Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LIMFOMA MALIGNA NON HODGKIN (LMNH)

Oleh : Dhian Cattleya Putri P.17420111048

PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2012 LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN LIMFOMA MALIGNA NON HODGKIN (LMNH) I. Pengertian Limfoma Maligna Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferative tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T). II. Anatomi Sistem Limfatik Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga mengandung jaringan limfatik. Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus gastrointestinal. Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax, dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher kanan. Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak. *Gambar terlampir

III.Etiologi Penyebab LMNH belum jelas diketahui. Para pakar cenderung berpendapat bahwa terjadinya LMNH disebabkan oleh pengaruh rangsangan imunologik persisten yang menimbulkan proliferasi jaringan limfoid tidak terkendali. Diduga ada hubungan dengan virus Epstein Barr terutama pada limfoma Burkitt. LMNH kemungkinan ada kaitannya dengan faktor keturunan karena ditemukan fakta bila salah satu anggota keluarga menderita LMNH maka risiko anggota keluarga lainnya terjangkit tumor ini lebih besar dibanding dengan orang lain yang tidak termasuk keluarga itu (Gani, 1995). IV. Patofisiologi Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA. Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti. Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.

V. Klasifikasi Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell:
Keterlibatan/Penampakan Stadium

I II III IV Suffix A B

Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik (IE) Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE) Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES) Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik Tanpa gejala B Terdapat salah satu gejala di bawah ini: Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya Demam intermitten > 38 C Berkeringat di malam hari Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum pada foto polos dada PA

VI. Pathway *Terlampir VII. Komplikasi

Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paruparu, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan

kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor. VIII. Terapi Terapi terpilih untuk penderita dengan penyakit ekstranodal yang terbatas adalah radiasi, radioterapi lokal atau radioterapi dengan lapangan yang luas terutama pada kasus limfoma histiositik difus. Penderita penyakit stadium II difus memerlukan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Agen kemoterapeutik yang sering dipakai pada LNH adalah:
Obat Generik Agen Alkil: Cyclophospamide Dangang Cytoxan, Endoxan Pemberia n IV, Oral Akut Nausea Toksisitas Jangka Panjang Alopesia, sistitis hemoragik, miolosupresi, imunosupresi, amenorea, steril pada pria.

Antibiotik: Doxorubicin Alkaloid alam: Vincristin Adrenokortikoid : Prednison

Adriamycin

IV

Oncovin Orasone, Deltasone

IV Oral

Vesikel berat dengan Mielosupresi, nekrosis Alopesia, Toksisitas jaringan, pada jantung dengan nausea dosis kumulatif Flebitis nausea lokal, Neuropati perifer, miopati, alopesia.

Gangguan Gangguan sal. cerna, saluran cerna, diabetes kimiawi, retensi air retensi air, osteoporosis, psikosis.

IX. Manifestasi klinis Tanda maupun gejala limfoma non-hodgkin dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Anamnesis Asimtomatik limfadenopati Gejala sistemik (demam keringat malam, BB turun) Mudah lelah Pemeriksaan fisik Melibatkan banyak kelenjar perifer intermitten, Cincin Waldeyer dan kelenjar mesenterik sering terkena Hepatomegali & Splenomegali

Gejala obstruksi GI tract dan Urinary tract

Massa di abdomen dan testis

X. Fokus Pengkajian a. Pengkajian Riwayat Keperawatan Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah: 1. Aktivitas/istirahat: Gejala: 2. Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum Kehilangan produktivitas dan penurunan tolenrasi aktivitas Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak Penurunan kekuatan, bahu merossot, jalan lamban, dan tan-tanda lain yang menunjukkan kelelahan. Sirkulasi: Gejala: 3. Palpitasi, nyeri dada Takikardia, disritmia Sianosis wajah akibat obstruksi drainase vena karena pembesaran kelenjar limfe (jarang terjadi) Ikterus sklera/umum akibat kerusakan hati dan obstruksi duktus empedu (tanda lanjut) Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam. Integritas ego: Gejala: Gejala-gejala stres yang berhubungan dengan ancaman kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, prosedur diagnostik dan terapi serta masalah finansial (biaya pemeriksaan dan pengobatan, kehilangan pekerjaan) Tanda: 4. Perilaku menarik diri, marah, pasif-agresif Eliminasi: 6 Tanda:

Tanda:

Gejala: Perubahan karakteristik urine dan atau feses Riwayat obstruksi usus, sindrom malabsobsi (infiltrasi kelj.limfe retroperitoneal) Tanda: 5. Nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali Nyeri tekan kuadran kiri atas, splenomegali Penurunan haluaran urine, warna lebih gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral, gagal ginjal) Disfungsi usu dan kandung kemih (kompresi spinal cord pada gejala lanjut) Makanan dan cairan: Gejala: Anoreksia Disfagia (tekanan pada esofagus) Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan 10 % dalam 6 bulan tanpa upaya diet pembatasan. Tanda: 6. Pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau ekstremitas atas (kompresi vena cava superior) Edema ekstremitas bawah, asites (kompresi vena cava inferior oleh pembesaran kelj.limfe intraabdominal) Neurosensori: Gejala: Nyeri saraf (neuralgia) yang menunjukkan terjadinya kompresi akar saraf oleh pembesaran kelenjar limfe pada brakial, lumbar dan pleksus sakral Kelemahan otot, parestesia. Status mental letargi, menarik diri, kurang minat/perhatian terhadap keadaan sekitar. Paraplegia (kompresi batang spinal, ketelibatan diskus intervertebralis, kompresi suplai darah terhadap batang spinal) Tanda:

7.

Nyeri dan Kenyamanan: Gejala: Nyeri/nyeri tekan pada nodus yang terkena misalnya pada sekitar mediastinum, nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral), nyeri tulang (keterlibatan tulang limfomatus) Tanda: Fokus pada diri sendiri, perilaku hati-hati.

8.

Pernapasan: Gejala: Dispnea pada saat aktivitas atau istirahat, nyeri dada. Dipnea, takipnea Batuk nonproduktif Tanda-tanda distres pernapsan (frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, penggunaan otot bantu pernapsan, stridor, sianosis) Parau (paralisis laringeal akibat tekanan pembesaran kelj. Limfe terhadap saraf laringeal) Tanda:

9.

Keamanan: Gejala: Riwayat infeksi (sering terjadi) karena abnormalitas sistem imun seperti infeksi herpes sistemik,TB, toksoplasmosis atau infeksi bakterial. Riwayat ulkus/perforasi/perdarahan gaster. Demam Pel Ebstein (peningkatan suhu malam hari sampai beberapa minggu), diikuti demam menetap dan keringat malam tanpa menggigil. Integritas kulit: kemerahan, pruritus umum, vitiligo (hipopigmentasi). Demam (suhu tubuh > 380C) menetap dengan etiologi yang tidak dapat dijelaskan, tanpa gejala infeksi Kelj. limfe asimetris, tak nyeri, membengkak/membesar terutama kelj. limfe servikal (kiri > kanan), nodus aksila dan mediastinum Pembesaran tonsil Tanda:

Pruritus umum Sbagian area kehilangan melanin (vitiligo)

10. Seksualitas: Gejala: Masalah fertilitas, kehamilan dan penurunan libido akibat efek terapi. 11. Penyuluhan/pembelajaran: Gejala: Pengetahuan tentang faktor risiko dalam keluarga. Pengetahuan tentang faktor risiko lingkungan (pemajanan agen karsinogenik kimiawi) b. Pengkajian Data Diagnostik Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis Pemeriksaan Hitung Darah Lengkap: -SDP -Diferensial SDP Interpretasi Hasil Variasi normal, menurun atau meningkat secara nyata. Neutofilia, monosit, basofilia dan eosinofilia mungkin ditemukan. Limfofenia sebagai gejala lanjut. Menurun Normositik, hipokromik ringan sampai sedang. Meningkat selama malignansi) Meningkat -Kerapuhan eritrosit osmotik -Trombosit -Test Coomb Serum: -Besi serum dan TIBC -Alkalin fosfatase -Kalsium serum -Asam urat serum Menurun (sum sum tulang digantikan oleh limfoma atau hipersplenisme) Reaksi positif (anemia negatif pada tahap lanjut. hemolitik), reaksi tahap aktif (inflamas,

-SDM dan Hb/Ht Eritrosit: -Morfologi SDM -LED

Menurun Meningkat pada eksaserbasi Mungkin meningkat bila tulang terkena Meningkat (destruksi nukleoprotein, keterlibatan hati dan ginjal)

-BUN -Globulin

Mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Hipogammaglobulinemia umum dapat terjadi pada penyakit lanjut.

Dilakukan untuk area yang terkena dan Foto thoraks, vertebtara, ekstremitas membantu penetapan stadium penyakit. proksimal, pelvis dan area tulang nyeri tekan. Dilakukan bila terjadi adenopati hilus dan CT Scan dada, abdominal, tulang memastikan keterlibatan nodus limfe mediatinum, abdominal dan keterlibatan tulang. Mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfe retroperitoneal USG abdominal Menentukan keterlibatan sum sum tulang, invasi sum sum tulang terlihat pada tahap luas Biopsi sum-sum tulang Memastikan klasifikasi diagnosa limfoma. Biopsi nodus limfe Mediatinoskopi. Mungkin dilakukan untuk keterlibatan nodus mediatinal. membuktikan

XI. Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang mungkin terjadi antara lain : a. Ketidak-efektifan pola nafas b/d obstruksi trakeo bronkhial akibat pembesaran kelenjar limfe servikal, mediastinum. b. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d agen injuri biologi c. Hyperthermia b/d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi. d. Keletihan b/d peningkatan kebutuhan metabolik (proses keganasan) dan perubahan kimiawi tubuh sebagai efek kemoterapi. e. Perubahan membran mukosa oral b/d efek samping agen kemoterapi dan radiasi f. Kerusakan integritas kulit/jaringan b/d efek radiasi dan kemoterapi g. Perubahan pola seksualitas b/d kelelahan, kecemasan dan efek kemoterapi/radiasi. h. Kurang pengetahuan tentang penyakit, prosedur diagnostik dan terapi b/d kurangnya pemaparan informasi. i. Kurang nutrisi b/d anoreksia, nausea, disfagia j. Gangguan konsep diri (gambaran diri) b/d perubahan bentuk/struktur tubuh (pembesaran kelenjar limfe) k. Risiko tinggi terhadap infeksi b/d ketidakadkuatan sistem imunitas tubuh dan terapi 10

imunosupresif (supresi sum-sum tulang belakang) l. Risiko tinggi terhadap konstipasi/diare b/d iritasi mukosa gastrointestinal (efek dari kemoterapi, radiasi). XII.
NO

Intervensi Keperawatan Tujuan Ketidak-efektifan Intervensi 1. Kaji/awasi pernapasan, irama, adanya otot penggunaan ekspansi dada. Rasio nal Perub ahan seperti takipn ea, dispne a, pengg unaan otot Dengan kriteria hasil: K=pasien mengerti tentang teknik napas dalam. A=Pasien kerap berada pada posisi akseso ri dapat mengi ndikas ikan berlan jutnya 11 :

Diagnosa Keperawatan

Ketidak-efektifan pola napas obstruksi bronkhial limfe

frekuensi kedalaman, dispnea, bantu

b/d pola nafas dapat trakeo teratasi setelah akibat dilakukan tindakan

pembesaran kelenjar keperawatan selama servikal, 2x24jam. Pola nafas pasien teratur. RR:1824kali/menit. Tidak terdapat dispnea,takipnea, dan penggunaan otot-otot asesoris.Tidak timbul sianosis pada bibir maupun ektremitas pasien. mediastinum.

pernapasan dan gangguan

semi fowler. P=Pasien terampil dalam mempraktekkan teknik napas dalam. P= RR;1824kali/menit. Tidak terdapat dispnea,takipnea, dan penggunaan otot-otot asesoris.Tidak timbul sianosis pada bibir maupun ektremitas.

keterli batan kelenj ar limfe media stinal yang memb utuhka n interv ensi lebih lanjut. 2. Atur pasien pada posisi semi fowler. 3. Ajarkan teknik napas dalam (pernapasan pernapasan bibir atau diafragmatik

abdomen bila diindikasikan) 4. Kaji/awasi perhatikan warna adanya kulit, tanda Rasio nal rasi SDP : Prolife

pucat/sianosis)

12

dapat menur unkan kapasi tas pemba wa oksige n darah dan dapat meni mbulk an hipoks emia. 5. Kaji respon pernapasan Rasio nal Penur unan oksige nasi seluler menur unkan tolera nsi aktivit :

terhadap aktivitas

13

as, istirah at menur unkan kebutu han oksige n dan mence gah kelela han dan dispne a. 6. Observasi distensi vena

leher, nyeri kepala, pusing, edema preorbital, dispnea, stridor. Rasio nal Klien LMN H denga n sindro m vena cava :

14

superi or dan obstru ksi jalan napas menun jukkan kedaru ratan onkol ogis. 7. Kolaborasikan oksigen. 8. Awasi laboratorium oksimetri) 2 Gangguan rasa Gangguan rasa 1. Kaji skala nyeri dengan PQRST. nyaman nyeri b/d nyaman nyeri akan agen injuri biologi berkurang setelah 2. Ajarkan klien teknik relaksasi diberikan 3x24jam. Dengan Haslil : K= pasien mengerti tentang teknik relaksasi dan distraksi. A=wajah klien 15 Kriteria asuhan dan distraksi. 3. Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik. keperawatan selama pemeriksaan (mis: GDA, pemberian

tidak meringis (sebagai tanda adanya nyeri). Klien memegang daerah nyeri. P= pasien selalu menggunakan teknik relaksasi dalam manajemen nyeri. P= Skala nyeri 03. 3 Hyperthermia b/d tidak efektifnya termoregulasi sekunder terhadap inflamasi. Hipertermi teratasi diberikan 1x24jam. Dengan hasil : K= pasien 3. Anjurkan dan berikan minum mengetahui tentang yang banyak kepada klien cara kompres yang (sesuai dengan kebutuhan benar. A= pasien berinisiatif mengkompres ketika tubuhnya naik. P= pasien patuh mencukupi kebutuhan minumnya. suhu dirasa cairan tubuh klien) mulai 4. Kolaborasi dalam untuk antipiretik pemberian kriteria dapat 1. Observasi suhu tubuh klien. setelah asuhan 2. Berikan kompres hangat pada dahi, aksila, perut dan lipatan paha. tidak

keperawatan selama

16

P=

suhu

tubuh derajat

dalam batas normal (35,9-37,5 celcius).

XIII. Evaluasi a. b. c. Nyeri klien dapat teratasi sehingga kebutuhan kenyamanan klien terpenuhi Klien mampu menunjukan tidak adanya tanda-tanda hipertermy, suhu tubuh klien dalam rentang normal Kebutuhan nutrisi terpenuhi dan poliphagi dapat dicegah sehingga tubuh tidak kekurangan nutrient hasil metabolisme dalam bentuk glucagon dalam otot d. e. Pernafasan klien bisa kembali normal baik dari frekuensi pernafasan, kedalaman, irama pernafasan klien Klien mampu memberikan gambaran baik secara umum maupun khusus mengenai masalah kesehatannya. Sehingga klien kooperatif dalam perawatan yang didapat

LAMPIRAN Anatomi Sistem Limfatik

17

Pathway

18

DAFTAR PUSTAKA

19

Brunner & Suddart. 2003. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi Vol 2. Jakarta : EGC. Kumar. V. Cotran. R.S., Robbins. S.L., 2007. Buku ajar Patologi. EGC : Jakarta. Doengoes, M. E. 2004. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].

http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010]. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes, Sixth Edition. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai