Anda di halaman 1dari 12

ISLAM, ETIKA DAN BISNIS (Sebuah Pengantar ke dalam Kuliah Etika Bisnis dalam Islam) WAHYU DAN PENCARIAN

KEBENARAN SEJATI Manusia digariskan untuk menjalani hidup sebagai makhluk yang mencintai materi, dan bisnis bertujuan mendapatkan keuntungan materi. Akan tetapi manusia bukan semata pecinta materi, tetapi juga adalah makhluk yang mengenal kepantasan dalam segala aspek kehidupan. Manusia harus tahu bahwa jika melakukan sesuatu yang tidak pantas, maka ada pihak lain yang akan dirugikan secara tidak pantas juga. Padahal pembawaan manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang bernaluri pergaulan dengan sesamanya, antara lain dengan alasan bahwa seseorang tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dengan berusaha sendiri, melainkan tidak bisa tidak ia memerlukan jasa orang lain. Sementara itu, kesejahteraan bersama adalah puncak dari kesuksesan manusia secara kolektif. Bisnis yang tidak mengindahkan etika akan menyulitkan pencapaian kesejahteraan bersama seperti itu, berbalik menjadi kesejahteraan segelintir orang atau golongan saja. Etika menyangkut kepantasan, artinya apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan seseorang. Jika hal itu berkaitan dengan bisnis, maka segi kepantasan tersebut adalah mengenai apa yang pantas atau tidak pantas dilakukan seseorang ketika menjalankan bisnis dalam rangka mendapatkan keuntungan. Etika termasuk salah satu cabang dari filsafat. Mungkin banyak peraturan tentang bisnis yang ditetapkan beberapa negara dengan jelas memasukkan muatan etika ke dalamnya. Dengan demikian, peraturan itu telah dengan sadar mengusung etika bisnis ke dalam ranah yuridis. Akan tetapi sebenarnya hubungan etika dengan hukum adalah masalah klasik yang krusial dalam wacana filsafat hukum. Pertanyaan tentang apakah sebuah sistem hukum harus memasukkan nilai moralitas atau etika menjadi hukum ternyata tidak kunjung mendapatkan kesepakatan hingga sekarang. Pertama, menentukan manakah yang pantas dilakukan dan mana yang tidak pantas adalah persoalan yang berat. Kedua, kalaupun disepakati, bagaimana membawa kesepakatan itu menjadi sebuah bunyi peraturan undang-undang merupakan persoalan yang tak kurang beratnya. Mungkin gara-gara itu, aliran hukum positif seperti yang dibawakan oleh Hans Kelsen dalam Teori Hukum Murni menolak kaitan antara hukum dengan keadilan dan moralitas. Menurutnya, hukum harus dibersihkan dari unsur-unsur non-yuridis seperti itu, "hukum murni". Di dalam tradisi pemikiran hukum Islam, kontroversi di atas tidak pernah terjadi. Para yuris atau filosof muslim tidak pernah bertikai berkepanjangan mengenai hubungan antara hukum dengan etika, moralitas dan keadilan. Mereka sudah sepakat bahwa hukum haruslah mengandung unsur ajaran moral, etika dan keadilan. Para yuris

dalam Islam dan para filosof muslim sangat diuntungkan oleh struktur keilmuan Islam yang menempatkan wahyu sebagai sumber kebenaran mutlak yang berada di puncak, sehingga mereka terlepas dari keharusan bertikai atau terlibat dalam berpolemik bertele-tele selama berabad-abad yang tak berujung mengenai soal-soal filsafat yang sangat krusial seperti soal hukum, keadilan dan moral itu. Masyarakat ilmiah yang tidak memiliki tradisi kepasrahan kepada wahyu secara total seperti ini, pasti akan terseret ke dalam keharusan di atas, sebagaimana yang dialami oleh masyarakat Barat semenjak beberapa abad yang lalu. Dari pengalaman Barat tentang pencarian hakikat kebenaran dapat disimpulkan bahwa sampai dengan detik ini, manusia tidak dapat mencapai kesepakatan di antara mereka mengenai hakikat kebenaran itu. Kesepakatan seperti itu tampaknya hanya dapat dicapai oleh mereka yang mengalami suatu pendidikan kolektif dan masal yang membawa mereka menyepakati suatu rujukan kebenaran tertinggi, apapun rujukan itu, akan tetapi tampaknya hanya dapat dicapai oleh wahyu. Mungkin dapat juga disimpulkan bahwa sampai detik ini, manusia hanya dapat disatukan oleh wahyu dalam soal pencarian kebenaran, dan bahwa jika manusia tidak mendapatkan informasi mengenai hakikat kebenaran itu dari wahyu, niscaya mereka tidak dapat mencapai apa yang disebut dengan the ultimate truth itu. HUKUM DAN ETIKA DI DALAM ISLAM Ketika komunitas lain masih berada di dalam polemik tentang masuknya ajaran etika ke dalam hukum, para yuris muslim sudah memastikan bahwa etika dan moral adalah garapan utama di dalam Islam yang diusung dalam terma akhlaq dan sudah demikian pastinya menjadi salah satu muatan dalam hukum Islam. Hal ini dikarenakan sumber hukum Islam yang utama, yaitu wahyu memang mengandung ajaran akhlaq. Bukti nyata dari pentingnya akhlaq sebagai salah satu materi hukum adalah larangan berzina dan larangan mendekati perbuatan tersebut. Ketika zina dicap sebagai kelakuan yang keji dan cara yang buruk (fahishah wa sa'a sabila), dalam waktu yang sama, zina diberi hukuman dera atau cambuk 100 kali. Zina ini hanya dipandang "tidak pantas" dalam etika Barat, bukan kejahatan, dan baru dianggap kejahatan yang diberi sanksi jika dilakukan dengan anak di bawah umur atau dengan pasangan orang lain. Selama hal itu dilakukan suka rela dan "tidak merugikan" orang lain, maka itu bukanlah kejahatan, tetapi maksimal hanya tidak pantas, itu pun hanya untuk orang-orang tertentu, misalnya tokoh publik. Sumber hukum adalah tempat di mana sebuah aturan digali, ditemukan atau diambil. Ini adalah sumber hukum dalam arti materiil. Di dalam wacana hukum umum terdapat pembagian sumber hukum menjadi sumber hukum

materiil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil adalah sumber hukum yang menentukan isi kaidah hukum, dan terdiri atas 1) pendapat umum, 2) agama, 3) kebiasaan dan 4) poitik hukum dari pemerintah. Sumber hukum materiil, yaitu tempat materi hukum itu diambil, adalah faktor yang membantu pembentukan hukum. Sumber hukum dalam arti ini juga bisa diberikan pengertian agak berbeda yaitu sebagai tempat atau rujukan ketika seseorang hendak mengetahui jawaban atas persoalan-persolan hukum yang dihadapi. Sedangkan sumber hukum formil adalah tempat atau sumber darimana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu berlaku. Dalam ungkapan Ishaq (2008), pengertian sumber hukum formil berarti segala sesuatu yang menimbulkan aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga jika aturan itu dilanggar maka akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata terhadap pelanggarnya. Lebih lanjut menurut Fitzgerald, dimana ini dikutip oleh Satjipto Rahardjo, menyatakan bahwa sumber hukum yang melahirkan hukum dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu sumber-sumber yang bersifat hukum dan sumber-sumber yang bersifat sosial. Sumber-sumber hukum yang bersifat hukum merupakan sumber yang diakui oleh hukum sendiri dan secara langsung melahirkan atau menciptakan hukum. Sumber-sumber hukum yang bersifat sosial merupakan sumber yang tidak mendapatkan pengakuan secara formal oleh hukum, sehingga tidak secara langsung bisa diterima oleh hukum.1 Dengan demikian, berdasarkan makna sumber hukum secara materiil itu, harus dikatakan bahwa karakter dari sumber hukum pasti akan tergambar dalam hukum yang dihasilkannya. Jika hukum Islam melarang zina, sebagaimana secara luas dicantumkan di dalam literatur fiqh, dan tercantum di dalam undang-undang negara yang menetapkan hukum Islam sebagai hukum negara, maka hal itu dikarenakan sumber hukumnya memang secara eksplisit melarang zina. Karakter wahyu yang berada di luar wilayah akal jelas tergambar di sini. Dikatakan berada di luar wilayah akal, karena secara rasional tidak ada yang salah jika ada dua orang lawan jenis melakukan hubungan intim, hubungan yang dilakukan secara suka rela dan tidak merugikan siapapun. Sementara itu, masyarakat Barat atau mungkin masyarakat lain, memang melahirkan hukum mereka dari sumber yang tidak mengharamkan zina, yaitu rasio. Memang, sekali lagi, rasio tidak melihat perzinaan sebagai kelakuan yang merugikan siapa pun sehingga tidak ada alasan untuk melarangnya. Jadi wajarlah jika aturan hukum yang dihasilkan dari rasio murni tidak memandang zina sebagai perilaku terlarang.
1

Ishaq, Dasar-dasar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2008); Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti), 2000; Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar (Yogyakarta: Liberty),

Wahyu yang sama berbicara juga mengenai hal-hal lain, termasuk dalam perilaku berbisnis. Di dalamnya terdapat larangan memakan harta orang dengan cara yang tidak sah (batil), perintah untuk menginfaqkan sebagian hasil usaha, perintah mengatakan sejujurnya (qu>lu> qawlan sadi<dan), larangan menimbulkan kerugian, larangan riba, suap dan sebagainya. Wahyu dengan karakter kepedulian terhadap kepantasan tingkah laku inilah yang kemudian menjadi dasar bagi semua aturan Islam bertingkah laku, termasuk tingkah laku berbisnis. Ayat-ayat atau hadis mengenai kepantasan ini mungkin tidak spesifik menuntun kegiatan bisnis, tetapi merupakan tuntunan umum tentang semua perilaku manusia. Akan tetapi memang begitu, seringkali sebuah ayat atau hadis cocok saja menjadi pedoman bagi berbagai macam kegiatan manusia. Maka kemudian ayat-ayat dan hadis-hadis seperti itulah yang menjadi obyek dari kajian ini, berikut tafsir yang sudah diberikan oleh para ahli tafsir aupun dalam bidang bisnis Islam. Kemudian bahan-bahan itu diurutkan menurut judul yang ditetapkan di bawah ini. Dengan demikian, referensi yang digunakan, di samping buku-buku mengenai etika bisnis umum, juga etika bisnis menurut Islam, juga kitab-kitab tafsir serta sharh hadis, kitab fiqh muamalah, artikel jurnal tentang soal-soal tersebut, di samping bahan-bahan lain yang relevan. DESKRIPSI MATAKULIAH 1. Nama Mata Kuliah ETIKA BISNIS DALAM ISLAM 2. TUJUAN Memahami posisi etika di dalam sistem ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi lainnya (kapitalisme, sosialisme, rasionalisme, spiritualisme) serta dampak pemikiran-pemikiran itu kepada masyarakat. Membahas konsep etika yang berhubungan dengan penyelesaian isu moral dalam bisnis, mengembangkan keahlian analitis maupun penalaran dalam mengaplikasikan konsep etika dalam prosedur bisnis, mengidentifikasi isu-isu moral dalam aspek manajerial, serta menganalisis lingkungan eksternal yang turut mendorong terjadinya penyimpangan etika dalam bisnis. 3. JADUAL PRESENTASI MAKALAH (masing-masing judul ditulis oleh dua mahasiswa secara terpisah dan dipresentasikan dalam sesi yang sama).

TM KE 1 . 2 .

JUDUL DAN KISI-KISI MAKALAH PENGANTAR: DISKRIPSI MATA KULIAH, BISNIS DAN ETIKA ETIKA SEBAGAI CABANG DARI FILSAFAT Apakah filsafat itu, dan mengapa dipelajari? Cabang-cabang filsafat dan letak etika Antara etika, moral dan akhlaq 3 KONTROVERSI HUBUNGAN ANTARA . ETIKA DAN HUKUM Pendapat dan aliran pendukung etika Pendapat dan aliran anti etika Analisis sebab perselisihan Pendapat penulis (bandingkan dengan Islam) 4 BISNIS DAN ETIKA . Pengertian bisnis dan bidang-bidang bisnis Makna etika di dalam bisnis

REFERENSI

PEMAKALAH DOSEN M. ARWAN HAMIDI DAN IWAN SURYANTO

HARI DAN TANGGAL Selasa, 16 Oktober 2012 Selasa, 30 Oktober 2012

MUH. MAKSUM DAN MUH IKHWANUDDIN ALFIANTO

Selasa, 6 Nopember 2012

SABAR DAN AILIN FARIHAH HASAN

Selasa, 20 Nopember 2012

5 PRINSIP-PRINSIP ETIKA DALAM . BERBISNIS ISLAMI Padanan istilah bisnis dalam fiqh Islam, pengertian dan dan bidang-bidangnya Sumber ajaran etika di dalam Islam Ayat-ayat dan hadis-hadis tentang etika bisnis Penyimpulan tematik ajaran etika bisnis dalam ayat alQur'an dan hadis. Tujuan etika bisnis dalam Islam Masa depan etika bisnis Islam 6 KONSEP KEPEMILIKAN DALAM ISLAM . Pengertian hak milik menurut fiqh Macam-macam hak milik menurut fiqh Sumber-sumber hak milik menurut fiqh: Allah sebagai Pemilik yang sebenarnya Pemanfaatan hak milik dalam fiqh Hilangnya hak milik menurut fiqh

AMIN KURNIAWAN DAN SITI WULANDARI

Selasa, 27 Nopember 2012

TARWINA FATAWI DAN AWWALU AININ NI'MA

Selasa, 4 Desember 2012

7 ETIKA BERUSAHA DALAM ISLAM . (persoalan konsep berkah, halalharam, dunia-akhirat, ilahiyahsekuler, Etika tentang permodalan Etika memilih bidang usaha Etika produksi Etika distribusi Etika penawaran produk (iklan dll.) 8 ETIKA MEMPERLAKUKAN REKANAN . (pengupahan, pemesanan, pemasokan Konsep rekanan dalam berbisnis (umum dan Islam), alasan bagi pentingnya peranan rekanan dalam bisnis. Rekanan bisnis dalam ayat dan hadis Nabi (contohcontoh dari Nabi). Kedalaman hubungan rekanan bisnis dalam konsep Islam (syirkah, konsumen, pelanggan, pemodal, dll.) 9 ETIKA BERSAING . Persaingan sebagai

NAFI'AH DAN HUSNA NI'MATUL ULYA

Selasa, 11 Desember 2012

AGUS SYAIKHONI DAN ANOKA ERLANDES

Selasa, 18 Desember 2012

IMAM SAFI'I DAN HANIK MARIANA

Selasa, 8 Januari 2013

fenomena alamiah menuju kemajuan: penjelasan filosofis munculnya persaingan. Prinsip-prinsip persaingan sehat (fair competition) dan persaingan tak sehat (unfair competition) secara umum. Pihak-pihak yang sering terlibat persaingan bisnis (buruhmajikan, persaingan produkproduk sejenis, pemilik modalpekerja, dll.) dan alasan masingmasing untuk bersaing. Kemenangan neoliberalisme ekonomi dan ancaman runtuhnya etika persaingan bisnis dan akibatnya terhadap kepentingan masyarakat. Bukti-bukti nyata (positif dan negatif) mengenai dampak persaingan dalam bisnis kontemporer. 1 KEJAHATAN-KEJAHATAN BISNIS 0 DALAM ISLAM: . Ayat-ayat al-Qur'an tentang kejahatan bisnis dan tafsirnya. Hadis-hadis Nabi tentang kejahatan bisnis dan tafsirnya.

SITI MASRUROH DAN ISMAIL HASAN

Selasa, 15 Januari 2013

Elaborasi tematik terhadap ayat dan hadis tentang kejahatan bisnis dalam konsep fiqh; macam-macam kejahatan bisnis, pengertian masing-masing. Elaborasi tematik terhadap ayat dan hadis tentang kejahatan bisnis dalam sorotan realitas kontemporer; sebab terjadinya dan sanksinya. Dampak dari kejahatan bisnis terhadap perekonomian dan sektor kehidupan lainnya. Kekhasan Islam dalam menentukan kejahatan bisnis. MAKNA LABEL HALAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN KEBERSIHAN MEKANISME KONTROL SOSIAL TERHADAP KEJAHATAN BISNIS MENGAPA ORANG MELAKUKAN KEJAHATAN BISNIS 1 STUDI KASUS BISNIS 1 PERTAMBANGAN: POTENSI . PELANGGARAN ETIKA DAN DAMPAKNYA (FREEPORT) Hakikat kepemilikan

ERIFA KHOIRUL ANAM

Selasa, 29 Januari 2013

tambang dan etika penggunaannya dalam fiqh (ayat, hadis, pendapat ulama). Regulasi kepemilikan tambang dan etika penggunaannya dalam peraturan hukum di Indonesia. Isue-isue terpenting dunia pertambangan Indonesia (FREEPORT); kesesuaian dan ketidak sesuaian dengan normanorma yang berlaku (hukum, etika, agama). Aktor-aktor penting (lembaga, person) dalam percaturan pertambangan Indonesia; pertarungan kepentingan-kepentingan. Pertambangan Indonesia dan pertaruhan kesejahteraan bangsa; pelanggaran etika dan dampaknya dalam konteks garapan kesejahteraan bangsa. 1 STUDI KASUS LEMBAGA KEUANGAN: 2 POTENSI PELANGGARAN ETIKA DAN . DAMPAKNYA (BLBI, BANK CENTURY) Tugas-tugas terpenting lembaga keuangan dalam sebuah sistem ekonomi.

SEPTIYAN HUDAN FUADI DAN SARPINI

Selasa, 5 Pebruari 2013

Hubungan antara sektor keuangan dan kemajuan ekonomi. Isue-isue penting (lembaga, person) dalam percaturan lembaga keuangan di Indonesia; pertarungan kepentingan-kepentingan. Lembaga keuangan Indonesia dan pertaruhan kesejahteraan bangsa; pelanggaran etika dan dampaknya. Kasus BLBI dalam konteks garapan kesejahteraan bangsa. 1 STUDI KASUS PENGADAAN BARANG 3 DAN JASA: POTENSI PELANGGARAN . ETIKA DAN DAMPAKNYA Urgensi regulasi terhadap pengadaan barang dan jasa Tujuan regulasi terhadap pengadaan barang dan jasa. Ringkasan prosedur pengadaan barang dan jasa Kasus-kasus pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa (KASUS HAMBALANG, JASA ) dan norma hukum serta etika dan dilanggar.

ETTY ZUHRIYATI DAN RIRIN HARIWAHYUNI EKAWATI

Selasa, 12 Februari 2013

1 URGENSI DAN MASA DEPAN ETIKA 4 ISLAM DALAM BIDANG BISNIS . Islam sebagai harapan: Perilaku bisnis tidak etis dan harapan kepada Etika Islam Budaya pragmatisme sebagai hambatan Muslim dan kewajiban menegakkan etika Islam Metode perjuangan Etika Islam dalam Bidang Bisnis: antara harapan dan hayalan

SYAMSUL HADI /AMIN KURNIAWAN

Selasa, 19 Februari 2013

Anda mungkin juga menyukai