Anda di halaman 1dari 30

2. Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius A. Saat Istirahat B.

Saat bahu digerakkan Interpretasi : Normal : simetris Kelainan : Asimetris, kelemahan pada bahu yang sakit

Nervus Hipoglosus (N XII) Pemeriksaan: a. Inspeksi lidah saat istirahat b. Inspeksi lidah saat dijulurkan c. Pemeriksaan artikulasi kata Interpretasi : Normal : Deviasi Kelainan : Deviasi +

a.normal

b.kelainan

c.lidah atrofi (defisiensi B12)

CARA PEMERIKSAAN SISTEM MOTORIK 1. Pengamatan a. Gaya berjalan dan tingkah laku b. Simetri tubuh dan extermitas c. Kelumpuhan badan dan anggota gerak 2. a. b. c. d. e. f. g. 3. a. b. c. d. Gerakan volunter Mengangkat kedua tangan dan bahu Fleksi dan extensi artikulus kubiti Mengepal dan membuka jari tangan Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul Fleksi dan ekstansi artikulus genu Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki Gerakan jari-jari kaki Palpasi otot Pengukuran besar otot Nyeri tekan Kontraktur Konsistensi ( kekenyalan )

Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada: 1. Spasme otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP. 2. Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ). 3. Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ). 4. Kontraktur otot. Konsistensi otot yang menurun terdapat pada: 1. Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot. 2. Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate. Cara menilai kekuatan otot : 1. Dengan menggunakan angka dari 0-5. 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total. 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut. 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi). 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. 4 : Disamping dapat melawan gaya berat, ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan. 5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Memeriksa fungsi sensorik Kepekaan saraf perifer. Pasien diminta memejamkan mata a. Menguji sensasi nyeri: dengan menggunakan Spatel lidah yang dipatahkan atau ujung kayu aplikator kapas digoreskan pada beberapa area kulit, minta pasien untuk bersuara pada saat dirasakan sensasi tumpul atau tajam. b. Menguji sensai panas dan dingin: dengan menggunakan dua tabung tes, satu berisi air panas dan satu air dingin, sentuh kulit dengan tabung tersebut minta pasien untuk mengidentifikasi sensasi panas atau dingin. c. Sentuhan ringan : dengan menggunakan bola kapas atau lidi kapas, beri sentuhan ringan ujung kapas pada titik-titik berbeda sepanjang permukaan kulit. Minta pasien untuk bersuara jika merasakan sensasi. d. Vibrasi/getaran : dengan garputala, tempelkan batang garpu tala yang sedang bergetar di bagian distal sendi interfalang dari jari dan sendi interfalang dari ibu jari kaki, siku, dan pergelangan tangan. Minta pasien untuk bersuara pada saat di rasakan vibrasi. PEMERIKSAAN REFLEKS 1.Refleks superficial Refleks dinding perut Stimulus : Goresan dinding perut daerah epigastrik, supraumbilical, infra Umbilical dari lateral ke medial. Respons : kontraksi dinding perut Afferent : 1. n. intercostal T 5 7 ( epigastrik ) 2. n. intercostal T 7 9 ( supra umbilical ) 3. n. intercostal T 9 11 ( umbilica ) 4. n. intercostal T 11 L 1 ( infra umbilical ) 5. n. iliohypogastricus 6. n. ilioinguinalis Efferent : idem Refleks cremaster Stimulus : goresan pada kulit paha sebelah medial dari atas ke bawah Respons : elevasi testis Ipsilateral Afferent : n. ilioinguinal ( L 1-2 ) Efferent : n. genitofemoralis 2.Refleks fisiologis ( tendon / periosteum ) Refleks biseps (BPR) Stimulus : ketokan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon biseps brachii, posisi lengan setengah ditekuk pada sendi siku. Respons : fleksi lengan pada sendi siku

Afferent : n. musculucutaneus ( c 5-6 ) Efferenst : idem

Refleks triceps (TPR) Stimulus : ketukan pada tendon otot triseps brachii, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi Respons : extensi lengan bawah disendi siku Afferent : n. radialis ( C 6-7-8 ) Efferenst : idem

Klonus lutut Stimulus : pegang dan dorong os patella ke arah distal Respons : kontraksi reflektorik m. quadriceps femoris selama stimulus berlangsung. Klonus kaki Stimulus : dorsofleksikan kaki secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respons : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung. 3.Refleks patologis Babinski Stimulus : penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke anterior. Respons : ekstensi ibu jari kaki dan pengembangan (fanning) jari jari kaki.

Chaddock Stimulus : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respons : seperti babinski

Oppenheim Stimulus : pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal Respons : seperti babinski Gordon Stimulus : penekanan betis secara keras Respons : seperti babinski Schaffer Stimulus : memencet tendon achilles secara keras Respons: seperti babinski Gonda Stimulus : penekukan ( planta fleksi) maksimal jari kaki keempat Respons: seperti babinski Stransky Stimulus : penekukan ( lateral ) maksimal jari kaki kelima Respons: seperti babinski Rosolimo Stimulus : pengetukan pada telapak kaki Respons: fleksi jari jari kaki pada sendi interphalangealnya Hoffman Stimulus : goresan pada kuku jari tengah pasien Respons : ibu jari, telunjuk dan jari jari lainnya berefleksi Tromner Stimulus : colekan pada ujung jari tengah pasien Respons : seperti Hoffman

CARA PEMERIKSAAN NEUROLOGI


1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Cara pemeriksaan anamnesis. Cara pemeriksaan kesadaran. Cara pemeriksaan rangsang meningeal. Cara pemeriksaan saraf kranialis. Cara pemeriksaan sistem motorik. Cara pemeriksaan sistem sensorik. Cara pemeriksaan refleks.

Anamnesis Anamnesis yang baik membawa kita menempuh setengah jalan ke arah diagnosis yang tepat. Terdapat dua pola anamnesis, yaitu: a. Pasien dibiarkan secara bebas mengemukakan semua keluhan serta kelainan yang dideritanya. b. Pemeriksa ( dokter ) membimbing pasien mengemukakan keluhannya atau kelainannya dengan jalan mengajukan pertanyaan tertuju.

1) Keluhan utama yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. 2) Kemudian ditelusuri tiap keluhan dengan mencari riwayat penyakit yang sedang dideritanya. 3) Kapan mulai timbul. 4) Krononologi timbulnya gejala. 5) Perjalanan penyakit. CARA PEMERIKSAAN KESADARAN Pemeriksaan kesadaran dapat dinyatakan secara kuantitatif maupun kualitatif. Cara Pemeriksaan Kuantitatif (Glasgow Coma Scale) a. Membuka Mata (Eye). b. Respon Bicara (Verbal). c. Respon Gerakan (Motoric).

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) TAMPAKAN SKALA NILAI

EYE OPENING

SPONTAN

DIPANGGIL

RANGSANG NYERI

TIDAK ADA RESPON

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) TAMPAKAN SKALA NILAI

VERBAL RESPONSE

ORIENTASI BAIK

JAWABAN KACAU

KATA KATA TIDAK PATUT

BUNYI TAK BERARTI

TIDAK BERSUARA

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) MOTOR RESPON SESUAI PERINTAH 6

LOKALISASI NYERI

REAKSI PADA NYERI

FLEKSI

EKSTENSI

TIDAK ADA RESPON

Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : (Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium (GCS: 9-7)/ Stupor (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3))

CARA PEMERIKSAAN KESADARAN PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE. Brainstem Reflex 1. 2. 3. 4. 5. 6. Refleks bulu mata kedua sisi Refleks kornea kedua sisi Dolls eye movement/ice water calories kedua sisi Reaksi pupil kanan terhadap cahaya Reaksi pupil kiri terhadap cahaya Refleks muntah atau batuk Positif 2 2 2 2 2 2 Negatif 1 1 1 1 1 1

Interpretasi : Nilai minimum : 6 Nilai maksimum : 12 ( nilai / skor makin tinggi makin baik )

CARA PEMERIKSAAN KUALITATIF 1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. 2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. 3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal. 4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri. 6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL Kaku Kuduk Untuk memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan sbb: 1. Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring, kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada. 2. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL BRUDZINSKI SIGN. Ini meliputi : 1. Tanda leher menurut Brudzinski 2. Tanda tungkai kontralateral menurut Brudzinski 3. Tanda pipi menurut Brudzinski 4. Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski dan istilah ini sering disalahpahamkan dengan Tanda Brudzinski 1 ( Brudzinskis neck sign), Tanda Brudzinski 2 (Brudzinskis contralateral legsign) dan seterusnya.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL Tanda tungkai kontra lateral menurutBrudzinski. 1. Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi lutut, kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. 2. Bila timbul gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan panggul ini menandakan test ini postif.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL Tanda pipi menurut Brudzinski. Penekanan pada pipi kedua sisi tepat dibawah os zygomaticus akan disusul oleh gerakan fleksi secara reflektorik dikedua siku dengan gerakan reflektorik keatas sejenak dari kedua lengan. CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL Tanda simfisis pubis menurut Brudzinski. Penekanan pada simfisis pubis akan disusul oleh timbulnya gerakan fleksi secara reflektorik pada kedua tungkai disendi lutut dan panggul. CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL Tanda Kernig Pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, maka dikatakan Kernig sign positif.

CARA PEMERIKSAAN RANGSANG MENINGEAL Tanda Lasegue. 1. Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan ( fleksi ) persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan ekstensi ( lurus ). 2. Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil patokan 60 derajat.

CARA PEMERIKSAAN SARAF KRANIALIS (N I) Persiapan : Pasien harus sadar & kooperatif Bahan: kopi, teh, tembakau, jeruk peppermint, kamper Pemeriksaan :

1. Subyektif : Keluhan pasien 2. Obyektif Inspeksi Periksa kedua lubang hidung Yakinkan jalan pernafasan & mukosa baik.

Identifikasi: 1. Pasien diberitahu bahwa daya penciumannya hendak diperiksa. 2. Tutup mata pasien. 3. Pasien mengidenfikasi apa yang tercium olehnya bila suatu zat di dekatkan pada lubang hidungnya. Interpretasi : Normal Hiperosmia Anosmia Parosmia Hiposmia Kakosmia Halusinasi olfactorik

CARA PEMERIKSAAN SARAF NERVUS OPTIKUS ( N II )

Pemeriksaan nervus optikus : 1. Pemeriksaan tajam pengelihatan. 2. Pemeriksaan pengenalan warna. 3. Pemeriksaan medan (lapangan) penglihatan. 4. Pemeriksaan fundus (funduskopi). PEMERIKSAAN & INTERPRETASI TAJAM PENGLIHATAN Persiapan : Yakinkan tidak ada gangguan visus ok penyakit mata. Tabel Snellen 1. Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen. 2. Mata kiri ditutup dengan tangan kiri dan visus mata kanan diperiksa. 3. Dengan mata kanannya membaca huruf-huruf dalam tabel snellen. 4. Begitu juga sebaliknya untuk mata kiri. Interpretasi Visus normal : 6/6 x: jarak penderita dg snellen y: jarak dimana orang normal dapat melihat tulisan dalam snellen

Jari-jari Tangan 1. Visus pasien menurun < 6/60,visus diperiksa dengan menghitung jari-jari. 2. Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan kepadanya. 3. Jika sejauh 6 m tidak terlihat, jarak diperpendek sampai dapat dilihat.

Interpretasi Normal:menghitung jari tangan jarak 60 m, jika hanya dapat menghitung jari-jari tangan dari jarak 5 m visus: 5/60 Gerakan Tangan 1. Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan. 2. Jarak pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pemeriksa dengan jelas. Interpretasi Normal : gerakan tangan dari jarak 300 m Hanya melihat arah gerakan tangan dari 3 mvisus 3/300

Lampu / Cahaya 1. Memakai rangsangan cahaya. 2. Mata pasien disinari dengan cahaya lampu pasien disuruh menentukan gelap atau terang. Interpretasi Normal : jarak tak terhingga Jika dapat melihat cahaya dari jarak 1 m visus 1/~. Cahaya tidak dilihatvisus: nol (nol light perseption) PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI Pengenalan warna Pemeriksaan 1. Menggunakan kartu test ishihara dan stiling / benang wol berwarna. 2. Pasien membaca angka berwarna dalam kartu ishihara atau stiling 3. Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah. Interpretasi Normal Buta Warna

Kartu Tes Ishihara

PEMERIKSAAN DAN INTERPRETASI Medan pengelihatan Metode test : 1. Tanpa alat : test konfrontasi 2. Dengan alat : test kampimeter dan test perimeter. Persiapan : 1. Pasien kooperatif. 2. Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan. Test Kampimeter & Test Perimeter 1. Papan hitam diletakan di depan pasien jarak 1 atau 2 m. 2. Benda penguji (test objek) berupa bundaran kecil berdiameter 1-3 mm. 3. Mata pasien difiksasi di tengah & benda penguji digerakan dari perifer ke tengah dari segala jurusan.

Pemeriksaan Funduskopi 1. Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan. 2. Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien. 3. Pemeriksa menyandarkan dahinya pada darsum manus tangan kiri yang memegang dahi pasien. 4. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa, begitu sebaliknya. 5. Pemeriksa menilai retina dan papil nervi optisi.

Oftalmoskop

Pemeriksaan funduskopi

Interpretasi Funduskopi Gambaran retina

Normal : a. Latar belakang: merah keoranye-oranyean b. Papil nervi optisi: lebih muda c. Pembuluh darah berpangkal pada pusat papil memancarkan cabang-cabangnya ke seluruh retina d. Arteri berwarna jernih dan vena berwarna merah tua. e. Reflek sinar hanya tampak pada arteri f. Vena berukuran lebih besar dan tampak berkelak-kelok dibandingkan arteri g. Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan penekanan bola mata pulsasi lebih jelas Gambaran Nervi Optisi Normal : bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal, sedikit pucat, batas tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik cupping, vena : arteri 3 : 2

Gambar1. Retina normal

Gambar2. Retina pada penderita diabetes

Gambar 3. Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah hitam) (A). Terlihat AV nickhing (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arterioles (panah putih) (B)

Gambar 4. Moderate Hypertensive Retinopathy. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam) (A). Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B)

Gambar 5. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema

Gambar 6. Normal Tension Glaucoma

Saraf Otak III, IV, VI Pemeriksaan nervi III,IV,VI: 1. Inspeksi saat istirahat : a. Kedudukan bola mata b. Observasi celah kelopak mata 2. Inspeksi saat bergerak : a. Observasi gerakan mata sesuai perintah 3. Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil 1. Inspeksi saat istirahat A. Kedudukan bola mata Pemeriksaan 1. Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak 2. Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik 3. Eksoptalmus / endoftalmus Interpretasi Normal : Kedudukan bola mata simetris Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik, eksoptalmus / endoftalmus B. Observasi celah kelopak mata Pemeriksaan : 1. Penderita memandang lurus kedepan 2. Perhatikan kedudukan kelopak mata terhadap pupil & iris. Interpretasi Normal : simetris kanan-kiri Kelainan : a. Celah kelopak mata menyempit ptosis enoftalmus & blefarospasmus b. Celah kelopak mata melebar eksoftalmus & proptosis 2. Pemeriksaan gerakan bola mata a. Penilaian gerakan monocular b. Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah c. Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak d. Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (dolls eye movement)

3. Pemeriksaan & Interpretasi Pupil-Reaksi pupil Pemeriksaan : a. Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil b. Perbandingan pupil kanan dan kiri c. Pemeriksaan reflek pupil d. Reflek cahaya langsung e. Reflek cahaya tidak langsung atau konsensuil f. Reflek pupil akomodatif / reflek pupil konvergensi

Interpretasi Normal : a. Bentuk pupil : bulat regular b. Ukuran pupil : 2 mm 5 mm

c. d. e. f. g.

Posisi pupil : ditengah-tengah Isokor Reflek cahaya langsung (+) reaksi pupil pada mata yang disinari secara langsung. Reflek cahaya konsensuil (+) reaksi pupil pada mata sebelahnya. Reflek akomodasi/konvergensi (+)

Kelainan : a. Pinpoint pupil ( keadaan pupil dimana kurang dari 0,0079 inchi pada pencahayaan yang normal. Beberapa kondisi medis yang dapat menyebabkan pinpoint pupil adalah stroke, trauma kepala, keracunan obat).

b. Bentuk ireguler c. Anisokor dengan kelainan reflek cahaya d. Pupil adie (pupil tonik) Terjadi respon cahaya yang terganggu dan respons akomodasi yang normal dan dilatasi yang lambat setelah akomodasi. Pupil tonik sangat sensitif terhadap parasimpatomimetik topical (methacholie 2,5%, pilocarpine). Konstriksi pupil lebih hebat pada pupil tonik dibandingkan mata normal dan dapat mengakibatkan nyeri karena spasme M.siliaris. Etiologi tidak diketahui. Beberapa kondisi yang menyebabkan pupil tonik antara lain, herpes zooster, varicella arteri, tis temporalis, sifilis e. Pupil marcus gunn (dalam keadaan tertentu terjadi dilatasi parodoksikal pada pupil yang terkena cahaya. hal ini berhubungan dengan kerusakan cabang aferen pada mata yang disinari. Contohnya adalah pada mata buta, bila cahaya diarahkan ke mata tersebut, maka tidak ada impuls yang diterima retina (aferen) dan pupil mata buta tidak akan konstriksi, ia akan berdilatasi. Penyakit N.optikus unilateral atau bilateral dimana terkenanya kedua saraf tidak sama beratnya, penyakit retina, ambliopia, gangguan traktus optikus bila menyebabkan gangguan lapang pandang yang satu lebih berat dari yang lain.

Marcus Gunn Pupil (Relative Afferent Pupillary Defect) f. Pupil midriasis

g. Pupil argyll Robertson Jaras eferen yang terkena adalah antara fraktus optikus danNc.Edinger Westphal. Contohnya pada pasien dengan sifilis tertier yang mengenai susunan saraf pusat. Gejala: o Pupil besar, sering ireguler o Tidak bereaksi terhadap cahaya tetapi bereaksi terhadap akomodasi o Sering disertai iris atrofi

N. Kokhlearis dan N. Vestibularis (N VIII) A. N.Kokhelaris (N. Akustikus) 1. Suara Bisik Pemeriksaan: Uji berbisik dilakukan di ruang yang cukup tenang, dengan panjang 6 meter. Pemeriksa duduk ke samping, telinga yang akan diperiksa ke ruang yang 6 meter itu, sedangkan telinga yang sebelah lagi ditutup dengan jarinya.Pemeriksa mengucapkan kata yang terdiri dari 2 suku kata, diucapkan secara berbisik pada akhir ekspirasi. Pasien harus mengulangi apa yang disebut pemeriksa. Dimulai sejak jarak 6 meter, makin lama pemeriksa makin mendekat, sampai pasien dapat menyebut kata dengan benar. Hasil uji berbisik orang normal ialah 5/6 6/6.

2. Uji garputala a. Rinne, yaitu : membandingkan hantaran udara dengan hantaran tulang. Pemeriksaan : Garputala digetarkan, lalu diletakkan pada tulang di belakang telinga dengan demikian getaran melalui tulang akan sampai ke telinga dalam. Apabila pasien tidak mendengar bunyi dari garputala yang digetrakan itu, maka garputala dipindahkan ke depan liang telinga, kira-kira 2,5 cm jaraknya dari liang telinga. Hantaran disini ialah hantaran melalui udara. Pada pasien yang pendengarannya masih baik, maka hantaran melalui udara lebih baik dari hantaran melalui tulang. Jadi garputala yang tadi diletakkan di tulang telinga belakang telinga tidak terdengar lagi, ketika dipegang di dekat liang telinga akan terdengar lagi, disebut uji rinne positif.

b. Schwabach, yaitu: membandingkan hantaran tulang pasien dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Pemeriksaan : 1. Getarkan garputala,tempelkan pada proc.mastoideus penderita 2. Jika suara garputala tidak didengar lagi oleh penderita, pindahkan ke proc.mastoideus pemeriksa. Interpretasi : Schwabach normal apabila bunyi sudah tidak terdengar oleh pemeriksa. Schwabach memendek apabila pemeriksa masih dapat mendengar bunyi.

c. Weber, yaitu: membandingkan hantaran tulang telinga kanan dan kiri. Pemeriksaan : 1. Getarkan garputala dan tempatkan diatas calvaria penderita. 2. Tanyakan kepada penderita ke telinga mana suara garputala terdengar lebih keras. Interpretasi :

Anda mungkin juga menyukai