Anda di halaman 1dari 11

MK.

TANAMAN DAN SISTEM RUANG TERBUKA HIJAU (ARL 530) IDENTIFIKASI RTH DI KOTA JAKARTA

Dosen : Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr.

Asisten : Ariev Budiman SP, M.Agr

Oleh: Azka Lathifa Zahratu A Pranawita Karina Priambudi Trie Putra Ray March Syahadat A44090022 A451114011 A451120071 A451120141

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

FUNGSI DAN SISTEM RTH Joga dan Ismaun (2011) menyatakan tujuan pembangunan RTH sebagai infrastruktur hijau di wilayah perkotaan adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, dan bersih, sebagai sarana lingkungan perkotaan; menciptakan keserasian lingkungan alami dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat; dan menciptakan kota yang sehat, layak huni, dan berkelanjutan (liveable, habitable, sustainable). Fungsi RTH meliputi fungsi pelayanan fasilitas umum (fasum) bagi masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan aktif di dalamnya, fungsi pengaman, peneduh dan keindahan kota secara proporsional pada ruang-ruang kota, serta fungsi budidaya pertanian bagi kegiatatan pertanian kota. Di samping itu RTH sebagai infrastruktur hijau memiliki fungsi beragam, antara lain: a. Konservasi tanah dan air Permukaan lahan yang tertutup pekerasan dan bangunan menyebabkan air hujan tidak dapat meesap ke dalam tanah (infiltrasi), sehingga peresapan air tanah terhambat. Keberadaan RTH sangat penting untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah, menyuplai cadangan air tanah, dan mengaktifkan siklus hidrologi b. Ameliorasi iklim Keberadan tanaman dan unsur air sebagai unsur utama RTH mampu menciptakan iklim mikro yang lebih baik, antara lain dapat memengaruhi kenyamanan hidup manusia. Hal ini dikarenakan RTH dapat mempengaruhi kelembaban, aliran udara, tinggi-rendahnya intensitas matahari, kecepatan angin, dan lain-lain. c. Pengendali pencemaran Pencemaran tinggi di kota-kota besar yang dipadati oleh kegiatan industry dan penggunaan kendaraan bermotor dapat dikaendalikan oleh RTH, baik pencemaran udara, air, maupun suara bising. d. Habitat satwa dan konservasi plasma nutfah e. Sarana kesehatan dan olahraga f. Sarana rekreasi dan wisata g. Sarana pendidikan dan penyuluhan h. Area evakuasi bencana i. Pengendali tata ruang kota j. Estetika

KLASIFIKASI RTH RTH adalah bagian dari ruang terbuka (open space) yang diklasifikasikan sebagai ruang atau lahan yang mengandung unsur dan struktur alami. RTH ini dibedakan dalam dua macam: RTH alami dan RTH binaan. RTH alami terdiri dari atas daerah hijau yang masih alami (wildneress areas), daerah hijau yang dilindungi agar tetap dalam kondisi alami (protected areas), dan daerah hijau yang difungsikan sebagai taman publik tetapi tetap dengan mempertahankan karakter alam sebagai basis tamannya (natural park areas). RTH binaan terdiri atas daerah hijau di perkotaan yang dibagun sebagai taman kota (urban park areas), daerah hijau yang dibangun dengan fungsi rekreasi bagi warga kota (recreational areas), dan daerah hijau antar bangunan maupun halaman-halaman bangunan yang diperuntukkan sebagai area penghijauan (urban development open spaces). Khusus daerah hijau di kawasan perkotaan dapat dikembangan sebagai plaza, square, jalur hijau jalan, maupun sabuk hijau kota (greenbelt).
OPEN SPACE

GREEN OPEN SPACES (RTH)

ALAMI

BINAAN

WILDERNESS AREAS

PROTECTED AREAS

NATURAL PARK AREAS

RECREATIONAL AREAS

URBAN DEVELOPMENT OPEN SPACES

URBAN PARK AREAS

KLASIFIKASI BERDASARKAN KEPEMILIKAN Berdasarkan kepemilikan, RTH yang dimiliki dan dikelola pemerintah daerah maupun pusat dikelola pemerintah daerah maupun pusat disebut RTH public. RTH taman kota, taman lingkungan, taman interaksi, dan taman makan dikelola Dinas Pertamanan dan Pemakaman; hutan lindung, hutan kota, taman hutan raya dikelola Dinasi Kehutanan; sedangkan jalur hijau di bawah wilayah kelola berbagai instansi terkait, seperti jalur hijau jalan, jalur hijau sungai, jalur hijau pantai, dan sebagainya.

RTH yang dimiliki masyarakat, seperti halaman rumah, pekarangan, dan lahan-lahan yang dimiliki swasta, disebut RTH privat. RTH privat adalah lahan lahan di sekitar bangunan berupa halaman atau pekarangan, baik berupa taman bangunan maupun taman-taman rekreasi, yang dikembangkan pihak swasta gambaran klasifikasi dan jenis RTH di wilayah perkotaan dapat dilihat pada skema berikut ini. TIPOLOGI RUANG TERBUKA HIJAU
KATEGORI RUANG TERBUKA HIJAU FISIK ALAMI BINAAN BERDASARKAN KEPEMILIKAN PUBLIK PRIVAT BERDASARKAN BENTUK AREA/KAWASAN JALUR/KORIDOR BERDASARKAN FUNGSI EKOLOGI SOSIAL, EKONOMI BUDAYA ESTETIKA

Gambar 1 Contoh Tampak Salah Satu RTH di Jakarta

RUANG TERBUKA HIJAU

RTH PERTANIAN RTH KEHUTANAN Sawah, kebun, hutan lindung, hutan kota, hutan rekreasi, dan taman hutan raya

RTH PERTAMANAN

RTH OLAHRAGA RTH PEMAKAMAN RTH LAINNYA Botanic park, Zoo Park, Arboretum, Tempat Latihan Militer

JALUR HIJAU

RTH TAMAN

JALUR HIJAU TEPIAN AIR Bantaran Kali Tepian Situ/ Danau Tepian Pantai Hutan Mangrove

JALUR HIJAU PENGAMAN Bantaran Rel KA Saluran Umum Tegangan Tinggi (SUTT) Saluran Pipa Gas Jalur Kereta Monorail

JALUR HIJAU JALAN JHJ Tol JHJ Arteri JHJ Kolektor JHJ Lingkungan

TAMAN BERDASARKAN HIERARKI Taman Raya Taman Kota Taman Lingkungan Taman Interaksi Taman Kantong

TAMAN BERDASARKAN FUNGSI Taman Rekreasi Taman Bangunan Taman Atap Taman Dekorasi Tata Hias Kota

HUBUNGAN RTH DENGAN KEBIJAKAN PEMERINTAH Luasan RTH di DKI Jakarta terus berkurang, mulai dari Rencana Induk Jakarta 19651985 (37,2%), Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005 (25,85%), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2000-2010 (13,94%). Ini menunjukkan

bahwa RTH bagi Jakarta belum dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting tetapi dianggap sebagai aset yang dapat diubah sesuai kepentingan. RTH di Jakarta masih dianggap sebagai penyempurna semata, bukan sebagai bagian infrastruktur kota. Menurut Joga dan Ismaun (2011), kebutuhan RTH minimal bagi sebuah kota adalah 30%. Kebutuhan ini berdasarkan asumsi nilai minimal RTH untuk dapat menjamin kelangsungan ekologis kota. Kenyataannya di Jakarta, konversi lahan RTH menjadi kawasan terbangun, terus terjadi. Koordinasi berbagai dinas terkait RTH sangat lemah.

Kecenderungan pendekatan pembangunan yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia, dalam hal ini Jakarta, adalah dengan pendekatan ekonomi. Seharusnya pendekatan ekologis harus diperhatikan dalam kebijakan pengembangan Jakarta agar kelestarian RTH yang ada dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Hasil evaluasi pada peta RTRW DKI Jakarta pada 2010 menunjukkan bahwa lahan yang diperuntukkan untuk RTH adalah 9,544 ha (13,94%), jauh di bawah target ideal luas RTH kota sebesar 30% mengacu pada UU Penataan Ruang No 26 Tahun 2007. Berikut kebijakan operasional per kota administrative di DKI Jakarta: 1. Kota Jakarta Pusat Pengembangan RTH dipusatkan pada taman-taman yang sudah ada seperti Taman Monas, Taman Lap. Banteng, GBK, dan Kemayoran. Selain itu jalur hijau jalan (greenways) juga dikembangkan. Target RTH Jakarta Pusat adalah 449,52 ha (0,66%) 2. Kota Jakarta Barat Kebijakan pengembangan RTH terutama pada aspek penghijauan DAS dan hutan kota. Selain itu taman lingkungan juga diharapkan bertambah. Target RTH Jakarta Barat adalah 1151,57 (1,68%). 3. Kota Jakarta Selatan Pengembangan RTH terutama dilakukan pada wilayah selatan seperti Pasar Minggu, Jagakarsa, dan Ciputat sebagai daerah resapan air. Target RTH Jakarta Selatan adalah 2012,01 ha (2,94%). 4. Kota Jakarta Timur RTH di Jakarta Timur tidak begitu banyak mengalami perkembangan. Hunian kumuh semakin bertambah pada bantaran sungai dan rel kereta api. Target penambahan RTH di Jakarta Timur adalah sebesar 3232,58 ha (4,72%). 5. Kota Jakarta Utara Pada wilayah ini telah dipenuhi pengembangan RTH berupa pengembangan hutan Kemayoran dan jalur hijau jalan dan sungai. Target RTH di Jakarta Utara 2699,13 ha (3,94%).

REKOMENDASI KEBUTUHAN RTH DI DKI JAKARTA Luas kebutuhan RTH dihitung berdasarkan kebutuhan oksigen dengan metode Gerarkis (1974) dalam Wisesa (1988) yang kemudian dikembangkan oleh Wijayanti (2003).

Lt

( ( ) (

) )

Lt

( ( ) (

) )

Wisesa (1998) Keterangan: Lt Pt Kt Tt 54 : Luas RTH pada tahun t (m)

Wijayanti (2003)

: Jumlah Kebutuhan oksigen kendaraan penduduk per hari pada tahun t (g/hari) : Jumlah kebutuhan oksigen kendaraan bermotor perhari pada tahun t (g/hari) : Jumlah kebutuhan oksigen hewan ternak per hari pada tahun t (g/hari) : Konstanta, 1 m luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman perhari (g/hari/m)

0,9375 : Konstanta, 1 gram berat kering tanaman setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram (g/hari)

Kebutuhan oksigen Semua aktifitas kehidupan membutuhkan oksigen (O). dari semua jenis konsumen oksigen yang sangat banyak mengkonsumsi O adalah manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak. Manusia mengkonsumsi O untuk pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh, sedangkan kendaraan bermotor memerlukan O untuk pembakaran bahan bakarnya. Selain dari itu O bagi hewan ternak untuk metabolisme basal dalam tubuhnya. Menurut White, Handler dan Smith, 1959 dalam Wisesa (1988), manusia mengoksidasi 3000 kalori per hari dari makanannya dan menggunakan sekitar 600 liter O dan memproduksi sekitar 480 liter CO. Manusia membutuhkan 600 liter O setiap hari atau setara dengan 864 gram O perhari. Berdasarkan data dari BPS DKI Jakarta pada tahun 2006 jumlah penduduk DKI Jakarta adalah sebesar 8.949.716 jiwa dengan rata-rata pertambahan penduduk sebesar 5%. Dengan menggunakan rumus bunga berganda, dapat diprediksikan jumlah penduduk di DKI Jakarta pada tahun 2007, 2012, dan 2017. Kebutuhan untuk hewan ternak di DKI Jakarta dalam perhitungan berikut diabaikan. Rumus bunga berganda, yaitu:

Pt+x Keterangan: Pt+x Pt r x : Jumlah penduduk pada tahun (t+x) : Jumlah penduduk pada tahun (t)

: rata-rata persentase pertambahan jumlah penduduk : selisih tahun

Penduduk 2007 : P2006 : 8.949.716 (1+0,05)1 : 9.397.201 Jiwa Penduduk 2012 : P2006 : 8.949.716 (1+0,05)5 : 11.422.357 Jiwa Penduduk 2017 : P2006 : 8.949.716 (1+0,05) : 14.578.144 Jiwa

Kebutuhan O (K)=Jumlah Penduduk (jiwa) x Oksigen dibutuhkan (kg/hari) K 2007 = 9.397.201 x 0,864 = 8.119.181 x kg/hari K 2012 = 11.422.357 x 0,864 = 9.868.916 x kg/hari K 2017 = 14.578.144 x 0,864 = 12.595.516 x kg/hari

Oksigen di bumi ini pada dasarnya tidak hanya digunakan oleh manusia saja, melainkan juga digunakan oleh kendaraan bermotor. Oksigen oleh kendaraan bermotor digunakan untuk melakukan proses pembakaran merubah bahan bakar mesin (BBM) menjadi energi untuk menggerakkan mesin kendaraan. Kendaraan bermotor termasuk salah satu konsumen oksigen terbesar, sehingga keberadaannya perlu diperhitungkan dalam penyediaan RTH berdasarkan penyediaan oksigen untuk kota. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS DKI Jakarta tahun 2012, jumlah kendaraan mobil pribadi, bus, sepeda motor, dan truk di Jakarta pada 2006 adalah masing-masing sebesar 1.816.702 unit, 503.740 unit, 5.136.619 unit, dan 316.896 unit. Persentase pertambahan kendaraan tiap tahun adalah 9,5%.

Jenis Kendaraan

Kebutuhan O2 (x103g/hari) 2007

Jumlah Kendaraan (unit)

Kebutuhan O2 (x103g/hari)

2012 2.859.992 8.086.264 793.007 498869 12. 238.064

2017 4.502.20 12.729.7 1.248.38 785340 19.265.4

2007 23.135.42 3.262.266 24.446.69 7.939.382 58.783.77

2012 33.261.71 4.690.03 35.146.07 11.374.21 84.472.02

2017 52.360.59 7.383.23 55.328.29 17.968.58 133.040.7

Mobil pribadi Sepeda motor Bus Truk Jumlah

11,63 0,58 44,32 22,88

1.989.288 5.624.597 551.595 347.001 8.512.481

Oleh karena itu, luas kebutuhan RTH direkomendasikan berdasarkan rumus


2007 Pt Kt Tt Pt + Kt + Tt Lt 9.397.201 58.783.757 0 68180.958 13,46784
( ( ) (

pada tahun 2007, 2012, dan 2017 yang


) )

adalah sebesar:
2012 2017 14.578.144 133.040.698 0 147618842 29,15928

11.422.357 84.472.022 0 95894379 18,9421

Rekomendasi penambahan luas RTH pada tahun 2007, 2012, dan 2017 berdasarkan proyeksi jumlah penduduk dan jumlah kendaraan bermotor untuk memenuhi kebutuhan O2 di Jakarta adalah masing-masing sebesar 13,46 ha, 18,94 ha, dan 29,15 ha.

KESESUAIAN TANAMAN UNTUK RTH DKI JAKARTA Saat ini, tanaman yang dipakai untuk RTH di Jakarta kebanyakan jenis pohon yang sama. Padahal, sebenarnya banyak tanaman-tanaman yang dulu tumbuh dan telah di gunakan oleh masyarakat. Tanaman-tanaman yang telah lama tumbuh di Jakarta dapat diidentifikasi dari nama-nama tempat di Jakarta. Dahulu penamaan tempat tersebut memang didasari dari banyaknya tanaman-tanaman tersebut di tempat itu (Zaenuddin, 2012). Adapun nama tanaman-tanaman tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Wilayah Jakarta Utara

Nama Tempat Cilincing Kapuk Muara Kebon Bawang Kelapa Gading Koja Warakas Kembangan

Nama Lokal Tanaman Belimbing Wuluh Kapuk Bawang Kelapa Gading Koja Paku Laut Mawar, Melati Anggrek Mangga dan Mangga Besar Kepa Kesambi Jati Jeruk Duku Manggis Kelapa Pandan Durian Bidara Lilitan Kutu Bambu Durian dan Sawit

Jakarta Barat

Nama Latin Tanaman Averrhoa bilimbi Ceiba pentandra Alium cepa Cocos nucifera var. eburnea Murraya koenigii Acrostichum aureum Rosa sp, Jasminum sp, Orchidaceae Mangifera indica dan Mangifera casturi Syzygium polycephalum Schleichera oleosa Tectona grandis Citrus sp Lansium domesticum Garcinia mangostana Cocos nucifera Pandanus caricosus Durio zibethinus Zizypus jujuba Pipturus velutinus Bambusa sp Durio zibethinus dan Elaeis guineensis Nephelium lappaceum Cynamomum aromaticum Garcinia mangostana Myristica fragrans Musa acuminata dan

Mangga Besar Duri Kepa Duri Kosambi Jati Pulo Kebon Jeruk Kedoya Kemanggisan Kelapa Dua Srengseng Tanjung Duren Bidaracina Cililitan Bambu Apus Duren Sawit Kampung Rambutan Kayu Manis Kebon Manggis Kebon Pala Pisangan

Jakarta Timur

Rambutan Kayu Manis Manggis Pala Pisang-pisangan

Pulo Gadung Pulo Gebang Rawa Bunga Pondok Bambu Pondok Kelapa Pondok Kopi Jakarta Selatan Bintaro Semanggi Bulungan Srengseng Sawah Gandaria Cipete Jati Padang Pondok Labu Gambir Karet Tengsin Kebon Sirih Kenari Menteng Dukuh Atas Cempaka Putih Cempaka Baru Johar Baru Kebon Kacang Kebon Melati Mangga Dua Sawah Besar

Ubi Gadung Gebang Bunga Bangkai Bambu Kelapa Kopi Bintaro Semanggi Bambu Serengseng/Pandan Gandaria Pete Jati Labu Gambir Karet Sirih Kenari Menteng Duku Cempaka Cempaka Pohon Johar Kacang Melati Mangga Sawo

Musa balbisiana Dioscorea hispida Corypha utan Amorphophallus sp Bambusa sp Cocos nucifera Coffea sp Cerbera manghas Marsilea crenata Bambusa sp Pandanus caricosus Bouea macrophylla Parkia speciosa Tectona grandis Cucurbita sp Uncaria gambir Hevea brasiliensis Piper betle Canarium ovatum Baccaurea dulcis Lansium domesticum Michelia alba Michelia alba Cassia siamena Arachis hypogea Jasminum sp Mangifera indica Manilkara sp

Jakarta Pusat

Tanaman-tanaman yang telah ada dahulu sebenarnya memiliki daya adabtasi yang lebih cocok dengan lingkungan Jakarta. Sebaiknya pengembangan RTH di Jakarta, menggunakan tanaman-tanaman yang sesuai dengan nama lokasi sehingga bukan hanya aspek fungsional yang akan dicapai tapi juga meningkatkan karakter dan menimbulkan sense of place.

Anda mungkin juga menyukai