingkan pada saat musim kemarau
(tidak ada hujan) dengan musim penghujan (ada tambahan air dari air hujan). Sehingga
perlu diketahui tinggi hujan setiap hari dengan memasang penakar hujan ombrometer
(manual).

3.3. Pengembangan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai


Pengembangkan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai dan untuk
meningkatakan produktivitas lahan. Parameter data yang dikumpulkan dari lapangan
tentang tanaman budidaya sebagai indikator perubahan tingkat produktivitas lahan, antara
lain dengan melakukan pengamatan baik secara : a). vegetatif pertumbuhan tanaman dan
2). generatif dengan perhitungan dan penimbangan hasil panen.

36
3.4. Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat
Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat lahan pantai berpasir antara lain
juga diamati perubahan kondisi ekonomi masyarakat, yaitu :
— Investasi awal pengembangan lahan pantai berpasir, jaringan irigasi sumur
renteng, pembangunan tanggul angin permanen dan sementara, pembangunan site
budidaya pertanian dan buah-buahan.
— Input output usahatani (tenaga kerja, bibit, pupuk, racun hama penyakit, output
usahatani pokok dan sampingan) dalam volume dan harganya.
— Kondisi ekonomi masyarakat pantai dan kondisi ekonomi rumah tangga petani
pelaksana plot pengembangan.
— Pemanfaatan lahan pantai selama ini.
— Minat masyarakat terhadap upaya rehabilitasi dan pemanfaatan lahan pantai
berpasir untuk usaha tani.
— Minat masyarakat terhadap jenis-jenis tanaman budidaya yang akan ditanam dan
potensi pasar bagi jenis-jenis tanaman budidaya tersebut.

3.5. Peningkatan kenyamanan lingkungan sekitar wisata


Peningkatan kenyamanan lingkungan sekitar wisata antara lain dapat ditinjau
dari iklim mikro, keberadaan kelembagaan dan kebijakan yang berlaku :
— Perubahan kondisi iklim mikro sekitar lokasi pengembangan
— Akses jalan menuju ke lokasi dalam bentuk sarana dan prasarana yang memadai
untuk memudahkan pengunjung wisata
— Institusi yang terlibat dalam pengembangan lahan pantai selama ini dan
peranannya dalam pengembangan lahan pantai.
— Potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan pantai berpasir.
— Rencana pengembangan lahan pantai berpasir yang ada.
— Peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan
lahan pantai berpasir.
— Status lahan pantai berpasir yang akan dikembangkan dan prediksi persoalan yang
timbul kedepan.
— Respon pemerintah daerah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.

37
4. Pengambilan Data

Data yang diambil berupa data primer dengan cara pengamatan langsung di
lapangan dan wawancara.

4.1. Tanaman TA Casuarina equisetifolia


- Prosentase daya tumbuh pembibitan tanaman tanggul angin, kayu-kayuan, dan
buah-buahan
- Prosentase daya tumbuh, pertumbuhan dan perkembangan tinggi tanaman tanggul
angin, kayu-kayuan, buah-buahan dan tanaman semusim.
- Produksi hasil tanaman semusim dengan cara ubinan ukuran 1 m2 diulang masing-
masing 3 kali.
- Pengamatan dilakukan selama lima tahun

4.2. Sarana Pengairan


- Pengukuran tinggi hujan (mm) harian melalui penakar hujan manual
(ombrometer) dan diamati pada setiap jam 07.00 pagi.
- kebutuhan air setiap jenis tanaman dalam satuan volume air cm3 (cc).
- Kecepatan angin, erosi angin, evaporasi, dan suhu tanah, kandungan garam dan
lain-lain faktor iklim diukur pada pagi dan sore setiap hari.

4.3. Model Tanaman Budidaya


- Pengamatan pertumbuhan tanaman semusim selama lima tahun.
- Produksi tanaman budidaya dikumpulkan setiap panen, dalam hal ini juga
dilakukan pemantauan terhadap volume dan frekuensi pemanenan dari masing-
masing jenis tanaman budidaya.
- Input tanaman budidaya dikumpulkan mulai tanam sampai dengan panen. Selain
itu, juga dihitung input untuk tanam tanaman TA.

38
4.4. Tingkat Pendapatan Masyarakat
Peningkatkan tingkat pendapatan masyarakat dengan mengamati kondisi sosial dan
budaya masyarakat. Data sosial budaya yang dikumpulkan berupa data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survei, observasi, diskusi mendalam, dan
pendampingan/pengamatan terhadap kelompok tani. Survei dilakukan dengan bantuan
kuisioner pada masyarakat sekitar pantai dan petani plot. Pencatatan input output
usahatani dan investasi pengembangan lahan pantai dilakukan secara rutin pada petani
contoh. Data sekunder dilakukan dengan pengumpulan data, informasi, perundangan dan
sebagainya pada instansi terkait seperti BPS, pemerintah daerah, intansi terkait dan
sebagainya.

4.5. Kenyamanan Lingkungan Wisata


Peningkatkan kenyamanan lingkungan sekitar wisata dengan mengamati kondisi
ekonomi dan kelembagaan di masyarakat. Data ekonomi yang dikumpulkan berupa data
primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan survei, observasi, diskusi
mendalam, dan pendampingan/pengamatan terhadap kelompok tani. Survei dilakukan
dengan bantuan kuisioner pada masyarakat sekitar pantai dan petani plot. Harga input dan
output dilakukan dengan observasi dan wawancara di lapangan.
Minat masyarakat terhadap upaya rehabilitasi dan pemanfaatan lahan pantai
serta jenis yang akan ditanam dilakukan melalui focus group discussion dan wawancara
mendalam dengan masyarakat yang akan menjadi peserta dalam pembuatan demplot.
Pemantauan terhadap:
- dinamika kelompok tani (kehadiran, keaktifan, inisiatif)
- institusi yang terlibat dalam pengembangan lahan pantai selama ini dan peranannya
dalam pengembangan lahan pantai.
- Potensi dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan lahan pantai berpasir
- Peraturan dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.
- Status lahan pantai berpasir yang akan dikembangkan dan prediksi persoalan yang
timbul kedepan.
- Respon pemerintah daerah dalam pengembangan lahan pantai berpasir.

39
5. Pengolahan dan Analisa Data

5.1. Tanaman TA Casuarina equisetifolia


Data biofisik akan dianalisis secara deskriptif untuk menunjukkan perlakuan
yang paling efektif. Dengan mengamati prosentase tumbuh tanaman TA cemara laut
(Casuarina equisetifolia) dan mengamati pertumbuhan setiap bulannya.

5.2. Sarana pengairan berupa sumur bak renteng


Menyiapkan instalasi saluran irigasi dalam bentuk sumur bak renteng untuk
mengairi tanaman semusim, tahunan dan tanaman TA dengan air tawar. Menyediakan
sarana penampungan air dan melengkapi peralatan penyiraman tanaman dengan gembor,
atau dengan selang plastik.

5.3. Model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai


Pengembangan pola tanam tanaman budidaya dengan tanam tanaman semusim
antara lain Semangka (Citrullus vulgaris), Terong Ungu (Solanum melongena), Bawang
Merah (Allium cepa), Cabe Merah Keriting (Capsicum annuum), Kacang Panjang (Vigna
sinensis) dan tanaman tahunan antara lain : Keben (Barringtonia asiatica), Bintangur
(Calophyllum inophyllum), Waru (Hibiscus tilliaceus), Ketapang (Terminalia catappa).
Mengamati prosentase tanaman yang tumbuh, dan pengamatan pertumbuhan tanaman
setiap bulannya. Setiap masa panen dilakukan pengkuran hasil produksi dengan cara
melakukan pengubinan yang berukuran 1 m2 dan diulang 3 kali.

5.4. Tingkat pendapatan masyarakat


Data sosial ekonomi dan budaya dianalisis secara deskriptif, sedang data input
dan output untuk sementara hanya akan dilakukan analisis biaya pendapatan. Data sosek
yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis. Data disajikan dalam bentuk tabel
dan grafis. Data dianalisis secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis yang
dilakukan antara lain analisis finansial, analisis kependudukan.

40
5.5. Kenyamanan lingkungan sekitar wisata
Menyediakan kenyamanan rekreasi di sekitar lingkungan pengembangan tanaman
sekitar pantai berpasir sebagai sarana informasi kepada khalayak ramai yang berkunjung ke
pantai. Penyediaan sarana dengan melibatkan masyarakat sekitar pantai berpasir, dinas
pariwisata dan pemerintah daerah. Data yang dikumpulkan berupa tingkat frekuensi
kunjungan masyarakat ke tempat wisata dan lingkungan sekitarnya.

41
IV. BIAYA DAN ORGANISASI PELAKSANA

Biaya penelitian tahun 2008 sebesar Rp. 82.750.000,- (Delapan Puluh Dua
Juta Tujuh Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) dengan perincian biaya penelitian tahun 2008
sebagai berikut :

A. Belanja Bahan (Rp. 14.500.000,-)


No Jenis Kegiatan Satuan Vol. Biaya Jumlah
Kebt Satuan Biaya (Rp)
1 Foto copy dan dokumentasi Paket 1 1.000.000 1.000.000
2. ATK dan Operasional komputer Paket 1 1.500.000 1.500.000
3 Bahan perlengkapan lapangan Paket 1 2.000.000 2.000.000
4 Bahan penelitian Paket 1 10.000..000 10.000..000

B. Belanja Barang Non Operasional Lainnya (Rp. 6.000.000,-)

No Jenis Kegiatan Satuan Volume Biaya Jumlah


Kebthn Satuan Biaya (Rp)
1 Analisa data OH 1 1.000.000 1.000.000
2 Kerjantara di Lapangan HOK 90 4.500.000 4.500.000
3 Rapat intern OH 20 25.000 500.000

C. Belanja Perjalanan Lainnya (Rp. 62.250.000,-)


No Jenis Kegiatan Satuan Vol. Biaya Jumlah
Kebt Satuan Biaya (Rp)
1 Perjalanan dalam rangka OT 2 3.500.000 7.000.000
konsultasi dan koordinasi ke
Bogor
2 Perjalanan dalam rangka OT 17 3.250.000 55.250.000
pelaksanaan kegaitan ke
Kebumen & ke Samas

42
Susunan organisasi pelaksana tugas dalam rangka menyelesaikan kajian tentang
Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir tahun 2008 dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tim Pelaksana Kegiatan Tahun 2008


No. Nama Jabatan Pendidikan Bidang Kedudukan
Keahlian dalam TIM

1. Ir. Beny Peneliti S2- Pedologi dan Ketua Tim/


Harjadi,MSc Madya Penginderaan Penginderaan Peneliti
Jauh Jauh

2. Ir. Purwanto Peneliti S1- Ekonomi Anggota/


Madya Kehutanan Sumberdaya Peneliti

2. Arina Calon S1 – Silvikultur Anggota/


Miardini, Peneliti Kehutanan Peneliti
S.Hut

3. Gunawan Tek STM Pertanian Anggota


Litkayasa Pertanian
Pelaksana

4. Aris Calon SKMA Pertanian Anggota


Budiono Teknisi Kehutanan

5. Siswo Calon SKMA Kehutanan Anggota


Teknisi Kehutanan

43
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengembangan Jalur TA dengan Tanaman Casuarina equisetifolia

T7 T10
Ǿ7 Ǿ10 K7 K10
250,0 25,0

keliling (K) dan Diameter (D), cm


Tinggi Cemara Laut (cm)

200,0 20,0

150,0 15,0

100,0 10,0

50,0 5,0

0,0 0,0
Biru Hijau Hitam Kuning Merah

A B C D K
Perlakuan Cemara Laut

Gambar 7. Pertumbuhan Cemara Laut pada Berbagai Perlakuan

Rata-rata pertumbuhan cemara laut untuk penanaman tahun 2006 sekitar 200
cm, yaitu dari 185,2 cm sampai 226 cm. Perkembangan keliling tanaman cemara laut
mengikuti tinggi, yaitu dengan semakin bertambah tinggi maka kelilingnya juga
bertambah yaitu dari 7,5 cm sampai 22,3 cm. Pertambahan tinggi tanaman dari 1 cm
sampai 7,7 cm selama tiga bulan pengamatan, sedangkan pertambahan keliling batang
dari 0,5 sampai 11,8 cm (Gambar 7). Selama satu tahun pengamatan atau empat kali
triwulan maka diperkirakan pertambahan tinggi tanaman 4 cm sampai 30,8 cm dan
pertamabahan keliling batang dari 2 cm sampai 47,2 cm.

44
Tabel 4. Rata-rata Pertumbuhan Tingg, Kelilingi dan Diameter Cemara Laut

Bulan A B C D K
Parameter Pengamatan Biru Hijau Hitam Kuning Merah
Cemara Laut Air Kompos NPK Tanah Kontrol
Tinggi Juli 2008 204,8 179,6 182,0 223,6 219,3
Oktober 2008 210,4 185,2 189,7 224,6 226,0
Keliling Juli 2008 9,3 7,6 9,1 10,5 9,8
Oktober 2008 8,8 7,5 8,8 22,3 10,1
Diameter Juli 2008 3,0 2,5 2,9 3,1 3,1
Oktober 2008 2,9 2,5 2,8 6,0 3,2
Pemberian perlakuan pada cemara laut untuk melihat pengaruh terhadap
pertumbuhan tinggi, keliling dan diameter tanaman. Pemberian perlakuan dengan air,
pemberian kompos pupuk kandang, pemberian komposit pupuk NPK, pemberian
ameliorat tanah mineral, dan control tanpa pemberian perlakuan (Tabel 4).

Dengan pertambahan tinggi tanaman cemara laut diharapkan pengaruh buruk


tanaman dibelakangnya akan berkurang. Pengaruh buruk yang terjadi di lahan pantai
berpasir antara lain adanya angin laut yang mengandung garam-garaman yang tinggi dan
erosi angin yang berasal dari angin laut menuju darat pada siang hari. Pengaruh erosi
angin akan menyebabkan terjadinya penggerusan partikel pasir di daerah lembah atau
dataran, sebaliknya akan terjadi penimbunan partikel pasir di daerah gisik/bukit pasir.

2
Pengikisan (-) atau Penimbunan (+), cm

0
11

19

21
07

09
01

03

23
05

25

27
P1

P1

T1
B

JB

JB

JP
DB

DB

DT

DT

JT

JT
DP

-2
G

-4 U
T
-6 S
B
-8

-10
Sampel Pengamatan Erosi Stik
-12

Gambar 8. Terjadinya Pengikisan (-) dan Penimbunan (+) Partikel Pasir di Pantai

45
Pada Gambar 8 dan Tabel 5 dapat dilihat bahwa pada tempat tertentu akan
terjadi penimbunan (+) dan pada tempat lain akan terjadi pengikisan (-) yang
ketebalannya bervariasi. Pengikisan tertinggi – 9,6 cm (DT) yaitu dekat dengan pantai
yang terletak di timur, sebaliknya terendah – 0,1 cm (JB) yaitu jauh dari pantai sebelah
barat pada tanaman semusim. Penimbunan partikel pasir akibat erosi angin tertinggi +2,1
cm (GB) yaitu pada gisik sebelah barat dan terendah = +0,1 cm (GP) yaitu pada gisik
ditengah.

Tabel 5. Data Pengamatan Erosi Angin Pantai Berpasir dengan Stik

U T S B
DEKAT (D) BARAT (B) DB 1 -0,2 0 0,5 0
DB 2 1,6 0,5 1,8 1
DB 3 -0,2 -0,4 -0,3 -0,1
PUSAT (P) DP 4 -0,5 0 0,4 0,8
DP 5 1 -0,5 0,2 0
DP 6 -0,2 0,5 -1,8 1
TIMUR (T) DT 7 -9,6 -9 -9 -8,7
DT 8 0,6 0,4 0,6 0,5
DT 9 0,5 0,5 1,4 0,5
GISIK (G) BARAT (B) GB 10 1 1 2 2,1
GB 11 2,1 -1,1 0,8 0,5
GB 12 0 -0,1 0,2 0
PUSAT (P) GP 13 0,5 0,6 -0,4 0
GP 14 -0,6 0,1 -0,6 0,3
GP 15 0,8 0,4 0,9 0,5
TIMUR (T) GT 16 -0,4 -1,3 -0,2 0,3
GT 17 0,2 -0,4 -0,4 -0,3
GT 18 1,7 1 0,8 0
JAUH (J) BARAT (B) JB 19 0,1 0,2 0,1 0
JB 20 0 -0,1 0 0,1
JB 21 -0,1 0 0,2 0
PUSAT (P) JP 22 -0,1 -0,2 1 0,6
JP 23 0 0 -0,8 -0,4
JP 24 1 0,6 0,3 0,5
TIMUR (T) JT 25 0,3 0,5 0,4 0,5
JT 26 0,7 0,7 -0,2 1,5
JT 27 0,2 -0,8 0,6 0

46
B. Pengembangan Sarana Pengairan Berupa Sumur Bak Renteng
10,0

9,0
2006
Rerata Kecepatan Angin (m/det) 8,0
2007
7,0
2008
6,0

5,0

4,0

3,0

2,0

1,0

0,0
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des
Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

Gambar 9, Rata-rata Perubahan Kecepatan Angin Tahun 2006, 2007 dan 2008

Kecepatan angin tertinggi bulan Januari 2008 yaitu 9,3 m/det dan terendah pada
bulan Mei 2006 yaitu sebesar 3,8 m/det. Kecenderungan hampir sama rata-rata
kecepatan angin setiap bulannya, yaitu pada bulan Januari dan September kecepaatn
angin relatif kencang yaitu berkisar 9 m/det (lihat Gambar 9). Dengan kecepatan angin
yang tinggi maka suhu udara sekitar pantai akan menjadi dingin dan cocok untuk
memulai penanaman cemara laut, tapi berpotensi terjadinya tsunami.

Musim penghujan kecepatan angin angin akan meningkat dan berakibat air laut
akan mengalami pasang yang meningkat pula yang berakibat garis pantai atau daratan
akan berkurang. Sebaliknya pada musim kemarau kecepatan angin akan menurun
sehingga air laut pasang pun akan menurun jga yang berakibat garis pantai atau daratan
akan bertambah atau menjorok ke laut (Tabel 6).

Penanaman cemara laut sebaiknya sore hari (jam 15.00- 18.00), agar tidak
terjadi layu akibat pengeringan mendadak setelah ditanam, dan pagi hari petani sebagian
besar sibuk dibidang pertanian, dan ada sebagian sebagai pegawai di pemerintahan

47
Tabel 6. Data Kecepatan Angin di Pantai Karanggadung, Petanahan Tahun 2006-2008

2006 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des
Max 20 10 8 5 5 8 10 9 12 12 9 10
Rrt 7,7 5,9 4,6 4,5 3,8 4,9 6,0 5,6 8,4 7,9 5,9 4,8
Hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
Min 5 3 3 4 3 3 3 3 5 6 5 2
2007 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des
Max 21 9 9 7 6 9 11 12 14 12 10 12
Rrt 8,2 5,6 5,4 4,5 4,0 5,0 5,8 6,0 8,8 8,2 5,5 6,5
Hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
Min 5 3 3 4 3 3 3 3 5 7 5 2
2008 Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des
Max 21 12 10 8 7 10 12 9 14 15 10 10
Rrt 9,3 6,3 5,3 4,6 4,0 5,0 6,1 5,8 8,8 8,2 7,0 6,2
Hari 31 29 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
Min 5 3 3 4 3 3 3 3 5 7 5 3

Tabel 7. Kriteria Kecukupan Hara Tanah dari Sangat Rendah sampai Sangat Tinggi

UNSUR HARA SR R S T ST
TINGKATAN 1 2 3 4 5
1 pH 5 6 7 8 9
2 N total (%) <0,1 0,1-0,2 0,21-0,5 0,51-0,75 >0,75
3 P total (ppm) < 50 51 - 100 101 -150 151 - 250 > 250
4 K total (%) < 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60
5 K ttk (me/100 g) < 0,1 0,1 - 0,3 0,4 - 0,5 0,6 - 1 >1
6 Ca ttk (me/100 g) <2 2-5 6 - 10 11 - 20 > 20
7 Na ttk (me/100 g) <0,1 0,1 - 0,3 0,4 - 0,7 0,8 - 1 >1
8 Mg (me/100 g) < 0,4 0,4 - 1 1,1 - 2 2,1 - 6 >6
9 KB (%) <20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70
10 KPK (me/100 gr) <5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40
11 DHL (mS) <2 2-4 4-8 8 - 15 > 15
12 Air Tersedia <0,1 0,1-0,2 0,2-0,3 0,3-0,4 >0,4
13 BO (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
14 C (%) < 0,5 0,5-1,2 1,2-2 2-2,9 >2,9

48
Kriteria kecukupan unsure hara dari tingkatan sangat rendah (SR) sampai sangat
tinggi (ST), dengan kisaran sedang (S) untuk beberapa sifat kimia tanah antara lain
(Tabel 7) :
- kemasaman tanah (pH) = 7
- Nitrogen total (N total) = 0,21 – 0,5%
- Posfor total (P total) = 101 – 150 ppm
- Kalium total (K total) = 21 – 405
- Kalium tertukar (K ttk) = 0,4 – 0,5 me/100 g tanah
- Kalsium tertukar (Ca ttk) = 6 – 10 me/100 g tanah
- Natrium tertukar (Na ttk) = 0,4 – 0,7 me/100 g tanah
- Magnesium (Mg) = 1,1 – 2 me/100 g
- Kejenuhan basa (KB) = 36 – 50%
- Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) = 17 – 24 me/100 g
- Daya Hantar Listrik (DHL) = 4 – 8 mS
- Air tersedia (AT) = 0,2 – 0,3 = 20 – 30%
- Bahan organik (BO) = 2 – 3%
- Karbon (C) = 1,2 – 2%

Ketersediaan unsur hara di pantai berpasir sebagian besar sangat rendah (SR)
dan hanya sebagian kecil yang sangat tinggi (ST) yaitu untuk P total (270,51 – 445,94
ppm) dan Na tersedia (2,11 – 5,32 me/100 g), lihat Tabel 8.

Kemasaman tanah bervariasi tergantung tempat , yaitu untuk lahan pasir pantai
dekat dengan air laut maka pengaruh garam-garaman sangat tinggi sehingga pH tinggi,
sedangkan untuk lahan yang ada tanaman cemara laut maka garam-garaman dari laut
mulai berkurang karena tertangkap oleh daun-daun cemara maka pH pun sedang.
Kemasaman terendah pada lahan pasir yang ada tanaman semusim karena pengaruh
pemupukan maka lama-kelamaan ph akan menurun sehingga pH nya rendah.

49
Tabel 8. Hasil Analisis Laboratorium Tanah Pantai Berpasir, Kondisi Penutupan Lahan Berbeda di Kebumen, Samas dan Pemalang

ANALISIS KEBUMEN BANTUL/SAMAS PEMALANG


LABORAT Cemara Laut Pantai Semusim Cemara Laut Pantai Semusim Pantura
2008 SATUAN KC KP KS BC BP BS PM
Kadar air 0,5 mm/TLP 0,31 0,43 2,09 0,22 0,14 0,55 1,81

% 2 mm/KL 0,24 0,36 2,21 0,25 0,19 0,58 1,99

Air Tsd -0,07 SR -0,07 SR 0,12 R 0,03 SR 0,05 SR 0,03 SR 0,18 R

pH H2O 7,92 S 8,40 T 6,48 R 8,06 T 7,52 S 6,46 R 9,24 ST

DHL mS 0,17 SR 0,20 SR 0,20 SR 0,20 SR 0,92 SR 0,22 SR 0,24 SR

C % 0,27 SR 0,19 SR 2,15 T 0,23 SR 0,16 SR 0,67 R 0,24 SR

BO % 0,47 SR 0,34 SR 3,71 T 0,40 SR 0,27 SR 1,15 R 0,41 SR

N tot % 0,013 SR 0,011 SR 0,121 R 0,017 SR 0,004 SR 0,041 SR 0,016 SR

P tot ppm 272,43 ST 270,51 ST 390,42 ST 272,19 ST 382,96 ST 445,94 ST 435,41 ST

K tot % 0,02 SR 0,03 SR 0,02 SR 0,02 SR 0,02 SR 0,03 SR 0,08 SR

KPK me/100g 5,81 R 4,02 SR 11,65 R 5,42 R 2,40 SR 11,87 R 22,24 S

Na tsd me/100g 2,27 ST 2,43 ST 2,19 ST 2,07 ST 5,32 ST 2,11 ST 3,66 ST

50
Gambar 10. Tingkatan Kriteria Ketersediaan Unsur Hara dari Sangat Rendah sampai
Sangat Tinggi

Dari Gambar 10 nampak bahwa hampir sebagian besar unsur hara pantai
berpasir baik yang ada di kebumen (KC, KP, KS), Bantul (BC, BP, BS) dan Pemalanag
(PM) semua dalam ketersediaan yang rendah. Namun demikian lahan pantai berpasir
dapat produktivitas lahan pantai berpasir dapat ditingkatkan dengan cara mengurangi
faktor penghambat antara lain ; unsur hara rendah, kadar garam tinggi, angin yang
kencang dari lautan, dan ketersediaan air tanah yang rendah. Produktivitas lahan berpasir
dapat ditingkatkan mengingat sifat fisik lahan pantai yang baik antara lain : aerasi yang
baik, drainase sangat cepat, porositas tinggi, struktur tanah lepas dan tekstur tanah yang
ringan yaitu sand (S) dan loamy sand (LS). Kondisi tanah tersebut sangat sesuai untuk
tanaman sayur-sayuran dan hortikultura lainnya yang memiliki nilai komoditi yang
tinggi.
4,00 Air Tsd
3,50 DHL
3,00 C

Kandungan Hara
2,50 BO
2,00
N tot
1,50
K tot
1,00
0,50
0,00
-0,50
KC KP KS BC BP BS PM
Lokasi : K=Kebumen, B=Bantul, P=Pemalang

Gambar 11. Perbedaan Kandungan Hara pada Cemara, Tanaman Semusim dan
Bero

Bahan organik atau kandungan karbon (C) untuk tanaman semusim paling
tinggi di Kebumen dibandingkan lahan pantai berpasir di Bantul maupun di Pemalang
(Gambar 11). Perbedaan yang menyolok tersebut kemungkinan disebabkan di Kebumen
ada tanaman kelapa disekitar tanaman semusim, sehingga timbunan dari daun kelapa
ditambah banyak semak belukar yang menutupi lahan pantai berpasir menyebabkan
kandungan karbon lebih tinggi.

450
400
Kandungan Total P

350
300
(ppm)

250
200
150
100
50
0
KC KP KS BC BP BS PM
Lokasi : K=Kebumen, B=Bantul, P=Pemalang

Gambar 12. Kandungan P di Pantai Berpasir Kebumen (K), Bantul (B) dan
Pemalang (P).

Kandungan Fosfor (P) sangat tinggi (ST) yaitu dari kisaran 250 sampai 450
ppm, dengan kandungan fosfor di Bantul dan Pemalang lebih tinggi dibandingkan yang

52
ada di Kebumen (Gambar 12). Kandungan Fosfor akan meningkat pada lahan yang
sering diolah atau ada tanaman budidaya seperti tanaman semusim yang ada di Kebumen
dan Bantul. Semakin lahan terbukar maka kandungan fsfor dalam tanah berpasir akan
semakin menurun karena banyak yang terjadi pengauapan evaporasi dan terurai oleh
desintegrasi karena suhu yang panas sebagai katalis. Urutan kandungan fosfor dari yang
tertinggi ke terendah di lahan pantai yaitu lahan dengan tanaman semusim, lahan pasir,
tanaman cemara. Pada tanaman cemara selain ada evaporasi juga transpirasi dari cemara
laut, sehingga kehilangan fosfor akan meningkat dn kandungan fosfor dalam tanah
menurun.

25,00

20,00 pH
KPK
Kadar Hara

15,00 Na tsd

10,00

5,00

0,00
KC KP KS BC BP BS PM
LOKASI:K=Kebumen, B=Bantul, P=Pemalang

Gambar 13. Kondisi pH, KPK dan Na Tersedia di Pantai Berpasir

Kapasitas Pertukaran Kation (KPK) semakin meningkat pada lahan pasir yang
populasi tanaman meningkat yaitu berurutan dari yang tertinggi dari tanaman semusim,
cemara laut dan lahan pasir terbuka dengan kecenderungan yang sama antara Kebumen
dan Bantul (Gambar 13). KPK di Pemalang memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi
karena pasir di pantai utara lebih banyak bercampur dengan Lumpur atau tanah ameliorat,
sedangkan di pantai selatan dominasi tekstur pasir (sand).
Natrium tersedia atau garam-garaman akan meningkat pada lahan yang dekat
pantai dan kondisi terbuka, sebaliknya semakin jauh dari garis pantai maka kandungan
Natrium (Na) akan semakin menurun.

53
Suhu udara di pantai berpasir untuk siang hari selalu lebih dari pada suhu
malam hari. Suhu siang hari berkisar dari 24 oC sampai 38 oC, sedangakn malam hari
berkisar dari 20 oC sampai 24 oC (Gambar 14). Fluktuasi suhu baik suhu udara pada
malam hari maupun siang hari tidak terlalu beda jauh untuk perubahan suhu bulanan.

40

35
Suhu Malam dan Siang (oC)

30

25

20

15
MMax MRrt MMin
10
Smax SRrt SMin
5

0
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES
Bulan pengamatan Tahun 2008

Gambar 14. Suhu Udara pada Malam (M) dan Siang (S) Hari Tahun 2008

Suhu udara siang minimal terendah terjadi pada bulan Januari (24 oC) dan pada
bulan September (28 oC), hal tersebut sebagai dimulainya penanaman tanaman keras
cemara laut maupun tanaman semusim di pantai berpasir. Suhu udara siang maksimum
terendah pada bulan Oktober, November dan Desember (30 oC) disaat musim penghujan
(Tabel 9).
Penanaman cemara laut paling cocok ditanam pada bulan Januari dan september
dimana suhu udara pada siang hari turun paling rendah mencapai 24 oC. Pada kedua
bulan tersebut juga ditunjang kondisi kecepatan angin tertinggi yang menyebabkan suhu
menurun yaitu pada bulan Januari 21 m/det dan bulan September 14 m/det. Musim
penghujan juga merupakan faktor pendukung penanaman dilakukan pada kedua bulan
tersebut yaitu bulan-bulan setelah penanaman curah hujan mengalami peningkatan. Pada
bulan Januari maka curah hujan akan mulai meningkat di bulan Februari yang seblumnya
pada saat awal tanaman stres kekurangan air. Begitu juga pada bulan September akan

54
diikuti bulan-bulan berikutnya dengan curah hujan yang semakin meningkat sampai
bulan Desember.
Penanaman yang dilakukan pada saat curah hujan tinggi akan menyebabkan
tanaman akan mati karena pada awalnya tanaman mendapatakn air yang cukup berlimpah
tapi selanjutnya mengalami kekurangan air sehingga akan mengalami layu yang berlanjut
sampai mati. Sebaliknya penanaman yang dilakukan pada musim kemarau atau curah
hujan tidak dalam keadaan puncak maka pada awalnya akan mengalami stres karena
kekurangan air, tetapi tanaman tersebut akan tahan dengan kondisi yang stres, sehingga
pada saat curah hujan maka tanaman cemara laut akan tumbuh dengan baik. Begitu juga
pada bibit cemara laut yang pada saat persemaiannya kecukupan air karena dsirami terus
dan kecukupn hara karena dipupuk, maka bibit akan cemara akan cepat tumbuh besar dan
vigor tanaman hijau dengan daun yang lebat. Tetapi pada saat bibit akan ditanam dia
termasuk kategori bibit yang manja yaitu air cukup, makanan cukup dan teduh, maka
pada saat ditanam dengan kondisi yang ekstrim seperti di pantai berpasir maka bibit
tersebut tidak tahan lama dan tahan beradaptasi dengan lingkungannya sehinga mati.

Tabel 9. Suhu Udara Maximum, Rerata, dan Minimum pada Malam dan Siang
Hari

2008 JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES

MALAM

Max 23 23 23 22 23 24 24 24 24 23 24 24
Rerata 22,5 22,3 22,2 22 22 22,8 22,7 22,5 22,5 22,0 22,9 22,9
Min 20 22 22 22 22 21 21 22 20 22 20 22
SIANG
Max 36 35 34 38 38 37 38 38 34 34 36 35
Rerata 32,1 31,9 32,8 35,2 36 35,5 36 35,7 32,1 31,0 32,8 33,7
Min 24 27 31 34 32 33 34 34 28 30 30 32

55
32,4 MA2006
32,2 MA2007

Suhu Tanah Malam, Lapisan A ( o C)


MA2008
32,0
31,8
31,6
31,4
31,2
31,0
30,8
30,6
30,4
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES

Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

32,4 MB2006
32,2 MB2007
Suhu Tanah Malam, Lapisan B ( o C)

32,0 MB2008

31,8
31,6
31,4
31,2
31,0
30,8
30,6
30,4
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES

Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

31,0 MC2006
MC2007
30,8
Suhu Tanah Malam, Lapisan C ( o C)

MC2008
30,6

30,4

30,2

30,0

29,8

29,6

29,4
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES

Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

Gambar 15. Suhu Tanah pada Malam Hari untuk Lapisan A, B, C dari Tahun 2006—
2008

56
Suhu tanah lapiasan top soil (A), sub soil (B) dan bahan induk (C) pada
malam hari minimal 30 oC pada bulan Januari dan September (Gambar 15).
Suhu tanah pada malam hari lebih dari suhu udara berkisar dari 30 oC sampai 33
o
C, dengan fluktuasi perbedaan antara suhu tanah malam minimal dan maksimal
tidak berbeda tidak seperti pada suhu udara. Begitu juga fluktuasi suhu tanah
pada malam hari untuk lapisan top soil (A), sub soil (B) dan bahan induk (C)
tidak berbeda jauh, dan semakin kedalam maka ada kecenderungan suhu tanah
semakin menurun.
Suhu tanah siang hari juga lebih tinggi dibandingkan suhu tanah pada
malam hari seperti pada suhu udara yang lebih tinggi pada siang hari (Gambar
16). Suhu tanah siang hari berkisar 32 oC sampai 35 oC, dengan fluktuasi yang
tidak terlalu tinggi seperti suhu udara yang perbedaan antara suhu udara terendah
dengan tertinggi cukup besar. Rata-rata suhu tanah selama tiga tahun
pengamatan relatif sama yaitu berkisar 34 oC. Seperti halnya pada malam hari
suhu tanah pada siang hari semakin ke lapisan lebih dalam maka suhu akan
semakin menurun, hal tersebut karena selain tidak kena langsung sinar matahari
juga kondisi dibawah selalu lembab air.

57
35,4

Suhu Tanah Siang, Lapisan A ( o C)


35,2

35,0

34,8

34,6

34,4 SA2006
SA2007
34,2
SA2008
34,0
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES

Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

35,0
34,8
Suhu Tanah Siang, Lapisan B ( o C)

34,6
34,4
34,2
34,0
33,8
SB2006
33,6
SB2007
33,4
SB2008
33,2
33,0
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES

Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

34,0

33,8
Suhu Tanah Siang, Lapisan C ( o C)

33,6

33,4

33,2

SC2006
33,0
SC2007
32,8 SC2008

32,6
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT OKT NOV DES

Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

Gambar 16. Suhu Tanah pada Siang Hari untuk Lapisan A, B, C dari Tahun
2006--2008

58
C. Pengembangan Model Pola Tanam Tanaman Budidaya yang Sesuai

Pengembangan model penanaman budidaya yang sesuai untuk lahan


pantai dengan melakukan penanaman cabe besar dengan hasil yang bervariasi
dari yang berkualitas rendah sampai yang berkualitas baik yaitu menghasilkan
4.000 kg/ha sampai 70.000 kg/ha (Tabel 10).

Tabel 10. Hasil Produksi Cabe untuk Kwalitas Baik (A) sampai Kurang (C)
Tahun 2008
Kwalitas Ubinan Hasil per Hektar Harga Jula (Rp.)
CABE Rendah 4 ons/m2 4000 kg/ha 20.000.000
Sedang 11 ons/m2 11000 kg/ha 55.000.000
Baik 70 ons/m2 70000 kg/ha 350.000.000

Sebelum ditanam benih cabe dijemur selama satu hari atau setengah
hari jika suhu udara cukup panas yaitu pada pukul 09.00 pagi, selanjutnya
disemaikan ditempat yang sudah diberi tanah. Persemaian dpat dilakukan
dengan mengecambahkan bibit cabe yang digulung dengan kain basah atau
kertas basah. Dari benih cabe yang berkecambah baru dipindahkan ditempat
persemaian. Setelah 20 hari disemaikan maka cabe sudah siap untuk ditanam
pada lahan pasir yang sudah disiapkan dalam bentuk bedengan per ubinan ukuran
1 x 14 m dari arah timur ke barat atau arah utara selatan lebih baik.

Untuk membuat semangat kerja anggota kelompok tani sebaiknya


dibuat regu kerja, untuk kompetitif bersaing saling memberi semangat satu sama
lain, sebab kalau hanya satu regu dengan jumlah anggota 30 orang ternyata yang
kerja tidak lebih dari 10 orang saja.

Lahan milik petani dengan swadaya dan swasembada mengupayakan


lahan pantai berpasir didekat tanaman semusim dengan tanaman semangka
ternyata hasilnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang samapada
tanah biasa. Penanaman semangka dilakukan setahun 3 kali dengan hasil bersih
setiap kali panen yaitu sebesar Rp23.696.500,000,-/ha (Tabel 11). Panen
dilakukan pada malam hari dengan selain alasan keamanan juga alasan kalau
siang hari sangat panas.

59
Tabel 11. Produksi Semangka di Pantai Berpasir Tahun 2008, Karanggadung
Petanahan

60
Fluktuasi hujan memiliki kecenderungan grafik berbentuk U yaitu rendah
di bulan Mei sampai dengan Agustus (Gambar 17). Pada tahun 2007 terjadi
curah hujan yang berbeda yaitu selain curah hujan rendah di bulan tersebut juga
pada bulan Januari mengalami penurunan yaitu hampir tidak ada hujan sama
sekali. Kondisi tersebut merupakan kelanjutan dari curah hujan yang rendah di
tahun 2006 dari bulan Mei sampai Desember, sebaliknya awal tahun atau Januari
2006 curah hujan tertinggi sampai 743 mm/bulan.

800
743
700
Tinggi Hujan Bulanan (mm)

600
547,6
500 482,6
CH2006
400
CH2007
300 CH2008

200

100

0
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des
Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

Gambar 17. Fluktuasi Curah Hujan Bulanan dari Tahun 2006 -- 2008

Curah hujan yang tinggi awal tahun 2006 ternyata sebagai awal
penyebab terjadinya tsunami dengan adanya air laut yang kencang dan air laut
meluap sampai ke daratan, sehingga sepanjang pantai selatan di jawa tengah kena
tsunami. Korban tsunami terbesar di pantai pengandaran selain merusak rumah-
rumah warga juga memakan korban manusia.

61
Curah hujan harian tertinggi setiap tahunnya berbeda, yaitu untuk tahun
2006 di bulan Februari 80 mm/hr, tahun 2007 di bulan November 78 mm/hr, dan
tahun 2008 di bulan Desember 100 mm/hr (Gambar 18). Hujan maksimum
harian dan fluktuasi hujan yang variasinya berbeda setiap tahunnya menunjukkan
bahwa kondisi iklim di lokasi pantai berpasir berubah-ubah setiap saat.
Walaupun demikian kecenderungan fluktuasi curah hujan relative sama dan
musim yang cocok untuk penanaman tanaman kehutanan juga sama yaitu bulan
Januari dan September. Sedangkan untuk tanaman semusim sekali bisa tanam
tiga kali dengan pola tanam dari Februari – April, Agustus – Oktober, November
– Desember. Lahan pantai berpasir diberokan pada saat tidak turun hujan sama
sekali yaitu pada bulan Mei sampai Agustus.

120 MX2006
Tinggi Hujan Max dan Min (mm)

MX2007
100 MX2008
Mn2006
80
Mn2007
Mn2008
60

40

20

0
Jan Feb Mrt Apr Mei Jun Jul Ags Spt Okt Nov Des
Bulan Pengamatan 2006, 2007, 2008

Gambar 18. Fluktuasi Curah Hujan Harian Maximum dan Minimum, Tahun
2006—2008

62
D. Peningkatan Tingkat Pendapatan Masyarakat
Peningkatan pendapatan masyarakat ini merupakan target yang harus
dipenuhi jika ada suatu kegiatan baru diperkenalkan kepada masyarakat. Untuk
memudahkan mereka untuk percaya bahwa lahan pasir yang selama ini dianggap
tanah marjinal karena banyaknya keterbatasan yang ada maka kegiatan studi
banding yang serupa sangat penting. Pada tahun 2007 Kelompok Tani Pasir
Makmur mengadakan studi banding ke samas kabupaten Bantul yang sudah lebih
dulu melakukan usahatani tanaman semusim di lahan berpantai. Dengan
membandingkan hasil usahatani lahan pantai dengan lahan mineral biasa ternyata
hasilnya sangat mencengangkan yaitu bisa lipat dua bahkan sampai tiga kalinya.
Keberhasilan kegiatan di lapangan tidak hanya ditunjukkan dari
penampakan riil fisik di lapangan saja yang telah sesuai dengan yang dirancang
sebelumnya dari kantor. Pengalaman beberapa tempat membuktikan segala bentuk
kegiatan yang dilakukan di lapangan setelah ditinggalkan maka tamatlah sudah atau
terbengkalai rusak dan ditinggalkan oleh masyarakat juga karena mereka merasa
tidak ada rasa kepedulian untuk memiliki kegiatan tersebut. Lebih parahnya lagi
kalau masyarakat hanya memandang kegiatan proyek tersebut hanya permainan
sesaat belaka, sehingga setelah ditinggalkan tanaman kayu akan ditebang, begitu
juga green belt dianggap mengganggu tanaman semusim juga akan dihabiskan.
Dengan demikian sebagus apapun pernecanaan kita tanpa melibatkan masyarakat
secara intensif dengan membangun dan upaya memberdayakan masyarakat dengan
peran aktifnya maka kegiatan tersebut akan terputus ditengah jalan. Padahal target
untuk tanaman kehutanan atau tanaman keras butuh pemantauan puluhan tahun 30
– 50 tahun, sedangkan kegiatan penelitian hanya berkahir selama lima tahun disuatu
lokasi.
Berkenaan dengan pemantapan konsep rancangan untuk diterapkan di
lapangan perlu ada langkah-langkah dengan selalu melibatkan dengan masyarakat
secara penuh, karena memang nantinya yang merawat dan menjaga tanaman
tersebut adalah masyarakat. Adapun beberapa hal yang harus dilakukan pada saat
memberdayakan masyarakat untuk partisipatif aktif dari perencanaan sampai
pelaksanaan dan evaluasi, antara lain :

63
a. Pemantapan Kelompok Tani (KT) dengan mengadakan pertemuan rutin
dengan program yang jelas untuk menyatukan rencana kantor dengan
rencana masyarakat setempat dan sekaligus mengajak praktek
melaksanakan kegiatan di lapangan.
b. Merubah persepsi masyarakat bahwa lahan yang dulu dianggap lahan
marjinal dan tidak akan menghasilkan apa-apa, maka dengan sentuhan
teknologi lahan pantai berpasir dapat menghasilkan sesuatu yang
memiliki nilai komoditi yang tinggi.
c. Pendekatan dengan masyarakat atau grounded dengan terjun langsung dan
berinteraksi secara intensif dengan petani atau penduduk setempat dan
sering tinggal di lokasi sehingga akan terjalin silaturahmi dan kerjasama
yang harmonis.
d. Sering beradaptasi dan sosialisasi dengan masyarakat baik yang masuk
sebagai anggota kelompok tani maupun yang bukan anggota kelompok
tani dengan selalu menceritakan tentang pentingnya melestarikan
lingkungan dan sama-sama mencari terobosan untuk mengangkat
kesejahteraan masyarakat.
e. Penggalian potensi masyarakat dan potensi lahan dengan mengumpulkan
data primer setiap tahunnya, kalau untuk social ekonomi dan udaya
(soseklembud) masyarakat dengan pendepakatan bincang-bincang,
wawancara maupun dengan bertanya menggunkan kuisioner.
f. Pendekatan dengan tokoh kunci di masyarakat maupun tokoh-tokoh yang
berpengaruh baik tokoh agama (TOGA) maupun tokoh masyarakat
(TOMAS), aparat dan semua lembaga yang ada di desa.

64
E. Peningkatan Kenyamanan Lingkungan Sekitar Wisata

Selama tiga tahun ada kegiatan penanaman tanaman cemara laut di


dekat lokasi wisata sudah mulai menampakkan peningkatan jumlah pengunjung
dari tahun ke tahun sejak tahun 2006 sampai 2008 (Tabel 12). Faktor tersebut
mungkin tidak hanya karena adanya kegiatan penelitian tapi bisa juga oleh sebab
lain, tapi kalau dilihat kejadian tsunami pada tahun 2006 sempat menurunkan
jumlah pengunjung sepanjang pantai selatan.

Tabel 12. Pengunjung di Obyek Wisata Karanggadung dari Tahun 2006--2008

Pengunjung Pengunjung 2006 Pengunjung 2007 Pengunjung 2008


Wisata Orang % Orang % Orang %
Januari 4000 6,1 2568 3,7 2642 3,2
Februari 500 0,8 731 1,1 1455 1,8
Maret 1000 1,5 1145 1,6 2467 3,0
April 1300 2,0 1267 1,8 1014 1,2
Mei 1500 2,3 1260 1,8 1485 1,8
Juni 1200 1,8 2439 3,5 1801 2,2
Juli 1100 1,7 2310 3,3 1632 2,0
Agustus 300 0,5 828 1,2 1314 1,6
September 400 0,6 705 1,0 950 1,2
Oktober 50000 75,6 52830 76,1 62122 76,1
November 3000 4,5 736 1,1 842 1,0
Desember 1800 2,7 2645 3,8 3941 4,8
TOTAL 66100 100,0 69464 100,0 81665 100,0

Total pengunjung wisata setiap tahunnya dari tahun 2006 sebanyak


66.100 orang dan semakin tahun meningkat yaitu di tahun 2007 sebanyak 69.464
orang dan tahun 2008 menjadi 81.665 orang. Kenaikan jumlah pengunjung
tentunya akan diikuti kenaikan pendapatan wisata juga yaitu dari
Rp.136.550.000,- di tahun 2006 menjadi Rp. 161.227.250,- pada tahun 2008
(Tabel 13).

Puncak kunjungan wisata 76% terjadi pada bulan Oktober sejak tahun
2006 sampai 2008 yaitu bertepatan dengan hari raya Idul Fitri karena anak-anak
sekolah libur satu minggu sebelun hari raya dan satu minggu setelah hari raya
(Gambar 19). Diluar bulan Oktober kunjungan wisata hanya berlangsung pada
hari Minggu saja, sehingga setiap bulannya hanya dipadati pengunjung empat

65
kali saja. Sedangkan pada bulan Oktober selain 4 hari juga dipadati pengunjung
10 hari pada hari raya Idul Fitri.

Tabel 13. Pendapatan Obyek Wisata Karanggadung dari Tahun 2006—2008

Pendapatan Pendapatan 2006 Pendapatan 2007 Pendapatan 2008


Wisata Rp. % Rp. % Rp. %
Januari 6.000.000 4,4 5.187.500 3,7 4.623.500 2,9
Februari 750.000 0,5 1.478.500 1,1 2.546.250 1,6
Maret 2.000.000 1,5 2.099.500 1,5 4.317.250 2,7
April 2.600.000 1,9 2.437.500 1,8 2.028.000 1,3
Mei 3.000.000 2,2 2.545.000 1,8 2.508.250 1,6
Juni 2.400.000 1,8 5.322.500 3,8 3.602.000 2,2
Juli 2.200.000 1,6 4.502.000 3,3 3.264.000 2,0
Agustus 600.000 0,4 1.667.000 1,2 2.628.000 1,6
September .800.000 0,6 3.624.500 2,6 1.900.000 1,2
Oktober 100.000.000 73,2 102.714.750 74,2 124.244.000 77,1
November 9.000.000 6,6 1.513.000 1,1 1.684.000 1,0
Desember 7.200.000 5,3 5.412.500 3,9 7.882.000 4,9
TOTAL 136.550.000 100,0 138.504.250 100,0 161.227.250 100,0

J2006
90000 180000000
J2007
80000 J2008 160000000
Rp2.006
Jumlah Pengunjung (Jiwa)

70000 140000000

Pendapatan Wisata (Rp.)


Rp2.007
60000 Rp2.008 120000000

50000 100000000

40000 80000000

30000 60000000

20000 40000000

10000 20000000

0 0
OKT TOTAL
Pengunjung Bulan Oktober dibanding Total Setahun

Gambar 19. Kunjungan dan Pendapatan Wisata, Oktober dan Total Setahun
2006—2008

66
Pada Gambar 20 dapat dilihat selain bulan Oktober atau hari raya Idul
Fitri kunjungan wisata tertinggi pada bulan Januari 2006 dan Desember 2008.
Kunjungan wisata pada bulan Januari 2006 bertepatan dengan tahun baru dan
saat awal pergantian tahun tersebut justru musibah datang yaitu adanya tsunami.
Tahun 2008 puncak kunjungan jatuh pada bulan Desember 2008 bersamaan
dengan hari natal dan menjelang pergantian tahun baru. Begitu juga pada tahun
2007 terjadi puncak kunjungan pada saat hari Natal bulan Desember dan tahun
baru bulan Januari. Pada tahun 2007 pengunjung juga banyak pada bulan Juni
dan Juli, walaupun musim panas atau kemarau tetapi pada saat itu ada liburan
anak sekolah untuk kenaikan tingkat atau kelulusan.

4500 10000000
J2006
4000 J2007 9000000
J2008
Rp2.006 8000000
3500
Jumlah Pengunjung (Jiwa)

Rp2.007

Pendapatan Wisata (Rp)


7000000
3000 Rp2.008
6000000
2500
5000000
2000
4000000

1500
3000000

1000
2000000

500 1000000

0 0
JAN FEB MRT APR MEI JUN JUL AGS SPT NOV DES
Bulan Kunjungan Wisata

Gambar 20. Kunjungan dan Pendapatan Wisata Bulanan, Tahun 2006 – 2008

Pengunjung wisata akan meningkat jika ada liburan panjang anak-anak


sekolah, yang terjadi pada liburan hari raya idul Fitri karena merayakan satu
bulan penuh berpuasa, hari Natal dan tahun baru karena bersuka ria menyambut
pergantian tahun, dan liburan sekolah kenaikan kelas atau kelulusan yaitu bulan
Juni dan Juli.

67
VI. KESIMPULAN

Pengembangan jalur TA (Tanggul Angin) dengan tanaman Cemara laut


(Casuarina equisetifolia) setiap tahunnya ditanam pada lahan seluas satu hektar
pada seluruh areal penelitian sebelas hektar. Pengembangan tanaman cemara laut
tahun 2008 sudah memasuki tahun keempat sejak tahun 2005 yang ditanam
sepanjang pantai Karanggadung 100 m dari puncak pasang air laut tertinggi dengan
jarak tanam 5 m x 5 m. Penananaman cemara laut hendaknya menggunakan bibit
yang sudah tahan dengan ciri-ciri batang coklat , daun hijau gelap dan ukuran
diameter batang ½ cm atau keliling batang sekitar 2 cm dengan umur bibit sekitar 6
sampai satu tahun. Rata-rata pertumbuhan tinggi cemara laut yang ditanam tahun
2006 dari 185,2 cm sampai 226 cm dengan keliling batang 7,5 sampai 22,3 cm
dengan pertambahan tinggi 30,8 cm/tahun dan keliling 47,2 cm/tahun.
Pengembangan sarana pengairan berupa sumur bak renteng dengan selalu
menginventarisasi adanya kerusakan instalasi dan memperbaikinya untuk keperluan
pengembangan tanaman semusim Cabe merah. Beberapa data iklim juga diamati
seperti erosi angin pada lahan berpasir, kecepatan angin serta suhu udara dan suhu
tanah. Erosi angin akan menyebabkan terjadinya pengikisan (-) pada daerah
lembah atau dekat dengan pantai dan terjadi penimbunan (+) di daerah gisik atau
bukit pasir. Pengikisan tertinggi di daerah dekat pantai setinggi – 9,6 cm dan
penimbunan tertinggi +2,1 cm di Gisik pasir sebelah barat. Kecepatan angin
tertinggi pada bulan Januari 2008 sebesar 9,3 m/det dan kecepatan angin terendah
bulan Mei 2006 sebesar 3,8 m/det. Suhu udara di pantai berpasir rata-rata berkisar
dari 24 oC sampai 38 oC, Suhu udara siang minimal terendah terjadi pada bulan
Januari (24 oC) dan pada bulan September (28 oC),. Suhu tanah semakin ke
lapisan dalam dari lapisan A ke C suhu tanah akan semakin menurun. Suhu tanah
siang hari lebih tinggi (32 oC -- 35 oC) dari pada malam hari seperti suhu udara.
Lahan pantai berpasir beberapa kandungan unsur hara sangat rendah yaitu
antara lain Air tersedia, karbon (C), bahan organik (BO), Nitrogen (N), Kalium (K)
dan Kapasitas Pertukaran Kation (KPK), hanya 2 unsur hara pada kondisi sangat
tinggi yaitu Posfor (P) berkisar 270,51 – 445,94 ppm dan Natrium (Na) berkisar
2,19 – 5,32 me/100 g.

68
Pengembangan model pola tanam tanaman budidaya yang sesuai dengan
penanaman cabe merah dengan hasil dari yang kualitas jelek sampai yang baik
berkisar 4.000 kg/ha sampai 70.000 kg/ha. Untuk semangka yang dikembangkan
oleh petani setempat bisa mencapai keuntungan Rp.23.696.500,-/ha selama 2,5
bulan. Kondisi curah hujan dengan fluktuasi umum yiatu berbentuk U dengan
terendah pada bulan Mei sampai Agustus dan saat itu lahan kebanyakan diberokan.
Sehingga pola tanam di lahan pantai berpasir adalah dari Februari – April, Agustus
– Oktober, November – Desember.
Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat dengan pengembangan lahan
pantai berpasir semaksimal mungkin dengan perbaikan lingkungan lahan berpasir.
Keberhasilan kegiatan di lapangan harus banyak ditunjang partisipasi aktif dari
anggota kelompok tani dan masyarakat yang bukan anggota dengan merubah
persepsi bahan lahan berpasir yang dianggap lahan marjinal menjadi lahan yang
memiliki produktivitas tinggi.
Peningkatan kenyamanan lingkungan sekitar wisata dengan menciptakan
suasana sejuk dan tiduh dengan tanaman cemara laut sehingga tercipta iklim mikro
yang baik, dan diharapkan para pengunjung wisata dapat tinggal berlama-lama
disana. Dari data pengunjung sejak tahun 2006 sampai 2007 mengalami
peningkatan yaitu 66.100 orang menjadi 81.665 orang dengan kenaikan pendapatan
sebesar Rp.24.677.250,- dari Rp.136.550.000,- di tahun 2006 menjadi Rp.
161.227.250,- pada tahun 2008.

69
DAFTAR PUSTAKA

Abe, A. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif. Pondok Edukasi. Solo.

Bloom, A. L. 1979. Geomorphology: A Systematic Analysis of Late Cenozoic


Landforms. Prentice-Hall of India, ND 110001.

Departemen Kehutanan. 2000. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah


Aliran Sungai. Ditjen RLPS, Dep. Kehutanan, Jakarta

Heyne, K., 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan . Jakarta.

Hikmat, H. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora Utama Press.


Bandung.

Irfani, R. 2004. Partisipasi Manipulatif : Catatan Refleksi tentang Pendekatan


PRA dalam Pembangunan Masyarakat.

Kartawinata, K. 1979. The Classification and Utilization of Forests in Indonesia.


Dalam Capenter, R. A. (ed). Assessing Tropical Forest Lands: Their
Suitability for Sustainable Uses. Tycooly Int. Pub. Ltd., Dublin, Ireland.

Karyana, A. 2004. Pembangunan Partisipatoris dalam Pengelolaan DAS.


akaryana@yahoo.com

Kusumanto, Y. 2002. Sebuah Perjalanan Bersama dalam Pengelolaan Hutan :


Konsep, Penelitian Partisipatoris dan Praksis. Langkah. Warta
Penelitian Aksi Bersama ACM CIFOR. Bungo-Jambi.

Purnomo. Y., Mulyadi. I., Amien dan H. Suwardjo. 1992. Pengaruh Berbagai
Bahan Hijau Tanaman Kacang-Kacangan terhadap Produktivitas
Tanah Rusak. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk No. 10 : 61 –
64. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Pusat Penyuluhan Kehutanan. 1997. Buku Pintar Penyuluhan Kehutanan.


Departemen Kehutanan.

Setiadi, Y dan R. Prematori. 1998. Prospek Pengembangan Cendawan Mikoriza


Arbuskula untuk Rehabilitasi Lahan Kritis. Kumpulan Makalah

70
Ekspose Hasil Penelitian Teknik Rehabilitasi dan Reboisasi Lahan
Kritis, Wanariset II Kuok, Balai Penelitian Pematang Siantar.

Sukresno, dkk. 2000. Kajian Pengembangan Pemanfaatan Lahan Pantai


Berpasir dalam Rangka Peningkatan Produksi Tanaman Pangan di
Pantai Selatan DIY. Laporan Penelitian BTP-DAS Surakarta. Badan
Litbang Kehutanan.

Sukresno. 1998. Pemanfaatan Lahan Terlantar di Pantai Berpasir Samas-Bantul


DIY dengan Budidaya Semangka. Prosiding. Seminar Nasional dan
Pertemuan Tahunan Komisariat Daerah Himpunan Ilmu Tanah Indonesia,
HITI Komda Jawa Timur, Malang.

Sukresno. 1999a. Model Pemanfaatan Lahan Tidur Berkelanjutan Melalui


Pengembangan Beberapa Tanaman Konservasi dan Tanaman Budidaya
di Lahan Berpasir Pantai Selatan DIY. Prosiding Seminar Sehari Kongres
Ilmu Pengetahuan Nasional VII: Teknologi Pengembangan Lahan dan Air
untuk Peningkatan Produktivitas Pertanian. HATTA dan FOPI, Puspitek
Serpong, Serpong.

Sukresno. 1999b. Kajian Konservasi Tanah dan Air pada Kawasan Pantai
Berpasir di DIY, Proyek P2TPDAS KBI, BTPDAS, Badan Litbang
Kehutanan, Surakarta.

Sutikno, S. Padmowiyoto, dan Sukresno. 1998. Model Konservasi Terpadu dan


Pemanfaatan Mikorisa sebagai Upaya Pengamanan dan Peningkatan
Produktivitas Lahan Berpasir di Wilayah Pantai Selatan DIY. Laporan
Riset, Riset Unggulan Terpadu (RUT) III, Bidang Teknologi
Perlindungan Lingkungan (1994-1997). Kantor Menristek, DRN,
Serpong.

Tim UGM. 1992. Rencana Pengembangan Wilayah Pantai Jawa Tengah. F.


Geografi UGM Yogyakarta-BRLKT Wilayah V, Ditjen RRL, Dephut,
Semarang.

Trubus, 2006. Karena Keben Sembuh Katarak. Trubus No.434 Januari,


XXXVII.

Widjajanto, D. 2003. Degradasi Lahan di Kawasan Taman Nasional Lore-Lindu


dan Sekitarnya. rudyct.tripod.com/sem2_023/danang_widjajanto.pdf

71
KERANGKA LOGIS PENELITIAN
Tabel Lampiran 1. Kerangka Logis Kegiatan Model Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Pantai Berpasir (RPTP 2008)

NARASI INDIKATOR-INDIKATOR CARA VERIFIKASI ASUMSI


SASARAN
Tujuan :
Untuk menyediakan sarana pengembangan Tersedianya demplot teknik Kenampakan di lapangan Sumber dana
teknologi rehabilitasi lahan pantai berpasir rehabilitasi lahan terdegradasi lahan tersedia, ada
yang sesuai, berupa demplot yang representatif pantai berpasir yang tepat guna dan pertisipasi
serta inovatif dapat diadopsi oleh masyarakat. masyarakat
Sasaran : Tersedianya :
1 Mengembangkan jalur TA dengan 1. Informasi kondisi tanaman TA dan
1. Plot-Plot
tanaman equisetifolia. pembibitan tanaman TA
Pengembangan Perlakuan
2 Mengembangkan sarana pengairan berupa 2. Sarana pengairan air tawar untuk
2. Pengukuran dan pengembangan yang
sumur bak renteng penyiraman tanaman pagi dan sore
Pengamatan lapangan dicobakan berhasil
3 Mengembangkan model pola tanam 3. Informasi model pola tanaman
3. Survey dan evaluasi dan sesuai dengan
tanaman budidaya yang sesuai. budidaya yang sesuai
terhadap masyarakat kondisi setempat
4 Meningkatkan tingkat pendapatan 4. Informasi peningkatan pendapatan
dan lembaga terkait
masyarakat dan kesejahteraan masyarakat
5 Meningkatkan kenyamanan lingkungan 5. Informasi sarana untuk wisata dan
sekitar wisata. lingkungan secara terpadu
Output :
1. Tersedianya informasi pertumbuhan
1. Rehabilitasi lahan melalui 1. Plot-Plot 1. Dana dan tenaga
tanaman C. equisetifolia sebagai tanaman
perbaikan beberapa sifat tanah Pengembangan tersedia
jalur TA dan informasi efektivitas jalur TA
dalam waktu yang tidak lama. 2. Evaluasi kondisi 2. Koordinasi
sebagai pengendali erosi pasir .
2. Tersedianya informasi sistem pengairan 2. Rehabilitasi lahan melalui lapangan berjalan baik
perbaikan sistem pola tanam
yang sesuai untuk lahan pantai pasir.
3. Rehabilitasi lahan dengan

72
3. Tersedianya informasi pertumbuhan dan tanaman hortikultura bawang
hasil jenis-jenis tanaman semusim yang merah, cabe, dll.
sesuai untuk lahan pantai berpasir. 4. Analisis biaya dan pendapatan
4. Tersedianya informasi kondisi sosial usahatani dari perlakuan yang
budaya masyarakat pantai berpasir dicoba.
5. Tersedianya analisis finansial model 5. Tingkat adopsi dan partisipasi
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah masyarakat serta kelembagaan
yang dikembangkan pada lahan pantai. dalam kegiatan rehabilitasi lahan
6. Tersedianya informasi kelembagaan, dan konservasi tanah.
tingkat adopsi dan partisipasi masyarakat
terhadap upaya RLKT lahan pantai
berpasir yang mendukung wisata
lingkungan terpadu.
Aktivitas :
1.1. Pengembangkan model rehabilitasi lahan 1. Perlakuan Rehabilitasi lahan pantai 1. Plot Rehabilitasi lahan
1.2. Pengamatan prosen tumbuh dan berpasir Data, dana dan
2. Pengukuran dan tenaga tersedia
pengukuran pertumbuhan tanaman TA 2. Data kecepatan angin & erosi angin Pengamatan lapangan
2.1. Penyediaan air tawar untuk perawatan
tanaman dengan penyiraman 3. Data evapotranspirasi 3. Survey terhadap
2.2. Pengumpulan data iklim 4. Data curah hujan & kadar garam masyarakat dan lembaga
3.1. Pengukuran pertumbuhan tanaman kayu- terkait
kayuan dan buah-buahan 5. Data pertumbuhan tanaman
4. Diskusi kelompok
3.2. Pengukuran produksi tanaman semusim 6. Data produksi tanaman
4.1. Data primer dan sekunder kondisi sosial 5. Temu lapang dengan
ekonomi masyarakat 7. Analisa biaya dan pendapatan petani
5.1. Melakukan wawancara, kuisioner, dll 8. Data tingkat adopsi masyarakat
6.2. Pengumpulan data partisipasi
9. Data partisipasi masyarakat
masyarakat dalam rahabilitasi lahan
6.3. Pengumpulan data kelembagaan upaya 10. Kelembagaan rehabilitasi lahan
rehabilitasi lahan

73
74

Anda mungkin juga menyukai