Anda di halaman 1dari 24

KONSEP DASAR CAIRAN DAN ELEKTROLIT

JUMLAH DAN KOMPOSISI CAIRAN TUBUH Lebih kurang 60% berat badan orang dewasa pada umumnya terdiri dari cairan (air dan elektrolit). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah cairan tubuh adalah umur, jenis kelamin, dan kandungan lemak tubuh. Air menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan pria dewasa, dan 55% tubuh pria lanjut usia. Karena wanita memiliki simpanan lemak yang relatif lebih banyak (relative bebas-air), kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit dibandingkan pria. Cairan tubuh terdapat dua kompartemen cairan:
1. Cairan intraseluler (CIS) adalah cairan di dalam membrane sel yang berisi substansi

terlarut atau solute yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta metabolism. Kurang lebih dua pertiga cairan tubuh berada dalam CIS dan kebanyakan terdapat pada masa otot skeletal. CIS merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989).
2. Cairan ekstraseluler (CES) merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun

sepertiga cairan tubuh. CES dibagi menjadi ruang cairan intravascular, interstisiel, dan transeluler. Ruang intravascular (cairan dalam pembuluh darah) mengandung plasma. Kurang lebih 3 liter dari 6 liter cairan darah terdiri dari plasma. Tiga liter sisanya terdiri dari eritrosit, leukosit dan trombosit. Ruang interstisiel mengandung cairan yang mengelilingi sel dan berjumlah sekitar 8 liter pada orang dewasa. Limfe merupakan contoh dari cairan interstisiel. Ruang transeluler merupakan bagian terkecil dari cairan ekstraseluler dan mengandung kurang lebih 1 liter cairan tiap waktu. Contohnya, cairan serebrospinal, pericardial, synovial, intraocular, pleural; keringat dan sekresi pencernaan. Cairan ekstraselular dibagi menjadi : o Cairan Interstitial Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial. Relatif terhadap ukuran

tubuh, volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa. o Cairan Intravaskular Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet. o Cairan transeluler Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

Body100 %

Water 60 % (100)

Tissue 40 %

Intracellular space 40 % (60)

Extracellular space 20 % (40)

Interstitial space 15 % (30)

Intravascular space

5 % (10)

Hilangnya cairan ekstraseluler (CES) ke dalam ruang yang tidak mempengaruhi keseimbangan antara CIS dan CES disebut sebagai perpindahan cairan ruang ketiga. Petunjuk dini dari perpindahan cairan ruang ketiga adalah penurunan haluaran urine meskipun ada terapi cairan yang adekuat. Haluaran urine menurun karena perpindahan cairan keluar dari ruang intravascular; ginjal kemudian menerima aliran darah yang lebih sedikit dan berusaha mengkompensasi dengan menurunkan haluaran urine. Tanda dan gelaja perpindahan ruang ketiga yaitu, kekurangan volume cairan intravascular, peningkatan frekuensi jantung, penurunan tekanan darah, penurunan tekanan vena sentral (TVS), edema, peningkatan berat badan dan ketidakseimbangan masukan dan haluaran cairan.

ELEKTROLIT Elektrolit dalam cairan tubuh merupakan kimia aktif (kation, yang mengandung muatan positif, dan anion, yang mengandung muatan negative). Zat kimia ini bergabung dalam berbagai kombinasi. Karenanya, konsentrasi elektrolit dalam tubuh diungkapkan dalam istilah miliekuivalen (mEq) per liter, suatu ukuran kimiawi dan bukan dalam istilah milligram (mg). umumnya elektrolit diukur pada bagian yang paling mudah didapatkan dari cairan tubuh ekstraseluler yaitu plasma. Ion natrium bermuatan positif jumlahnya jauh melebihi melebihi kation lain dalam ekstraseluler. Karena konsentrasi natrium mempengaruhi konsentrasi seluruh CES, natrium merupakan kation penting dalam pengaturan volume cairan tubuh. Retensi natrium dihubungkan dengan retensi cairan; sebaliknya kehilangan natrium secara besar-besaran biasanya dihubungkan dengan penurunan volume cairan tubuh.

Tubuh mengeluarkan sejumlah besar energy untuk mempertahan konsentrasi natrium ekstraseluler yang tinggi dan kalium intraseluler yang tinggi. Tubuh melakukan hal ini dengan cara pompa membrane sel, yang menukar ion-ion natrium dan kalium. Pergerakan cairan yang normal melalui dinding kapiler ke dalam jaringan tergantung pada kekuatan tekanan hidrostatik (tekanan yang dihasilkan oleh cairan pada dinding pembuluh darah) pada kedua ujung pembuluh arteri dan vena dan tekanan osmotic yang dihasilkan oleh protein plasma. Arah pindahan cairan tergantung pada perbedaan dari kedua kekuatan yang berlawanan ini (tekanan hidrostatik vs osmotic). Elektrolit dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

o Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

o Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO4-). Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan interstitial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak mencerminkan komposisi cairan intraseluler.

a. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:

- Left atrial stretch reseptor

- Central baroreseptor

- Renal afferent baroreseptor

- Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

- Atrial natriuretic factor

- Sistem renin angiotensin

- Sekresi ADH

- Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water)

Kadar

natrium

dalam

tubuh

58,5mEq/kgBB

dimana

70%

atau

40,5mEq/kgBB dapat berubah ubah. Ekresi natrium dalam urine 100180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). tubuh banyak mengeluarkan maka Natrium dapat bergerak cepat antara natrium terjadi (muntah,diare) keadaan sedangkan disertai ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila pemasukkan terbatas akan dehidrasi

kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

b. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

c. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

d. Magnesium

Magnesium

ditemukan

di

semua

jenis

makanan.

Kebutuhan

unruk

pertumbuhan +10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

e. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

NON ELEKTROLIT

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

Gambar 1. Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler

Diambil dari Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2:56

PERGERAKAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

1. Difusi. Difusi adalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area

berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermeable. Suatu contoh difusi adalah pertukaran oksigen dengan karbon dioksida antara kapiler dan alveoli paru. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh:

Ukuran molekul. Molekul yang lebih besar cenderung bergerak lebih lambat dibandingkan molekul yang ukurannya lebih kecil

Konsentrasi larutan. Larutan yang berkonsentrasi tinggi bergerak lebih cepat dibandingkan dengan larutan yang berkonsentrasi rendah

Temperature larutan. Semakin tinggi temperature larutan, maka semakin besar kecepatan difusinya

Molekul besar yang tidak dapat lewat melalui proses difusi (mis., glukosa) diangkut dengan bantuan bahan pembawa melalui proses yang disebut difusi terbantu (facilitated diffusion).

2. Osmosis. Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membrane semipermeable dari

area berkonsentrasi rendah menuju yang berkonsentrasi tinggi. Besarnya kekuatan osmosis tergantung pada jumlah partikel yang terlarut dalam larutan dan bukan pada beratnya. Jumlah partikel yang terlarut dalam satu unit air menentukan osmolalitas atau konsentrasi suatu larutan. Ada tiga istilah yang berhubungan dengan osmosis:

Tekanan osmotic adalah besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan aliran air oleh osmosis

Tekanan onkotik adalah tekanan osmotic yang dihasilkan oleh protein (y.i., albumin)

Diuretic osmotic terjadi ketika terdapat peningkatan haluran urin yang diakibatkan oleh ekskresi substansi seperti glukosa, manitol, atau agens kontras dalam urin.

3. Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul untuk

berpindah melintasi membrane sel melawam gradient konsentrasinya. Dengan kata lain, transport aktif adalah gerakan partikel dari satu konsentrasi ke konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya. Proses ini membutuhkan energy dalam bentuk adenosine triposfat (ATP). ATP berguna untuk mempertahankan konsentrasi ion natrium dan kalium dalam ruang ekstrasel dan intrasel melalui suatu proses yang disebut pompa natrium-kalium.

4. Filtrasi. Tekanan hidrostatik dalam kapiler cenderung untuk menyaring cairan keluar dari kompartemen vaskuler ke dalam cairan interstisiel. Contoh dari filtrasi adalah pergerakan air dan elektrolit dari jaringan kapiler arteri ke cairan interstisiel; dalam hal ini, tekanan hidrostatik dihasilkan oleh aksi pompa jantung.

ASUPAN DAN KEHILANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA KEADAAN NORMAL Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit atau traktus gastrointestinal. Secara umum, pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. 1. Pengaturan volume cairan ekstrasel Pengaturan volume cairan ekstrasel dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake & output) air Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang. Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan ratarata 250 ml dari feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss) dari kulit dan paru-paru. Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari, cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana volume kehilangan bertambah pada

keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap kenaikan suhu tubuh 1 derajat celcius pada suhu tubuh di atas 37 derajat celcius dan sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus gastrointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space lose. b. Memperhatikan keseimbangan garam Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memperhatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan.Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urin untuk mempertahankan keseimbangan garam. Ginjal mengontrol jumlah garam yang diekskresi dengan cara: 1. Mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate(GFR). 2. Mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal Jumlah Na+ yang direabsorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri . Selain sistem renin-angiotensin-aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi oleh sel atrium jantung jika mengalami distensi akibat peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urin sehingga mengembalikan volume darah kembali normal. 2. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu

larutan. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi air dalam larutan tersebut. Air akan berpindah dengan cara osmosis dari area yang konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah). Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan

konsentrasi solut yang tidak dapat menembus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium merupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. Sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan melalui: a. Perubahan osmolaritas di nefron Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urin yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di duktus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal ( 300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars desending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik. Dinding tubulus ansa henle pars asenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsorbsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urin yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresin/ ADH. b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (anti diuretic hormone/ ADH) Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (> 280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypothalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypothalamus yang menyintesis vasopressin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. Ikatan vasopressin dengan resptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urin

yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dapat dipertahankan. Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypothalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypothalamus sehingga terbentuk perilaku untuk mengatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal. Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melali baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotiikus, osmoreseptor di hypothalamus, dan volumereseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atripeptin (ANP) akan meningkatkan ekskresi volume natrium dan air . Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan sebagai contohnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit diantaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stress, dan penyakit. Tabel.2 Rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa FLUID GAINS Oxidative 300 ml metabolism Oral 1100-1400 ml Solid 800-1000 ml TOTAL 2700 ml Kidneys 1200-1500 ml Skin 500-600 ml fluids Lungs 400 ml foods GI 100-200 ml 2200- TOTAL 2700 ml tract 2200FLUID LOSES

PERUBAHAN CAIRAN TUBUH


Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan volume

a. Defisit volume Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi. * Dehidrasi Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10% dari kasus.

Dehidrasi Isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular. Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan volume intravascular. Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume intravascular. Tabel.3 Tanda-tanda klinis dehidrasi Symptom/Sign Level of consciousness* Capillary refill* Mucous membranes* Tears* Heart rate Respiratory rate Blood pressure Pulse Skin turgor Fontanel Eyes Urine output Mild Dehydration Alert 2 Seconds Normal Normal Slight increase Normal Normal Normal Normal Normal Normal Decreased Moderate Dehydration Lethargic 2-4 Seconds Dry Decreased Increased Increased Normal, but orthostasis Thready Slow Depressed Sunken Oliguria Severe Dehydration Obtunded Greater than 4 seconds, cool limbs Parched, cracked Absent Very increased Increased and hyperpnea Decreased Faint or impalpable Tenting Sunken Very sunken Oliguria/anuria

* Best indicators of hydration status

Tabel. 4 Derajat dehidrasi DEHIDRASI DEWASA ANAK Ringan 4% 4%-5% sedang 6% 5%-10% berat 8% 10-15% shock 15-20% 15-20% Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Beberapa pendekatan terangkum dalam tabel 5. Tabel.5 Pendekatan pada masalah cairan dan elektrolit

Tabel.6 Rumatan cairan menurut rumus Holliday-Segar

Strategi untuk rehidrasi adalah dengan memperhitungkan defisit cairan, cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung disesuaikan . Cara rehidrasi: 1. Nilai status rehidrasi (sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc 2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak) 3. Pemberian cairan : o 6 jam I = D + M atau 8 jam I = D + M (menurut Guillot ) o 18 jam II = D + M atau 16 jam II = D + M (menurut Guillot) b. Kelebihan volume Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.

2. Perubahan konsentrasi - Hiponatremia Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg. Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan, sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus: Na= Na1 Na0 x TBW Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan Na0 = Na serum yang aktual TBW = total body water = 0,6 x BB (kg) - Hipernatremia Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X140) x BB x 0,6}: 140. - Hipokalemia Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa

disritmik jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat). Rumus untuk menghitung defisit kalium : K = K1 K0 x 0,25 x BB K = kalium yang dibutuhkan K1 = serum kalium yang diinginkan K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg) - Hiperkalemia Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal atau saraf obat pusat yang membatasi ekskresi kalium dan (NSAIDs, sistem ACE-inhibitor, kardiovaskular siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan (parestesia, kelemahan otot) (disritmik, perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik, hemodialisis. 1. Perubahan komposisi - Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg) Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal,

dan ventilasi mekanis bila perlu. Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting. - Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg) Kondisi ini disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia, penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium yang terjadi. - Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L) Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan. - Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L) Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

TERAPI CAIRAN

a. Jenis cairan

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut memperkuat penelitan yang dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

Tabel 9. Komposisi Cairan Kristaloid

Solution

Tonicity (mosml/L)

Na+ (mEq/L )

Cl(mEq/L )

K+ (mEq/L )

Ca2 (mEq/L )

Glucos e (g/L)

Lactate (mEq/L)

5% Dextrose in water

Hypo (253)

50

(D5W) Normal saline D5 NS D5NS Iso (330) Hyper (561) Lactated Ringers Injection (RL D5LR Iso (273) Hyper (525) 103 130 109 109 4 4 3 3 50 28 28 38,5 154 38,5 154 50 50 Iso (308) 154 154

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan dan asidosis kadar hiperkloremik 2. Cairan Koloid Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak lama (waktu (delutional hyperchloremic acidosis) menurunnya

bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid: a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hagemans factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler. b. Koloid sintesis yaitu: 1. Dextran: Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch) Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, ratarata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat. 3. Gelatin Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu: - modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell) - Urea linked gelatin - Oxypoly gelatin Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin. b. Jenis cairan berdasarkan tujuan terapi: 1. Cairan rumatan ( maintenance ). Bersifat hipotonis: konsentrasi partikel terlarut < konsentrasi cairan intraseluler (CIS); menyebabkan air berdifusi ke dalam sel. Tonisitas < 270 mOsm/kg; misal: Dekstrosa 5 %, Dekstrosa 5 % dalam Salin 0,25 % 2. Cairan pengganti ( resusitasi, substitusi ) Bersifat isotonis: konsentrasi partikel terlarut = CIS; no net water movement melalui membran sel semipermeabel. Tonisitas 275 295 mOsm/kg; misal : NaCl 0,9 %, Lactate Ringers, koloid 3. Cairan khusus

Bersifat hipertonis: konsentrasi partikel terlarut > CIS; menyebabkan air keluar dari sel, menuju daerah dengan konsentrasi lebih tinggi. Tonisitas > 295 mOsm/kg; misal: NaCl 3 %, Mannitol, Sodium-bikarbonat, Natrium laktat hipertonik

Anda mungkin juga menyukai