Anda di halaman 1dari 14

VARICELLA ZOSTER

I.

PENDAHULUAN Varicella atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah penyakit infeksi primer menular yang disebabkan oleh virus varicella-zoster (VZV) yang ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit. Pada umumnya menyerang anak-anak, tapi dapat juga terjadi pada orang dewasa yang belum pernah terkena sebelumnya. Meskipun gejala klinis varisela tidak berat namun pada remaja, orang dewasa dan anak dengan status imunitas menurun dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian.1, Varisela dapat mengenai semua kelompok umur termasuk neonatus, tetapi hampir sembilan puluh persen kasus mengenai anak dibawah umur 10 tahun dan terbanyak pada umur 5-9 tahun.1 Virus varicella-zoster dapat menyebabkan infeksi primer, laten, dan rekuren. Infeksi primer bermanifestasi sebagai varicella (chickenpox atau cacar air), reaktivasi dari infeksi laten menyebabkan herpes zoster (shingles). Penyakit ini sangat menular dengan karakteristik lesi-lesi vesikel kemerahan. Reaktivasi laten dari virus varicella zoster umumnya terjadi pada orang dewasa biasanya pada dekade keenam, dan juga dapat menyerang anak dengan defisiensi imun. Biasan ditandai dengan munculnya shingles yang berkarakteristik sebagai lesi vesikular terbatas pada dermatom tertentu dan disertai rasa sakit yang hebat. 2

II.

EPIDEMIOLOGI Virus Varicella-Zoster ditemukan pada tahun 1995 dengan manusia sebagai satusatunya reservoir. Penyakit ini sangat menular dengan attack rate 90% terhadap orang yang rentan. Insidensinya berkisar antara 65-86% dengan masa penularan 24-48 jam sebelum lesi kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul. 2 Sekitar 50% kasus terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula ditemukan pada usia 1-4 tahun dan 10-14 tahun. 11.000 kasus diperlukan perawatan di rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya. Perinatal varicella dengan kematian dapat terjadi apabila ibu hamil terjangkit varicella pada 5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam setelah
1

melahirkan. Kematian berkaitan dengan rendahnya sistem imunitas pada neonatus. Varicella kongenital ditandai dengan hipoplasia ekstremitas, lesi kulit, dan mikrosefal. 1,2 Varicella merupakan penyakit yang sangat menular, tetapi sangat bergantung pada kekebalan seseorang. Varicella terutama menyerang individu yang belum mempunyai antibodi. 2 Varicella dapat menyerang semua umur termasuk bayi baru lahir dan dewasa. Sembilan puluh persen penderita adalah anak berumur kurang dari 10 tahun dengan insiden tertinggi pada kelompok umur 2-6 tahun, sedangkan sebagian kecil (kurang lebih 5%) pada golongan umur di atas 15 tahun. 1,2 Transmisi atau penularan penyakit varicella dilaporkan melalui banyak cara. Penularan dapat berupa: - Kontak langsung ; - Percikan ludah/melalui udara; sehingga menyebabkan penyakit ini sangat menular walaupun sebelum rash timbul; - Papul dan vesikel tetapi bukan krusta, mengandung populasi virus cukup tinggi; - Transplasental; 2,3 Delapan puluh sampai sembilan puluh persen penularan terjadi dalam keluarga karena kontak kedua dalam keluarga umumnya lebih berat. 1,2 Masa penularan varicella terutama mulai pada 2 hari sebelum timbul lesi kulit dan berakhir bila terjadi krusta, biasanya 5 hari kemudian. Sedang pada neonatus tertular selama terjadi viremia pada ibu hamil. Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras. 1,2

III. ETIOLOGI Varicella zoster atau cacar air disebabkan oleh varicella-zoster virus (VZV) yang merupakan salah satu dari 8 jenis herpes virus dari family herpesviridae yang dapat menyerang manusia dan primate. Virus ini mempunyai amplop, membentuk ikosahedral, dan memiliki DNA berantai ganda yang mengkode lebih 70 macam protein. Penyebarannya dapat melalui kulit ataupun saluran pernapasan. 1-3

VZV menyebar sebagai partikel bebas atau bentuk virion yang ditemukan dalam vesikel kulit yang berukuran cukup kecil (diameter sekitar 200 nm). Inti virus disebut kapsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekul 100 juta yang disusun dari 162 kapsomer dan sangat infeksius. VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari fibroblas paru embrio manusia. 2,3

Gambar 1. Varicella zoster virus grown in a tissue culture.

IV. PATOGENESIS VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi kulit muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan lesi pada orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus melalui jalur traktus respiratorius. 1,2,5 Masa inkubasi berlangsung sekitar 14 hari. Virus akan bereplikasi di kelenjar limfe regional, 4-6 hari kemudian mulai terjadi viremia pertama dan menyebar melalui peredaran darah masuk ke dalam organ retikuloendotelial yaitu hati dan limpa serta dapat menginfeksi susunan saraf pusat.2 Satu minggu kemudian, Virus-virus varicella bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke seluruh tubuh terutama jaringan kulit dan mukosa. Pada saat ini juga akan timbul demam dan malaise dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta, ini yang disebut viremia kedua. Lesi kulit muncul tidak bersamaan, sesuai dengan
3

siklus viremia. Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik intranulear. Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa ballooning, yakni degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang beisi oleh cairan. 2 Dengan berkembanganya lesi yang cepat, lekosit polimorfonuklear akan masuk ke korium dan cairan vesikel sehingga mengubah cairan yang jelas dan terang menjadi berwarna keruh, kemudian terjadi absorbsi dari cairan ini, akhirnya membentuk krusta. 5,6 Terbentuknya lesi-lesi pada membran mukosa juga dengan cara yang sama, tetapi tidak langsung membentuk krusta. Vesikel-vesikel biasanya akan pecah dan membentuk luka yang terbuka, namun akan sembuh dengan cepat.2 Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya protein ORF47 kinase yang berguna pada proses replikasi virus. VZV dapat menyebabkan terjadinya infeksi diseminata biasanya berhubungan dengan rendahnya sistem imun dari penderita. 2,7 Bila terjadi ensefalitis, pada pemeriksaan patologis akan tampak gambaran demielinisasi perivaskuler pada substansia alba. Meluasnya kerusakan pada sel otak anterior dapat menyeebabkan paralisis permanen atau sementara. Lesi-lesi serat saraf posterior ditandai oleh adanya infiltrasi dari sel-sel kecil dan sel-sel darah merah, nekrosis dari serat dan sel-sel saraf menyebabkan reaksi inflamasi dari ganglion sheath.
1,2

V.

GEJALA KLINIS Gejala klinis dimulai dengan stadium prodromal, dimana gejala ini timbul setelah 14-15 hari masa inkubasi, yakni demam yang tidak terlalu tinggi, malese dan nyeri kepala kemudian disusul timbulnya ruam kulit berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini khas berupa tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan kemudian menjadi krusta. Sementara proses ini berlangsung, timbul lagi vesikel-vesikel yang baru sehingga menimbulkan gambaran polimorfik. Perubahan ini jam.1,3 hanya terjadi dalam waktu 8-12

Kemudian pada stadium erupsi, ruam kulit akan muncul di wajah dan kulit kepala lalu dengan cepat akan menyebar ke badan dan ektstrimitas. Penyebaran lesi varisella terjadi secara sentrifugal. 1 Selain itu, vesikel juga dapat timbul pada mukosa mulut terutama pada pallatum dan saluran napas bagian atas, dapat menyerang konjungtiva ,saluran cerna, saluran kemih, dan vagina. Jika terdapat infeksi sekunder terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional. Penyakit ini biasanya disertai dengan rasa gatal.1-3 Pada ibu hamil yang menderita varicella dapat menimbulkan beberapa masalah pada bayi yang akan dilahirkan dan bergantung pada masa kehamilan ibu, antara lain; A. Varicella neonatal 2 Varicella neonatal dapat merupakan penyakit yang serius, hal ini bergantung pada saat ibu terkena varicella dan persalinan. Bila ibu hamil terinfeksi varicella 5 hari sebelum partus atau 2 hari setelah partus, berarti bayi tersebut terinfeksi saat viremia kedua dari ibu, bayi terinfeksi transplasental, tetapi tidak memperoleh kekebalan dari ibu karena belum cukupnya waktu itu untuk memproduksi antibodi. Pada keadaan ini, bayi yang dilahirkan akan mengalami varicella berat dan menyebar. Perlu diberikan profilaksis atau pengobatan dengan varicella-zoster imunnoglobulin (VZIG) dan asiklovir. Bila tidak diobati dengan adekuat, angka kematin sebesar 30%. Penyebab kematian utama akibat pneumonia berat dan hepatitis fulminan. Bila ibu terinfeksi varicella lebih dari 5 hari antepartum, sehingga ibu mempunyai waktu yang cukup untuk memproduksi antibodi transplasental dari ibu. Pengobatan dengan VZIG tidak perlu, tetapi asiklovir dapat dipertimbangkan pemakaiannya. B. Sindrom varicella kongenital 2 Varicella kongenital dijumpai pada bayi dengan ibu yang menderita varicella pada umur kehamilan trimester I atau II. Diketahui hanya 2% fetus dengan ibu terinfeksi varicella yang menampilkan VZV embriopati pada usia 20 minggu kehamilan.5
5

Manifestasi klinik berupa retardasi pertumbuhan, hipoplasia ekstremitas, mikroftalmia, katarak, kerioretinitis dan scar pada kulit. Beratnya gejala pada bayi tidak berhubunhgan dengan beratnya penyakit pada ibu. Ibu hamil dengan varicellazoster tidak berhubungan dengan kelainan pada bayi.3

Gambar 2. Varicella zoster dengan effloresensi berupa vesikel dengan dasar eritema7 Fetus yang terinfeksi pada usia 6-12 minggu dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan ekstremitas. Infeksi pada fetus 16-20 minggu dapat menyebabkan gangguan pada mata dan otak. Infeksi pada fetus juga dapat menyebabkan gangguan pada saraf simpatis dan servikal dan lumbosakral, sehingga menyebabkan sindroma homer dan disfungsi dari uretra dan sfingter anal. 3 Gejala yang khas biasanya terlihat pada kulit, ekstremitas, mata dan otak. Pada kulit biasanya terbentuk sikatriks dan malformasi ekstremitas. Kelainan pada mata berupa katarak, serta afasia bila mengenai otak secara keseluruhan. Pada pemeriksaan histologi ditemukan adanya proses nekrosis pada otak. Diagnosis dapat menggunakan pemeriksaan DNA virus dengan metode PCR. C. Zoster Infantile 2 Penyakit ini sering muncul dalam umur bayi satu tahun pertama, hal ini disebabkan karena infeksi varicella maternal setelah masa gestasi ke-20. Penyakit ini sering menyerang saraf dermatom thoracis.
6

Gambar 3. Varicella pada bayi yang baru lahir.4 D. Breakthrough Varicella 2 Apabila infeksi terjadi 2 minggu passca infeksi primer ataupun imunisasi dengan munculnya kembali ruam-ruam kulit (bentuk makulopapular) tanpa disertai demam, diperkirakan disebabkan oleh VZV tipe virulen. E. Progresif Varicella 2 Progresif varicella adalah suatu keadaan yang ditandai dengan koagulopati, berupa perdarahan bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik, perdarahan hebat, dan terus munculnya lesi-lesi baru. Timbul rasa sakit yang hebat di daerah abdominal disertai dengan perdarahan pada vesikel. Faktor resiko keadaan ini adalah penderita kongenital dengan imunodefisiensi, keganasan, kemoterapi, dan jumlah limfosit <500 sel/mm3. F. Herpes Zoster 2 Herpes zoster sangat jarang ditemukan pada anak; namun dapat pula timbul sebagai akibat infeksi varicella pada awal kehidupan anak yang didapat dari ibu. Vesikel yang timbul juga serupa dengan varicella, yaitu berupa vesikel berisi cairan dan disertai rasa nyeri neuropatik. Herpes zoster biasanya menyerang dermatom toraks, sekitar T5-T12. Sekitar 14 20% pasien memiliki penyakit yang terdistribusi pada
7

saraf kranial dan 16% pasien terinfeksi pada dermatom lumbosakral terutama L1-L2. Sekitar 40% pasien dengan herpes zoster memiliki nilai leukosit dan protein yang meningkat pada cairan serebrospinal. Pada individu yang memiliki sistem imun yang baik, dermatom yang terinfeksi akan sembuh dalam 2 minggu, namun hipersensitivitas kulit dapat terus berlangsung hingga 2 bulan.

VI.

DIAGNOSIS Diagnosis varicella dapat ditegakkan secara klinis dengan gambaran dan perkembangan lesi kulit yang khaas, terutama apabila diketahui ada kontak 2-3 minggu sebelumnya. Gambaran khas termasuk (1) muncul setelah masa prodromal yang singkat dan ringan (2) lesi berkelompok terutama dibagian sentral (3) perubahan lesi yang cepat dari makula, vesikel, pustul sampai krusta (4) terdapatnya semua tingkat lesi dalam waktu bersamaan pada daerah yang sama .1 Umumnya pemeriksaana laboratorium tidak diperlukan lagi, pada 72 jam pertama (3 hari) dapat terjadi leukopenia yang diikuti dengan leukositosis. Serum antibodi IgA dan IgM dapat terdeteksi pada hari pertama dan kedua pasca ruam. Pemeriksaan fungsi hati (75%) juga mengalami kenaikan. Pasien dengan gangguan neurologi akibat varicella biasanya mengalami limfositik pleositosis dan peningkatan protein pada cairan serebrospinal serta glukosa yang umumnya dalam batas normal. 1,2 Untuk pemeriksaan varicella, bahan diambil dari dasar vesikel dengan cara kerokan atau apusan dan dicat dengan Giemsa, Hematoksilin Eosin (HE) atau apusan Tzanck. Dari bahan ini akan terlihat sel-sel raksasa (giant cell) yang multinukleus dan epitel sel dengan berisi Acidophilic Inclusion Bodies. Akan tetapi, pemeriksaan ini tidak cukup spesifik untuk menentukan varicella dan untuk lebih memastikan, dapat dilakukan pemeriksaan imunoflouresensi (direct fluorescent assay), sehingga terlihat antigen virus intrasel. 3 Isolasi virus dapat dilakukan dengan menggunakan fibroblas pada embrio manusia. Bahan diambil dari kerokan dasar vesikel, kadang-kadang dari darah. Antibodi

terhadap varisella dapat dideteksi dengan pemeriksaan Complemen Fixation Test, Neutralization Test, FAMA, IAHA, ELISA. 3 Teknik serologi juga biasa digunakan untuk mendiagnosis VZV. Teknik serologi didasarkan pada pemeriksaan serum akut dan konvalesensi, yaitu IgM dan IgG. Pemeriksaan VZV IgM memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang rendah. Reaktivasi VZV memacu IgM yang terkadang sulit dibedakan dengan kehadiran IgM pada infeksi primer. Salah satu kepentingan pemeriksaan antibodi IgG adalah untuk mengetahui status imun seseorang, dimana riwayat penyakit varicella-nya tidak jelas. 2 Pemeriksaan foto thoraks tidak patognomonis pada penyakit varisella, foto thoraks dilakukan pada penderita dengan panas tinggi untuk mengeksulis pneumonia. 1,3

VII.

PENGOBATAN DAN PROFILAKSIS Pengobatan Pada anak sehat, varisella umumnya ringan dan sembuh sendiri, cukup diberikan pengobatan simtomati. Pada lesi kulit fokal dapat diberi lotio calamine. Untuk mengurangi rasa gatal dapat dengan kompres dingin, mandi secara teratur ataupun dengan pemberian histamin.1

a. Antivirus Asiklovir, famsiklovir, dan valasiklovir adalah agen antiviral yang telah diakui untuk penanganan terhadap infeksi varicella. Nukleotida ini telah menggantikan vidarabin dan interferon- yang merupakan antivirus pertama yang diketahui memiliki efek klinis untuk mengatasi infeksi primer dan rekurensi dari VZV. Asiklovir hanya terfosforilasi ketika bertemu dengan timidin kinase dari virus, obat ini cenderung inaktif di dalam tubuh kecuali bila tersensitisasi dengan sel yang terinfeksi VZV atau yang telah memiliki enzim virus. 2.6 Setelah terjadi penggabungan antara asiklovir dengan timidin kinase, maka selular kinase akan metabolisme monofosfat menjadi trifosfat yang bersifat kompetitif inhibitor dan menjadi rantai terminasi DNA virus polimerase. 2,6

Konsentrasi yang biasanya diperlukan untuk menginhibisi VZV adalah sekitar 1-2 mg/ml. Obat lainnya adalah famsiklovir yang merupakan diasetil, 6-deoksi-ester pensiklovir, yang merupakan analog dari guanosin nukleotida. Metabolisme dari obat ini dimulai dari uptake di sel usus dan diselesaikan di hati. Cara kerjanya serupa dengan asiklovir. 2 Valasiklovir adalah asiklovir dengan derivate valin ester yang memungkinkan absorpsi secara oral lebih baik dari asiklovir biasa, valasiklovir berubah kembali menjadi asiklovir pada saat proses absorpsi dan memiliki cara kerja yang sama terhadap VZV dengan derivat asiklovir biasa. 2 Neonatus memiliki risiko tinggi terjadinya visceral varicella. Bila ibu hamil menderita varisela pada minggu sebelum kelahiran, dianjurkan pemberian asiklovir pada bayi bila terdapat lesi waktu lahir, bila bayi tidak terdapat lesi, dapat diberikan Varicella Zoster Immune Globuline (V-ZIG) dan bayi dimonitor ketat. Bila varisela muncul dalam dua minggu pertama kehidupan, bayi diberikan asiklovir intravena selama lima hari.6 Pada pasien imunokompromais, varisela dapat menjadi berat bahkan

menyebabkan kematian. Terjadinya penyulit dikarenakan respon imun yang gagal mengatasi replikasi dan penyebaran virus. Pasien imunokompromais termasuk leukemia, penyakit keganasan yang mendapatkan pengobatan kortikosteroid, dan status imunitas yang menurun..2,6 Terapi asiklovir pada anak imunodefisiensi harus dimulai pada 24 hingga 72 jam sesudah muncul ruam kulit. Oleh karena rendahnya absorbsi oral, obat diberikan intravena dengan tiap pemberian dosis 500 mg dalam 8 jam. Terapi dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai tidak ada lesi baru yang muncul dalam 48 jam. Dosis antivirus (oral) untuk pengobatan varicella zoster pada anak asiklovir 4 x 20 mg/kgBB/hari/oral selama 5 hari.2,6

b. Simtomatik Pemberian asetaminofen untuk mengurangi perasaan tidak nyaman akibat demam, antipruritus seperti difenhidramin 1,25 mg/kg setiap 6 jam atau hidroksin 0,5 mg/kg setiap 6 jam. Topikal dan antibiotik sistemik dapat diberikan untuk mengatasi
10

superinfeksi bakteri. Terapi antivirus menurunkan mortalitas karena progresif pneumonia dapat simptomatik dapat menyebabkan timbulnya lesi vesikular pada kulit yang terdistribusi hanya pada dermatom tertentu mengikuti saraf sensoris tertentu. Terjadi proses inflamasi, nekrosis, dan disrupsi morfologi dari sel neuron dan nonneuron menyebabkan mielitis, deficit fungsi motorik, dan postherpetik neuralgia (PHN). 2

Profilaksis Imunisasi aktif Vaksin varisella merupakan vaksin hidup yang dilemahkan (live at-tenuated) yang berasal dari OKA Strain dengan imunogenisitas tinggi dan tingkat proteksi cukup tinggi berkisar 71-100% serta mungkin lebih lama. 3 Untuk penderita pasca pajanan dapat diberikan vaksin ini dalam waktu 72 jam dengan maksud sebagai preventif atau mengurangi gajala penyakit. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5 ml subkutan. Pemberian vaksin ini ternyata cukup aman. Dapat diberikan bersamaan dengan MMR dengan daya proteksi yang sama dan efek samping hanya berupa rash yang ringan. Efek samping biasanya tidak ada, tetapi bila ada biasanya bersifat ringan. 3 (4) (5)

Gambar 4. Varicella pada anak yang tidak divaksinasi.4 Gambar 5. Varicella pada anak yang mendapat vaksinasi. 4

11

Selain itu dapat pula berikan Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) dan diindikasikan untuk : (1) pada orang yang di kontraindikasikan mendapatkan vaksin varicella (2) neonatus yang ibunya mengalami gejala varicella dalam 5 hari sebelum hingga 2 hari setelah pajanan (3) pajanan pasca natal pada bayi prematur (4) ibu hamil yang terpajan (5) anak sehat yang beresiko sakit.1 VZIG diberikan dalam kurun waktu 72 jam pasca pajanan atau dalam 96 jam pada pasien imunokompromais. Efek proteksi VZIG diharapkan mampu bertahan hingga kirakira 3 minggu. VZIG kontraindikasi pada pasien yang pernah menerima vaksinasi varisela dan sudah seropositif. Dosis yang direkomendasikan adalah 125 unit/10kgBB secara intramuskular. 1

VIII. KOMPLIKASI Komplikasi yang paling sering ditemukan akibat infeksi varicella adalah infeksi bakteri S.aureus atau Streptococcus pyogenes (group A beta hemolitik streptococcus). Antibiotik sebenarnya dapat dipakai untuk mengurangi resiko kematian, namun pada keadaan sepsis kurang berguna. Infeksi sekunder akibat bakteri biasanya ditandai dengan munculnya bulla atau selulitis, limfadenitis regional dan abses subkutan dapat muncul. S. pyogenes umumnya menyebabkan varicella gangrenosa yang bersifat invasif.7 Manifestasi yang lain adalah pneumonia, arthritis, dan osteomyelitis. Sindroma Reyem yang merupakan ensefalopati non inflamasi dengan degenerasi lemak pada hati dapat merupakan komplikasi yang menyulitkan. Anak yang menderita varicella tidak boleh diberikan aspirin, karena dapat meningkatkan resiko terjadinya sindroma reyem. Komplikasi neurologis seperti meningoensefalitis dan serebellar ataxia merupakan gejala utama yang biasa terjadi. 2 Komplikasi pada susunan saraf pusat biasanya terjadi pada anak dibawah umur 5 tahu dan lebih dari usia 20 tahun. Varicella ensefalitis biasanya dapat hilang dengan sendirinya dalam waktu 24 hingga 72 jam. Begitu pula dengan ataksia serebellum, biasanya hilang dalam beberapa waktu. Gejala seperti perdarahan, peteki, purpura, epistaksis, hematuria, perdarahan gastrointestinal, dan DIC disebabkan karena komplikasi
12

yang berupa trombositopenia, terjadi 1 sampai 2 minggu setelah infeksi varisella. Dapat juga terjadinya arthritis virus, yang disebabkan karena adanya virus varicella di dalam sendi. Infeksi sendi biasanya sembuh dalam 3 hingga 5 hari. Komplikasi lain yang mungkin terjadi, namun jarang sekali ditemukan adalah miokarditis, perikarditis, pankreatitis, dan orkitis.
2

IX.

PROGNOSIS Infeksi primer varicella memiliki tingkat kematian 2-3 per 100.000 kasus dengan case fatality rate pada anak berumur 1-4 tahun dan 5-9 tahun (1 kematian per 100.000 kasus). Pada bayi rata-rata resiko kematian adalah sekitar 4 kali lebih besar dan pada dewasa 25 kali lebih besar. Rata-rata 100 kematian terjadi di USA sebelum ditemukannya vaksin varicella, komplikasi yang menjadi penyebab utama kematian, antara lain: pneumonia, komplikasi SSP, infeksi sekunder, dan perdarahan. Dengan perawatan yang teliti dan memperhatikan higien memberi prognosis yang baik dan jaringan parut yang timbul sangat sedikit. 3,7,8

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo SP, Garna Herry, eds. Varisela. Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Edisi kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia ; 2012. p.134-41 2. Kurniawan,Martin, Noberta Dessy, Tatang Matheus. Varicella zoster pada anak. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. 2008. P. 23-31 Available from: http://indonesia.digitaljournals.org/indeks.php/medcin. [cited 2012 December 20]. 3. A. Bechtel MD, Kirsten. Pediatric Chickenpox Available from:

http//emedicine.medscape.com/article/969773 . [cited 2012 december 22]. 4. Harriman KH, Chavez GF.Varicella (chickenpox). Available from

http://www.nc.cdc.gov . [cited 2012 december 20] 5. Parker SP, Quinlivan MY, Breurer J. Genotyping of Varicella-Zoster Virus and the Discrimination of Oka Vaccine Strains by TaqMan Real-Time PCR. Journal of crinical microbiology.2006. p. 3911-14 6. Theresia, Rezeki SS, Hadinegoro. Terapi Asiklovir pada anak dengan Varicella tanpa penyulit. Sari Pediatri. Edisi ke enam. Jakarta: FKUI ;2010. p. 440-7 7. Giaquinto C, Lucioni C, Dervaux B.. ChickenPox Vaccine. Library media center. Available from http://libguides.huhs.org. [cited 2012 december 22] 8. Coudeville L, Brunot A. Chicken pox. MedlinePlus Encyclopedia. Available from : www.nlm.nih.gov [cited 2012 december 25]

14

Anda mungkin juga menyukai