KARIADI SEMARANG
KERACUNAN BORAKS
SELPIAN I M EG A M UZDALIF AH WILLIAM M AKDIN ATA AM AR ILLA R IAN DITA B H IM O PR IAM B O DO CH R ISTIE AYUDIATAM A N UR IN AISYIYAH L R ISA AR DIAN I
0 3 0 .0 6 .2 3 9 0 3 0 .0 8 .1 5 9 0 3 0 .0 8 .2 5 7 2 2 0 1 0 1 1 2 2 1 00 8 9 2 2 0 1 0 1 1 2 2 1 01 4 9 2 2 0 1 0 1 1 2 2 1 01 4 4 2 2 0 1 0 1 1 2 2 1 00 5 2 2 2 0 1 0 1 1 2 2 1 00 4 9
LATAR BELAKANG
= sodium tetraborate decahydrate
BTP
(Permenkes no.33 th. 2012)
Surveilans Keamanan Pangan Badan POM RI th. 2010 Penyalahgunaan boraks 8,80%
KERACUNAN
Definisi :
menurut WHO Keracunan adalah kondisi yang mengikuti masuknya suatu zat psikoaktif yang menyebabkan gangguan kesadaran, kognisi, persepsi, afek, perilaku, fungsi dan respon psikofisiologis.
BORAKS
Nama ilmiah : natrium tetraborate decahydrate Boraks dipasaran : pijer, petitet, dan bleng.
1702
Kristal boraks buatan manusia pertama oleh Wilhelm Homberg yang merupakan boraks dengan campuran dan mineral asam dengan air. Air menguap meninggalkan kristal boraks dan sering disebut "garam Homberg. Deposito boron Turki, yang dikenal sejak abad ke-13, mulai ditambang secara besar-besaran Deposito boraks pada
1861
1870
bentuk padat atau serbuk kristal dalam suhu kamar boraks berwarna putih atau tidak berwarna. tidak memiliki bau jika dihirup menggunakan indera pencium stabil pada suhu serta tekanan normal
Na2B4O2(H2O)10
PENGGUNAAN BORAKS
TOKSIKOKINETIK
ABSORBSI
DISTRIBUSI
METABOLISME
EKSKRESI
Intoksikasi akut
INTOKSIKASI BORAKS
Intoksikasi kronik
INTOKSIKASI AKUT
Dibutuhkan waktu beberapa jam
Dosis lethal :
LD50 dewasa 15-20 gram LD50 anak-anak 5 gram LD50 untuk bayi adalah 1-3 gram)
PEMERIKSAAN FORENSIK
Korban Hidup
Korban Meninggal
PENGAMBILAN SAMPEL
Pada Kasus Keracunan Secara Umum Otak
Urine
0,004-0,66 mg/dl
Jaringan
CAIRAN TUBUH
Sebaiknya diperiksa dengan jarum suntik yang bersih/baru. Perhatikan: Darah seharusnya selalu diperiksa pada gelas kaca Pada pemeriksaan spesimen darah, selalu beri label pada tabung sampel darah: Pembuluh darah femoral. Jantung.
CAIRAN TUBUH
Pemeriksaan pada mayat tidak otopsi: Darah diambil dari vena femoral. Jika vena ini tidak berisi, dapat diambil dari subclavia. Urine diambil dengan menggunakan jarum panjang yang dimasukan pada bagian bawah dinding perut terus sampai pada tulang pubis.
CAIRAN TUBUH
Pada mayat yang diotopsi : Darah diambil dari vena femoral. Jika darah tidak dapat diambil dari vena femoral, dapat diambil dari : Vena subklavia, Aorta, Arteri pulmonalis, Vena cava superior dan Jantung. trauma massif: darah tidak dapat diambil dari pembuluh darah tetapi terdapat darah bebas pada rongga badan.
BAHAN PENGAWET
Bahan pengawet yang dipergunakan adalah : 1. Alkohol absolute. 2. Larutan garam jenuh. 3. Natrium fluoride 1%.
Sampel padat atau organ
WADAH
Minimal 9: Dua buah toples :2 liter untuk hati dan usus. Tiga buah toples : 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal. Empat buah botol : 25 ml untuk darah (2 ) urine dan empedu.
4.
6.
Hasil otopsi dikemas dalam kotak dan harus dijaga agar botol tertutup rapat dijaga tidak tumpah atau pecah. Kotak diikat mati serta diberi lak pengaman.
Penyegelan dilakukan oleh Polisi yang mana juga harus dibuat berita acara penyegelan dan berita acara ini harus disertakan dalam pengiriman. Dalam berita acara tersebut harus terdapat contoh kertas pembungkus, segel, atau materi yang digunakan. Pada korban hidup: alkohol tidak dapat dipakai untuk desinfektan lokal saat pengambilan darah. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimate 1% atau mercuri klorida 1%.
7.
8.
Keringkan di bawah terik matahari atau diangin-anginkan. Setelah kering amati bagian kertas uji yang tadi dibasahi. Jika terbentuk warna merah bata berarti bahan yang diuji positif mengandung boraks
AKIBAT HUKUM DARI PRODUK MAKANAN YANG MENGANDUNG BAHAN-BAHAN BERBAHAYA Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 111
(1) Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan. (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi: Nama produk; Daftar bahan yang digunakan; Berat bersih atau isi bersih; Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukan makanan dan minuman kedalam wilayah Indonesia; dan Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa.
(4) Pemberian tanda atau label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan secara benar dan akurat. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 112
Pemerintah berwenang dan bertanggung jawab mengatur dan mengawasi produksi, pengolahan, pendistribusian makanan, dan minuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109, Pasal 110, dan Pasal 111.
Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label; Tidak memasang label atau memuat informasi penjelasan mengenai barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat samping, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat; Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
KESIMPULAN
Boraks dengan nama kimia natrium tetraborat (NaB4O7 10H2O). Dapat dijumpai dalam bentuk padat dan jika larut dalam air akan menjadi natrium hidroksida dan asam borat (H3BO3). Boraks biasa digunakan sebagai bahan pembuat deterjen, bersifat antiseptik dan mengurangi kesadahan air . Sebagian besar masyarakat masih belum mengetahui secara pasti dampak penggunaan boraks pada produk makanan padahal dalam jumlah tertentu sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat menimbulkan keracunan dengan gejala akut seperti mual,muntah bahkan dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan neurologis. Boraks dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan, saluran pernafasan maupun kulit yang terluka. Boraks tidak mengalami metabolisme dalam tubuh sehingga keberadaan boraks dalam tubuh dapat terdeteksi dari urin. Pemerintah dalam undang undang kesehatan telah mengatur mengenai bahan tambahan pangan, namun penegakan hukum belum dilakukan secara tegas dalam menindak oknum yang menyalahgunakan boraks sebagai bahan tambahan pangan.
SARAN
Masyarakat diharapkan secara proaktif meningkatkan pengetahuannya mengenai penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan dan harus lebih jeli dalam memilih makanan dalam upaya menghindari efek buruk dari boraks bagi tubuh. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan perlu menyusun program kegiatan sebagai bentuk edukasi dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyalahgunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan yang pada gilirannya dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dalam konteks makro. Pengawasan yang lebih ketat oleh pemerintah dan pengambilan tindakan tegas sangat dibutuhkan, seperti mengirimkan pengawaspengawas pemerintah ke daerah-daerah tertentu dan membuat undang-undang mengenai boraks.
DAFTAR PUSTAKA
Budianto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Munim A, Herpian S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia; 1997. P 71. Rose Mill Company. What is boric acid?. Available at http://www.natbat.com/What%20Is%20Boric%20Acid.pdf. Accessed 18 November 2012. National Pesticide Information Center. Boric Acid Technical Fact Sheet. Available at: http://npic.orst.edu/factsheets/borictech.pdf . Accessed 18 November 2012.
United States Enviromental Protection Agency. Health Effects Support Document for Boron. Available at: http://www.epa.gov/ogwdw/ccl/pdfs/reg_determine2/healtheffects_ccl2-reg2_boron.pdf . Accessed 18 November 2012.
Forest Health Protection USDA Forest Service. Human Health and Ecological Risk Assessment for Borax Final Report. Available at : http://www.fs.fed.us/foresthealth/pesticide/pdfs/022406_borax.pdf . Accessed 19 November 2012. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22602/4/Chapter%20II.pdf . Accessed 18 November 2012. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996 Nasution, Anisyah, Analisa Kandungan Boraks Pada Lontong Di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan Tahun 2009, USU 2010 http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/17797 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. http://www.pom.go.id/pom/hukum_perundangan/pdf/BTP_033.pdf Abdillah Sinaga : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Bahan-Bahan Berbahaya Pada Produk Makanan Di Indonesia, 2009 USU http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4909/1/09E01994.pdf Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Universitas Indonesia. Jakarta: 1999. Sinaga Edward J. Peranan Toksikologi dalam Pembuatan Visum Et Repertum Terhadap Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan dengan Menggunakan Racun, 2010, USU http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/20996 World Health Organization. Management of Substance Abuse. WHO 2012. www.who.int/substance_abuse/terminology/acute_intox/index.html
TERIMA KASIH